Anda di halaman 1dari 21

PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA SINBIOTIK

(LACTOBACILLUS SP. DAN TEPUNG UBI JALAR) DALAM


PENGENDALIAN INFEKSI VIBRIO PARAHAEMOLYTICUS
PADA MEDIA BUDIDAYA UDANG VANNAME
(LITOPENAEUS VANNAMEI)

PROPOSAL PENELITIAN
AQUA RESEARCHER

Diusulkan Oleh:
Aulia Fattah Noor Fauzi; L1B020051

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


PROGRAM STUDI AKUAKULTUR

PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
1.3. Hipotesis ............................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Udang Vanname ............................................................................... 3
2.2. Bakteri Vibrio parahaemolitycus ................................................... 4
2.3. Sinbiotik ............................................................................................ 5
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian......................................................... 7
3.2. Prosedur Penelitian ......................................................................... 7
3.3. Rancangan Penelitian...................................................................... 8
3.4. Analisis Data .................................................................................... 9
BAB 4. BIAYA DAN TIMELINE KEGIATAN
4.1. Anggaran Biaya ................................................................................ 10
4.2. Timeline Kegiatan ............................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12
LAMPIRAN .................................................................................................... 15

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Udang Vanname (L. Vannamei) .................................................... 3

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Analisis Data ...................................................................................... 9
Tabel 2. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya .............................................. 10

Tabel 3. Jadwal Kegiatan ................................................................................. 11

iv
1

BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan komoditas perikanan laut


terbesar di dunia. Salah satu komoditas perikanan laut yang sampai saat ini
dibudidayakan yaitu udang vanname (Litopenaues vannamei). Udang vanname
memiliki berbagai keunggulan dengan kelulushidupan yang tinggi, pertumbuhan
yang cepat, responsif terhadap pakan, serta melimpahnya kandungan zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga proses produksi udang vanname terus
meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan akan udang vanname
(Dhewantara et al., 2022). Akan tetapi, meningkatnya kegiatan budidaya tersebut
memberikan dampak berupa menurunnya kualitas lingkungan yang menyebabkan
munculnya penyakit-penyakit baru pada udang. Secara umum, penyakit pada ikan
dan udang dibedakan menjadi penyakit non-infeksius dan infeksius. Penyakit non-
infeksius merupakan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan, makanan, maupun
genetik. Sedangkan, penyakit infeksius merupakan penyakit yang disebabkan
adanya parasit, jamur, virus, dan bakteri (Sinaga, 2018). Salah satu penyebab udang
terkena penyakit yakni adanya serangan dari bakteri. Bakteri yang cukup sering
menyerang pada komoditas udang yaitu bakteri Vibrio sp.
Vibriosis adalah penyakit yang rentan menyerang udang dan muncul akibat
adanya bakteri Vibrio sp. Bakteri ini sering menginfeksi udang pada fase
pembenihan maupun pada fase pembesaran di tambak. Bakteri Vibrio yang sering
ditemukan ditambak antara lain V. anguilarum, Vibrio harveyi, dan V.
parahaemolyticus. Bakteri ini dapat berkembang ketika kondisi lingkungan
budidaya yang kurang baik dan akumulasi limbah budidaya sehingga bakteri ini
bersifat akut dan dapat mematikan larva udang dalam waktu 1 sampai 3 hari
(Fatmala et al., 2019). Jenis bakteri Vibrio sp. yang teridentifikasi memiliki
kemampuan untuk menyebabkan penyakit Early Mortality Syndrome (EMS) atau
biasa disebut Acute Hepatopancreatic Necrotic Disease (AHPND) pada udang
vaname. AHPND merupakan merupakan jenis penyakit pada yang menyerang
udang penaeid dengan menunjukkan tanda-tanda infeksi seperti udang yang tampak
lesuh, hepatopankreas yang mengalami nekrosis, atrofi, dan terlihat pucat. Penyakit
ini disebabkan oleh salah satu strain Vibro sp yakni Vibrio parahaemolyticus. V.
parahaemolyticus memiliki kemampuan untuk menyebabkan lisis sel-sel darah
pada tubuh inang, yang mengakibatkan perubahan warna tubuh udang menjadi
merah dan berpotensi menyebabkan kematian (Suryana et al., 2023).
Pencegahan dan pengobatan penyakit pada udang dapat dilakukan
menggunakan antibiotik dan bahan kimia lainnya, tetapi penggunaan metode ini
dapat memiliki dampak negatif pada lingkungan dan menyebabkan resistensi
2

terhadap patogen. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mencegah serangan
penyakit pada udang dengan memanfaatkan sinbiotik yang tersusun dari prebiotik
dan probiotik. Prebiotik merupakan opsi alternatif yang lebih aman daripada
antibiotik. Prebiotik merupakan bahan pangan atau karbohidrat yang tidak dapat
dicerna dan bermanfaat bagi mikroflora usus, karena merangsang pertumbuhan
bakteri yang menghuni usus besar. Sedangkan, probiotik adalah kelompok
mikroorganisme non patogen yang memberikan manfaat bagi kesehatan saluran
pencernaan inangnya. Pada saluran pencernaan, prebiotik berperan sebagai sumber
nutrisi bagi pertumbuhan bakteri probiotik, menjaga kesehatan saluran pencernaan,
dan mendukung sistem kekebalan serta pertumbuhan udang (Puspaningtyas et al.,
2019). Salah satu bakteri yang dapat digunakan sebagai probiotik yaitu
Lactobacillus sp. yang mengandung bakteri asam laktat. Akan tetapi, Lactobacillus
sp akan lebih baik pertumbuhannya apabila sumber nutrient yang ada tercukupi.
Nutrien yang dibutuhkkan lactobacillus dapat berasal dari prebitoik yang
mengandung karbohidrat tinggi. Kandungan karbohidrat yang tinggi dapat
ditemukan dalam umbi-umbian, salahs atunya adalah ubi jalar. Ubu Jalar memiliki
kandungan oligosakarida yang berpotensi memberikan nutrisi bagi mikroba usus
yang menguntungkan. Penelitian yang dilakukan mengungkapkan bahwa ekstrak
serat ubi jalar (ESU) terbukti mengandung Frukto-Oligosakarida (FOS) dan
Raffinosa serta mampu meningkatkan imunitas dan meningkatkan komposisi
bakteri menguntungkan Bifidobacterium sp. dan Lactobacillus sp (Tei & Siti
Aslamyah, 2019).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas dapat diperoleh informasi


bahwa penambahan sinbiotik Lactobacillus sp dan ekstrak ubi jalar memiliki
kandungan senyawa yang dapat dijadikan sebagai pencegahan terhadap infeksi
bakteri V. Parahaemolyticus, maka dari itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui kemampuan sinbiotik Lactobacillus sp dan ekstrak ubi jalar dengan
dosis berbeda terhadap infeksi bakteri V. Parahaemolyticus. Penggunaan ekstrak
ubi jalar diharapkan dapat mencegah pertumbuhan bakteri V. Parahaemolyticus
sebagai patogen udang vaname (L. Vannamei).

1.2. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sinbiotik
Lactobacillus sp dan ekstrak ubi jalar dengan dosis yang berbeda terhadap infeksi
V. parahaemolyticus pada udang vaname (L. Vannamei)
1.3. Hipotesis
Penambahan sinbiotik Lactobacillus sp dan ekstrak ubi jalar dengan dosis
yang berbeda dapat mencegah infeksi bakteri V. parahaemolyticus pada udang
vaname (L. Vannamei)
3

BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Udang Vanname (L. vanname)

2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi


Udang vannamei merupakan salah satu jenis crustacea dari ordo decapoda,
seperti udang lainnya, lobster, dan kepiting. Crustacea ordo decapoda ini memiliki
ciri khas berupa 10 kaki dan carapace yang berkembang dengan baik menutupi
seluruh kepala. Namun, udang paneid memiliki perbedaan dengan decapoda
lainnya. Tahap perkembangan larvanya dimulai sebagai nauplius dan betina
menyimpan telur di dalam tubuhnya (NABIL, 2016). Berdasarkan Haliman & Adijaya
(2006), klasifikasi udang vaname (Litopenaeus vannamei) sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Artrhopoda
Kelas : Malascostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : L. Vannamei

Udang vaname memiliki struktur tubuh yang terbagi menjadi dua bagian,
yaitu chepalothorax dan abdomen. Tubuhnya terdiri dari 20 ruas yang membentuk
bagian-bagian ini. Chepalothorax, yang terdiri dari 14 ruas, dan 6 segmen berada
pada abdomen. Bagian chepalothorax dilindungi oleh karapas yang kuat dan tebal.
Pada bagian kepala, terdapat antennulue, antenna, mandibula, dan maxillae, serta
tiga pasang maxiliped dan lima pasang kaki jalan (peripoda), yang juga dikenal
sebagai kaki sepuluh (Asriani, 2022). Di bagian abdomen, terdapat 6 segmen yang
dilengkapi dengan lima pasang kaki renang dan sepasang uropoda (mirip ekor) yang
membentuk kipas bersama-sama dengan telson. Ukuran udang vaname dapat
mencapai panjang total 24 cm untuk betina dan 20 cm untuk jantan, dengan warna
tubuh putih berbintik kemerahan, transparan (bening), dan memiliki kulit yang licin
dan halus (Nadhif, 2016).
2.1.2. Habitat dan Siklus Hidup
Udang vaname dapat ditemukan di perairan lepas atau lautan Pasifik, dengan
kedalaman sekitar 70-72 meter (235 kaki). Udang ini cenderung mendiami daerah
4

dasar perairan yang berlumpur. Pola hidup udang vaname adalah katadromus, yang
berarti mereka menghabiskan dua fase hidup di lingkungan yang berbeda. Udang
dewasa melakukan pemijahan di laut terbuka. Setelah menetas, larva dan yuwana
udang vaname bermigrasi ke daerah pesisir pantai atau hutan bakau yang sering
disebut daerah estuarine sebagai tempat penumbuhan. Setelah mencapai
kedewasaan, mereka kembali bermigrasi ke laut untuk melakukan pemijahan dan
perkembangan gonad (Nadhif, 2016).

Siklus hidup udang vaname melibatkan beberapa tahapan, dimulai dari


pembuahan telur yang berkembang menjadi naupli, mysis, postlarva, juvenil, dan
akhirnya menjadi udang dewasa. Udang dewasa melakukan pemijahan secara
seksual di perairan laut dalam. Setelah mencapai tahap larva hingga tahap remaja,
mereka berpindah ke perairan yang lebih dangkal, di mana banyak vegetasi yang
berfungsi sebagai tempat pemeliharaan. Setelah mencapai kedewasaan, mereka
kembali berpindah ke laut lepas untuk memulai siklus hidup mereka kembali
(Kristian, 2020).
2.2. Bakteri Vibrio parahemolyticus

2.2.1. Klasifikasi dan Morfologi


Vibrio parahaemolyticus merupakan jenis bakteri gram-negatif yang hidup
dalam lingkungan halofilik atau berkadar garam tinggi. Bakteri ini memiliki
kemampuan bergerak atau motil, dengan bentuk bengkok atau koma. Bakteri ini
menghasilkan energi untuk pertumbuhannya melalui oksidasi dan merupakan
bakteri fakultatif anaerob, yang berarti mereka dapat hidup baik dengan atau tanpa
oksigen (Kusmarwati et al., 2020). Vibrio parahaemolyticus memiliki flagelum
tunggal di salah satu kutubnya, yang membantu dalam gerakan dan mobilitasnya.
Namun, bakteri ini tidak memiliki kemampuan untuk membentuk spora. Selain itu,
Vibrio parahaemolyticus bersifat zoonosis, yang berarti dapat ditularkan antara
hewan dan manusia (Abdi et al., 2022). Klasifikasi Vibrio parahaemolyticus
menurut (Entjang, 2003), yaitu sebagai berikut.
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Vibrionales
Family : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Species : Vibrio parahaemolyticus
2.2.2. Habitat dan Penyebaran
Bakteri Vibrio parahaemolyticus dapat ditemukan di daerah muara sungai
(brackish water atau estuari) dan pantai (coastal water). Selain itu, bakteri ini juga
menyebar luas di berbagai daerah dengan iklim sedang dan tropis, baik di laut
maupun lingkungan perairan lainnya. Pertumbuhan V. parahaemolyticus sangat
5

cepat, terjadi optimal pada suhu 37°C, dan memiliki waktu generasi sekitar 9-10
menit. Vibrio parahaemolyticus dapat menyebabkan penyakit septikemia pada
udang budidaya dalam fase larva dan postlarva. Bakteri ini dapat menyebabkan lisis
pada sel-sel darah inang yang terinfeksi (Oktavianus, 2013).
Keberadaan Vibrio parahaemolyticus dalam lingkungan perairan dan produk
perikanan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti musim, lokasi, polutan, jenis
sampel, dan metode analisis. Salah satu faktor penting yang mengontrol tingkat
keberadaan Vibrio parahaemolyticus adalah suhu perairan. Pada suhu perairan
antara 10 hingga 30°C, jumlah Vibrio parahaemolyticus akan mengalami
peningkatan (Evan et al., 2021). Vibrio parahaemolyticus dapat bertahan hidup di
berbagai biota perairan seperti plankton, kerangka, krustasea, dan ikan, serta di
sedimen selama musim dingin. Namun, saat suhu meningkat pada awal musim
panas, bakteri ini akan terlepas kembali ke perairan dengan lebih aktif (Azwansyah,
2022).

2.3. Sinbiotik
Penggunaan sinbiotik, yaitu kombinasi probiotik dan prebiotik, telah
dianggap sebagai strategi pengendalian biologis yang efektif dalam praktik
akuakultur untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit.
Sinbiotik bertujuan untuk mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan
bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk hidup, sehingga
dapat mencegah timbulnya infeksi penyakit pada lingkungan budidaya udang
(Cerezuela et al., 2011). Penelitian tentang sinbiotik telah menunjukkan berbagai
keuntungan dalam penggunaannya, termasuk peningkatan laju pertumbuhan,
konversi pakan yang lebih baik, dan peningkatan kondisi tubuh inang. Dengan
menggabungkan probiotik dan prebiotik secara sinergis, sinbiotik menjadi
suplemen gizi yang sangat berharga dalam meningkatkan produktivitas dan
kesehatan udang dalam sistem budidaya(Ramadhani et al., 2017).
2.3.1. Prebiotik (Tepung Ubi Jalar)
Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang sangat populer dan
banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Di antara berbagai jenis ubi jalar,
terdapat ubi jalar ungu yang memiliki kandungan oligosakarida yang berpotensi
sebagai prebiotik. Berdasarkan hasil penelitian Tei & Siti Aslamyah (2019),
oligosakarida yang diperoleh dari ekstrak tepung ubi jalar memiliki kemampuan
terbaik dalam mendukung pertumbuhan bakteri probiotik Lactobacillus sp.
Prebiotik dan probiotik saling terkait karena prebiotik bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan bakteri probiotik. Pendapat yang sejalan dengan hal ini disampaikan
oleh (Utami, 2016), yang menyatakan bahwa oligosakarida dalam ubi jalar adalah
jenis karbohidrat yang memberikan manfaat bagi pertumbuhan bakteri probiotik.

2.3.2. Probiotik (Lactobacillus sp)


6

Bakteri probiotik adalah mikroba hidup yang memiliki beberapa manfaat,


seperti meningkatkan pemanfaatan nutrisi pakan, memperkuat sistem imun,
memperbaiki kualitas lingkungan hidup inang, meningkatkan kelangsungan hidup
udang, dan menghambat pertumbuhan bakteri seperti bakteri Vibrio spp. (Jannah et
al., 2018). Berdasarkan penelitian oleh Fernando (2016), diketahui bahwa kelompok
bakteri Lactobacillus sp. dapat berperan sebagai bakteri probiotik. Bakteri ini
menghasilkan asam laktat dan bakteriosin yang berfungsi untuk mencerna nutrisi
dan memiliki sifat antimikroba. Selain itu, Lactobacillus sp. juga mampu menekan
pertumbuhan bakteri penyebab penyakit, sehingga energi yang sebelumnya
digunakan untuk melawan penyakit kini dapat fokus untuk pertumbuhan udang
vaname. Akibatnya, pertumbuhan udang vaname menjadi lebih cepat dan
meningkat (Syadillah et al., 2020).
7

BAB 3.
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di bulan Agustus hingga Oktober 2023 di


Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.

3.2. Prosedur Penelitian


3.2.1. Persiapan Sinbiotik
a. Prebiotik

Persiapan prebiotik dilakukan dengan membuat tepung ubi jalar berdasarkan


metode yang telah dimodifikasi dari metodebLesmanawati et al., (2013). Proses
pembuatan tepung ubi jalar dimulai dengan mengupas kulit ubi jalar, lalu mencuci
dan mengukusnya selama 30 menit. Setelah itu, ubi jalar diiris tipis dan irisan
tersebut dikeringkan pada suhu 55 °C hingga mencapai tingkat kekeringan yang
optimal (benar-benar kering). Irisan ubi jalar yang sudah kering selanjutnya digiling
dan diayak untuk menghasilkan tepung. Tepung yang dihasilkan kemudian dikukus
dengan perbandingan (1:1) selama 30 menit, dan setelah itu dikeringkan kembali
menggunakan oven pada suhu 55 °C sampai benar-benar kering. Tepung ubi jalar
yang telah mengalami proses ini selanjutnya digiling dan diayak kembali untuk
mendapatkan tepung ubi jalar siap pakai.
Proses ekstraksi oligosakarida dari tepung ubi jalar dilakukan mengikuti
metode Lesmanawati et al., (2013)yang telah dimodifikasi. Tahap awal, 5 g tepung
ubi jalar dicampur dengan 40 mL air mendidih sambil diaduk. Campuran ekstrak
ini dipertahankan pada suhu 85±2 °C dengan pengadukan terus-menerus selama
sepuluh menit. Setelah oligosakarida berhasil diekstraksi, langkah selanjutnya
adalah mencampurkannya ke dalam probiotik.
b. Probiotik
Probiotik yang digunakan yaitu Lactobacillus sp yang dapat meningkatkan
kesehatan dengan meningkatkan sistem imun udang dan meningkatkan kekebalan
tubuh udang dari penyakit. Bakteri lactobacillus sp diperoleh dari probiotik
komersil. Kultur probiotik Lactobacillus sp dilakukan pada wadah secara anaerob.
Mula-mula, bahan-bahan seperti air tawar, bakteri lactobacillus, molase, dan
fermipan ditimbang. Air tawar yang digunakan terlebih dahulu direbus untuk
membunuh bakteri pada air kemudian dimasukkan ke wadah. Kemudian wadah
tersebut dimasukkan ekstraksi oligosakarida sesuai dosis yang dipersiapkan dan
diaerasi. Setelah dimasukkan, probiotik lactobacillus sp dimasukkan ke dalam
wadah dan ditunggu selama 48 jam hingga probiotik siap diaplikasikan.
8

3.2.2. Persiapan Patogen

Bakteri V. parahaemolyticus dari kultur 24 jam dalam media TSB NaCl 2%


dengan konsentrasi 107 CFU/ml pada kerapatan optik 600 nm. Setiap 100 ml kultur
dicampur dengan 900 ml air laut untuk metode imersi.

3.2.3. Persiapan Media dan Hewan Uji


Sebanyak 12 akuarium berukuran 70x40x40 cm3 digunakan sebagai wadah
pemeliharaan. Sebelum digunakan, akuarium-akuarium tersebut dicuci dengan
menggunakan detergen dan kemudian didesinfeksi dengan kaporit 100 ppm.
Selanjutnya, akuarium-akuarium tersebut dibilas menggunakan air tawar dan
dikeringkan dengan memanfaatkan sinar matahari. Untuk setiap akuarium,
dimasukkan air laut sebanyak 50 liter dan kemudian diaerasi selama 36 jam.
Penelitian ini menggunakan hewan uji berupa udang vaname (L. Vannamei)
yang diperoleh dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara. Udang-
udang tersebut dipelihara dalam bak dengan kepadatan sebanyak 10 ekor per bak
sebesar 12-15 gram/ekor. Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penyiponan dan
penggantian air pada pagi hari sebanyak 10% dari total volume secara berkala.
Selama penelitian berlangsung, kondisi kualitas air dalam wadah pemeliharaan
dijaga pada tingkat optimal bagi udang vaname, yaitu dengan mempertahankan
suhu air sekitar 33°C, salinitas antara 15-25 ppt, tingkat oksigen terlarut (DO)
sekitar 5 - 6.5 mg L-1, dan pH 7 – 8, dan ammonia.
3.2.4. Uji Tantang Vibrio parahaemolyticus
Patogen yang digunakan sebagai uji tantang pada penelitian ini adalah Vibrio
parahaemolitycus. Udang diinfeksi dengan V. parahaemolyticus dengan cara di
imersi. Udang diimersikan dalam campuran air laut dan patogen selama 15 menit
perendaman setelahnya dikembalikan lagi ke wadah pemeliharaan. Selain itu,
campuran imersi sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam wadah berisi 50 liter air
laut dengan kepadatan bakteri 104 CFU/mL. Sinbiotik diberikan setiap hari selama
14 hari.
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian terdiri
atas empat perlakukan dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga
total satuan percobaan berjumlah sebanyak 12 satuan percobaan. Perlakuan yang
diujikan sebagai berikut :

Perlakuan A = penambahan sinbiotik (ratio probitok dan prebiotik 1:10)


Perlakuan B = penambahan sinbiotik (ratio probitok dan prebiotik 1:20)
Perlakuan C = penambahan sinbiotik (ratio probitok dan prebiotik 1:30)
Kontrol = tidak menggunakan sinbiotik
9

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik. Data dianalisis menggunakan program SPSS versi 16.0 untuk uji
one- way ANOVA dengan selang kepercayaan 95%. Parameter yang diamati adalah
kualitas air dan mikrobiologi (TVC, TBC, dan ratio TVC/TVB).
Pengujian dilakukan selama 1 siklus budidaya, dengan parameter yang
ditinjau sebagai berikut:

Tabel 1. Analisis data

Uji Hasil Uji Frekuensi Penguji

Pengamatan

Pengamatan Tanda-tanda 1x sehari Data Collector


kesehatan penyakit
udang

Pengamatan Survival rate 1x setiap 7 hari Data Collector


kelangsungan (SR)
hidup udang

Kualitas air

Ammonia Konsentrasi 1x setiap 7 hari Lab Test Kit


NH3/NH4+

pH Kadar pH & 1x setiap 7 hari pH Meter


rentangnya

Salinitas Kasar salinitas 2x sehari (pagi, siang) Refraktometer

Oksigen Kadar oksigen 2x sehari (pagi, siang) DO Meter


terlarut terlarut

Temperatur Temperatur & 2x sehari (pagi, siang) Termometer Hg


rentangnya

Bakteri

Total Bakteri Total bacteria 1x seminggu Uji lab


Count

Total Vibrio V. 1x seminggu Uji lab


Count parahaemolyti-
cus
10

BAB 4.
BIAYA DAN TIMELINE KEGIATAN
4.1. Anggaran Biaya
Tabel 2. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya

Harga
No Item Jumlah Satuan Harga Total
Satuan
Pemeliharaan
Udang
1 Vanname 3 kg Rp100.000 Rp300.000
Hidup
2 Pakan 1 pak Rp500.000 Rp500.000
3 Aerator 2 pcs Rp250.000 Rp500.000
Heater (50
4 4 pcs Rp50.000 Rp200.000
watt)
Akuarium
5 6 pcs Rp200.000 Rp1.200.000
(70x40x40)
Selang
6 1 roll Rp100.000 Rp100.000
Aerator
7 Batu Aerator 15 pcs Rp20.000 Rp300.000
8 Air Laut 600 liter Rp1.700 Rp1.020.000
Pembuatan Sinbiotik
1 Ubi Jalar 15 kg Rp20.000 Rp300.000
2 Paraqua lacto 1 kg Rp350.000 Rp350.000
Bahan
3 tambahan 1 pcs/kg Rp150.000 Rp150.000
probiotik
4 Wadah Ember 4 pcs Rp15.000 Rp60.000
5 Gayung kecil 1 pcs Rp5.000 Rp5.000
Timbangan
6 1 pcs Rp60.000 Rp60.000
digital
Pengujian
1 TVC 2 pengecekan Rp75.000 Rp150.000
2 TBC 2 pengecekan Rp75.000 Rp150.000
3 Uji PCR 3 sampel Rp400.000 Rp1.200.000
Pengamatan Kualitas Air
Ammonia test
1 2 pcs Rp60.000 Rp120.000
kit
2 pH meter 1 pcs Rp50.000 Rp50.000
3 Refraktometer 1 pcs Rp100.000 Rp100.000
4 DO test kit 1 pcs Rp165.000 Rp165.000
11

Termometer
5 1 pcs Rp20.000 Rp20.000
Hg
Oprasional
Sewa Turen
1 1 pcs Rp500.000 Rp500.000
Air 500 L
Total Rp7.500.000

4.2. Timeline Kegiatan


Tabel 3. Jadwal Kegiatan

Bulan
No. Jenis Kegiatan
Juli Agustus September Oktober November
Penyusunan
1.
Proposal
Pengumuman
2.
Pendanaan
Persiapan
3.
Penelitian
Pelaksanaan
4.
Penelitian
Pengumpulan
5.
Data
Penyusunan
6.
Laporan
12

DAFTAR PUSTAKA
Abdi, R., Setyowati, D.N. and Mukhlis, A. (2022) ‘Pengaruh Penambahan Ekstrak
Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius) dengan Dosis Berbeda pada Pakan
Terhadap Kelangsungan Hidup Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
yang Diinfeksi Vibrio parahaemolyticus’, Jurnal Perikanan Unram, 12(1),
pp. 33–44.
Asriani (2022) Studi Respon Imun Udang Vaname (Penaeus Vannamei, Boone,
1931) yang Diinjeksi dengan Ekstrak Alga Merah Halymenia durvillei.
Universitas Hasanuddin.
Azwansyah, M. (2022) ‘Pemberian Ekstrak Daun Karamunting (Melastoma
Malabathricum) Pada Benur Udang Windu (Penaeus Monodon) Yang
Diinfeksi Bakteri Vibrio Parahaemolyticus’.
Cerezuela, R., Meseguer, J. and Esteban, M.A. (2011) ‘Current knowledge in
synbiotic use for fish aquaculture: a review’, Journal of Aquaculture
Research & Development S, 1, pp. 1–7.
Dhewantara, Y.L., Danakusumah, E. and Mubarok, H.A. (2022) ‘Penambahan
Probiotik Lactobacillus Plantarum Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname
(Litopenaeus Vannamei).’, Journal of Aquaculture Science, 7(1).
Entjang, I. (2003) Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Perawat dan
Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung: PT. Citra Aditia
Bakti.
Evan, Y., Indrawati, A. and Pasaribu, F.H. (2021) ‘PENGEMBANGAN
UJICEPATMETODE KOAGLUTINASI UNTUK MENDETEKSI
ANTIGEN VIBRIO PARAHAEMOLYTICUS PENYEBAB PENYAKIT
VIBRIOSIS PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)’,
Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 16(1).
Fatmala, I., Pranggono, H. and Linayati, L. (2019) ‘Identifikasi Bakteri Vibrio Sp
Dalam Hepatopankreas Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Pada
Tambak Yang Diberi Probiotik Di Tambak Sampang Tigo Kelurahan
Degayu Kota Pekalongan’, Jurnal Litbang Kota Pekalongan, 16.
Fernando, E. (2016) Pengaruh Variasi Dosis dan Frekuensi Pemberian Probiotik
pada Pakan Terhadap Pertumbuhan Serta Mortalitas Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei). Universitas Airlangga.
Haliman, W.R. and Adijaya (2006) Udang Vanname. Jakarta: Penebar Swadaya.
Jannah, M. et al. (2018) ‘Pengaruh pemberian Lactobacillus sp. dengan dosis
yang berbeda terhadap sistem imun udang vaname (Litopenaeus
vannamei) yang diinfeksi bakteri Vibrio parahaemolyticus’, Jurnal
Kelautan, 11(2), pp. 140–150.
13

Kristian (2020) Teknik Pemijahan pada Pembenihan Udang Vaname (Litopenaeus


vannamei Boone) Di PT. Matahari Sakti Situbondo Jawa Timur. Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep.
Kusmarwati, A., Andayani, F. and Yennie, Y. (2020) ‘Prevalensi Vibrio
parahaemolyticus pada Udang Vaname di Unit Pengolahan Ikan Jawa
Tengah dan Jawa Timur’, Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan
dan Perikanan, 15(1), pp. 21–31.
Lesmanawati, W. et al. (2013) ‘Potensi Ekstrak Oligosakarida Ubi Jalar Sebagai
Prebiotik Bakteri Probiotik Akuakultur (The Potential of Sweet Potato
Oligosaccharide Extract as Aquaculture Probiotic Bacteria Prebiotic)’,
Jurnal Sains Terapan: Wahana Informasi dan Alih Teknologi Pertanian,
3(1), pp. 16–20.
NABIL, M.G. (2016) PENAMBAHAN KARBON AKTIF PADA TRANSPORTASI
DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA TERHADAP SINTASAN DAN
KUALITAS BENUR UDANG VANNAMEI (Litopenaeusvannamei).
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK.
Nadhif, M. (2016) Pengaruh Pemberian Probiotik pada Pakan Dalam Berbagai
Konsentrasi Terhadap Pertumbuhhan Mortalitas Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei). Universitas Airlangga.
Oktavianus (2013) Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Mangrove Jenis Avicennia
manna terhadap Bakteri Vibrio parahaemolyticus. Unveristas Hassanudin.
Puspaningtyas, D.E. et al. (2019) ‘Analisis potensi prebiotik growol: kajian
berdasarkan perubahan karbohidrat pangan’, Gizi Indonesia, 42(2), pp.
83–90.
Ramadhani, I.S. et al. (2017) ‘Potensi sinbiotik lokal terhadap respon imun non
spesifik udang vaname (Litopenaeus vannamei)’, Depik, 6(3), pp. 221–
227.
Sinaga, A.S.R.M. (2018) ‘Bayes Diagnosa Penyakit Ikan Hias Air Tawar Dengan
Teorema Bayes’, Sinkron: jurnal dan penelitian teknik informatika, 3(1),
pp. 43–50.
Suryana, A., Asih, E.N.N. and Insafitri, I. (2023) ‘Fenomena Infeksi Acute
Hepatopancreatic Necrosis Disease pada Budidaya Udang Vaname di
Kabupaten Bangkalan’, Journal of Marine Research, 12(2), pp. 212–220.
Syadillah, A., Hilyana, S. and Marzuki, M. (2020) ‘PENGARUH
PENAMBAHAN BAKTERI (Lactobacillus sp.) DENGAN
KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG
VANNAMEI (LitopenaeusVannamei)’, Jurnal Perikanan, 10(1), pp. 8–19.
Tei, M.T.D. and Siti Aslamyah, S. (2019) ‘Pemanfaatan Ubi Jalar Sebagai
Prebiotik Terhadap Kinerja Bakteri Lactobacillus Sp. Dalam Saluran
14

Pencernaan Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei)’, Torani: JFMarSci,


3(1), pp. 8–15.
Utami, W. (2016) ‘Pengaruh salinitas terhadap efek infeksi Vibrio harveyi pada
udang Vaname (Litopenaeus vannamei)’, Journal of Aquaculture
Management and Technology, 5(1), pp. 82–90.
15

LAMPIRAN
16
17

Anda mungkin juga menyukai