Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEKNIK PEMBENIHAN IKAN AIR LAUT

TEKNIK PEMBENIHAN TERIPANG (Holothurioidea)

Disusun Oleh :
Bagus Sanjaya 20744005
Dodi Busadi 20744008
Fajar Cahyo Bawono 20744009
Ferdy Dwi Mulyana 20744010

Dosen Pengampu :
Dr. Nuning M. Noor, S.Pi., M.P.

D4 TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah budidaya
teripang yang merupakan salah satu penilaian dalam mata kuliah Teknik Pembenihan
Ikan Air Laut.
Dalam pembuatan makalah, penulis banyak mendapat kesulitan. Oleh karena
itu, kami ingin menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan serta dukungannya dalam pembuatan dan penyusunan laporan
ini.
Dalam penyusunannya, penulis menyadari akan segala kekurangan yang ada
sehubungan dengan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh
kami maka kami mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya apabila baik dalam
penulisan maupun penyajian makalah ini terdapat banyak kesalahan. Dengan tangan
terbuka kami akan menerima segala saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca.

Bandar Lampung, 16 Mei 2022

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................I
DAFTAR ISI.................................................................................................................II
BAB 1............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................2
BAB 2............................................................................................................................3
ISI..................................................................................................................................3
2.1 Taksonomi dan Morfologi Teripang...............................................................3
2.2 Habitat dan Penyebaran..................................................................................5
2.3 Pakan dan Kebiasaan Makan..........................................................................5
2.4 Siklus Reproduksi...........................................................................................6
2.5 Pemeliharaan Induk dan Pemijahan................................................................7
2.6 Pemeliharaan Juwena......................................................................................8
2.7 Hama dan Penyakit.........................................................................................9
2.8 Pengelolaan Kualitas Air..............................................................................10
BAB 3..........................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................11
3.3 Kesimpulan...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................III

II
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara maritim, dua pertiga bagian dari Indonesia
merupakan lautan yang kaya akan hasil lautnya. Dengan kondisi alam dan iklim yang
hampir yang tropis, maka memungkinkan banyaknya jenis biota ekonomis penting
yang hidup di perairan pantai. Salah satu di antaranya adalah teripang. Komoditi
perikanan ini mempunyai prospek cukup baik dan bernilai ekonomis tinggi, baik di
pasar lokal maupun intemasional. Jenis biota ini dikenal pula dengan nama ketimun
laut, suala, sea cucumber (Inggris), beche de-mer (Perancis), atau dalam istilah
pasaran internasional dikenal dengan nama teat fish. Komoditi ini mempunyai nilai
ekonomis penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil
penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari protein 82%,
lemak 1,7%, kadar air 8,9%, dan karbohidrat 4,8%.
Di Indonesia terdapat 3 genus teripang yang terdiri dari 23 spesies dimana baru
5 spesies yang sudah dieksplorasi dan dimanfaatkn serta mempunyai nilai ekonomis
penting. Teripang-teripang tersebuta adalah teripang putih atau teripang pasir
(Holothuria scaba), H nobilis, dan H. fuscogilva, kategori kedua bernilai ekonomis
sedang, seperti Actinopyga echinites, A. miliaris, dan Thelenota ananas. Kategori
ketiga bernilai ekonomis rendah, misalnya H. atra, H.fuscopunnclata dan A.
maritiana. Perikanan teripang yang berlangsung selama ini bersumber pada stok
alami, yang bersifat perburuan.
Usaha pencarian dan pengumpulan teripang tersebut umumnya dilakukan
diberbagai lokasi pulau-pulau di Kawasan Timur Indonesia. Cara pengumpulan
sering dilakukan dengan intensif untuk memperoleh sebanyakbanyaknya pada waktu
itu. Cara demikian jelas tidak memikirkan kelestariannya. Upaya pembenihan
teripang telah dirintis dibeberapa negara seperti Jepang, Taiwan, India, dan China.
Upaya seperti ini merupakan hal baru di Kawasan Timur Indonesia. Sebelumnya
berbagai masalah harus diselesaikan untuk terwujudnya hatchery teripang dan
diformulasikannya teknik pembenihan teripang. Pemikiran usaha pemijahan teripang

1
pasir (Holothuria scabra) untuk menjamin kelestarian produksi telah dilakukan di
Laboratorium Bididaya Laut, Balitbang Sumberdaya Laut – LIPI Mataram (Eddy,
2004).

1.2 Tujuan
1. Memahami tentang biologi teripang.
2. Mengetahui tentang teknik pembenihan teripang.

2
BAB 2
ISI

2.1 Taksonomi dan Morfologi Teripang


Filum : Echinodermata

Sub filum : Echinozoa

Kelas : Holothuroidea

Ordo : Aspidochirota

Famili : Holothuroidae

Genus : Holothuria, Muelleria, dan Stichopus (Sumber : Chris M, 2010)

Ciri-ciri morfologi Teripang yaitu bentuk badari bulat panjang, punggungnya


berwarna abu-abu sampai kehitaman dengan garis melintang berwarna hitam dan
seluruh bagian tubuh. Apabila diraba terasa kasar dan banyak ditemukan disela-sela
karang baik yang masih hidup maupun yang telah mati dan diperairan yang
didasarnya mengandung pasir (Martoyo et al, 2006).
Notowinarto (1991), menyatakan bahwa pada bagian anterior terdapat mulut
(oral) tentakel yang berfungsi untuk mengambil, menghisap partikel atau makanan
dan bagian pasterior terdapat kloaka (aboral) untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan
maupun air. Pada bagian dekat anus dijumpai kelenjar seperti getah yang berfungsi
sebagai alat pertahanan diri. Sistem pemapasan Teripang menggunakan sistem
pernapasan pohon yang terletak pada rongga kanan dan kiri atau bersebelahan dengan
sistem pencemaan.
Deskripsi morfologi atau bentuk tubuh teripang diperlukan untuk klasifikasinya.
Pengamatan morfologi, pengukuran panjang dan pemotretan teripang harus dilakukan
saat hewan misih hidup. Hal ini mengingat teripang mudah mengalami perubahan
bentuk dan warna setelah diawetkan.
Teripang memiliki tubuh yang lunak dan elastis dengan bentuk bervariasi,
seperti membulat, silindris, segi empat, atau bulat memanjang seperti ular. Mulut
terletak di ujung anterior, sedang anus diujung posterior. Panjang tubuh bervariasi

3
menurut jenis dan umur, berkisar antara 3 cm sampai 150 cm. Bentuk tubuh teripang
merupakan ciri taksonomiknya pada tingkat Bangsa (ordo) dan suku (family),
khususnya untuk Suku-suku dari Bangsa Aspidochirotida.
Teripang pada umumnya mempunyai warna kulit yang kusam, seperti abu-abu.
coklat, hijau lurnut, atau hitam. Sisi ventralnya biasanya berwarna lebih cerah dari
pada sisi dorsal, seperti putih, kuning, merah muda atau merah. Beberapa jenis
teripang memiliki kulit dengan pola bercak-bercak atau garis-garis Teripang memiliki
lima daerah "ambulakra" yang memanjang secara oral-aboral. Tiga daerah ambulakra
berada disisi ventral, sedangkan dua lainnya disisi dorsal. Masing-masing sisi
"trivium" dan "bivium". Kaki tabung disisi ventral lebih banyak. Lebih besar, dan
merniliki penghisap pada ujungnya, sedangkan kaki tabung disisi dorsal termodifikasi
sebaga papila yang lebih sedikit dan lebih kecil. Ada tidaknya kaki tabung juga
merupakan salah satu dasar klasifikasi teripang pada tingkat Bangsa .Pada sekeliling
mulut, kaki tabung termodifikasi menjadi tentakel. Jumlah tentakel bervariasi dari 10
sampai 30, biasanya merupakan kelipatan lima. Panjang tentakel pada setiap individu
umumnya sama. Bentuk tentakel teripang bermacam-macam, seperti bentuk perisai
(peltate), bentuk dendrit (dendritic), bentuk menyirip (pinnate) maupun bentuk
menjari (digitate) dan bentuk perisai menjari (peltato-digitate). Jumlah dan bentuk
tentakel merupakan ciri taksonomik dalam klasifikasi teripang pada tingkat Bangsa
dan Suku.
Permukaan tubuh teripang pada umumnya kasar karena adanya "spikula” pada
dinding tubuh hewan tersebut. Spikula merupakan endoskeleton yang telah tereduksi
menjadi berukuran mikroskopis dan tertanam dalam lapisan dermis dinding tubuh
teripang. Senyawa utama pembentuk spikula adalah kalsium karbonat yang larut
dalam larutan asam. Spikula teripang, seperti halnya endoskeleton echinoderm
lainnya, memiliki struktur berpori. Pori-pori tersebut dapat mencapai lebih dari 50 %
volume total endoskeleton. Susunan dan ukuran pori-pori sangat bervariasi. Pada
hewan yang masih hidup, pori-pori terisi oleh serat-serat jaringan pengikat. Bentuk
spikula bermacam-macam dan khas untuk masing-masing jenis. Oleh karena itu,
spikula menjadi ciri teripang pada tingkat Marga (genus) dan jenis (species). Variasi

4
bentuk spikula teripang bermacam-macam, mulai bentuk yang sederhana seperti
batang (rod), batang bercabang (branched rod), lempengan (plate), roset (rosette),
kancing (button), dan jangkar (anchor) sampai kebentuk-bentuk yang lebih
kompleks, seperti bentuk meja (table).

2.2 Habitat dan Penyebaran


Secara alami, teripang umumnya menyukai hidup secara bergerombol.
Kebanyakan teripang jenis ini hidup dengan berkelompok dengan anggota antara 3 –
5 ekor. Teripang yang banyak dijumpai di daerah pasang surut hingga laut dalam
lebih menyukai hidup pada habitat-habitat tertentu. Beberapa kelompok diantara
hidup di daerah berbatu yang dapat digunakan untuk bersembunyi. Sedangkan lain
yang hidup pada rumput atau ganggang laut dan ada juga yang membuat lubang dan
lumpur atau pasir. Khususnya pada jenis mauritiana, banyak ditemukan pada perairan
yang dasarnya mengandung pasir halus, walaupun lebih menyukai perairan yang
masih hidup atau mati (Sutaman, 1993).

2.3 Pakan dan Kebiasaan Makan


Cara makan teripang dibagi dua yaitu pemakan deposit dan suspensi dengan
sumber makanan kandungan bahan organik, detritus, dan plankton. Kebanyakan
teripang aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari hanya berlindung
membenamkan diri dalam pasir (Darsono 2006). Umumnya makanan utama untuk
teripang jenis Holothuria yang hidup di daerah tropis adalah detritus dan kandungan
bahan organik dalam pasir sedangkan plankton, bakteri, dan biota mikroskopis
lainnya sebagai makanan pelengkap. Substrat berpasir cenderung memiliki bahan
organik yang sedikit dibandingkan dengan pasir halus (Gultom 2004). Kandungan
bahan organik yang tepat untuk kebutuhan nutrisi teripang pasir dengan nilai 1,41 –
2,18 (Tsiresy 2011). Sedimen yang padat bahan organik memiliki pengaruh terhadap
rendahnya pertumbuhan teripang pasir. Tinggi rendahnya kandungan C-organik
dipengaruhi oleh pasokan air dari daratan (Wood 1987 in Dwindaru 2010). Analisis
makanan teripang pasir 85 berupa lumpur; pasir 3,52; pecahan karang 0,12; detritus
1,46, dan 65,47 didominasi oleh plankton kelompok diatom. Nilai persentase

5
konsumsi makanan kelompok diatom untuk Holothuria leucospilota sebesar 64,89;
butiran pasir 8,31; serat tumbuhan 0,15 dan detritus 0,49. Stichopus variegatus
mengkonsumsi plankton kelompok diatom sebesar 56,17; butiran pasir 4,22 dan
detritus 1,42 Yusron Sjafei 1997. Teripang mempunyai pola waktu yang dapat dibagi
menjadi dua, yaitu makan setiap saat seperti Holothuria atra, H. flavomaculata, dan
H. eduilis dan berhenti makan satu sampai tiga kali pada siang hari dan selama
istirahat membenamkan diri dalam pasir seperti Stichopus variegatus, S. chloronatus,
Holothuria scabra, H. impatiens, H. lecanora (Bakus 1973 in Gultom 2004).

2.4 Siklus Reproduksi


Secara umum Teripang adalah Dioecius, yaitu alat kelamin jantan dan betina
terdapat pada individu yang berbeda. Namun, adapula beberapa spesies hermaprodith,
seperti : Cucumaria laevigata dari ordo Dendrocirotida dan Mesothuria intestinalis
dari ordo Aspidocirotida. Secara visual kedua jenis kelamin ini tidak dapat dibedakan,
kecuali pada jenis teripang tertentu yang berkelamin betina mengeluarkan telurnya.
Perbedaan ini akan terlihat dengan jelas apabila diaamti dengan bantuan mikroskop
dengan cara menyayat bagian organ kelamin jantan dan betina. Organ kelamin betina
berwarna kekuning-kuningan dan bila kelaminnya sudah matang berubah menjadi
kecoklat-coklatan, sedangkan organ jantan berwarna bening keputihan. Beberapa
spesies dari ordo Dendrocirota adalah hermaprodith.
Holothuroidea berbeda dengan kebanyakan Echinodermata, karena
Holothuroidea mempunyai gonad tunggal. Gonad teripang jenis microthele nobilis
dan Thelenota ananas betina pada stadia kematangan gonad I dan II terdiri dari sel-
sel germinal berbentuk bulat dengan diameter kurang dari 30µm. Pada stadia
selanjutnya sel telur pada teripang betina dan sel sperma pada teripang jantan
diameternya berkembang mengikuti perkembangan TKG nya.
Waktu reproduksi ditentukan oleh kemampuan organism dewasa dalam
mendapatkan makanan yang selanjutnya akan diubah dalam bentuk energy untuk
melakukan reproduksi. Teripang pada umunya memijah pada perairan di sekitar
lingkungan hidupnya. Spesies yang hidup di perairan tropis tidak mempunyai waktu
tertentu untuk musim pemijahannya sepanjang tahun. Diduga siklus reproduksi

6
tersebut dipengaruhi oleh factor luar diantaranya, suhu, salinitas, kelimpahan
makanan, serta intensitas cahaya matahari. Selain itu perubahan salinitas karena
masuknya air bersih sewaktu musim hujan berlangsung dapat menyebabkan
pemijahan pada teripang pasir dan organism laut tropis lainnya.

2.5 Pemeliharaan Induk dan Pemijahan


Seleksi induk teripang yang biasanya diperoleh dari tangkapan alam.
Pengumpulan calon induk teripang dari laut dapat dilakukan dengan penyelaman
pada siang hari. Apabila dilakukan pada malam hari, harus dibantu dengan alat
penerang berupa obor atau lampu patromak. Dengan cara ini, induk teripang dapat
diambil langsung dengan tangan. Pada perairan yang agak dalam, induk teripang
dapat diambil dari atas perahu dengan bantuan alat semacam tombak bermata dua
yang tumpul. Induk yang telah di seleksi, dipelihara dalam kurungan tancap di laut
atau di kolam air laut.
Pemijahan pada teripang biasanya dilakukan pada siang hari atau malam hari.
Proses pemijahan berlangsung ebagai berikut: teripang jantan mengeluarkan
spermanya ke air, lalu teripang betina mengeluarkan telur dibantu oleh rangsangan
pheromone. Sperma teripang jantan akan membuahi sel telur di luar tubuh (di dalam
air), kemudian telur yang sudah dibuahi akan tenggelam dan diangkat kembali oleh
teripang betina dengan tentakelnya lalu dimasukkan ke dalam kantung pengeraman.
Rata-rata pemijahan teripang berlangsung selama 30 menit, walaupun ada juga yang
berlangsung antara 15 menit hingga 4 jam dan pembuahan terjadi di dalam air,
setelah pembuahan telur akan tenggelam di dasar perairan atau melayang di
permukaan air.
Secara umum telur yang telah dibuahi setelah kira-kira 18 jam akan menjadi
gastrula. Selanjutnya selama 3 atau 4 hari larva ini akan menjadi larva auricularia
akan menjadi larva doriolaria yang berbentuk tabung. Setelah mengalami proses
metamorfosa, larva ini akan berkembang menjadi larva pentacula. Pada tahap ini
mulai tampak sejumlah tentakel pada bagian anterior dan sepasang podia pada bagian
posterior yang pada akhirnya menjadi teripang muda yang menetap pada dasar laut.
Pemijahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

7
1. Pemijahan alami : Pada pemijahan tipe ini, teripang akan memijah secara
alami tanpa adanya rangsang buatan. Teripang jantan biasanya akan
mengelurakan sperma terlebih dulu lalu merangsang betina untuk memijah
dengan selang waktu sekitar 30 menit.
2. Pemijahan dengan pembedahan : Metode ini dilakukan dengan cara membelah
teripang pada bagian bawah tubuhnya, dari anus menuju ke atas. Setelah
dibelah, gonad dikeluarkan dan diletakkan pada wadah kering. Pada teripang
betina, akan ditemukan kantung telur yang kemudian ditoreh dan telur
dimasukkan ke tempat pemijahan yang berisi air laut bersih. Sementara pada
teripang jantan, akan ditemukan testis yang kemudian dipotong menjadi
beberapa bagian. Dengan demikian sperma dapat keluar dan ditampung di
wadah lain yang berisi air laut. Setelah itu, sperma dan telur dicamput menjadi
satu kemudian diaduk lalu didiamkan. Telur yang diabuahi dipanen dan
dipindahkan ke tempat pemeliharaan larva.
3. Pemijahan dengan perangsang kejut suhu : Prinsip yang digunakan pada
metode ini adalah dengan cara meningkatkan suhu air. Peningkatan suhu air
dapat dilakukan dengan cara menjemur bak pemijahan di bawah terik
matahari, merebus air, atau pemanasan dengan menggunakan pemanas
elektrik sehingga suhu air menjadi 5-7 o C lebih tinggi dari suhu sebelumnya.

2.6 Pemeliharaan Juwena


Pemeliharaan Larva adalah kunci dari pembesaran, apabila pemeliharaan
dilakukan dengan cara yang kurang tepat maka akan menyebabkan kerugian bagi
pembudidaya. Penebaran larva menggunakan bak fiber 1.000 liter dengan kepadatan
100 – 200 sel/l. Pemeliharaan larva yang baru menetas ini dilakukan selama 5 hari
dengan pengamatan setiap hari untuk mengetahui perubahan bentuk dan ukuran larva
hingga larva menjadi Auricularia. Pemeliharaan dilakukan dengan mengganti air
setiap hari sebanyak 1/3 bagian dari bak fiber 1.000 liter.
Penggantian air memerlukan saringan dengan mesh size : 270, 180, 150, 100, 80,
60, dan 45 µm untuk menyaring larva agar tidak ikut keluar bersama air yang
dibuang. Setelah 10 – 12 hari Auricularia akan berubah menjadi Doliolaria. Setelah

8
perubahan tahap terjadi maka akan dikurangi kepadatannya menjadi 100 – 150 sel/l
untuk mengurangi adanya persaingan makanan. Selama 7 hari perubahan akan terus
diamati hingga Doliolaria menjadi Pentacula. Pada tahap pentacula disiapkan daun
lamun untuk fase penempelan, wadah yang akan digunakan adalah wadah plastik
berukuran 15 L dengan kepadatan 50 – 100 sel/L dengan pakan berupa Diatome.
Pelaksanaan larva dengan metode tersebut didukung oleh pernyataan Marzlan
(2015) Larva ditebar dalam bak fiber 1.000 L dengan kepadatan stoking larva 200
hingga 250 per liter. Tangki dipenuhi dengan 1 µm UV mensterilkan air pada suhu
antara 26 – 30°C. Salinitas dirawat di antara 32 dan 36 ppt, dan pH antara 8,0 dan 8.2.
Larva diperiksa setiap hari untuk perubahan dalam bentuk, ukuran dan tahap, sebagai
baik untuk kehadiran bakteri dan predator. Larva diberi pakan fitoplankton, dan
konsentrasi fitoplankton di tangki pemeliharaan dipertahankan di 20.000 – 35.000
sel/ml, tergantung pada tahap pertumbuhan. Fitoplankton terdiri dari Pavlova lutheri,
Chaetoceros muelleri Isochrysis galbana, Nitzschia acicularis dan Navicula sp. Aerasi
terus – menerus diberikan pada bak fiber pemeliharaan larva. Saringan 75 µm
ditempatkan di dalam tangki untuk mencegah larva dari mengalir keluar saat
pergantian air. Bagian bawah tangki tersedot keluar setiap hari untuk menghapus
apapun sedimen, tahapan ini dilakukan hingga telur berubah menjadi Auricularia.
Tahap Doliolaria mulai 11 hari setelah pemeliharaan larva Auricularia. Larva
dipindahkan ke bak fiber berisi air laut yang masih belum diisi larva.
Pemeliharaan Doliolaria sama dengan tahap sebelumnya, tetapi pemberian pakan
lebih diutamakan menggunakan Spirulina. Setelah tujuh hari, Doliolaria berubah
menjadi Pentactula dan aktif mencari makan, pakan yang diberikan adalah bentik
Diatome, alga mati, padang lamun, bubuk rumput laut dan Spirulina. Larva dipanen
setelah mereka mencapai panjang rata-rata 15 mm.

2.7 Hama dan Penyakit


Jenis hama yang sering dijumpai datam kurungan teripang adalah kepiting, bulu
babi, dan bintang laut. Pengendaliannya dengan pengambilan hama secara manual
dengan periode tertentu. Sementara itu, jenis penyakit yang menyerang teripang dari

9
famili Holothuroidae belum banyak diketahui karena budi dayanya masih belum
berkembang.

2.8 Pengelolaan Kualitas Air


Kriteria pengelolaan air yang cocok bagi budidaya teripang adalah sebagai
berikut:
1. Kondisi dasar perairan
Dasar perairan hendaknya berpasir, atau pasir berlumpur bercampur dengan
pecahan-pecahan karang dan banyak terdapat tanaman air semacam rumput
laut atau alang-alang laut.
2. Salinitas
Dengan kemampuan yang terbatas dalam pengaturan esmatik, teripang tidak
dapat bertahan terhadap perubahah drastis atas salinitas (kadar garam).
Salinitas yang cocok adalah antara 30 – 33 ppt.
3. Kedalaman air
Di alam bebas teripang hidup pada kedalaman yang berbeda-beda menurut
besarnya. Teripang muda tersebar di daerah pasang surut, setelah tambah
besar pindah ke perairan yang dalam. Lokasi yang cocok bagi budidaya
sebalknya pada kedalaman air laut 0,40 sampai 1,50 m pada air surut
terendah.
4. Kondisi lingkungan
Perairan sebaiknya harus memenuhi standard kualitas air laut yang baik bagi
kehidupan teripang seperti :
o pH 6,5 – 8,5
o Kecerahan air laut 50 cm
o Kadar oksigen terlarut 4 – 8 ppm
o Suhu air laut 20 – 25° Celcius
o Disamping itu, lokasi harus bebas dari pencemaran seperti bahan
organik, logam, minyak dan bahan-bahan beracun lainnya.

10
BAB 3
PENUTUP

3.3 Kesimpulan
Pemijahan teripang pasir (Holothuria scabra) menggunakan metode
manipulasi lingkungan, yaitu dengan meningkatkan suhu air. Metode tersebut dapat
efisien dilakukan pada teripang yang memiliki syarat, yaitu berat 300 – 700 gr,
matang gonad, dan tidak cacat. Teripang pasir dapat memijah dipengaruhi dua faktor
eksternal, yaitu : suhu dan cahaya. Pada pemijahan teripang suhu air yang
ditingkatkan masuk ke dalam tubuh teripang, kemudian suhu tersebut merangsang
hormon Gth yang menyebabkan terjadinya pengeluaran sperma dan telur. Wadah
pemijahan teripang pasir ditutup dengan plastik hitam untuk membuat suasana
nyaman. Diduga teripang memijah pada malam hari, karena pada saat pengeluaran
sperma dan telur cahaya dengan intensitas tinggi sangat mengganggu, hal tersebut
membuat teripang pasir tidak mau memijah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darsono P. 2006. Upaya budidaya teripang (Holothuroidea, Echinodermata) :


pembenihan teripang pasir Holothuria scabra Jaeger. Lembaga Oseanologi
Nasional. LIPI Press. Jakarta. vii + 60.
Dwindaru B. 2010. Variasi spasial komunitas lamun dan keberhasilan transplantasi
lamun di Pulau Pramuka dan Kelapa Dua, Kep.Seribu, Prov. DKI Jakarta
[Skripsi]. Depatemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71hlm.
Gultom CP. 2004. Laju pertumbuhan dan beberapa aspek bio-ekologi teripang pasir
(Holotothuria scabra) dalam kolam pembesaran di laut Pulau Kongsi,
Kepulauan Seribu, Jakarta Utara [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67
hlm.
Hana. 2011. Evalusi Pemajuan Stok Teripang Pada Habitat Konservasi Lamun Pulau
Pemuka, Kepulauan Seribu, Jakarta(Skripsi). Depatemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 58hlm.
Eddy, Yusron. 2004. Tekhnologi Pemijahan Teripang Pasir (Holothuria scabra)
Dengan Cara Manipulasi Lingkungan. Jakarta : Pusat Penelitian Oseanografi
Marzlan, Nurzafirah and Ridwan Hashim. 2015. Spawning induction and larval
rearing of the sea cucumber Holothuria scabra in Malaysia. Malaysia : SPC
Beche de mer Information Bulletin. No. 35.
Martoyo J, Aji N, & Winanto T. 2006. Budidaya teripang (Ed).Revisi. Penebar
Swadaya. Jakarta. 72 hlm.
M, Chris. 2010. The Ecology of Holothuria scabra! The CUKE-SEA GRASS
Connection.http://echinoblog.blogspot.com/2010/06/the-ecology-
ofholothuria-scabra-cuke.html
Notowinarto dan Putro. D. H., 1991. Teknik Pembenihan Teripang. Buletin Budidaya
Laut

III
Sutaman, 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Kanisius. Yogyakarta
Tsiresy G, Pascal B, & Plotieau T. 2011. An assessment of Holothuria scabra growth
in marine micro-farms in South-Western Madagascar. SPC Beche-de-mer
Information Bulletin : 31.
http://leeshakartika.blogspot.com/2012/10/budidaya-teripang.html, diakses pada
tanggal 16 Mei 2022 pukul 14.00 WIB.
http://news.unair.ac.id/2020/05/04/studi-pembenihan-teripang-pasir/, diakses pada
tanggal 16 Mei 2022 pukul 14.30 WIB.

IV

Anda mungkin juga menyukai