DISUSUN OLEH
Ahmad Afriadi E1E019033
Icha Dewi Ardelia E1E019034
Permana Putra E1E019038
Fery Ronaldi E1E019047
Harly Rahma Febryanti E1E019048
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang hingga saat ini masih memberikan
nikmat dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan menyelesaikan makalah
yang berjudul ‘Teknik Pembenihan Ikan Botia’ dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam tidak lupa kita curahkan pada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
yang telah membimbing kita dari jalan gelap gulita menuju jalan yang terang
benderang dan karunia bagi hidup ini dan seluruh alam semesta.
Selain itu, kami selaku penulis sadar bahwa tugas yang saya buat masih
ditemukan banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
menerima kritik dan saran, untuk kemudian dapat menjadi pembelajaran lebih
baik kedepannya. Semoga tugas yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak serta pembaca sekalian.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Ikan hias merupakan salah satu ikan yang memiliki prospek penting dan
mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Indonesia mampu
melakukan penjualan senilai USD24 juta pada 2014 (KKP, 2014). Pasar yang
sangat luas baik dalam negeri terutama laur negeri, ikan hias menjadi prospek
yang baik terutama dikalangan penghobi hiasan ikan. Potensi Ikan hias di
Indonesia sangat besar spesies ikan hias Indonesia paling terbesar dan pengekspor
ke 5 terbesar. Ikan hias yang paling digemari oleh pasar yaitu ikan yang berwarna
cerah, bentuk unik dan mudah dipelihara. Ikan hias yang paling populer pada saat
ini yaitu arwana, ikan koki, ikan koi, ikan diskus dan ikan rainbow.
1.3 Tujuan
Tujuan dari dibuat makalah ini adalah untuk mengetahui atau mempelajari
mengenai ikan botia yang merupakan salah satu ikan hias yang terkenal di
Indonesia. Dengan mempelajari bagaimana klasifikasi, biologi ikan botia yang
berinformasikan mengenai morfologi dan habitat, serta teknik pembenihan dari
ikan botia itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
Ikan Botia memiliki bentuk tubuh memanjang dan pipih, perut hampir
lurus, posisi lengkung sirip punggung lebih depan daripada sirip perut,
memiliki empat pasang sungut. Warna dasar tubuh merah jingga kekuning-
kuningan, yang dibalut warna hitam di tiga tempat. Satu memotong di kepala
persis melintas di mata, di tengah tubuh agak lebar, terakhir di pangkal ekor
merambat sampai sirip punggung. Sirip ekor tebal terbagi dengan ujung
lancip, warna oranye dengan ujung kemerahan. Sirip anus hitam, dengan
tulang sirip kuning, sirip dada berwarna merah darah. Botia memiliki duri di
bagian bawah matanya.
Suseno dan Subandiah (2000) menyatakan bahwa ikan botia
(Chorombotia macracanthus) dapat tumbuh hingga mencapai panjang tubuh
sekitar 30 cm di lingkungan asli, namun pada akuarium tidak lebih dari 16 cm.
Cara membedakan induk jantan betina ikan dapat dilihat dari warna sisik atau
ukuran tubuh. Ikan jantan warna lebih cerah, sirip punggung lebih panjang,
kepala besar dan tubuh ramping, sedangkan ikan betina tubuh gemuk, warna
kurang cerah, sirip punggung biasa dan kepala agak runcing (Nasution, 2000).
Ikan botia banyak dijumpai di daerah sungai dengan kondisi air dengan
pH agak asam antara 5 - 7, kisaran suhu 24-30 oC dan perairan jernih dengan
batu-batuan dasar merupakan habitat ikan botia (Satyani dkk., 2006). Di alam,
ikan botia banyak ditemukan mulai dari hulu sampai ke muara, serta
berkumpul di dasar perairan tenang (tidak berarus deras) karena ikan ini
cenderung bergerombol. Menurut Satyani dkk., (2006), anak-anak ikan botia
hidup di daerah yang berarus lemah, substrat berupa lumpur dan kekeruhan
tinggi dengan kedalaman 5-10 m. Sementara induk berada di daerah berarus
kuat (hulu) yang jernih, substrat berpasir dan berbatu dengan kedalaman
maksimum adalah sekitar 2 m.
Ikan botia merupakan ikan peruaya yaitu beruaya dari habitat asuhan
(hilir) ke habitat induk (hulu). Ruaya mulai dilakukan seiring dengan adanya
perubahan kualitas air, pada saat benih ikan berukuran panjang >2 cm. Ruaya
mulai dilakukan pada pertengahan musim penghujan yaitu sekitar bulan
Januari jika musim penghujan dimulai pada bulan Oktober (Nurdawati dkk.,
2006). Ikan botia (Chromobotia macracanthus) merupakan ikan hias asli
perairan Indonesia yang berasal dari daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan,
namun penyebaran sampai dengan daerah barat Afrika, Eropa, dan Asia.
Daerah terbanyak adalah sungai dan rawa Asia Tenggara yakni Sumatera dan
Borneo (Lesmana, 2001).
Induk ikan botia sebanyak 40 ekor, dipelihara dalam 2 (dua) buah bak
bervolume 2 m3 masing-masing berisi 20 ekor induk dengan rasio
jantan:betina = 1:1. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan aerasi dan pompa
sirkulasi. Tutup bak yang berfungsi mengurangi sinar matahari yang masuk
dibuat dari fiberglas berwarna coklat. Wadah penetasan berupa bak beton
berukuran 4,75 m x 1,5 m x 0,9 m yang sebelumnya telah dibersihkan dan
telah berisi air dengan ketinggian air 80 cm. Air yang berada dalam bak beton
sebelumnya harus diendapkan selama 2 minggu agar kualitas air dalam bak
beton tersebut menjadi optimal untuk proses penetasan telur. Selanjutnya
dilakukan perangkaian alat-alat untuk proses penetasan telur berupa hapa,
corong penetasan, selang dan styrofoam.
2.4 Teknik Pembenihan Ikan Botia
2.4.1 Reproduksi
Botia yang sudah matang gonad akan berenang melawan arus menuju hulu
sungai yang berair dangkal. Disepanjang sungai yang dangkal dan jernih itu
induk botia akan memijah. Setelah memijah, ikan akan kembali ke hilir
mengikuti aliran sungai. Saat memijah, botia melepaskan semua telur –
telurnya secara serempak. Telur botia yang telah dibuahi akan menetas 14 –
26 jam setelah pembuahan. Benih ikan botia berkelompok dalam jumlah besar
sehingga mudah ditangkap. Botia mulai matang gonad setelah ukurannya ± 40
gram, untuk botia jantan dan untuk botia betina ± 70 gram, atau panjangnya
lebih dari 15 cm.
Pengamatan histologi gonad ikan botia yang dilakukan oleh Susanto (1996),
membagi tingkat kemetangan gonad (TKG) menjadi 6 fase, yaitu sebagai
berikut :
1. TKG 1. Sel telur baru mengalami perbanyakan dari sel epitel dan
membentukoogonia. Kumpulan oogeniaberbentuk bulat yang dilapisi oleh
satu dinding epitel. Sitoplasmanya berwarna merah jambu dengan nucleus
yang besar
2. TKG II. Ootgonia berkembang menjadi oositdenagn sitoplasma yang
bertambah besar dengan nucleus yang terletak ditengah – tengahnya.
Selama perkembangannya, oosit ditutupi satu baris epitel. Diameter oosit
berkisar antara 100 – 150 um.
3. TKG III. Fase ini adlah fase berkembangnya dinding sel. Oosit semakin
membesar dan inti sel mulai tampak. Sitoplasma yang berwarna biru
merupakan awal / persiapan vitelogenesis. Diameter telur antara 200 –
300um
4. TKG IV. Membrane inti mulai tampak berwarna terang, melingkari inti
sel. Inti berwarna merah jambu sedangkan sitoplasma berwarna biru yang
lebih terang dibandingkan pada TKG II dan III. Pada fase ini
vitelogenesis berlangsung dan mulai terbentuk granula dan vakuola pada
sitoplasma. Juga mulai terbentuk zona radiate yang berasal dari sel epitel.
Diameter telur antara 300 – 500 um.
5. TKG V. Pada fase ini nucleus tampak jelas dengan granula yang masih
kasar. Sitoplasma berwarna biru, sedangkan nucleus berwarna merah
jambu agak cerah dibandingkan dengan cairan yang mulai mengalami
deregerasi. Lapisan zona radiate tampak lebih jelas, tersusun dari sel
berbentuk kubus dan sel tiang. Diameter telur antara 500 – 600 um.
6. TKG VI. Fase ini merupakan fase maksimum perkembangna oosit, dimana
sudah mengalami perkembangna optimal dengan vakuola yang berukuran
besar dan jumlahnya sangat banyak. Nucleus serta granula tampak lebih
jelas, memenuhi sitoplasma. Dinding folikel terdiri atas zona radiate, teka
interna dan eksterna. Pada bagian tertentu dari teka terdapat epitel yang
menipis, membentuk mikrofil. Diameter telur mencapai kisaran antara
600 – 700 um.
Untuk merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk yang telah matang
gonad dilakukan dengan cara stimulasi yaitu dengan menyuntikan hormon
gonadotropin. Biasanya hormon yang sering digunakan untuk merangsang
pemijahan adalah “Ovaprim”. Ovaprim merupakan hormon GNRH dan
domperidon. Dosis yang digunakan dalam penyuntikan yaitu 1 ml/kg berat
induk. Penyuntikan biasanya dilakukan dua kali. Penyuntikan pertama
dilakukan bertujuan untuk pematangan sel telur dengan dosis 0,4 ml/kg.
Sedangkan penyuntikan kedua bertujuan untuk proses pemijahan dengan dosis
0,6 ml/kg.
Proses pemijahan buatan ikan botia di BPPBIH Depok, menggunakan
stimulasi hormon Human Chorionic Gonadotrophine (HCG) dan LHRH – a +
Antidopamin dengan nama dagang Ovaprim. HCG digunakan untuk induk
betina, sedangkan Ovaprim digunakan untuk induk jantan dan betina.
Penyuntikan induk betina menggunakan HCG dilakukan pertama kali.
Penyuntikan Ovaprim pada induk jantan dilakukan pada hari kedua yaitu 15
jam setelah penyuntikan induk betina menggunakan HCG. Untuk penyuntikan
induk betina menggunakan Ovaprim dilakukan pada hari kedua yaitu 24 jam
setelah penyuntikan pertama menggunakan HCG.
2.4.5 Stripping
2.4.6 Pembuahan
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Ikan Botia memiliki bentuk tubuh memanjang dan pipih, perut hampir
lurus, posisi lengkung sirip punggung lebih depan daripada sirip perut,
memiliki empat pasang sungut. Warna dasar tubuh merah jingga kekuning-
kuningan, yang dibalut warna hitam di tiga tempat. Satu memotong di kepala
persis melintas di mata, di tengah tubuh agak lebar, terakhir di pangkal ekor
merambat sampai sirip punggung. Sirip ekor tebal terbagi dengan ujung
lancip, warna oranye dengan ujung kemerahan. Sirip anus hitam, dengan
tulang sirip kuning, sirip dada berwarna merah darah. Botia memiliki duri di
bagian bawah matanya.Untuk memelihara ataupun membudidayakan ikan
botia ini tidakla mudah,karena ikan ini sangat rentan dan mudah stres bahkan
mati.ada banyak proses yang di lakukan dalam pembenihan ikan botia yaitu
reproduksi,pemeliharaan induk,seleksi induk,stimulasi hormon,stripping,
pembuahan, permanen larva, dan pemeliharaan larva.
3.2 Saran
Dalam pembenihan bibit ikan botia harus memiliki tingkat ketelitian yang
tinggi,sabar dalam melewati proses-proses yang di lakukan dalam pembenihan
tersebut dan lakukanlah pembenihan sebagai hobby bukan hanya sekedar mencari
keuntungan,karena jika kita hanya mengharapkan keuntungan maka kita akan
melakukan dengan menghalalkan cara yang salah,akan tetapi jika kita
memeliharanya dengan sepenuh hati maka dia akan mendapatkan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Lesmana D, S, dan Dermawan, I. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Nasution, S. H. 2000. Ikan hias air tawar Rainbow. Penebar Swadaya: Jakarta.
Hal 96.
Putra, H. F. E., Rahardjo, S. S. P., & Permana, A. (2017). Pemijahan Ikan Hias
Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) Secara Buatan dengan Injeksi
Hormon HCG (Human Chorionic Gonadothropin) dan LHRH-A
(Luteinizing Hormone Releasing Hormone Analog). Journal of
Aquaculture and Fish Health, 6(3), 101-106.
Subandiyah, S., Satyani, D., & Sugito, S. 2008. Embriogenesis Ikan Botia
(Chromobotia macracanthus) Hasil Pemijahan Buatan. Prosiding (BI-10,
1- 6). Seminar NasionalTahunan V. Hasil Penelitian Perikanan dan
Kelautan.