Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

Pengaruh Suhu Terhadap kecepatan Respirasi


Kecambah Kacang Hijau Vigna radiat L. )

Oleh :

Novita Lailatul
Zuhriyah

15030204037

Pendidikan
Biologi A 2015

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU


PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

2017

A. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah kacang


hijau?

B. Tujuan Percobaan

1. Mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah kacang


hijau.

C. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka hipotesisinya:

1. Ha : Ada pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah kacang


hijau, semakin tinggi suhu maka laju respirasi semakin cepat.

2. Ho : Pengaruh suhu semakin rendah maka kecepatan respirasi kecambah


semakin lambat.

D. Kajian Pustaka

Respirasi adalah proses pelepasan energi yang menyediakan energi bagi keperluan
sel. Sehingga dapat dikatakan bahwa respirasi adalah suatu proses yang mengoksidasi
bahan bakar berupa senyawa organik didalam sel yang menghasilkan senyawa CO 2, H2O,
dan energi berupa ATP. Semua sel yang aktif melakukan respirasi. Pada waktu glukosa
dipecah dalam suatu rangkaian reaksi enzimatis, beberapa energi dibebaskan dan diubah
menjadi bentuk ikatan Phospat bertenaga tinggi (ATP) dan sebagian lagi hilang sebagai
panas.

Pada tumbuhan respirasi terjadi di dalam sel yaitu dalam sitoplasma (anaerob) dan
terutama di mitokondria (aerob). Di dalam mitokondria berlangsung pemecahan
kerangka-kerangka karbon antara untuk menghasilkan berbagai produk essensial
lainnya. Mitokondria mengandung DNA sirkular yang mempunyai informasi genetic
untuk menghasilkan enzim. Panjang mitokondria hanya beberapa micrometer. Membran
dalam mitokondria sangat berbelit-belit, menjorok ke matriks dengan pola seperti tabung
yang sempit (Sallisbury, F.B:1995). Proses respirasi yang berlangsung di medium air,
dengan pH mendekati netral, pada suhu sedang, tanpa asap, dan berdasarkan
ketersediaan oksigen dibedakan atas respirasi aerob jika terkena oksigen dan respirasi
anaerob jika tidak/kurang terkena oksigen . Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau
lebih reaksi komponen, masing-masing dikatalis oleh enzim yang berbeda.
(Rachmadiarti, F, dkk:2007).

Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan
tinggi. Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah
beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa pati; asam organik dan protein
(digunakan pada keadaan dan spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat
dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + O2 6CO2 + H2O + energi

Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi


dalam proses respirasi. (Danang, 2008)

Proses Respirasi

Tahapan : I : Pembongkaran glukosa menjadi asam piruvat. Tahapan ini


disebut Glikolisis. Jalur pembongkaran ini disebut jalur EMP atau jalus pusat.
Hal ini terjadi di sitosol atau di matrik plastida (khusus pd tumbuhan).

Tahap II : Dekarboksilasi Oksidasi asam Piruvar (senyawa 3-C) as.


AcetilCoA (2-C). Proses ini berlangsung di matrik mitokondria I

Tahap III: Perombakan sempurna Acetil-CoA dalam daun TCA (daur asam
tri karboksilat) atau daur Krebs. Peristiwa ini terjadi di matrik mitokondria.

Tahap IV : Oksidasi reduksi dalam rantai transfer elektron pada membran


mitokondria.

Pada glikolisis terjadi 1 tahapan oksidasi substrat, yakni fosfo-gliseraldehida


(PGAL) oleh enzim dehidrogenase dan dengan bantuan ko-enzim NAD+
menjadi asam di-fosfo-gliserat (dPGA) dan dihasilkan NADH2.

Pada dasarnya peristiwa yang terjadi pada rantai transfer elektron adalah
peristiwa oksidasi reduksi (Redoks). Dalam proses ini terjadi transfer elektron
(e) dan proton (H+ ). Pada bagian akhir rantai transfer elektron, elektron dan
proton tersebut akan diterima oleh O2 sebagai aceptor elektron dan proton, dan
terbentuklah H2O. Adanya gradien proton antara ruang antar membran dengan
membran yang menghadap matriks mitokondria, akan menghasilkan energi
untuk menggabungkan ADP + Pi menjadi ATP, dengan bantuan ATP-Ase.
Peristiwa pembentukan ATP dengan energi hasil oksidasi pada rantai transpor
elektron disebut Fosforilasi Oksidasi.

Dari setiap NADH2 yang masuk pada rantai transpor elektron maka akan
dihasilkan 3 ATP. Sedangkan bila FADH 2 yang masuk, maka hanya akan
dihasilkan 2 ATP. Berdasarkan cara poenghitungan klasik ini, maka dari
pembkaran sempurna 1 mol glukosa ( 180 gram) akan dihasilkan ATP sebagai
berikut :

1. Tahap glikolisis (di sitosol / plastida) dihasilkan 8 ATP (2 ATP dari


fosforilasi tingkat substrat + 6 ATP dari 2 NADH 2 yang masuk rantai
transpor elektron di mitokondria. Namun pada tahap awal glikolisis butuh 2
ATP.
2. Tahap oksidasi 2 mol Piruvat menjadi Acetil-CoA (dekarboksilasi oksidasi)
dihasilkan 6 ATP, yaitu dari 2 NADH2 yang terbentuk.

3. Tahap Krebs, pembakaran 2 mol Acetil-CoA dihasilakan :

2 x 3 NADH2 = 6 x 3 ATP = 18 ATP

2 x 1 FADH2 = 2 x 2 ATP = 4 ATP

2Fosforilasi tingkat substrat = 2ATP


--------------------------------------------------------

Jumlah Total = 24 ATP Jadi, total ATP dihasilkan dari pembakaran sempurna 1
mol glukosa = 36 ATP (Campell, 1999)

Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air,
CO2 dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi
berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan
dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan Respiratory quotient [RQ].
Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat
glukosa. (Suyitno, 2007)

Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO 2 yang dilepaskan dan jumlah O2
yang digunakan dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan
disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan
sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon,
1989).

Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan
dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk
karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33).
Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya
proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005).

` Factor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan respirasi, antara lain:

1) Ketersediaan Oksigen

Masing-masing tumbuhan membutuhkan kadar oksigen yang berbeda, bahkan organ


dalam satu tumbuhan. Fluktuasi normal oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi
laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh
lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara. Oksigen dalam respirasi berfungsi
untuk mengoksidasi NADH2 dan FADH2, mengurangi terjadinya respirasi anaerob dan
memungkinkan siklus krebs.

2) Ketersediaan Substrat

Kecepatan respirasi tergantung pada tersedianya substrat, yaitu senyawa yang akan
diuraikan melalui berbagai reaksi. Tumbuhan yang mengandung cadangan pati, fruktan,
dan gula yang rendah akan menunjukkan laju reaksi yang rendah. Jika defisiensi
cadangan makanan pada tumbuhan terjadi sangat parah maka yang akan dioksidasi
adalah protein. Protein tersebut dihidrolisis menjadi asam-asam amino penyusunnya,
yang kemudian diurai melalui reaksi-reaksi glikolisis dan siklus krebs. Asam glutamat
dan aspartat akan dikonversi menjadi asam alfaketoglukosa dan asam oksaloasetat.
Demikian halnya dengan alanin yang dioksidasi untuk membentuk asam piruvat. Pada
saat daun mulai menguning, maka sebagaian besar protein dan senyawa mengandung
nitrogen pada kloroplas akan terurai. Ion-ion ammonium yang dibebaskan dari
penguraian tersebut akan digunakan dalam sintesis glutamine dan asparagin. Hal ini
akan menghindari tumbuhan dari keracunan ammonium.

3) Tipe dan umur tumbuhan.

Masing-masing tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, sehingga kebutuhan


respirasi berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju
respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ
tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. Bakteri dan jamur umumnya
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dari tumbuhan tingkat tinggi.

4) Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan
faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap
kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing
spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q 10
respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu
meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju respirasi tetap meningkat, tapi
lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada
suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O 2 ke dalam sel lewat kutikula
atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung
dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi
Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata
difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40C atau lebih, laju respirasi
malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam
jangka waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami
denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik
yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25
menjadi 45C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua
jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu
dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury &
Ross, 1995)

5) Ketersediaan air

Air merupakan medium tempat terjadinya reaksi respirasi. Oleh karena itu tidak
tersedianya air menyebabkan menurunnya laju respirasi.

6) Luka

Sudah lama para ahli fisiologi tumbuhan mengetahui bahwa adanya luka pada suatu
organ tumbuhan memacu peningkatan laju respirasi. Umumnya adanya luka pada organ
tumbuhan menimbulkan inisiasi meristematik pada daerah luka, yang akhirnya dapat
berkembang menjadi kalus. Adanya inisiasi meristematik inilah yang menyebabkan
peningkatan laju respirasi, karena pada sel-sel yang meristematik banyak terdapat
substrat respirasiyang tersedia.

7) Konsentrasi CO2
Meningkatnya konsentrasi CO2 di udara menyebabkan menutupnya stomata sehingga
proses pertukaran gas menjadi terbatas (kurang cepat). Akibatnya terjadi penurunan laju
respirasi.

8) Beberapa senyawa kimia

Beberapa senyawa kimia seperti sianida, karbon monoksida, kloroform, eter, aseton,
formaldehid, alkaloid, dan glukosida bila dalam jumlah sedikit dapat meningkatkan
respirasi awal tetapi bila dalam jumlah banyak dapat menurunkan laju respirasi.
Turunnya laju respirasi disebabkan karena senyawa tersebut bersifat menghambat reaksi
enzimatis pada respirasi.

9) Perlakuan mekanik

Beberapa perlakuan mekanik seperti pembengkokan, pengusapan, dan penggosokan


dapat meningkatkan respirasi. Tetapi jika perlakuan mekanik secara berulang ulang
maka efeknya tidak nampak lagi. (Soerodikoesoemo, 1995)

E. Variabel penelitian

1. Variabel Manipulasi : Perbedaan suhu ruangan 30C dan suhu


inkubator 37C
2. Variabel respon : Laju kecepatan respirasi
3. Variabel kontrol : Volume NaOH, volume BaCL2, volume
HCL, volume PP, Jenis kecambah, Berat
kecambah, erlenmeyer, waktu penempatan
sampel.

F. Definisi Opersional Variabel

1. Variabel Manipulasi : variabel manipulasi yang digunakan yaitu perbedaan


suhu. Suhu ruangan 30C dan suhu 37C di dalam inkubator untuk
mempengaruhi kecepatan respirasi sebagai variabel respon hasil yang akan
didapatkan pada praktikum ini

2. Variabel respon : merupakan hasil yang dilihat dari perbedaan suhu akan
terlihat laju perubahan suhu. Larutan NaOH yang mengandung CO2 ditambah
dengan 2,5 ml BaCl2 dan 2 tetes PP lalu dititrasi dengan HCL dihitung berapa
ml HCL yang diteteskan sampai warna larutan tersebut berwarna bening
sehingga akan diketahui kecepatan respirasi pada kecambah tersebut.

3. Variabel kontrol : merupakan variabel kendali. Variabel inilah yang


menyebabkan hubungan antara variabel manipulasi dan respon. Volume
NaOH, volume BaCL2, volume HCL, volume PP, Jenis kecambah kacang
hijau yang berumur 2 hari, Berat kecambah kacang hijau 5 gram, erlenmeyer
sebanyak 6 buah.

G. Alat dan Bahan

Alat :
1. Erlemenyer 250 ml 6 buah
2. Timbangan
3. Spet
4. Kain kasa
5. Benang
6. Plastik
7. Pipet
Bahan :

1. Kecambah kacang hijau umur 2 hari.


2. Larutan NaOH 0,5 M
3. Larutan HCL 0,5 M
4. Larutan BaCl2 0,5 M
5. Larutan Phenolftalin (PP)

H. Rancangan Percobaan

Hal yang pertama untuk melakukan praktikum yaitu menyiapkan alat dan
bahan yang digunakan. Menyiapkan 6 buah erlenmeyer dan mengisinya masing-
masing 30 ml larutan NaOH 0,5 M. Setelah itu menimbang 5 gram kecambah
dan membungkusnya dengan kain kasa diikat dengan seutas tali digantungkan di
atas larutan NaOH. Kemudian menutup rapat erlenmeyer dengan plastik.
Masing-masing 3 sampel untuk suhu ruangan, 3 sampel untuk suhu dalam
inkubator. Menyimpan 2 erlenmeyer berisi kecambah dan 1 erlenmeyer tanpa
kecambah sebagai kontrol masing-masing pada suhu ruangan 30 0C dan yang lain
di dalam inkubator dengan suhu 37C selama 24 jam. Setelah 24 jam melakukan
titrasi untuk mengetahui jumla gas CO2 yang dilepaskan selama respirasi
kecambah. Titrasi yang dilakukan dengan cara mengambil 5 ml larutan NaOH
dalam botol kemudian memasukkan dalam Erlenmeyer. Setelah itu
menambahkan 2,5 ml BaCl2 dan menetesi dengan 2 tetes PP sehingga larutan
berwarna merah. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,5 M. Titrasi
dihentikan setelah warna merah tepat hilang

I. Langkah Kerja

Erlemenyer Kecambah kacang hijau berumur 2 hari

- menyiapkan 6 buah - menimbang 5 gram


- mengisi masing- masing 30 ml - membungkus dengan kain
Larutan NaOH 0,5 M. kasa alu diikat dengan tali
(masing masing 2
sampel
untuk suhu dalam ruang
Erlemenyer + Kecambah inkubator

- Kecambah digantungkan diatas


larutan NaOH
- Botol ditutup rapat-rapat dengan
plastik.

Simpan dalam Suhu ruang 30C (Selama Simpan dalam Inkubator 37C (Selama
24 jam) 24 jam)

- mengambil 5 ml NaOH dalam botol


masukkan dalam erlemenyer
- menambahkan BaCl2
- menetetesi PP 2 tetes
- Dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai berwarna
bening

HASIL
J. Rancangan Tabel Pengamatan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data yang


disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah.
Vol Vol Kecep
Vol NaOH
Perlakua Vol HCl NaOH CO2 atan
Sampel yang tidak
n suhu titrasi yang respiras Respir
terikat
terikat i asi
Kecambah I 1,5 ml 9 ml 21 ml
Ruang Kecambah 0,0375
1,4 ml 8,4 ml 21,6 ml 0,9 ml
(30 C) II ml/jam
Kontrol 1,6 ml 9,6 ml 20,4 ml
Kecambah I 1,1 ml 6,6 ml 23,4 ml
0,125
Inkubator Kecambah
1,2 ml 7,2 ml 22,8 ml 3 ml ml/
(37 C) II
jam
Kontrol 1,65 ml 9,9 ml 20,1 ml

Grafik 1.1 pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi


im
s
ira
p l/ja 0
.0
1g
r
a
f
i
k
5
.5
p
e
n
g
ar
u
h
s
uh
t
e
rh
a
d
p
ke
c
p
a
t
nr
e
s
p
i
r
as
i
0 1 2
s
re
S
e
ris1 0
.3
7
5s 0
.
1
5
tn
u
h
cp
e
ka
Keterangan :

1 : suhu ruangan , 2 : suhu inkubator

K. Rencana Analisis Data

Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa semakin
besar suhu dapat mempengaruhi kadar CO2 yang dilepaskan pada proses respirasi
kecambah kacang hijau. Pada suhu rungan 30 C terdapat 3 erlenmeyer.
Erlenmeyer 1 berisi kecambah dengan volume titrasi HCl titrasi 1,5 ml, Volume
NaOH yang tidak terikat 9 ml dan volume NaOH yang terikat sebesar 21 ml.
Erlenmeyer kedua berisi kecambah dengan volume titrasi HCl titrasi 1,4 ml,
Volume NaOH yang tidak terikat 8,4 ml dan volume NaOH yang terikat sebesar
21,6 ml. Erlenmeyer ketiga sebagai kontrol tidak berisi kecambah dengan
volume titrasi HCl titrasi 1,6 ml, Volume NaOH yang tidak terikat 9,6 ml dan
volume NaOH yang terikat sebesar 20,4 ml. Sehingga Volume CO2 respirasi yang
dihasilkan sebesar 0,9 ml dan kecepatan respirasi 0,0375 ml/jam

Sedangkan pada suhu didalam inkubator (37C) terdapat 3 erlenmeyer.


Erlenmeyer 1 berisi kecambah dengan volume titrasi HCl titrasi 1,1 ml, Volume
NaOH yang tidak terikat 6,6 ml dan volume NaOH yang terikat sebesar 23,4 ml.
Erlenmeyer kedua berisi kecambah dengan volume titrasi HCl titrasi 1,2 ml,
Volume NaOH yang tidak terikat 7,2 ml dan volume NaOH yang terikat sebesar
22,8 ml. Erlenmeyer ketiga sebagai kontrol tidak berisi kecambah dengan
volume titrasi HCl titrasi 1,65 ml, Volume NaOH yang tidak terikat 9,9 ml dan
volume NaOH yang terikat sebesar 20,1 ml. Sehingga Volume CO2 respirasi yang
dihasilkan sebesar 3 ml dan kecepatan respirasi 0,125 ml/jam

DISKUSI

1. Suhu yang berbeda akan mengasilkan laju respirasi yang berbeda pula,
bagaimanakah menurut pendapat anda dikaitkan dengan hasil praktikum
yang diperoleh. Jelaskan berdasarkan kajian teori.

Jawab:

Suhu yang berebeda akan mempengaruhi kecepatan respirasi seperti


percobaan yang telah dilakukan, semakin tinggi suhu maka kecepatan
respirasi akan meningkat. Sedangkan semakin kecil suhu dibawah 30C
maka kecepatan respirasi menurun. Peningkatan suhu sampai 40C atau
lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada
pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Nampaknya enzim yang
diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi,
mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah
kacang kapri, peningkatan suhu dari 25 menjadi 45C mula-mula
meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai
berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah
cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury & Ross,
1995)

2. Mengapa digunakan kecambah dalam kegiatan tersebut. Apakah kecambah


bisa digantikan dengan hal lain.

Jawab :

Digunakannya kecamba kacang hijau karena karena kecambah muda masih


aktif melakukan metabolisme yang menghasilkan energi. Tumbuhan muda
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua.
Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. (I
Komang Jaya Santika Yasa, 2009).

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan


demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada
masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang
lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ
tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.

L. Hasil Analisis Data

Pada praktikum ini yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu


terhadap kecepatan respirasi kecambah kacang hijau (Vigna radiat L). Dipilihnya
kecambah kacang hijau yang berumur 2 hari karena kecambah muda masih aktif
melakukan metabolisme yang menghasilkan energi. Tumbuhan muda menunjukkan laju
respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ
tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009).

Kecambah yang nantinya akan di uji di gantung di atas larutan NaOH yang
berfungsi mengikat CO2 hasil respirasi kecambah dan di tempatkan pada suhu yang
berbeda selama 24 jam. Setelah 24 jam NaOH di reaksikan dengan BaCl 2 dan dititrasi
dengan HCl untuk mengetahui banyaknya CO2 yang dibebaskan. NaOH yang tidak
mengikat CO2 tidak semuanya bereaksi dengan BaCl2 dan menghasilkan Ba(OH)2 yang
berwarna bening. Kemudian Ba(OH) 2 tersebut diuji dengan PP, terjadi perubahan warna
menjadi merah. Warna merah menunjukkan bahwa Ba(OH) 2 bersifat basa. Ketika
Ba(OH)2 sebanyak 5 ml dititrasi dengan HCl maka menghasilkan garam BaCl 2 dengan
indikasi perubahan warna Ba(OH) 2 yang asalnya merah berubah menjadi bening (warna
merah tepat hilang). Pada saat warna merah tepat hilang itulah dihitung volume HCl
yang dibutuhkan untuk menetrasi Ba(OH)2. Volume HCl tersebut sebanding dengan
volume NaOH yang tidak mengikat CO2, sehingga dari volume HCl dapat diketahui
volume NaOH yang mengikat CO2.

Berdasarkan analisis data diatas dapat diketahui bahwa besarnya suhu dapat
mempengaruhi kecepatan respirasi. Semakin besar suhu maka kecepatan respirasinya
meningkat. Pada suhu inkubator 37C Volume CO2 respirasi yang dihasilkan sebesar 3
ml sehingga didapatkan kecepatan respirasi sbesar 0,125 ml/jam. Al ini terjadi karena
suhu inkubator, keadaan suhunya dibuat konstan (stabil), pada suhu yang konstan
(stabil) kerja enzim akan lebih optimal tanpa mengalami kerusakan. Proses respirasi
melibatkan kerja berbagai enzim. Sehingga enzim tidak mengalami kerusakan maka
enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi karbon dioksida. Oleh karena
itu, CO2 yang dilepaskan dari respirasi kecambah lebih besar. Selain itu, pada suhu yang
lebih tinggi volume CO2 akan lebih banyak diikat oleh NaOH sehingga kadar CO 2 yang
dilepaskan makin besar.
Sedangkan pada suhu ruangan 30C respirasinya justru menurun. Volume CO 2
respirasi yang dihasilkan sebesar 0,9 ml sehingga didapatkan kecepatan respirasi sebesar
0,0375 ml/jam. Hal ini dikarenakan pada suhu yang lebih rendah, kerja enzim tidak
optimal sehingga mengakibatkan reaksi pengubahan glukosa menjadi CO2 lebih
lambat sehingga volume CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih sedikit.
Selain itu, pada suhu yang lebih rendah, volume CO 2 akan lebih sedikit diikat
oleh NaOH sehingga CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih kecil.

Peningkatan suhu sampai 40C atau lebih, laju respirasi malahan menurun,
khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama.
Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu
yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah
kacang kapri, peningkatan suhu dari 25 menjadi 45C mula-mula meningkatkan
respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan
penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian
enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)

Pada erlenmeyer kontrol yaitu hanya berisi NaOH tanpa kecambah


kecepatan respirasinya menunjukkan nilai respirasi yang lebih rendah. Hal ini
terjadi diduga adanya mikroorganisme lain yang berada di air sehingga
melakukan respirasi, karena selama melakukan praktikum semua alat yang
digunakan tidak disterilkan. Faktor lain mengapa respirasi pada NaOH ada
kecambah lebih cepat respirasinya dan CO2 yang dihasilkan lebih banyak
dibanding dengan respirasi pada NaOH saja, hal ini dikarenakan respirasi juga
dipengaruhi oleh substrat untuk oksidasi dalam metabolisme respiratoris.
Sedangkan tabung erlenmeyer yang hanya berisi NaOH saja respirasinya lambat
dan CO2 yang dihasilkan sedikit. Hal ini karena tidak dipengaruhi oleh enzim.

M. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah :

1. Suhu mempengaruhi kecepatan respirasi kecambah kacang hijau.


2. Respirasi pada kecambah tersebut lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi.
Makin banyak CO2 yang dibebaskan, maka proses respirasi makin cepat.
N. Daftar pustaka

Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi. (Online), (http://www.indoskripsi.com, diakses


tanggal 30 Maret 2017).

Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA Universitas
Lambung Mangkurat.

Rachmadiarti, F.dkk. 2007. Biologi Umum. Surabaya : Unesa Unipress.

Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung:
Penerbit ITB

Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY

Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. (Online),
(http://www.idonbiu.com, diakses tanggal 30 Maret 2017).
Perhitungan

Suhu inkubasi 37C Suhu ruang 30C

A : kecambah I (V1 = 1,1 ml) A : kecambah I (V1 = 1,5 ml)

B : kecambah II (V2 =1,2 ml) B : kecambah II (V2 =1,4 ml)

C : kontrol (V3 = 1,65 ml) C : kontrol (V3 = 1,6 ml)

NaOH yang tidak terikat NaOH yang tidak terikat

30 A : 9 ml

1
30
1 B : 8,9 ml

5
A : = 6,6 ml
30
1 C : 9,6 ml

5
B : = 7,2 ml
30
1
C : = 9,9 ml

5
NaOH terikat NaOH terikat

A : 306,6 = 23,4ml A : 309 = 21ml

B : 307,2 = 22,8 ml B : 308,9 = 21,6 ml

C : 309,9 = 20,1 ml C : 309,6 = 20,4 ml

CO2 respirasi CO2 respirasi


21,4
23
Kecepatan respirasi Kecepatan respirasi

03,9
2
LAMPIRAN

Penimbangan kecambah Pembungkusan kecambah


Penuangan NaOH ke erlenmeyer Penggantungan NaOH

Sampel pada suhu inkubator Sampel pada suhu ruang

Penetesan BaCl2 dan PP Hasil titrasi HCl

Anda mungkin juga menyukai