AIR PAYAU
Di Susun Oleh :
1. Chintya Martha Lorensa (20.3.02.031)
2. Ichbal Dewan Jabar (20.3.02.039)
3. Muhammad Izzat Ardiansyah (20.3.02.046)
4. Raodhatul Hasanah (20.3.02.053)
5. Yunia Damayanti (20.3.02.059)
Puji syukur panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat-nya, sehingga penulisan
makalah kelompok ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini merukapan salah satu tugas dalam
mata kuliah Dasar-Dasar Budidaya.
Dalam makalah ini dikaji keterkaitan anatara udang windu sebagai organisme yang
dibudidayakan yang meliputi, biologi (taksonomi, morfologi, habitat, kebiasaan makan, dan
reproduksi), persiapan media budidaya, tahapan budidaya, monitoring kualitas air, manejemen pakan,
dan monitoring hama dan penyakit. Judul yang diambil adalah : UDANG WINDU SEBAGAI
ORGANISME YANG DIBUDIDAYAN KOMODITAS AIR PAYAU.
Dengan dibuat-nya makalah ini dapat meningkatkan produksi budidaya udang windu yang
harus diimbangi dengan peningkatan kualitas, terutama untuk memenuhi tuntutan pasar internasional
akan jaminan keamanan pangan. Penerapan cara budidaya ikan yang baik merupakan syarat yang
mutlak untuk diterapkan pada usaha budidaya udang windu.
Harapan kami makalah ini mempunyai manfaat dan menambah wawasan bagi masyarakat
khususnya pembudidaya, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi meteri maupun
Teknik yang disampaikan.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Bagian Cephalothorax
Bagian Cephalotorax dari udang windu dilindungi oleh kulit chitin yang tebal dan
keras, kulit chitin tersebut dinamakan Carapace. Pada bagian kepala, udang windu
memiliki cucuk kepala atau rostrum, rostrum dari udang windu mempunyai rumus 7/3
yang artinya gigi pada bagian atas cucuk kepala ada 7 buah dan di bawah ada 3 buah,
untuk bagian lainnya dari Cephalotorax sebagai berikut,
1. Sepasang mata majemuk (mata facet) bertangkai dan dapat digerakkan.
2. Mulut di bawah kepala dengan rahang (mandibula) yang kuat.
3. Sepasang antena.
4. Dua pasang antennula.
5. Sepasang sirip kepala (Scophocerit).
6. Sepasang alat pembantu rahang (Maxilliped).
7. Lima pasang kaki jalan (pereopoda), kaki jalan pertama, kedua dan ketiga
bercapit yang dinamakan chela.
8. Pada bagian dalam terdapat hepatopankreas, jantung dan insang.
b. Bagian Abdomen atau Perut
Pada bagian abdomen atau perut udang windu memiliki ciri warna berloreng-loreng
besar melintang berwarna hijau kebiru-biruan, jika hidup dialam liar memiliki warna
2
agak kehitaman dengan kulit relatif keras dan tebal. Morfologis lainnya yang terletak
pada bagian diantaranya dua ruas ekor dan alat kelamin.
3
dilekatkan pada thelicum udang betina dan disimpan terus disana hingga saat peneluran
dengan bantuan petasma. Apabila udang betina bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-
sel sperma akan membuahi telur di luar badan induknya (Pratiwi, 2008)
Pemijahan di alam terjadi sepanjang tahun dengan puncak-puncak tertentu pada awal
dan akhir musim penghujan. Penurunan kadar garam pada awal dan kenaikan pada akhir
musim penghujan dibarengi dengan perubahan suhu yang mendadak diduga memberi
rangsangan pada induk yang matang telur untuk memijah. Pada saat inilah benur dapat
ditangkap pada jumlah yang besar. Sedangkan pada pembenihan buatan prinsipnya diperlukan
induk betina matang telur yang sudah dikawini oleh udang jantan di dalam bak peneluran atau
didalam bak larva. Langkah berikutnya adalah menetaskan telur dan memelihara larva dari
hasil tetasan tersebut sampai mencapai tingkat post larva umur 5-10 hari (Prawidihardjo et al.
dalam Poernomo, 1976).
4
6. Pengapuran tanah dasar tambak dilakukan bila nilai pH tanah masih kurang dari 6,5.
Untuk efisiensi, pengapuran dilakukan setelah proses pencucian atau pada saat akan
melakukan pengisian air. Pengapuran dilakukan pada saat kondisi tanah masih
lembek/lembab.
C. Penumbuhan Plankton
Dengan cara pemberian aplikasi pupuk organik (pupuk kandungan nutrient lengkap)
dan pupuk anorganik (NPK) atau pupuk Nitrogen dan Phosfat. Aplikasi pupuk dilakukan 3
hari setelah pemberian desinfektan kaporit dan dapat diulang tiap 5-7 hari hingga plankton
tumbuh yang ditandai dengan warna air hijau kecoklatan.
5
C. Penbaran Benih
Pastikan suhu dalam air sesuai lalu kantong benih dibuka dan ditambah air tambak
secara perlahan atau dengan cara dimasukkan pada wadah waskom atau ember dan kemudian
ditambah sedikit demi sedikit air tambak. Hindarkan membuka kantung atau menaruh benih
dalam waskom/bak terlalu lama karena oksigen akan lepas ke udara sehingga menyebabkan
kelarutan oksigen dalam kantung menurun setelah itu benih dalam kantung / Waskom / bak
dituang/dimiringkan ke dalam tambak. Benih yang sehat akan berenang aktif berenang
menyebar ke air tambak. Benih yang tidak aktif berenang keluar dari waskom dianggap tidak
sehat atau lemah kondisinya.
D. Proses Pembesaran dan Pemeliharaan
Kegiatan pembesaran atau pemeliharaan udang meliputi kontrol tinggi air secara rutin
sebelum umur udang 60 hari, pengendalian hama, dan pemberian pakan yang teratur yaitu 3-
4 kali dalam sehari. Pakan alami yang biasa digunakan berupa plankton dan zooplankton,
namun bisa juga ditambahkan dengan alternatif pakan lain seperti jenis pelet. Perhatikan
selalu kondisi tambak beri pupuk urea dan kompos ketika tambak terlihat kering. Pupuk
tersebut berguna dalam mendorong tumbuhnya lumut dan plankton yang berguna bagi
ketersediaan pakan alami udang. Pemberian vitamin juga perlu dilakukan secara berkala.
E. Cara Pemberian Pakan
Pemberian makan secara teratur akan memicu cepatnya pertumbuhan udang. Pakan
alami udang bersumber dari plankton, lumut, bahkan sisa hewan maupun tumbuhan yang
telah membusuk dalam tambak. Namun, pemberian pakan tambahan seperti pellet juga
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan udang itu sendiri. Pemberian pakan dapat dilakukan
pagi dan sore, dengan intensitas sebanyak 2 kali sehari.
F. Mengatasi Penyakit dan Hama
Penyakit dan hama menjadi factor utama kegagalan panen. Maka dari itu langkah
antisipasi nampaknya sangat diperlukan. Cara pencegahannya ialah dengan memasang
jarring di atas tambak atau dengan cara memberikan desinfektan.
G. Proses Pemanenan
Rata-rata udang windu dipanen pada umur 150 hari atau kurang lebih 5-6 bulan.
Udang windu yang mempunyai ukuran 40-50 cm dengan berat 7 hingga 8 ons tiap ekornya.
Ukuran besar dengan kulit bersih dan bersinar menandakan udang siap untuk dipanen.
Memang proses panen lebih lama dari jenis udang lainnya, namun hasil yang diperoleh tentu
lebih berkualitas. Sebaiknya pemanenan dilakukan pada malam hari, karena udang windu
memiliki sifat nokturnal, artinya ia beraktifitas pada malam hari. Pemanenan pada waktu
malam dapat membuat udang windu dipanen dalam kondisi segar.
6
4. Kualitas Air Untuk Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon)
Kualitas air merupakan sebuah parameter yang digunakan untuk mengukur serta mengetahui
bagaimana kondisi air dari sebuah tambak udang dengan cara melakukan pengujian.
Air merupakan media hidup bagi udang dan organisme lainnya penting untuk diperhatikan.
Kesalahan mengelola air berakibat fatal bagi kesehatan pembenihan. Untuk memperoleh air laut
yang bersih selain mengambil langsung dari laut dapat pula dihasilkan melalui penyaringan
(Rusmiyati, 2010).
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam usaha budidaya udang, perlu di perhatikan
kualitas air yang baik. Persyaratan yang layak bagi beberapa parameter kualitas air bagi budidaya
udang akan di jelaskan satu persatu (Sumeru, 1992).
1) Oksigen Terlarut (DO)
Tersedianya oksigen dalam air sangat menentukan kehidupan udang. Rendahnya
kadar oksigen dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertubuhan,
bahkan dapat mengakibatkan kematian. Fungsi oksigen di tambak selain untuk pernapasan
organisme juga untuk mengoksidasi bahan oranik di tambak (Buwono, 1993).
Dilihat dari jumlahnya, oksigen terlarut adalah satu jenis gas terlarut di dalam air
urutan kedua setelah Nitorgen. Namun jika dilihat kepentingannya bagi kehidupan ukan
dan udang, oksigen menempati urutan paling atas. Oksigen yang sangat diperlukan udang
untuk pernafasannya harus dalam bentuk terlarut dalam air, karena udang tidak dapat
memanfaatkan oksigen langsung dari udara (Sumeru, 1992).
2) Salinitas
Berdasarkan toleransinya terhadap salinitas, maka udang windu termasuk ke
dalam golongan euryhaline laut, yaitu hewan laut yang mampu hidup pada air tawar. Di
beberapa tempat, udang windu ditemukan masih mampu hidup pada salinitas 40 permil,
namun terbukti mengalami pertumbuhan yang lambat. Nilai salinitas yang optimal bagi
udang windu adalah 15-25 permil. Jika nilai salinitas terlalu tinggi, konversi rasio pakan
akan tinggi sehingga untuk mengantisipasinya, volume penggantian air harus diperbesar
(Sumeru, 1992).
Salinitas yang terlalu tinggi sering terjadi pada musim kemarau, sedangkan pada
waktu musim hujan salinitas terlalu rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka
penggunaan air artesis dari sumur bor sangat bermanfaat (Buwono, 1993).
3) Derajat Keasaman (pH)
pH merupakan tingkat keasaman air, pengujian pH pada air sangat menentukan
apakah air tersebut memiliki kualitas air yang baik atau buruk.
Derajat keasaman air (pH) menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam larutan
tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam mol per liter) pada suhu
tertentu (Sumeru, 1992).
7
Kisaran normal pH air untuk udang berkisar 7,5 – 8,5. Tambak yang baru di
bangun pada lahan hutan bakau dan belum direklamasi, umunya pH air sangat rendah
yakni sebesar di bawah 5. Air yang memiliki pH sangat rendah umumnya disebabkan oleh
keasaman tanah. Pengaruh langsung dari pH rendah adalah menyebabkan kulit udang
menjadi keropos dan selalu lembek karena tidak dapat membentuk kulit baru (Buwono,
1993).
4) Suhu
Suhu merupakan parameter kualitas air yang dapat mempengaruhi kehidupan
organisme di dalamnya. Faktor yang mempengaruhi perubahan suhu air yaitu musim,
ketinggian wilayah, perairan dan permukaan air laut, kedalaman serta aliran air. Suhu air
yang ideal bagi kehidupan organisme adalah suhu yang perubahannya tidak signifikan
antara siang dan malam hari.
Beberapa pengamat menemukan bahwa udang windu tidak dapat hidup pada suhu
kurang dari 15 ºC atau lebih dari 40 ºC. Suhu optimal bagi udang windu adalah 28 ºC - 30
ºC. Selain pengaruh langsung mematikan, suhu juga secara tidak langsung mempengaruhi
metabolisme, daya larut gas-gas, termasuk oksigen serta berbagai reaksi kimia air
(Sumeru, 1992).
Perubahan-perubahan yang mendadak dari suhu secara drastis selama kegiatan
budidaya menyebabkan kondisi udang menjadi stress. Untuk mengantisipasinya dilakukan
usaha dengan pembuangan lapisan air permukaan tambak (Buwono, 1993).
5) Amoniak
Amonia di dalam air terdiri dari dua bentuk yaitu ion NH4+ dan NH3, menurut
reaksi NH3 + H2O → NH4+ + OH dengan total ammonia yaitu (NH4) + (NH3). Apabila
pH air tinggi maka kadar NH3 menjadi keras (Buwono, 1993).
Sumber utama amoniak di dalam air adalah hasil perombakan bahan organic,
sedangkan sumber bahan organic terbesar dalam budidaya intensif adalah pakan. Sebagian
besar pakan yang diberikan akan dimanfaatkan udang untuk pertumbuhannya, namun
sebagian lagi akan di eksresikan dalam bentuk kotoran padat dan amoniak terlarut (NH3)
dalam air. Motoran padat pun selanjutnya akan mengalami perombakan menjadi NH3
(Sumeru, 1992).
5. Manajemen Pakan
Di alam, udang windu brasa memakan berbagai jenis Crustacea besar,Brachyura, Benda-
benda nabah, Polychaeta, Mollusc-a, ikan-ikan kecil dan Crustacea kecil dalam jumlah yang
terbatas. Sedangkan udang yang dipelihara di tambak banyak memakan Copepoda. Walaupun
udang windu merupakan hewan pemakan segala (Omnivora), Akan tetapi pada umumnya udang
merupakan predator bagi invertebrata yang pergerakannya lambat.
8
Menurut Martosuciarmo dan Ranoemiharcijo (1980), Hasil pemeriksaan terhadap isi perut
udang windu yang dipelihara ditambak menunjukkan bahwa makanannya terdiri dari plankton
jenis Lyngbya s, Spirulina, Skeletonema dan dari jenis zooplankton yaitu Brachionus sp.
Walaupun demikran, keadaan lingkungan tempat hidup udang akan berpengaruh terhadap jenis
makanan yang dimakan. Dalam usaha pemellharaan udang, makanan yang dibenkan selain harus
mempunyai kualitas yang baik, juga jumlahnya harus cukup.
Pakan yang diberikan berupa pakan alami dan pakan buatan yang sesuai dengan stadia dan
umur udang. Pakan dari jenis alga terdiri dari Skeletonema sp, dan artemia. Pemberian pakan
diberikan 2 kali sehari pada jam 07.00 dan 17:00. Pemberian pakan dua kali sehari dilakukan
sampai udang berumur satu bulan. Pada bulan berikutnya pemberian pakan kembali disesuaikan
berdasarkan kebutuhan.
Menghitung presentasi kebutuhan pakan udang perhari berdasarkan ABW dan dihitung dari
biomassa udang yang ada.
Contoh.
Populasi = 100 ribu ekor
ABW (Average Body Weight) = 5 gram
Biomassa = 500 kg
FR (Feeding rate) pakan = 4.5 %
Contoh.
9
Untuk penambahan pakan pada jam 10.00.
4,5kg+10% = 4,95kg.
Untuk pengurangan nya.
4,5kg - 10% = 4,05kg.
Jika udang sedang mengalami multing masal, pakan bisa dikurangi sebanyak 50%, jika
50% tida habis maka bisa di puasakan 1 ataw 2x jam pakan.
10
iii. Menggunakan Akar Tuba
Rotenone yang terdapat di dalam akar tuba (Dierrisellipica) dianggap yang paling
efektif untuk memberantas benih penyakit dan penyakit yang memangsa udang windu
yang berpenyakit daya racunnya lebih sempurna apabila salinitas (kadar garam) air
kolam rendah, sehingga diperlukan dosis yang lebih rendah. Cara Mengolah dan
Menggunakan Akar Tuba untuk Pengobatan Penyakit Udang Windu :
Akar tuba yang kering yang telah di timbang sesuai dengan kebutuhan dipotong
kecil kecil, direndam dalam air selama sehari semalam.
Kemudian ditumbuk apabila sudah hancur kemudian direndam dalam air dan
diperas sampai air perasan menjadi putih.
Kemudian saring ampasnya, dan diambil air yang berwarna putih seperti susu
dan berbau tajam (ekstrak) yang kemudian langsung dapat langsung digunakan.
iv. Pengolahan Kolam Sebelum Pengobatan
1. Setelah selesai tahap reklamasi, maka kolam diisi dengan air dengan ketinggian
30-40 cm.
2. Dipercikan secara merata ke seluruh air dengan dosis 10 kg/Ha.
3. Aplikasi yang tepat adalah pada waktu pagi hari.
4. Pengaruh akar tuba akan hilang setelah 2-5 hari.
5. Setelah satu minggu sudah siap untuk ditaburi benur kembali.
v. Menggunakan Sapomim
Saponim yang terdapat dalam bungkil biji teh (Camellia cinensis) sangat efektif untuk
memberantas penyakit buas bagi udang windu seperti siput dan ketam, ampas yang
terdapat di dalam biji teh setelah diekstrsaksi mengandung 10-13%.
vi. Cara Pengolahan dan Pemberian Sapimim
1. Biji teh dikeringkan kemudian ditumbuk sampai halus ,
2. Kemudian direndam dalam air dan diperas peras agar saponimnya melarut
(ekstrak).
3. Larutan saponim sudah bisa digunakan untuk pengobatan hama kolam.
vii. Dosis Penggunaan Obat
Saponim yang terdapat dalam bentuk bungkil biji teh dosis pemakaiannya adalah 15-
18 kg per hektar., dengan kedalaman air 10-15 cm. sedangkan dalam bentuk tepung biji
teh dosis pemakainnya adalah 150 kg – 180 kg per hektar dengan kedalaman air rata –
rata 30 cm.
Pemakaian pestisida yang sudah bi asa digunakan pada kolam udang windu yang
berpenyakit adalah chemfish 5 EC dan Brestan 60 WP. Pestisida chemifish 5 ec (emulsi
fiableconcentrate) merupakan pestisida dengan bahan aktif rotenonen (C 23H22O6) = 5 %
11
yang berasal dari akar tuba (Derris elliptica). Efektif unutk membasmi ikan buas dan
ikan liar yang mengganggu udang windu.
viii. Menggunakan Chemfish
1. Kolam diisi dengan air dengan ketinggian kurang lebih 10 cm.
2. Kemudian chemifish 5 ec yang sudah diencerkan dengan air dengan perbandingan
1:10 liter air, disemprotkan dengan sprayer secara merata di atas permukaan air.
3. Dosis yang dianjurkan adalah 3 liter chemifish 5 EC per hektar.
ix. Pembersihan Pestisida
Pestisida brestan 60 wp (wettable powder) adalah jenis pestisida organotion yang
dalam lingkungan perairan akan terhidrolisis manjadi fentin hidroksida yang sangat
efektif untuk membasmi hewan moluska, trispan dan siput yang mengganggu udang
windu.
Dosis yang diperkenankan sebelum penebaran benur adalah 0,5 – 2,5 ppm dan sangat
beracun pada salinitas yang tinggi (28-40 promil) dan suhu tinggi. Konsentrasi lethal
(lc 50) brestan 60 wp adalah 0,96 ppm sedangkan untuk konsentarasi yang lebih aman
adalah 0,36 ppm.
x. Hindari Pemberian Pakan Berlebihan
Pemberian pakan yang berlebihan dapat mengkibatkan tinggihnya kadar Amoniak
karena terjadi akumulasi ( penimbunan) sisa makanan dan kotoran udang windu yang
mengandung nitrogen amoniak sehingga berikan pakan secukupnya saja sesuai
kebutuhan.
xi. Memberikan Antibiotik
Antibiotik ini dapat diberikan melalui percampuran dengan telur ayam atau telur
bebek mentah denngan perbandingan 1 butir telur untuk 10 kg pakan. Campuran telur
dengan antibiotika disemprotkan pada pakan yang dikeringkan di tempat yang teduh
lalu ditebar ke dalam kolam udang windu.
Dosis yang di anjurkan unutk penggunaan antibiotika adalah: Teramycin 30 mg/kg
pakan, Erytromycin 40 mg / kg pakan, furanance /Tilocion 100 mg / kg pakan.
Pemberian biotika dalam makanan dilakukan terus menerus 3 hingga 5 hari, kecuali
bagi Furanance / Tylocin selama 14 hari
xii. Penjagaan Kualitas Air
Lakukan pergantian air secara teratur agar mengurangi pemasukan bahan organik,
pemberian bahan stabilisator air seperti Zeolit (3-5 ppm), Dolomit atau Kaptan (2-3
ppm) dan menambah jumlah kincir air dapat dilakukan agar kandungan oksigen
perairan meningkat serta pemberian formalin 25 ppm, Choramine T.5 ppm, dan
uinnineBisulfate 5 sehingga udang windu kembali sehat dan terlindung dar penyakit.
12
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sistem budidaya udang windu secara tertutup dapat dipakai sebagai alternatif
budidaya yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan produksi udang yang tinggi
secara lestari. Kinerja sistem budidaya tersebut akan lebih baik bila didukung dengan
manajemen biota, manajemen lingkungan dan manajemen pakan.
2. Saran
Perlunya sosialisasi kepada masyarakat secara merata agar masya rakat bisa
memahami cara membudidayakan udan windu secara baik dan mendapatakan hasil yang
maksimal.
13
DAFTA PUSTAKA
Rusmiyati, S. 2010. Pintar Budidaya Udang Windu (Langkah Tepat, Prospek Cerah Meraih Rupiah).
Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Buwono, D. 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola Intensif. Kanisius. Yogyakarta.
Sumeru, U dan S, Anna. 1992. Pakan Udang Windu. Kanisius. Yogyakarta.
https://www.sampulpertanian.com/2017/12/klasifikasi-dan-morfologi-udang-windu.html
14