Anda di halaman 1dari 15

TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN

MAKALAH TEKNIK PEMBENIHAN IKAN BOTIA

DISUSUN OLEH
Ahmad Afriadi E1E019033
Icha Dewi Ardelia E1E019034
Permana Putra E1E019038
Fery Ronaldi E1E019047
Harly Rahma Febryanti E1E019048

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang hingga saat ini masih memberikan
nikmat dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan menyelesaikan makalah
yang berjudul ‘Teknik Pembenihan Ikan Botia’ dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam tidak lupa kita curahkan pada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
yang telah membimbing kita dari jalan gelap gulita menuju jalan yang terang
benderang dan karunia bagi hidup ini dan seluruh alam semesta.

Selain itu, kami selaku penulis sadar bahwa tugas yang saya buat masih
ditemukan banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
menerima kritik dan saran, untuk kemudian dapat menjadi pembelajaran lebih
baik kedepannya. Semoga tugas yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak serta pembaca sekalian.

Jambi, 12 November 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan  hias  merupakan salah satu ikan  yang memiliki prospek  penting dan
mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Indonesia mampu
melakukan penjualan senilai USD24 juta pada 2014 (KKP, 2014). Pasar yang
sangat luas baik dalam negeri terutama laur negeri, ikan hias menjadi prospek
yang baik terutama dikalangan penghobi hiasan ikan. Potensi Ikan hias di
Indonesia sangat besar spesies ikan hias Indonesia paling terbesar dan pengekspor
ke 5 terbesar. Ikan hias yang paling digemari oleh pasar yaitu ikan yang berwarna
cerah, bentuk unik dan mudah dipelihara. Ikan hias yang paling populer pada saat
ini yaitu arwana, ikan koki, ikan koi, ikan diskus dan ikan rainbow.

Ikan botia memiliki nama lain yaitu Chromobotia macracanthus, botia


berasal dari kata chromo (Yunani) yang berarti warna dan botia (Asia) yang
berarti prajurit serta macrachantus yang berasal dari kata macros (Yunani) yang
berarti besar dan acanthus (Latin) yang artinya adalah duri (Wetpetz, 2004). Ikan
Botia (Chrombotia macracanthus) adalah komoditas ekspor andalan dengan nilai
ekonomis tinggi. Ikan tersebut merupakan spesies ikan hias air tawar yang banyak
ditemukan di perairan umum Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini adalah adalah
ikan endemik Indonesia yang hanya dijumpai di perairan Indonesia sehingga
banyak diminati oleh pecinta ikan hias. Selain berpeluang pada pasar ekspor, ikan
Botia juga diminati oleh masyarakat dalam negeri untuk dipelihara. Ikan Botia
ikan hias asli Indonesia yang mempunyai nama daerah Ikan Bajubang, ikan ini
hanya bisa dijumpai di dua tempat di Indonesia yakni Sungai Batanghari, Jambi
dan Sungai Barito, Kalimantan. botia ini menjadi peluang dalam kegiatan
budidaya untuk menghasilkan peospek keuntungan yang besar.

Produksi ikan Botia masih bergantung hasil tangkapan dari alam,


sedangkan keberhasilan upaya budidaya sendiri masih berlangsung dalam skala
laboratorium. Hal ini sesuai dengan laporan Satyani dkk, (2006) yang menyatakan
bahwa pemijahan ikan Botia di habitat buatan sudah berhasil dilakukan sejak
tahun 2004 di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (LRBIHAT), Depok
milik Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Indonesia yang bekerjasama
dengan Institut de Recherche Pour le Development (IRD), Prancis, namun masih
dalam skala laboratorium dan sampai dengan saat ini, induk dan calon induk
masih tetap didatangkan dari hasil tangkapan alam. Di Indonesia, setiap tahun
ikan Botia diperjual belikan atau ekspor dalam jumlah jutaan ekor ke manca
negara.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana klasifikasi dari ikan botia?


2. Bagaimana biologi dari ikan botia (Chrombotia macracanthus)?
3. Bagaimana teknik pembenihan ikan botia?

1.3 Tujuan

Tujuan dari dibuat makalah ini adalah untuk mengetahui atau mempelajari
mengenai ikan botia yang merupakan salah satu ikan hias yang terkenal di
Indonesia. Dengan mempelajari bagaimana klasifikasi, biologi ikan botia yang
berinformasikan mengenai morfologi dan habitat, serta teknik pembenihan dari
ikan botia itu sendiri.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Ikan Botia

Klasifikasi Ikan Botia


Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan botia adalah:
Fillum : Chordate
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Teleostei
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cobitidae
Genus : Botia
Spesies : Macracanthus

2.2 Biologi Ikan Botia

2.2.1 Morfologi Ikan Botia

Ikan Botia memiliki bentuk tubuh memanjang dan pipih, perut hampir
lurus, posisi lengkung sirip punggung lebih depan daripada sirip perut,
memiliki empat pasang sungut. Warna dasar tubuh merah jingga kekuning-
kuningan, yang dibalut warna hitam di tiga tempat. Satu memotong di kepala
persis melintas di mata, di tengah tubuh agak lebar, terakhir di pangkal ekor
merambat sampai sirip punggung. Sirip ekor tebal terbagi dengan ujung
lancip, warna oranye dengan ujung kemerahan. Sirip anus hitam, dengan
tulang sirip kuning, sirip dada berwarna merah darah. Botia memiliki duri di
bagian bawah matanya.
Suseno dan Subandiah (2000) menyatakan bahwa ikan botia
(Chorombotia macracanthus) dapat tumbuh hingga mencapai panjang tubuh
sekitar 30 cm di lingkungan asli, namun pada akuarium tidak lebih dari 16 cm.
Cara membedakan induk jantan betina ikan dapat dilihat dari warna sisik atau
ukuran tubuh. Ikan jantan warna lebih cerah, sirip punggung lebih panjang,
kepala besar dan tubuh ramping, sedangkan ikan betina tubuh gemuk, warna
kurang cerah, sirip punggung biasa dan kepala agak runcing (Nasution, 2000).

2.2.2 Habitat Ikan Botia

Ikan botia banyak dijumpai di daerah sungai dengan kondisi air dengan
pH agak asam antara 5 - 7, kisaran suhu 24-30 oC dan perairan jernih dengan
batu-batuan dasar merupakan habitat ikan botia (Satyani dkk., 2006). Di alam,
ikan botia banyak ditemukan mulai dari hulu sampai ke muara, serta
berkumpul di dasar perairan tenang (tidak berarus deras) karena ikan ini
cenderung bergerombol. Menurut Satyani dkk., (2006), anak-anak ikan botia
hidup di daerah yang berarus lemah, substrat berupa lumpur dan kekeruhan
tinggi dengan kedalaman 5-10 m. Sementara induk berada di daerah berarus
kuat (hulu) yang jernih, substrat berpasir dan berbatu dengan kedalaman
maksimum adalah sekitar 2 m.
Ikan botia merupakan ikan peruaya yaitu beruaya dari habitat asuhan
(hilir) ke habitat induk (hulu). Ruaya mulai dilakukan seiring dengan adanya
perubahan kualitas air, pada saat benih ikan berukuran panjang >2 cm. Ruaya
mulai dilakukan pada pertengahan musim penghujan yaitu sekitar bulan
Januari jika musim penghujan dimulai pada bulan Oktober (Nurdawati dkk.,
2006). Ikan botia (Chromobotia macracanthus) merupakan ikan hias asli
perairan Indonesia yang berasal dari daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan,
namun penyebaran sampai dengan daerah barat Afrika, Eropa, dan Asia.
Daerah terbanyak adalah sungai dan rawa Asia Tenggara yakni Sumatera dan
Borneo (Lesmana, 2001).

2.3 Metode Pembenihan Ikan Botia

Persiapakan Akuarium dan Bak Beton

2.3.1 Persiapan Bak Pemeliharaan Induk

Pemeliharaan induk botia menggunakan bak kanvas berbentuk bundar


berisi udara dengan diameter 2,5 m dan tinggi 0,8 m. Bak kanvas memiliki
kapasitas air 12.000 liter dan berada dalam ruangan berukuran 4 m x 5 m yang
memiliki suhu stabil 25oC - 26oC. Air yang digunakan diberikan aerasi terlebih
dahulu minimal 48 jam sebelum bak digunakan.

2.3.2 Persiapan Akuarium Pemijahan Induk

Persiapan wadah akuarium dengan sistem resirkulasi, pertama dibersihkan


terlebih dahulu dengan cara digosok bagian dasar serta dindingg
menggunakan spons yang salah satu sisi memiliki serat kasar dan setelah itu
dibilas menggunakan air. Selanjutnya yaitu pembersihan filter. Filter yang
digunakan adalah filter biologi dan filter fisik. Filter biologi menggunakan
bioball sedangkan filter fisik menggunakan busa dakron. Proses pembersihan
filter dimulai dari membersihkan akuarium filter dengan cara digosok
menggunakan spons bagian dasar dan dinding lalu dibilas menggunakan air,
kemudian bioball dibilas dengan air dan busa dakron direndam menggunakan
Methylene Blue (MB) 0.1 mg/L dengan tujuan untuk menghilangkan jamur
yang melekat pada filter. Proses selanjutnya yaitu pengisian akuarium filter
menggunakan air hingga 5 cm di bawah permukaan akuarium dan pengisian
akuarium pemijahan menggunakan air dengan ketinggian air 30 cm. Akuarium
pemijahan kemudian ditutup menggunakan plastik hitam dibagian dinding.
Hal tersebut memiliki tujuan agar induk cepat mencapai fase ovulasi.

2.3.3 Persiapan Bak Penetasan Telur

Induk ikan botia sebanyak 40 ekor, dipelihara dalam 2 (dua) buah bak
bervolume 2 m3 masing-masing berisi 20 ekor induk dengan rasio
jantan:betina = 1:1. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan aerasi dan pompa
sirkulasi. Tutup bak yang berfungsi mengurangi sinar matahari yang masuk
dibuat dari fiberglas berwarna coklat. Wadah penetasan berupa bak beton
berukuran 4,75 m x 1,5 m x 0,9 m yang sebelumnya telah dibersihkan dan
telah berisi air dengan ketinggian air 80 cm. Air yang berada dalam bak beton
sebelumnya harus diendapkan selama 2 minggu agar kualitas air dalam bak
beton tersebut menjadi optimal untuk proses penetasan telur. Selanjutnya
dilakukan perangkaian alat-alat untuk proses penetasan telur berupa hapa,
corong penetasan, selang dan styrofoam.
2.4 Teknik Pembenihan Ikan Botia

2.4.1 Reproduksi

Botia yang sudah matang gonad akan berenang melawan arus menuju hulu
sungai yang berair dangkal. Disepanjang sungai yang dangkal dan jernih itu
induk botia akan memijah. Setelah memijah, ikan akan kembali ke hilir
mengikuti aliran sungai. Saat memijah, botia melepaskan semua telur –
telurnya secara serempak. Telur botia yang telah dibuahi akan menetas 14 –
26 jam setelah pembuahan. Benih ikan botia berkelompok dalam jumlah besar
sehingga mudah ditangkap. Botia mulai matang gonad setelah ukurannya ± 40
gram, untuk botia jantan  dan untuk botia betina ± 70 gram, atau panjangnya
lebih dari 15 cm.
Pengamatan histologi gonad ikan botia yang dilakukan oleh Susanto (1996),
membagi tingkat kemetangan gonad (TKG) menjadi 6 fase, yaitu sebagai
berikut :
1. TKG 1. Sel telur baru mengalami perbanyakan dari sel epitel dan
membentukoogonia.  Kumpulan oogeniaberbentuk bulat yang dilapisi oleh
satu dinding epitel.  Sitoplasmanya berwarna merah jambu dengan nucleus
yang besar
2. TKG II. Ootgonia berkembang menjadi oositdenagn sitoplasma yang
bertambah besar dengan nucleus yang terletak ditengah – tengahnya. 
Selama perkembangannya, oosit ditutupi satu baris epitel.  Diameter oosit
berkisar antara 100 – 150 um.
3. TKG III. Fase ini adlah fase berkembangnya dinding sel.  Oosit semakin
membesar dan inti sel mulai tampak.  Sitoplasma yang berwarna biru
merupakan awal / persiapan vitelogenesis.  Diameter telur antara 200 –
300um
4. TKG IV. Membrane inti mulai tampak berwarna terang, melingkari inti
sel. Inti berwarna merah jambu sedangkan sitoplasma berwarna biru yang
lebih terang dibandingkan pada TKG II dan III.  Pada fase ini
vitelogenesis berlangsung dan mulai terbentuk granula dan vakuola pada
sitoplasma.  Juga mulai terbentuk zona radiate yang berasal dari sel epitel. 
Diameter telur antara 300 – 500 um.
5. TKG V. Pada fase ini nucleus tampak jelas dengan granula yang masih
kasar. Sitoplasma berwarna biru, sedangkan nucleus berwarna merah
jambu agak cerah dibandingkan dengan cairan yang mulai mengalami
deregerasi.  Lapisan zona radiate tampak lebih jelas, tersusun dari sel
berbentuk kubus dan sel tiang.  Diameter telur antara 500 – 600 um.
6. TKG VI. Fase ini merupakan fase maksimum perkembangna oosit, dimana
sudah mengalami perkembangna optimal dengan vakuola yang berukuran
besar dan jumlahnya sangat banyak.  Nucleus serta granula tampak lebih
jelas, memenuhi sitoplasma.  Dinding folikel terdiri atas zona radiate, teka
interna dan eksterna.  Pada bagian tertentu dari teka terdapat epitel yang
menipis, membentuk mikrofil.  Diameter telur mencapai kisaran antara
600 – 700 um.

2.4.2 Pemeliharaan Ikan Induk

Proses pemeliharaan induk dilakukan sebelum dilakukan proses pemijahan


dilakukan. Pemeliharaan induk botia menggunakan bak kanvas berbentuk
bundar berisi udara dengan diameter 2,5 m dan tinggi 0,8 m. Bak kanvas
memiliki kapasitas air 12.000 liter dan berada dalam ruangan berukuran 4 m x
5 m yang memiliki suhu stabil 25oC - 26oC. Pada proses pemeliharaan
dilakukan penyiponan dengan frekuensi satu kali dalam sehari yaitu pada pagi
hari. Penyiponan dilakukan untuk membuang sisa pakan dan feses sehingga
kandungan amonia dalam bak kanvas tidak tinggi. Pemberian pakan dilakukan
satu hari satu kali yaitu pada siang hari dengan sistem ad satiation atau
pemberian pakan sekenyang.

2.4.3 Seleksi Induk

Sebelum dilakukan pemijahan, terlebih dahulu dilakukan seleksi induk.


Seleksi induk bertujuan untuk memilih induk yang telah matang gonad dan
siap untuk dipijahkan. Induk botia harus dipuasakan terlebih dahulu selama 24
jam sebelum dilakukan seleksi. Setelah itu dilakukan anastesi menggunakan
larutan Phenoxy ethanol dengan dosis 0.4 ml/L. Seleksi induk botia dapat
dilakukan melalui pengamatan visual dan kanulasi. Fisik induk betina terlihat
gendut pada bagian perut dan jika diraba terasa lembut, badan bulat melebar,
ukuran lebih besar dari jantan apabila dilihat secara visual dan umur minimal
3 tahun. Sementara ciri induk jantan yaitu memiliki tubuh yang lebih ramping
dibanding induk betina, ukuran badan lebih kecil dari induk betina, umur
antara 1-1,5 tahun.

2.4.4 Stimulasi Hormon

Untuk merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk yang telah matang
gonad dilakukan dengan cara stimulasi yaitu dengan menyuntikan hormon
gonadotropin. Biasanya hormon yang sering digunakan untuk merangsang
pemijahan adalah “Ovaprim”. Ovaprim merupakan hormon GNRH dan
domperidon. Dosis yang digunakan dalam penyuntikan yaitu 1 ml/kg berat
induk. Penyuntikan biasanya dilakukan dua kali. Penyuntikan pertama
dilakukan bertujuan untuk pematangan sel telur dengan dosis 0,4 ml/kg.
Sedangkan penyuntikan kedua bertujuan untuk proses pemijahan dengan dosis
0,6 ml/kg.
Proses pemijahan buatan ikan botia di BPPBIH Depok, menggunakan
stimulasi hormon Human Chorionic Gonadotrophine (HCG) dan LHRH – a +
Antidopamin dengan nama dagang Ovaprim. HCG digunakan untuk induk
betina, sedangkan Ovaprim digunakan untuk induk jantan dan betina.
Penyuntikan induk betina menggunakan HCG dilakukan pertama kali.
Penyuntikan Ovaprim pada induk jantan dilakukan pada hari kedua yaitu 15
jam setelah penyuntikan induk betina menggunakan HCG. Untuk penyuntikan
induk betina menggunakan Ovaprim dilakukan pada hari kedua yaitu 24 jam
setelah penyuntikan pertama menggunakan HCG.

2.4.5 Stripping

Proses stripping pada induk jantan dilakukan sebelum proses stripping


pada induk betina. Proses stripping pada jantan dilakukan menggunakan
syringe 1 ml yang telah berisi larutan Nacl fisiologis 0,9% sebanyak 0,3 ml
yang berfungsi dalam pengenceran sperma. Proses stripping telur pada induk
betina dengan bobot 59,82 gram dilakukan 18 jam setelah stimulasi hormon
dan stripping telur kedua pada induk betina dengan bobot 219,3 gram
dilakukan 34 jam setelah stimulasi hormon. Telur hasil stripping tidak boleh
terkena air sebelum telur tersebut dibuahi karena dapat menyebabkan
kegagalan pada saat pembuahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Lesmana (2007), bahwa telur yang terkena air akan mengembang dan bagian
micropyle dimana sperma akan lewat atau masuk untuk membuahi inti akan
segera menutup pada waktu yang singkat, sehingga tidak akan terjadi
pembuahan.

2.4.6 Pembuahan

Pembuahan ikan botia dilakukan secaran buatan yaitu dengan mencampur


telur dan sperma. Setelah telur dan sperma tercampur, ditambahkan air untuk
mengaktifkan sperma dan diaduk perlahan dengan bulu ayam. Selanjutya telur
diletakan pada corong penetasan selama 15-26 jam pada suhu 26oC-270C.

2.4.7 Pemanenan Larva

Pemanenan larva dilakukan setelah telur menetas atau setelah 15-26


inkubasi. Larva yang baru menetas tidak langsung dipindahkan ke dalam
akuarium sebab larva botia sangat sensitif terhadap perubahan kondisi
lingkungan. Setelah 4 hari didalam corong penetasan dan larva sudah dapat
makan artemia, larva botia baru bisa dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan
larva atau akuarium. Hari ke-5 larva sudah dapat makan dengan baik dan hari
ke-6 kuning telur sudah habis sama sekali.Sirip-sirip mulai tumbuh dan semua
anggota badan lengkap pada hari ke-13 (Legendre et al., 2005).Benih ukuran
2,5 cm (1 inchi ) akan dicapai dalam waktu 30 hari pemeliharaan. Pakan benih
biasa diberikan cacing atau pellet halus.

2.4.8 Pemeliharaan Larva


 Ikan botia daya tetasnya masih rendah  baru sekitar 40%.Hal ini karena
umumnya induk botia susah beradaptasi. Namun demikian,bila dirawat
dengan baik,peluang hidup larva bias mencapai 80-90%. Larva yang menetas
akan lebih baik dipelihara dalam corong sampai 4 hari yaitu sampai makan
artemia. Baru sesudah itu larva dapat dipindahkan ke tempat pemeliharaan
larva seperti akuarium atau bak. Pakan larva botia adalah pakan alami. Mulut
botia akan membuka pada hari ke-4. Ukuran bukaan mulut sudah sekitar 0,2 –
0,3 mm sehingga nauplii Artemia tetasan 24 – 36 jam yang berukuran 0,1 –
0,15 mm sudah dapat ditelan. Pemeliharaan larva ikan botia dilakukan pada
akuarium dengan padat tebar 5 ekor/liter. Pada larva berumur 4 hari, larva
diberi makan dengan aetrmia sampai latva berumur 13 hari. Setelah itu larva
diberi makan  cacing darah sampai panen.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Ikan Botia memiliki bentuk tubuh memanjang dan pipih, perut hampir
lurus, posisi lengkung sirip punggung lebih depan daripada sirip perut,
memiliki empat pasang sungut. Warna dasar tubuh merah jingga kekuning-
kuningan, yang dibalut warna hitam di tiga tempat. Satu memotong di kepala
persis melintas di mata, di tengah tubuh agak lebar, terakhir di pangkal ekor
merambat sampai sirip punggung. Sirip ekor tebal terbagi dengan ujung
lancip, warna oranye dengan ujung kemerahan. Sirip anus hitam, dengan
tulang sirip kuning, sirip dada berwarna merah darah. Botia memiliki duri di
bagian bawah matanya.Untuk memelihara ataupun membudidayakan ikan
botia ini tidakla mudah,karena ikan ini sangat rentan dan mudah stres bahkan
mati.ada banyak proses yang di lakukan dalam pembenihan ikan botia yaitu
reproduksi,pemeliharaan induk,seleksi induk,stimulasi hormon,stripping,
pembuahan, permanen larva, dan pemeliharaan larva.

3.2 Saran

Dalam pembenihan bibit ikan botia harus memiliki tingkat ketelitian yang
tinggi,sabar dalam melewati proses-proses yang di lakukan dalam pembenihan
tersebut dan lakukanlah pembenihan sebagai hobby bukan hanya sekedar mencari
keuntungan,karena jika kita hanya mengharapkan keuntungan maka kita akan
melakukan dengan menghalalkan cara yang salah,akan tetapi jika kita
memeliharanya dengan sepenuh hati maka dia akan mendapatkan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Lesmana D, S, dan Dermawan, I. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer.
Penebar Swadaya: Jakarta.

Liyana, S. H., Sari, L. A., & Agustono, A. (2019). EVALUASI PENGARUH


HORMON GONADOTROPIN PADA TINGKAT KEMATANGAN
GONAD IKAN BOTIA (CHROMOBOTIA MACRACANTHUS). Jurnal
Perikanan Pantura (JPP), 2(2), 96-105.

Nasution, S. H. 2000. Ikan hias air tawar Rainbow. Penebar Swadaya: Jakarta.
Hal 96.

Putra, H. F. E., Rahardjo, S. S. P., & Permana, A. (2017). Pemijahan Ikan Hias
Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) Secara Buatan dengan Injeksi
Hormon HCG (Human Chorionic Gonadothropin) dan LHRH-A
(Luteinizing Hormone Releasing Hormone Analog). Journal of
Aquaculture and Fish Health, 6(3), 101-106.

Satyani, D., N. Meilisza dan I. Solichah 2006. Gambaran Pertumbuhan Panjang


Benih Ikan Botia (Chrombotia macracanthus) Hasil Budidaya pada
Pemeliharaan dalam Sistem Hapa dengan Padat Penebaran 5 ekor per
liter. Lembaga Penelitian Balai Riset Budidaya Ikan Hias: Depok. Hal 8.

Subandiyah, S., Satyani, D., & Sugito, S. 2008. Embriogenesis Ikan Botia
(Chromobotia macracanthus) Hasil Pemijahan Buatan. Prosiding (BI-10,
1- 6). Seminar NasionalTahunan V. Hasil Penelitian Perikanan dan
Kelautan.

Suseno, D. 2000. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar Swadaya:


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai