Anda di halaman 1dari 21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia, buah dan sayur merupakan bahan pangan yang sangat mudah
didapatkan, bahkan setiap daerah memiliki buah dan sayur sebagai ciri khas untuk
daerah tersebut. Buah dan sayur dengan beraneka jenis dan warna dapat saling
melengkapi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh kita. Disamping itu, salah
satu bahan pangan yang banyak mengandung serat terdapat pada buah dan sayur
(Dahuri dkk, 2004).
Buah dan sayur adalah jenis makanan uang memiliki kandungan gizi,
vitamin, dan mineral yang pada umumnya sangat baik dikonsumsi setiap hari.
Buah-buahan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang potensial dan
banyak mengandung zat gizi terutama vitamin. Selain sebagai sumber vitamin,
buah-buahan juga mengandung mineral dan pada jenis buah-buahan tertentu juga
menghasilkan cukup banyak energi. Pada umumnya vitamin tidak dapat dibentuk
oleh tubuh. Oleh karena itu, vitamin harus disuplai dari luar tubuh terutama dari buah
dan sayuran. Vitamin termasuk dalam kelompok zat pengatur, pertumbuhan dan
pemeliharaan kesehatan (Almatsier, 2001).
Sayuran dan buah merupakan sumber makanan yang mengandung gizi lengkap
dan sehat yang dimanfaatkan untuk bahan makanan. Banyak dari kita yang sedikit
atau bahkan tidak mengetahui manfaat sayuran dan buah yang ada di lingkungan
sekitar kita. Namun tidak setiap anak menyukainya walaupun sebagian anak yang lain
malah ada yang kegandrungan. Di samping itu sayuran dan buah sering tidak
terhidang dalam setiap menu harian atau kalaupun terhidang juga dengan ragam yang
terbatas. Menu harian untuk sayuran dan buah setiap harinya perlu selalu berganti
variasi, dua atau tiga pilihan jenisnya. Untuk buah, kualitasnya bukan ditentukan oleh
harganya, melainkan oleh tingkat kesegaraannya.
Dibandingkan dengan serealia dan tanaman bergula (tebu dan gula bit)
bahan pangan sayur-sayuran diproduksi paling banyak dan biasanya produksinya
geografisnya terbatas. Sayuran umumnya rendah dalam kandungan protein dan
lemak kecuali untuk beberapa sayuran tertentu. Namun demikian sayuran tinggi
akan kandungan besi, kalsium, vitamin C dan provitamin A. Sayuran berwarna
hijau merupa kan sumber yang kaya akan karoten (Kartasapoetra 2005).

Tujuan
Tujuan dari praktikum buah dan sayur 1 adalah :
1. Mengamati sifat fisik buah dan sayur
2. Menghitung bagian yang dapat dimakan (edible portion) dari jumlah beberapa
macam sayur dan buah-buahan
3. Mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap pengawetan buah
4. Mempelajari pengaruh ketebalan buah, konsentrasi air kapur perendam dan
perlakuan blanching terhadap mutu organoleptik buah.

TINJAUAN PUSTAKA
Buah dan Sayur
Standar ini hasil revisi SNI 01-3167-1992, menetapkan ketentuan tentang
mutu, ukuran, toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi
higienis pada buah salak (Sallaca edulis Reinw). Standar ini berlaku untuk
varietas komersial dari salak dari famili Palmae yang dipasarkan sebagai
konsumsi segar setelah penanganan dan pengemasan. Salak untuk kebutuhan
industri tidak termasuk dalam standar ini. Ketentuan umum untuk semua jenis
buah salak harus dipenuhi sesuai aturan dalam standar. Salak digolongkan dalam 3
kelas mutu, yaitu kelas super, kelas A dan kelas B, dimana masing-masing kelas
mutu harus memenuhi ketentuan dan syarat sesuai standar. Kode ukuran salak
ditentukan berdasarkan bobot, sbb; Kode ukuran 1, dengan bobot >120gr; kode 2,
dengan bobot 101-120gr; dan kode ukuran 3, dengan bobot 81-100gr (SNI 2009)
Pada mangga (Mangifera indica L.). Standar ini berlaku untuk varietas
komersial mangga dari famili Anacardiaceae yang dipasarkan untuk konsumsi
segar setelah penanganan dan pengemasan. Mangga untuk kebutuhan
industri/olahan tidak termasuk dalam standar ini. Untuk semua kelas buah dan
cara pemanenannya ditetapkan ketentuan minimum yang harus dipenuhi sesuai
standar. Mangga digolongkan dalam 3 kelas mutu yaitu kelas super, kelas A dan B
dengan ketentuan mutu sesuai standar. Ketentuan ukuran mangga dibagi
berdasarkan kode ukuran (1 sampai 5) dan bobot mangga, sbb: kode ukuran 1,
bobot >450 gr; kode ukuran 2, bobot 351-450 gr; kode ukuran 3, bobot 251-350
gr; kode ukuran 4, bobot 151-250 gr; kode ukuran 5, bobot <150 gr. Batas
ketentuan toleransi ukuran untuk semua kelas adalah 10% diatas atau dibawah
kisaran ukuran yang ditentukan. Penampilan mangga harus segar dan dikemas
sesuai aturan.
Kemudian jeruk keprok (Citrus sinensis (L) Osbeek). Standar ini berlaku
untuk varietas komersial dari jeruk keprok famili Rutaceae yang dipasarkan
sebagai konsumsi segar setelah penanganan pascapanennya. Jeruk keprok bagi
kebutuhan industri/olahan tidak termasuk dalam ketetapan standar ini. Ketentuan
minimum untuk semua jenis buah jeruk keprok harus dipenuhi sesuai aturan
dalam standar . Ketentuan tentang kematangan jeruk keprok adalah padatan
terlarut total daging buah min. 8 Brix, dan tidak diperbolehkan melakukan
pengkuningan kulit buah (degreening). Jeruk keprok digolongkan dalam 3 kelas
mutu, yaitu kelas super, kelas A dan kelas B, dimana masing-masing kelas mutu
harus memenuhi ketentuan dan syarat sesuai standar. Kode ukuran jeruk keprok
ditentukan berdasarkan diameter maksimum buah, sbb: Kode ukuran 1 diameter
>70mm; kode ukuran 2, diameter 61-70mm; kode ukuran 3, diameter 51-60mm;
dan kode ukuran 4, diameter 40-50mm. Batas toleransi ukuran untuk semua kelas,
sebesar 10% berdasarkan jumlah atau bobot diatas atau dibawah kisaran ukuran
yang ditentukan. Standar ini mengatur tentang kesegaran dan pengemasan jeruk
keprok.

Sedangkan buah pare hijau memiliki bentuk buah lonjong kecil dan
berwarna hijau, permukaan buah berbintil-bintil dengan ukuran kecil dan halus,
serta rasa buah yang pahit.
Pada wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang
biasanya berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur
serupa kayu. Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau
akarnya. Tanaman ini menyimpan cadangan makanan di dalam umbi. Batangnya
pendek, memiliki akar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi
umbi bulat dan memanjang. Kulit umbi wortel tipis dan jika dimakan mentah
terasa renyah dan agak manis (Makmun 2007).
Pada pisang Cavendish termasuk dalam kelompok pisang Ambon, saat ini
kultivar Cavendish banyak ditanam di Indonesia oleh perusahaan swasta besar
untuk ekspor dan pasar domestik. Pisang Cavendish yang diperdagangkan ratarata memiliki kualitas baik, karena sudah dibudidayakan mengikuti anjuran dan
diproduksi untuk pasar. Seperti pisang Ambon, ukuran buah termasuk besar,
panjang buah antara 17-23 cm dengan diameter 3,5-4 cm, berat tiap buah 130-200
gram, warna kulit buah kuning merata saat matang dan daging buah putih
kekuningan dan aroma kuat. Susunan buah rapi dan kompak membentuk sisir,
sisir yang besar bisa berisi 16-20 buah. Tandan buahnya juga besar, berisi sekitar
14-20 sisir. (LITBANG 2008)
Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan
adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan
terjadinya peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air,
pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat.
Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang
ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi sayuran
melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen,
produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada
kondisi dimana suhu dan kelembaban memacu proses pelayuan. Akhirnya produk
yang demikian tersebut dipersembahkan di pasar retail ke pada konsumen sebagai
produk farmfresh.
Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya
dalam lingkunngan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi
melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan
konsentrasi CO2. Beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini
etilen yang dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas
hasil bakaran minyak kendaraan bermotor mengandung etilen dan kontaminasi
terhadap produk yang disimpan dapat menginisiasi pemasakan dalam buah dan
memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan bunga-bungaan atau
bahan tanaman hias. Kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk
tersebut.
Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga
sangatlah mudah mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan
fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya
pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan
akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan yang umum terjadi adalah
memar, terpotong, adanya 5 tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan abrasi.

Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat


(seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak,
menginduksi produksi gas etilen yang memacu proses kemunduran produk.
Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis
(serangan mikroorganisme pembusuk).
Laju transpirasi atau kehilangan air dipengaruhi oleh faktor- faktor internal
(karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan volume,
pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan faktor eksternal atau
faktor- faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).
Pemasakan Terkendali Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan
beberapa jenis buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan pemasakan yang
seragam sebelum dipasarkan. Buah yang umum dikendalikan pemasakannya
dengan etilen adalah pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik
seperti anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan dengan cara
ini. Juga buah muda tidak dapat dimasakan dengan baik dengan cara ini. Tidak
ada cara untuk memasakan buah muda sampai menjadi produk yang dapat
diterima.
BDD
BDD merupakan bagian dari bahan makanan atau makanan yang masuk ke
dalam mulut atau yang dapat dimakan oleh seseorang, bagian yang tak lazim
dimakan akan dibuang atau tidak dimakan. Misalnya, mangga dikupas kulitnya
dan dikeluarkan bijinya. BDD digunakan dalam daftar komposisi zat-zat gizi yang
terdapat dalam setiap jenis bahan makanan (Sandjaja dan Atmarita 2009)
Berikut adalah daftar berat dapat dimakan yang diambil dari DKBM (Daftar
Komposisi Bahan Makanan) bahan pangan yang digunakan dalam praktikum :
Tabel 1 Daftar Berat Dapat Dimakan Bahan Pangan
Bahan Pangan
BDD (100%)
Jambu Biji
82
Jeruk
62
Mangga
65
Pisang
75
Kacang Panjang
50
Kangkung
70
Pare
77
Tauge
100
Timun
70
Tomat
95
Wortel
88
Rumus dari BDD (Berat Dapat Dimakan) adalah bagian bahan pangan
yang benar-benar dapat dimakan dibagi dengan berat bahan pangan utuh dikalikan
dengan seratus. Satuan dari BDD adalah persen (%).

PENGAWETAN BUAH
Sebutan Vico (Virgin Coconut Oil) telah dibuktikan dapat menghambat
pertunibuhan berbagai bakteri patogen diantaranya Listeri monocytogenes,
Stnphv1ococcl1.v sp / Helicobacter sp. Vico yang dibuat dengan proses
fermentasi, tidal< menggunakan panas tinggi akan tahan selama berbulan-bulan
karena tahan sinar matahari. Vico bisa dikonsumsi secara langsung atau untuk
memasali makanan. Selain beberapa man faat diatas, Vico dapat di~nanfaatkan
untuk menjaga keseimbangan kimiawi kulit 1 epidermis buah dan sayuran,
sehingga tidak mudah ditembus oleh mikrobia perusak buah dan sayuran. Selain
hal tersebut, minyak kelapa juga mematikan khamir dan jamur-jamur tertentu
(Aminah dan Supraptini 2010)
Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai
hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan dan kelayuan. Keberadaan
etilen akan mempercepat terjadinya tahap kelayuan, oleh sebab itu untuk tujuan
pengawetan senyawa ini perlu disingkirkan dari atmosfir ruang penyimpan
dengan cara menyemprotkan enzim penghambat produksi etilek pada produk atau
mengoksidasi etilen dengan KMnO4 atau ozon. Transpirasi adalah pengeluaran air
dalam jaringan proyek nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh factor internatl
(morfologi/anatomis, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur
panne) dan factor eksternal. Transpirasi berlebihan menyebabkan produk
mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai
gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan pelapisan, penyimpanan
dingin atau memodifikasi atmosfir (RISTEK 2002).
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk pengawetan buah segar
adalah pendinginan: penyimpanan di bawah suhu 15c dan di atas titik beku bahan
dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilling storage), kehilangan air dapat
dikurangi dengan jalan member pembungkus pada bahan yang akan didinginkan,
pembukus yang baik dari bahan plastik. Penggunaan KMnO4 dianggap
mempunyai potensi yang paling besar karena KMnO4 bersifat tidak menguap
sehingga dapat disimpan berdekatan dengan buah tanpa menimbulkan kerusakan
buah (RISTEK 2002).
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan pengawet adalah untuk
menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga
selama mungkin. Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya
berperan sebagai antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan
enzim selain sebagai penyebab pembusukan pangan juga dapat menyebabkan
orang menjadi sakit, untuk itu perlu dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya
(Santosa dan Capricon 2013).
Penyimpanan hipobarik adalah salah satuproses penyimpanan produk yang
dapat berupa buah segar, sayuran, bunga potong, tanaman pot, daging, udang,
ikan, dan materi lain yang bermetabolisme secara aktif. dalam kondisi vakum
parsial. Ruang vakum dihubungkan secara kontinu dengan udara yang
mengandung air jenuh untuk mempertahankan tingkat oksigen dan mengurangi
kehilangan air. Pematangan pada buah diperlambat dengan penyimpanan
hipobarik, karena penurunan tekanan parsial pada oksigen, dan untuk beberapa
buah-buahan juga terjadi penurunan etilen. Penurunan tekanan udara sebesar 10

kPa (0.1 atm) setara dengan penurunan konsentrasi oksigen sekitar 2% pada
tekanan atmosfir normal.
Penyimpanan hipobarik mempunyai 4 bagian penting, yaitu : refrigerasi,
sistem tekanan hipobarik, ruang simpan dan sistem kontrol. Keuntungan
penyimpanan hipobarik adalah umur simpan produk dapat lebih panjang,
menurunkan O2 secara cepat, dapat menahan dari pembusukan, secara otomatis
dapat mengeliminasi serangga dan dapat menyimpan produk yang berbeda secara
bersamaan. (Hawa 2006).
KETEGARAN BUAH
Penurunan tekstur berkaitan dengan senyawa pektin. Di dalam dinding sel
dan lamela tengah, pektin berfungsi sebagai bahan perekat. Salah satu fungsi
pektin adalah menjaga ketegaran buah dan dengan adanya perubahan pektin maka
ketegaran buah akan berkurang. Perubahan zat pektin selama pematangan diawali
dengan pemecahan protopektin oleh aktivitas enzim protopektinase menjadi
pektin. Selanjutnya pektin mengalami demetilasi (pelepasan gugus metil) menjadi
asam pektinat yang selanjutnya mengalami demetilasi menjadi asam pektat yang
merupakan polimer asam galakturonat. Proses demetilasi pada pektin dan asam
pektinat dikatalisis oleh enzim pektin metilesterase. Pada tahap akhir asam
poligalakturonat akan terpecah oleh enzim poligalakturonase menjadi
monomermonomer asam -D-galakturonat. Tingkat kelarutan zat-zat pektin
menjadi semakin tidak larut bila terdapat semakin banyak gugus metil pada
senyawa (Hawa 2006)
Pada umumnya pengolahan untuk maksud pengawetan dilakukan lebih
intensif bila dibandingkan dengan pemasakan biasa, sehingga kehilangan nutrisi,
perubahan tekstur maupun perubahan warna sulit untuk dihindari apabila tidak
dilakukan dengan cara-cara tertentu. Blansing dapat menjadi alternatif perlakuan
dalam upaya mengurangi penurunan gizi, sifat fisik, dan sifat sensori sayuran
kering. Kecukupan blansing ditentukan oleh hilangnya aktivitas katalase dan
peroksidase, karena enzim-enzim secara universal terdapat dalam sayuran dan
bersifat tahan panas. Peroksidase mempunyai kemampuan untuk reaktivasi setelah
blansing (nyata setelah 24 jam), karena itu sebaiknya blansing dilakukan pada
suhu yang lebih tinggi atau waktu yang lebih lama dari hasil penetapan inaktivasi
katalase dan peroksidase. Perlakuan panas pada bahan makanan selalu
mempengaruhi sifat-sifat inderawinya. Dampak blansing terhadap sifat-sifat
inderawi sayuran adalah tekstur menjadi lebih lunak dan warna menjadi kebih
mantap dan cerah. Setelah blansing harus segera dilakukan pendinginan, hal ini
dapat dilakukan dengan udara dingin atau dengan air dingin. Pada pendinginan
dengan air, bahan juga akan mengalami pembasuhan sehingga mencegah
pengeruhan media setelah pengisian ke dalam kemasan oleh partikel-partikel yang
melekat. (Asgar, A. dan D. Musaddad 2006)
Keuntungan penggunaan larutan kapur (Ca(OH)2) dalam perendaman bahan
pangan adalah kapur yang termasuk elektrolit kuat, akan mudah larut dalam air
dan ion Ca akan mudah terabsorbasi dalam jaringan bahan. Selain itu, Ca(OH)2
Juga dapat mencegh proses pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh ion
Ca terhadap asam amino. Reaksi pencoklatan non enzimatis umumnya terjadi bila

kita memasukan atau mengeringkan bahan makanan.warna coklat akan timbul


akibat terjadinya reaksi antara gula dengan protein atau asam amino. Sehingga
penggunaan kapur dalam proses perendaman dapat membantu mempertahankan
tekstur keripik yang akan di olah.
Dalam industri coctail atau pada pembuatan manisan, ion calcium akan
memperkuat kerangka pada buah buahan yang direndam dalam air kapur sirih
ataupun. Sehingga potongan buah yang direndam akan kuat strukturnya, tidak
layu/lembek. Sehingga manisan atau coctail yang dihasilkan akan terasa renyah,
kenyal & kress apabila digigit ( Wahyuni 2012).

UJI ORGANOLEPTIK
Pengujian organoleptik ada beberapa cara, yaitu pengujian pembedaan
(defference test), pengujian pemilihan (preference test) atau uji penerimaan
(acceptance test), pengujian skalar dan pengujian deskripsi. Dalam kelompok uji
penerimaan ini termasuk uji kesukaan (hedonik) atau uji mutu hedonik. Dalam uji
hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaiknya ketidaksukaaan, juga tingkat kesukaannnya. Tingkat kesukaan disebut
skala hedonik. Skala hedonik suka misalnya: amat sangat suka, sangat suka,
suka, agak suka. Sebaliknya skala hedonik tidak suka misalnya: amat sangat
tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak tidak
suka dan agak suka adakalanya ditambah tanggapan netral, yaitu buka suka
tetapi juga bukan tidak suka (Lailiyana 2012).
Uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan (hedonik) terhadap warna,
aroma, tekstur. Uji organoleptik terdiri dari 10 panelis dan dinilai dengan nilai
skala kesukaan dari 1 sampai 4 . Nilai (1) menunjukkancsangat tidak suka, (2)
tidak suka, (3)csuka, (4) sangat suka. (Santosa dan Capricon 2013)

METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum buah dan sayur 1 dilakukan pada hari Selasa tanggal 22
September 2015 di Laboratorium Kulinari dan Dietetik Lantai 1, Departemen Gizi
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum buah dan sayur 1 mangkuk, jangka
sorong, pisau, piring, timbangan makanan, panci, kompor gas, plastik, dan
talenan.
Bahan yang digunakan adalah beberapa jenis buah diantaranya jeruk,
mangga, salak, jambu, pisang, tomat, dan beberapa jenis sayur diantaranya tauge,
wortel, kacang panjang, timun, pare, kangkung, dan labu siam.

Prosedur Percobaan
Pengamatan Sifat Fisik Buah dan Sayur
Tiap-tiap buah dan sayur memiliki sifat fisik yang berbeda. Sifat fisik buah
dan sayur yang diamati adalah warna, aroma, rasa, bentuk, ukuran, berat, an
tekstur. Berikut prosedur percobaan pada praktikum ini.
Diamati warna bentuk

Diukur bahan tersebut menggunakan jangka sorong

Ditimbang dengan timbangan makanan bahan yang disediakan, kemudian dicatat


berat bahan tersebut

Dikupas kulit buah dan diamati aroma dan rasa


Gambar 1 Prosedur percobaan pengamatan sifat fisik pada buah dan sayur
Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan (Edible Portion) dari Jumlah
Beberapa Macam Sayur dan Buah-buahan
Buah-buahan terdiri dari kulit daging, buh=ah dan biji. Sedangkan sayuran
tergantung dari jenisnya. Tidak semua bagian sayuran maupun buah-buahan dapat
dimakan. Untuk mengetahui bagian yang dapat dimakan akan dijelaskan pada
diagram alir berikut ini.

Ditimbang masing-masing bahan

Dipisahkan bagian yang bisa dimakan dan yang tidak

Ditimbang bagian yang dapat dimakan

Dihitung dengan menggunakan rumus dan dinyatakan dalam persen


Gambar 2 Prosedur perhitungan Berat dapat Dimakan (BDD) pada buah dan
sayur
Pengawetan Buah
Produk holtikultura seperti buah-buahan setelah dipanen dapat
mengakibatkan perubahan yang dapatmenurunkan mutu buah tersebut. Agar
bahan makanan dapat diperpanjang masa simpannya, maka bisa dilakukan
pengawetan dengan cara pemberian gula. Berikut prosedur percobaan tingkat
kesukaan panelis terhadap pengawetan gula pada buah-buahan.
Buah yang telah diawetkan menjadi manisan diberikan kepada panelis untuk
mengetahui tingkat kesukaannya

Dicatat tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur.
Gambar 3 Prosedur mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap pengawetan
buah
Ketegaran Buah
Buah-buahan walaupun sudah dipetik masih melakukan aktifitas
fisiologisnya yang dapat menurunkan sifat kesegarannya. Biasanya aktifitas
fisiologis dapat dihambat dengan menambahkan air kapur sirih pada buah
tersebut.berikut diagram alir pada praktikum ketegaran buah.
Dipersiapkan alat dan bahan

Dikupas buah, lalu dipotong-potong dengan ukuran (1x1x1) cm dan (2x2x2) cm

Dibagi menjadi tiga bagian, sebagian diblanching dalam air panas selama 3 menit,
sebagian tidak diblanching, dan sebagian sebagai kontrol

Dibuat larutan kapur sirih, lalu buah dimasukkan ke dalam masing-masing larutan
kapur sirih

Direndam selama 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam

Diamati ketegaran dari masing-masing perlakuan


Gambar 4 Prosedur percobaan ketegaran buah

10

HASIL DAN PEMBAHASAN


Buah adalah pertumbuhan sempurna dari bakal buah (Ovarium) dan
merupakan salah satu jenis makanan yang memiliki kandungan gizi, vitamin,
mineral, yang pada umumnya sangat baik untuk dikonsumsi setiap hari.
Praktikum kali ini, praktikan mengamati sifat fisik beberapa buah- buahan yang
mana jenis buah tersebut ditimbang kemudian diamati sifat-sifat fisiknya secara
objektif dan subjektif. Berikut adalah hasil pengamatan fisik pada beberapa jenis
buah.
Tabel 1 Pengamatan Fisik Buah dan Sayur
Bahan
Jeruk

Warna
Jingga cerah

Aroma
Wangi jeruk

Rasa
Manis

Tauge

Putih pucat

Khas tauge

Mangga

Kulit : hijau
Daging :
Orange
Orange

Harum

Manis

Khas Wortel

Pahit

Wortel

Ukuran
D = 6.65
P = 5.05
D = 0.26
P = 3.51
D = 6.91
P = 12.82

Berat
130

Tekstur
Lembek

105

Agak kasar

391

Lembut

D = 2.25
P = 12.19

51

Keras

Jeruk yang diamati berdasarkan ukuran diameternya digolongkan ke dalam


kode ukuran 2 yaitu diameter 61-70 mm. Pengkelasan jeruk digolongkan ke kelas
B, warna jeruk yang masih sedikit kehijauan menandakan adanya sedikit
penyimpangan pada warna kulit dengan total area yang mengalami penyimpangan
berkisar 11%-15% dari total luas permukaan dengan tidak mempengaruhi mutu
daging buah.
Tauge yang diamati dalam pengamatan ini adalah tauge yang berasal dari
kacang hijau. Aromanya khas tauge dengan tekstur yang renyah dan lembut.
Tauge tersebut memiliki warna alami (tidak terlalu putih), agak keruh dan tidak
terlalu putih bersih. Tauge kacang hijau memiliki karakteristik panjang sedikit
melengkung. Mangga yang diamati paada pengamatan kali ini berdasarkan SNI
masuk ke dalam kelas kode ukuran 2 dengan bobot 391 gram.
Wortel yang diamati dalam pengamatan adalah jenis wortel Chantenay
dengan ciri-ciri bentuk yang bulat panjang dengan ujung yang tumpul dan rasanya
cukup manis.
Tabel 2 Pengamatan Fisik Buah dan Sayur
Bahan
Salak
Kacang
panjang

Warna
Coklat
kehitaman
Hijau segar

Aroma
Harum

Jambu

Hijau

Khas
kacang
panjang
Harum

Timun

Hijau muda

Khas Timun

Rasa
Manis
sepet
-

Ukuran
D=5
P = 6.85
D = 0.05
P = 24

Berat
75

Tekstur
Renyah

32

Renyah

Manis

D = 6.54
P = 5.83
D = 3.25
P=
15.28

157

Keras

105

Agak
keras

11

Salak yang diamati pada pengamatan kali ini cukup baik. Salak tersebut
memiliki bentuk yang tidak terlalu bulat dan tidak terlalu pipih sehingga kulitnya
mudah dikupas. Salak tersebut juga memilliki bbot yang cukup berat.
Kacang Panjang yang diamati pada pengamatan kali ini memiliki ciri-ciri
kacang panjang seperti pada umumnya. Ciri-ciri yang dimiliki diantaranya bentuk
gilig, berwarna hijau muda, permukaan berkerut, rasanya manis, beetekstur keras.
Namun, kacang panjang tersebut bermutu kurang baik karena sudah layu dan alot
ketika dipatahkan.
Jambu Kristal yang diamati berdasarkan grade mutu termasuk jambu Kristal
grade C. jambu Kristal tersebut memiliki berat kurang dari 250 g. tekstur per,ukan
buah tidak mulus, terdapat bercak kecoklatan dan memiliki bentuk bulat yang
tidak sempurna
Mentimun yang diamati memiliki mutu yang baik. Bentuk mentimun
lonjong dan memanjang, warna kulit hijau muda keputihan, kulit mulus dan
dengan tekstur yang keras. Rasa buah khas mentimun dan segar.
Tabel 3 Pengamatan Fisik Buah dan Sayur
Bahan
Pisang

Warna
Kuning

Aroma
Harum

Rasa
Manis

Pare

Hijau muda

Khas Pare

Tomat

Orange
kemerahan
Hijau segar

Khas Tomat
segar
Khas
Kangkun
g segar

Asam

Kangkung

Ukuran
D = 3.9
P = 23.6
D = 3.4
P = 12.9
D = 5.5
P = 5.25
D = 0.8
P = 56

Berat
206

Tekstur
Lunak

76
118

Sedikit
lunak
Lunak

130

kesat

Pisang yang diamati pada pengamatan kali ini adalah jenis pisang ambon
kuning. Jenis pisang ini memilliki warna kulit yang kuning dan agak kemerahan
jika sudah matanag, daging buah pulen, bentuk buah bulat memamnjang dan
beraroma harum.
Pare yang diamati memiliki ciri-ciri pare seperti pada umumnya. Buahnya
buni, bulat memanjang, warna hijau dan rasanya pahit serta biji yang keras.
Termasuk jenis pare hijau dengan bentuk lonjong, kecil, hijau dengan buntil-buntil
yang sedikit. Pare hijau ini digolongkan ke kelompok pare ayam dengan panjang
sekitar 15-20 cm
Tomat yang diamati memiliki ciri-ciri kualitas tomat ynag baik. Ciri-rciri
tersebut antara lain warna kulit oranye segar, tekstur nuah padat, kulit halus, dan
bentuknya bulat.
Kangkung yang diamati memiliki mutu yang baik. Daun lebar, batang
sedang, warna daun hijau muda hingga tua, warna batang hijau muda, tekstur
daun kesat dan batang mudah dipatahkan.sedikit ditemukan lubang hasil gigitan
serangga atau binatanglainnya pada daun maupun batang kangkung.
Di dalam buah dan sayuran terdapat bagian yang dapat
dimakan. umumnya bagian buah yang dapat dimakan ialah
daging buah sedangkan kulit, biji dan tangkainya merupakan
bagian yang tidak dapat dimakan. Namun ada pula buah-buahan
yang kulit atau bijinya dapat dimakan. Buah-buahan yang
digunakan pada praktikum ini merupakan buah-buahan yang
hanya bisa dimakan dagingnya. Pada sayuran, jenisnya

12

bermacam-macam yaitu ada sayuran yang hanya dapat dimakan


daunnya saja, daun dan tangkai, bunga, atau umbi. Sehingga
untuk menentukan berat yang dapat dimakan (BDD) dilakukan
dengan membagi berat utuh sayuran dan berat bersih sayuran
(berat yang biasa dimakan), kemudian dikali dengan 100.
Menurut Sumoprastowo (2000), bagian tumbuhan yang dapat
dimakan dan dijadikan sayur adalah daun, batang, bunga dan
buah muda sehingga dapat dikatakan bahwa semua bagian
tumbuhan dapat dijadikan sayur. BDD pada buah-buahan
diperoleh dari pembagian berat utuh (berat buah dengan kulit
dan biji) dengan berat bersih (berat buah tanpa kulit dan biji),
kemudian dikalikan dengan 100. Persentase BDD secara
keseluruhan dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 4 BDD buah dan sayur
No. Sampel
% BDD DKBM
%BDD Sampel
1
Jambu Biji
82 %
75 %
2
Jeruk
72 %
71 %
3
Mangga
65 %
72 %
4
Pisang
75 %
69 %
5
Salak
50 %
60 %
6
Kacang Panjang
75 %
93.8 %
7
Kangkung
70 %
62 %
8
Pare
77 %
88 %
9
Tauge
100 %
98 %
10
Timun
70 %
84 %
11
Tomat
95 %
100 %
12
Wortel
88 %
82 %
Persentase BDD yang diperoleh pada praktikum berbeda
dengan persentase BDD pada DKBM. Sebagian besar BDD yang
diperoleh lebih besar dibandingkan BDD pada DKBM, kecuali
pada jambu biji, jeruk, pisamg kangkung dan wortel yang
menunjukkan BBD lebih kecil dengan BDD DKBM. Hal ini
disebabkan perbedaan berat utuh buah dan sayuran yang
digunakan dalam menghitung BDD, cara memisahkan buah
dengan kulit dan bijinya, serta cara memisahkan sayuran dengan
bagian sayur yang tidak dapat dimakan.
Pada praktikum ketegaran dilakukan perlakuan blanching dan non
blanching pada sayuran, yaitu labu siam. Blancing merupakan teknik/cara
pengawetan yang dilakukan pada buah dan sayur guna membunuh atau
menonaktifkan enzim enzim dan bakteri yang bekerja pada buah atau sayur.
Perlakuan blanching menggunakan air panas /uap panas bersuhu 85 93 C yang
direndam selama 3 - 5 menit (Tjahjadi dan Marta 2011). Labu siam yang akan di
blanching di potong dadu berukuran 1x1x1 dan 2x2x2. Dalam perlakuan
blanching ditambahkan pula penambahan larutan kapur. Konsentrasi dari larutan
kapur juga diatur, ada yang diberi +1 sdt dan +2 sdt. Larutan kapur bermanfaat
untuk mempertahankan tekstur buah atau sayur terhadap suhu pemanasan serta
memperbaiki tekstur buah yang lunak (Utami 2005).

13

Uji organoleptik yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah uji
hedonik yang terdiri atas pengamatan warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji
organopleptik ini dilakukan terhadap sepuluh panelis. Manisan yang digunakan
pada uji mutu hedonic pada kali ini adalah manisan mangga, salak dan pala.
Berikut grafik uji hedonik manisan mangga, salak dan pala.
8
6
5=sangat tidak suka 4=tidak suka 3=biasa 2=suka
4
2
1=sangat suka
0
Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Grafik 1. Organoleptik terhadap manisan mangga


Uji organoleptik terhadap manisan mangga pada warna dan aroma lebih
banyak panelis yang tidak suka dibandingkan dengan panelis yang suka. Namun,
terdapat juga panelis yang sangat tidak suka terhadap warna dan aromanya.
Adapun banyak panelis yang suka terhadap rasa manisam mangga. Pendapat
untuk tekstur mangga hampir seimbang antara suka, tidak suka, dan sangat tidak
suka.
Berdasarkan uji organoleptic pada manisan buah pala, didapatkan grafik
hasil pengamatan terhadap beberapa panelis sebagai berikut.
8
6
4
2
0

5=sangat tidak
suka

4=tidak suka

3=biasa

2=suka

1=sangat suka

Grafik 2. Organoleptik terhadap manisan pala


Uji sebagian besar panelis merasa biasa saja terhadap warna dan rasa
manisan pala, namun pendapat panelis terhadap aroma lebih banyak yang suka
karena aroma yang tercium juga wangi. Adapun pada tekstur panelis lebih banyak
tidak suka dibandingkan yang suka terhadap manisan pala.

14

6
5
4
3
2
1
0

5=sangat tidak
suka

4=tidak suka

3=biasa

2=suka

1=sangat suka

Dilakukan
pengamatan uji organoleptic kepada beberapa panelis mengenai tingkat kesukaan
terhadap manisan salak, dan didapatkan hasil sebagai berikut.

Grafik 3. Organoleptik terhadap manisan salak


Berdasarkan hasil pemgamatan rata-rata panelis paling banyak sangat
tidak suka terhadap manisan salak dari warna, aroma dan rasa. Berbeda dengan
tekstur panelis banyak tidak suka terhadap manisan salak.
Perlakuan non blanching tidak jauh beda dengan prinsip blanching.
Bedanya, pada non blanching tidak direndam dalam air panas/uap pans. Jadi, labu
siam hanya direndam dalam air biasa dan ditambahkan larutan kapur. Perlakuan
kontrol juga dilakukan, guna membandingkan antara perlakuan blanching dan
non blanching. Semua perlakuan diamati kekerasan dan warnanya mulai dari
pertama kali di rendam dalam air dan interval waktu 1, 3, 6,12,dan 24 jam
berikutnya.
Berikut ini tabel pengamatan terhadap ketegaran dan warnanya
berdasarkan perlakuan blanching dan non blanching labu siam ukuran 1x1x1
Tabel 5 Hasil Pengamatan Ketegaran dan Warnanya pada Ukuran 1x1x1
Waktu
Sifat Fisik
Ukuran 1x1x1
Perlakuan
Larutan
Perendaman
Kekerasan
Warna
Kapur
(jam)
0
3
2
1
3
2
+1 sdt
3
2
2
6
2
2
12
2
3
Blanching
24
2
3

15

+2 sdt

Non
Blanching

+1 sdt

0
1
3
6
12
24
0
1
3
6
12
24

3
3
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1

2
2
2
2
3
3
2
2
2
2
3
3

Tabel 6 Hasil Pengamatan Ketegaran dan Warnanya pada Ukuran 1x1x1


Waktu
Sifat Fisik
Ukuran 1x1x1
Perlakuan
Larutan
Perendaman
Kekerasan
Warna
Kapur
(jam)
0
2
2
1
2
2
Non
+2 sdt
3
1
2
Blanching
6
1
2
12
1
3
24
1
3
Dapat diketahui dari tabel, bahwa labu siam 1x1x1dengan perlakuan
blanching dan penambahan +1 sdt larutan kapur pada 3 jam berikutnya
menunjukkan perubahan kekerasan, yaitu dari agak keras (3) menjadi keras (2).
Sedangkan perubahan warnanya baru terlihat saat kontrol 12 jam berikutnya, yaitu
dari lebih terang (2) menjadi pudar (3). Hal yang sama terjadi juga pada
penambahan larutan kapur +2 sdt. Ini menunjukkan bahwa perlakuan blanching
saat kontrol 3 jam berikutnya dan 12 jam berikutnya adalah sama.
Pada perlakuan non blanching dijumpai pula persamaan waktu kontrol
terjadinya perubahan kekerasan dan warna, baik pada penambahan larutan kapur
+1 sdt maupun +2 sdt. Bedanya, pada labu siam yang di perlakukan dengan non
blanching dan penambahan larutan kapur menunjukkan tekstur kekerasan yang
sangat keras (1) dibanding perlakuan blanching. Hal ini dikarenakan, setelah
proses blanching terjadi penurunan kekerasan tekstur pada labu siam, karena
proses blanching membuat tekstur bahan menjadi lebih lunak. Sedangkan
perubahan warnanya sama yakni dari lebih terang (2) menjadi pudar (3).
Berikut ini tabel pengamatan terhadap ketegaran dan warnanya
berdasarkan perlakuan blanching dan non blanching labu siam ukuran 2x2x2 :
Tabel 7 Hasil Pengamatan Ketegaran dan Warnanya pada Ukuran 2x2x2
Waktu
Sifat Fisik
Ukuran 2x2x2
Perlakuan
Larutan
Perendaman
Kekerasan
Warna
Kapur
(jam)

16

+1 sdt

Blanching

+2 sdt

0
1
3
6
12
24
0
1
3
6
12
24

3
3
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4

1
2
2
2
2
3
1
1
2
2
2
3

Tabel 8 Hasil Pengamatan Ketegaran dan Warnanya pada Ukuran 2x2x2


Waktu
Sifat Fisik
Ukuran
2x2x2
Perlakuan
Larutan
Perendaman
Kekerasan
Warna
Kapur
(jam)
0
2
1
1
2
1
+1 sdt
3
2
2
6
2
2
12
2
2
Non
24
3
2
0
2
1
Blanching
1
2
1
+2 sdt
3
3
2
6
3
2
12
3
2
24
4
2

17

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa labu siam yang diblanching lalu
ditambah larutan kapur menunjukkan perubahan kekerasan menjadi lunak setelah
direndam 24 jam. Bahkan ketika di kontrol 1 jam setelah direndam di awal, labu
siam telah menunjukkan perubahan kekerasan menjadi lunak. Hal ini terjadi,
karena semakin tebal bahan pangan dan semakin banyak penambahan dari larutan
kapur maka semakin cepat terjadinya proses pelunakan. Ditambah lagi, proses
blanching sendiri yang menggunakan pemanasan sehingga membuat tekstur bahan
menjadi lebih lunak (Nunes et al 2008). Perubahan warna yang terjadi secara
bertahap, yaitu di mulai dari warna seperti aslinya, lebih terang, dan akhirnya
memudar.
Pada perlakuan non blanching labu siam menunjukkan perubahan
kekerasan menjadi agak keras. Tetapi, dengan bertambahnya larutan kapur lama
kelamaan labu siam akan menjadi lunak juga. Namun, perubahan ini tidak terjadi
secepat labu siam yang diblanching. Labu siam yang menjadi lunak adalah labu
siam yang ditambah dengan larutan kapur +2 sdt. Faktor ketebalan bahan pangan
sangat berpengaruh pada perubahan teksturnya sedangkan perlakuan non
blanching tidak menyebabkan penurunan kekerasan tekstur secara drastis.
Perubahan warna pada perlakuan non blanching tidak membuat labu siam menjadi
memudar.

Berikut ini tabel pengamatan terhadap ketegaran dan warnanya


berdasarkan perlakuan blanching dan non blanching labu siam ukuran 2x2x2 dan
1x1x1 dalam susana control :
Tabel 9 Hasil Pengamatan Ketegaran dan Warnanya pada Ukuran 1x1x1
dan 2x2x2 dalam suasana kontrol
Perlakuan
Larutan
Waktu
Sifat Fisik
Kekerasan
Warna
Blanching
Kapur
Perendaman
1x1x1 2x2x2 1x1x1 2x2x2
(jam)
0
3
3
2
2
1
3
3
2
2
Blanching
+0 sdt
3
3
3
3
3
6
3
3
3
3
12
3
3
3
3
24
3
3
3
3

18

0
2
2
1
1
1
2
2
1
1
Non
+0 sdt
3
3
3
3
3
Blanching
6
3
3
3
3
12
3
3
3
3
24
4
4
3
3
Dari hasil praktikum, diperoleh bahwa labu siam yang tidak direndam
larutan kapur tekstur kekerasannya agak keras pada perlakuan blanching.
Sedangkan pada perlakuan non blanching tekstur kekerasannya keras, meskipun
pada akhirnya labu siam mengalami pelunakan. Hal ini dapat terjadi karena dalam
perendaman labu siam baik blanching maupun non blanching tidak ada bahan
campuran yang ditambahkan. Sehingga dalam mempertahankan teksturnya bahan
pangan alami berdasarkan ketegaran yang di produksi oleh bahan pangan itu
sendiri. Kondisi seperti ini biasa disebut dengan keadaan kontrol. Dimana larutan
kontrol ini digunakan sebagai pembanding. Perubahan warna yang terjadi pada
keadaan kontrol ini semuanya memudar. Tidak ada perbedaan hasil akhir warna
yang terjadi pada perlakuan blanching dan non blanching.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Buah dan sayur mempunyai sifat fisik yang berbeda satu sama lain. BDD
buah dan sayur juga berbeda-beda, memperhitungkan jumlah bagian yang
dimakan dan yang terbuang dari sayuran dan buah-buahan dilakukan dengan
perhitungan jumlah bagian yang biasa dimakan (edible portion) dari sayuran
dan buah-buahan tersebut. Mutu simpan buah dapat menjadi lebih lama dengan
menggunakan metode pengawetan, salah satunya yaitu dengan penambahan gula
yang bertujuan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur dan kapang).
Sampel yang mengalami perlakuan blanching dan penambahan air kapur

19

berkonsentrasi lebih tinggi memiliki warna seperti kontrol dan tekstur yang lebih
keras. Perlakuan blanching pada sampel mendapatkan hasil yang lebih baik
daripada sampel tanpa perlakuan blanching.
Saran
Ada beberapa saran yang praktikan berikan terhadap praktikum buah dan
sayur ini. Sebaiknya sampel disediakan lebih beragam agar dapat diketahui sifat
dari berbagai macam buah dan sayur. Pada saat mengitung BDD, pemisahan
bagian-bagian pada buah dan sayur sebaiknya dilakukan lebih teliti lagi agar tidak
banyak bagian yang terbuang sehingga didapatkan BDD yang sesuai dan lebih
akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka
Utama.
Aminah NS, Supraptini. 2010. Minyak kelapa berpotensi sebagai pengawet buah
dan sayuran. Bul. Penelitian Kesehatan. 38 (2) : 67-79.
Asgar A, Musaddad D. 2006. Optimalisasi cara, suhu dan lama blansing sebelum
pengeringan kubis. J. Hort. 16 (4) : 349-355.
[BSN] Badan standardisasi nasional jeruk. 2007. Jeruk Keprok. Jakarta (ID): BSN

20

Dahuri, Rochmin, dkk. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu. Jakarta (ID) : PT. Pradnya Paramita.

Hawa LC. 2006. Pengembangan model tekstur dan umur simpan buah sawo. J.
Teknologi Pertanian. 7 (1) : 10-19.)
Kartasapoetra, 2005. Ilmu Gizi Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas. Jakarta
(ID) : Penerbit Rineka Cipta.

Lailiyana. 2012. Analisis kandungan zat gizi dan uji hedonik cookies kaya gizi
pada siswi smpn 27 pekanbaru [tesis]. Depok (ID) : Universitas Indonesia.
[LITBANG] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan. 2008. Teknologi
Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Jakarta (ID) : LITBANG.
Makmun C. 2007. Wortel Komoditas Ekspor yang Gampang Dibudidayakan.
Hortikultura: 32
Nunes C,Ana ER, Antonio SB, Jorge AS, and Manuel AC. 2008. Jurnal Food
Chemistry. Search For Suitable Maturation Parameters to Define The
Harvest Maturity Of Plums (Prunus domestica L.) : A Case Study of
Candied Plums. 112 : 570-574.
Nurrahmah. 2006. Karakteristik Fisik dan pHPisang Raa dan Pisang Ambon
yang Dilapisi Lilin yangDisimpan pada Suhu Kamar. [internet]. [diunduh
2015 september 30]; http://jai.staff.ipb.ac.id/tag/panen/
Nurrohman, Sri Trisnowati dan Sri Muhartini.. Jurnal Pengaruh pupuk kalium
klorida dan umur penjarangan buah terhadap hasl dan mutu salak pondok
Super. 2008.
Pratidina Raisha, M. syamsun, dan Nur Hadi Wijaya. 2015. Analisis
Pengendalian mutu jambu Kristal dengan metode Six Sigma di ADC IPBACDF Taiwan Bogor. Dalam: Jurnal Manajemen dan Organisasi, vol
1(1).

[PVT setjen Pertanian] Perlindungan Varietas Tanaman Sekretaris Jendral


kementrian Pertanian. 2014. Berita Resmi PVT. Pengumuman
Permohonan Hak PVT. {internet}. {diunduh 2015 september 30];
Ppvt.setjen.pertanian.go.id/.../007.pdf
[RISTEK] Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia. 2002. Sosis, Pengawetan Buah Segar, Gelatin, Piket Mentimun,
Aneka Manisan Buah. Jakarta (ID) : RISTEK.
Sandjaja, Atmarita. 2009. Kamus Gizi. Jakarta (ID) : Kompas.
Santosa dan Capricon A. 2013. Pengaruh Garam, Asam Sitrat dan VCO serta
Suhu Penyimpanan terhadap Umur Simpan Brokoli. Padang (ID) :
Universitas Andalas.
Sumoprastowo R M. 2000. Memilih dan Menyimpan Sayur Mayur,
Buahan, dan Bahan Makanan. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksar

Buah-

21

Tjahjadi C, H Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan Volume 1 (Edisi Ke-2).


Jatinangor : Fakultas Teknologi Industri Pertanian Jurusan Teknologi
Industri Pangan ,Universitas Padjadjaran.
Utami PW. 2005. Pembuatan Manisan Tamarillo (Cyphomandra Betaceat) Kajian
Konsentrasi Perendaman Air Kapur Ca(OH)2 dan Lama Pengeringan
terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik. Skripsi. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Wahyuni R. 2012. Pengaruh Persentase dan Lama Perendaman Dalam Kapur
Sirih (CaOH2) Terhadap Kualitas Keripik Talas Ketan. Purwosari (ID) :
UYP

Anda mungkin juga menyukai