Oleh :
Novita Lailatul
Zuhriyah
15030204037
Pendidikan
Biologi A 2015
JURUSAN BIOLOGI
2017
A. Rumusan Masalah
B. Tujuan Percobaan
C. Hipotesis
D. Kajian Pustaka
Respirasi adalah proses pelepasan energi yang menyediakan energi bagi keperluan
sel. Sehingga dapat dikatakan bahwa respirasi adalah suatu proses yang mengoksidasi
bahan bakar berupa senyawa organik didalam sel yang menghasilkan senyawa CO 2, H2O,
dan energi berupa ATP. Semua sel yang aktif melakukan respirasi. Pada waktu glukosa
dipecah dalam suatu rangkaian reaksi enzimatis, beberapa energi dibebaskan dan diubah
menjadi bentuk ikatan Phospat bertenaga tinggi (ATP) dan sebagian lagi hilang sebagai
panas.
Pada tumbuhan respirasi terjadi di dalam sel yaitu dalam sitoplasma (anaerob) dan
terutama di mitokondria (aerob). Di dalam mitokondria berlangsung pemecahan
kerangka-kerangka karbon antara untuk menghasilkan berbagai produk essensial
lainnya. Mitokondria mengandung DNA sirkular yang mempunyai informasi genetic
untuk menghasilkan enzim. Panjang mitokondria hanya beberapa micrometer. Membran
dalam mitokondria sangat berbelit-belit, menjorok ke matriks dengan pola seperti tabung
yang sempit (Sallisbury, F.B:1995). Proses respirasi yang berlangsung di medium air,
dengan pH mendekati netral, pada suhu sedang, tanpa asap, dan berdasarkan
ketersediaan oksigen dibedakan atas respirasi aerob jika terkena oksigen dan respirasi
anaerob jika tidak/kurang terkena oksigen . Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau
lebih reaksi komponen, masing-masing dikatalis oleh enzim yang berbeda.
(Rachmadiarti, F, dkk:2007).
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan
tinggi. Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah
beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa pati; asam organik dan protein
(digunakan pada keadaan dan spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat
dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + O2 6CO2 + H2O + energi
Proses Respirasi
Tahap III: Perombakan sempurna Acetil-CoA dalam daun TCA (daur asam
tri karboksilat) atau daur Krebs. Peristiwa ini terjadi di matrik mitokondria.
Pada dasarnya peristiwa yang terjadi pada rantai transfer elektron adalah
peristiwa oksidasi reduksi (Redoks). Dalam proses ini terjadi transfer elektron
(e) dan proton (H+ ). Pada bagian akhir rantai transfer elektron, elektron dan
proton tersebut akan diterima oleh O2 sebagai aceptor elektron dan proton, dan
terbentuklah H2O. Adanya gradien proton antara ruang antar membran dengan
membran yang menghadap matriks mitokondria, akan menghasilkan energi
untuk menggabungkan ADP + Pi menjadi ATP, dengan bantuan ATP-Ase.
Peristiwa pembentukan ATP dengan energi hasil oksidasi pada rantai transpor
elektron disebut Fosforilasi Oksidasi.
Dari setiap NADH2 yang masuk pada rantai transpor elektron maka akan
dihasilkan 3 ATP. Sedangkan bila FADH 2 yang masuk, maka hanya akan
dihasilkan 2 ATP. Berdasarkan cara poenghitungan klasik ini, maka dari
pembkaran sempurna 1 mol glukosa ( 180 gram) akan dihasilkan ATP sebagai
berikut :
Jumlah Total = 24 ATP Jadi, total ATP dihasilkan dari pembakaran sempurna 1
mol glukosa = 36 ATP (Campell, 1999)
Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air,
CO2 dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi
berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan
dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan Respiratory quotient [RQ].
Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat
glukosa. (Suyitno, 2007)
Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO 2 yang dilepaskan dan jumlah O2
yang digunakan dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan
disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan
sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon,
1989).
Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan
dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk
karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33).
Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya
proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005).
1) Ketersediaan Oksigen
2) Ketersediaan Substrat
Kecepatan respirasi tergantung pada tersedianya substrat, yaitu senyawa yang akan
diuraikan melalui berbagai reaksi. Tumbuhan yang mengandung cadangan pati, fruktan,
dan gula yang rendah akan menunjukkan laju reaksi yang rendah. Jika defisiensi
cadangan makanan pada tumbuhan terjadi sangat parah maka yang akan dioksidasi
adalah protein. Protein tersebut dihidrolisis menjadi asam-asam amino penyusunnya,
yang kemudian diurai melalui reaksi-reaksi glikolisis dan siklus krebs. Asam glutamat
dan aspartat akan dikonversi menjadi asam alfaketoglukosa dan asam oksaloasetat.
Demikian halnya dengan alanin yang dioksidasi untuk membentuk asam piruvat. Pada
saat daun mulai menguning, maka sebagaian besar protein dan senyawa mengandung
nitrogen pada kloroplas akan terurai. Ion-ion ammonium yang dibebaskan dari
penguraian tersebut akan digunakan dalam sintesis glutamine dan asparagin. Hal ini
akan menghindari tumbuhan dari keracunan ammonium.
4) Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan
faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap
kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing
spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q 10
respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu
meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju respirasi tetap meningkat, tapi
lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada
suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O 2 ke dalam sel lewat kutikula
atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung
dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi
Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata
difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40C atau lebih, laju respirasi
malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam
jangka waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami
denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik
yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25
menjadi 45C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua
jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu
dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury &
Ross, 1995)
5) Ketersediaan air
Air merupakan medium tempat terjadinya reaksi respirasi. Oleh karena itu tidak
tersedianya air menyebabkan menurunnya laju respirasi.
6) Luka
Sudah lama para ahli fisiologi tumbuhan mengetahui bahwa adanya luka pada suatu
organ tumbuhan memacu peningkatan laju respirasi. Umumnya adanya luka pada organ
tumbuhan menimbulkan inisiasi meristematik pada daerah luka, yang akhirnya dapat
berkembang menjadi kalus. Adanya inisiasi meristematik inilah yang menyebabkan
peningkatan laju respirasi, karena pada sel-sel yang meristematik banyak terdapat
substrat respirasiyang tersedia.
7) Konsentrasi CO2
Meningkatnya konsentrasi CO2 di udara menyebabkan menutupnya stomata sehingga
proses pertukaran gas menjadi terbatas (kurang cepat). Akibatnya terjadi penurunan laju
respirasi.
Beberapa senyawa kimia seperti sianida, karbon monoksida, kloroform, eter, aseton,
formaldehid, alkaloid, dan glukosida bila dalam jumlah sedikit dapat meningkatkan
respirasi awal tetapi bila dalam jumlah banyak dapat menurunkan laju respirasi.
Turunnya laju respirasi disebabkan karena senyawa tersebut bersifat menghambat reaksi
enzimatis pada respirasi.
9) Perlakuan mekanik
E. Variabel penelitian
2. Variabel respon : merupakan hasil yang dilihat dari perbedaan suhu akan
terlihat laju perubahan suhu. Larutan NaOH yang mengandung CO2 ditambah
dengan 2,5 ml BaCl2 dan 2 tetes PP lalu dititrasi dengan HCL dihitung berapa
ml HCL yang diteteskan sampai warna larutan tersebut berwarna bening
sehingga akan diketahui kecepatan respirasi pada kecambah tersebut.
Alat :
1. Erlemenyer 250 ml 6 buah
2. Timbangan
3. Spet
4. Kain kasa
5. Benang
6. Plastik
7. Pipet
Bahan :
H. Rancangan Percobaan
Hal yang pertama untuk melakukan praktikum yaitu menyiapkan alat dan
bahan yang digunakan. Menyiapkan 6 buah erlenmeyer dan mengisinya masing-
masing 30 ml larutan NaOH 0,5 M. Setelah itu menimbang 5 gram kecambah
dan membungkusnya dengan kain kasa diikat dengan seutas tali digantungkan di
atas larutan NaOH. Kemudian menutup rapat erlenmeyer dengan plastik.
Masing-masing 3 sampel untuk suhu ruangan, 3 sampel untuk suhu dalam
inkubator. Menyimpan 2 erlenmeyer berisi kecambah dan 1 erlenmeyer tanpa
kecambah sebagai kontrol masing-masing pada suhu ruangan 30 0C dan yang lain
di dalam inkubator dengan suhu 37C selama 24 jam. Setelah 24 jam melakukan
titrasi untuk mengetahui jumla gas CO2 yang dilepaskan selama respirasi
kecambah. Titrasi yang dilakukan dengan cara mengambil 5 ml larutan NaOH
dalam botol kemudian memasukkan dalam Erlenmeyer. Setelah itu
menambahkan 2,5 ml BaCl2 dan menetesi dengan 2 tetes PP sehingga larutan
berwarna merah. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,5 M. Titrasi
dihentikan setelah warna merah tepat hilang
I. Langkah Kerja
Simpan dalam Suhu ruang 30C (Selama Simpan dalam Inkubator 37C (Selama
24 jam) 24 jam)
HASIL
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa semakin
besar suhu dapat mempengaruhi kadar CO2 yang dilepaskan pada proses respirasi
kecambah kacang hijau. Pada suhu rungan 30 C terdapat 3 erlenmeyer.
Erlenmeyer 1 berisi kecambah dengan volume titrasi HCl titrasi 1,5 ml, Volume
NaOH yang tidak terikat 9 ml dan volume NaOH yang terikat sebesar 21 ml.
Erlenmeyer kedua berisi kecambah dengan volume titrasi HCl titrasi 1,4 ml,
Volume NaOH yang tidak terikat 8,4 ml dan volume NaOH yang terikat sebesar
21,6 ml. Erlenmeyer ketiga sebagai kontrol tidak berisi kecambah dengan
volume titrasi HCl titrasi 1,6 ml, Volume NaOH yang tidak terikat 9,6 ml dan
volume NaOH yang terikat sebesar 20,4 ml. Sehingga Volume CO2 respirasi yang
dihasilkan sebesar 0,9 ml dan kecepatan respirasi 0,0375 ml/jam
DISKUSI
1. Suhu yang berbeda akan mengasilkan laju respirasi yang berbeda pula,
bagaimanakah menurut pendapat anda dikaitkan dengan hasil praktikum
yang diperoleh. Jelaskan berdasarkan kajian teori.
Jawab:
Jawab :
Kecambah yang nantinya akan di uji di gantung di atas larutan NaOH yang
berfungsi mengikat CO2 hasil respirasi kecambah dan di tempatkan pada suhu yang
berbeda selama 24 jam. Setelah 24 jam NaOH di reaksikan dengan BaCl 2 dan dititrasi
dengan HCl untuk mengetahui banyaknya CO2 yang dibebaskan. NaOH yang tidak
mengikat CO2 tidak semuanya bereaksi dengan BaCl2 dan menghasilkan Ba(OH)2 yang
berwarna bening. Kemudian Ba(OH) 2 tersebut diuji dengan PP, terjadi perubahan warna
menjadi merah. Warna merah menunjukkan bahwa Ba(OH) 2 bersifat basa. Ketika
Ba(OH)2 sebanyak 5 ml dititrasi dengan HCl maka menghasilkan garam BaCl 2 dengan
indikasi perubahan warna Ba(OH) 2 yang asalnya merah berubah menjadi bening (warna
merah tepat hilang). Pada saat warna merah tepat hilang itulah dihitung volume HCl
yang dibutuhkan untuk menetrasi Ba(OH)2. Volume HCl tersebut sebanding dengan
volume NaOH yang tidak mengikat CO2, sehingga dari volume HCl dapat diketahui
volume NaOH yang mengikat CO2.
Berdasarkan analisis data diatas dapat diketahui bahwa besarnya suhu dapat
mempengaruhi kecepatan respirasi. Semakin besar suhu maka kecepatan respirasinya
meningkat. Pada suhu inkubator 37C Volume CO2 respirasi yang dihasilkan sebesar 3
ml sehingga didapatkan kecepatan respirasi sbesar 0,125 ml/jam. Al ini terjadi karena
suhu inkubator, keadaan suhunya dibuat konstan (stabil), pada suhu yang konstan
(stabil) kerja enzim akan lebih optimal tanpa mengalami kerusakan. Proses respirasi
melibatkan kerja berbagai enzim. Sehingga enzim tidak mengalami kerusakan maka
enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi karbon dioksida. Oleh karena
itu, CO2 yang dilepaskan dari respirasi kecambah lebih besar. Selain itu, pada suhu yang
lebih tinggi volume CO2 akan lebih banyak diikat oleh NaOH sehingga kadar CO 2 yang
dilepaskan makin besar.
Sedangkan pada suhu ruangan 30C respirasinya justru menurun. Volume CO 2
respirasi yang dihasilkan sebesar 0,9 ml sehingga didapatkan kecepatan respirasi sebesar
0,0375 ml/jam. Hal ini dikarenakan pada suhu yang lebih rendah, kerja enzim tidak
optimal sehingga mengakibatkan reaksi pengubahan glukosa menjadi CO2 lebih
lambat sehingga volume CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih sedikit.
Selain itu, pada suhu yang lebih rendah, volume CO 2 akan lebih sedikit diikat
oleh NaOH sehingga CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih kecil.
Peningkatan suhu sampai 40C atau lebih, laju respirasi malahan menurun,
khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama.
Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu
yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah
kacang kapri, peningkatan suhu dari 25 menjadi 45C mula-mula meningkatkan
respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan
penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian
enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
M. Kesimpulan
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA Universitas
Lambung Mangkurat.
Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung:
Penerbit ITB
Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY
Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. (Online),
(http://www.idonbiu.com, diakses tanggal 30 Maret 2017).
Perhitungan
30 A : 9 ml
1
30
1 B : 8,9 ml
5
A : = 6,6 ml
30
1 C : 9,6 ml
5
B : = 7,2 ml
30
1
C : = 9,9 ml
5
NaOH terikat NaOH terikat
03,9
2
LAMPIRAN