Disusun oleh :
Dosen Pengampu :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Jenis-Jenis Ikan Hias Air Tawar dan Laut" dengan
tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Budidaya Ikan Hias. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang jenis-jenis ikan hias air tawar dan laut bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Budidaya Ikan Hias.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
PENDAHULUAN
Ikan hias merupakan salah satu komoditi ekspor yang sangat menjanjikan. Selain
mudah untuk dibudidayakan, ikan hias juga tidak membutuhkan biaya yang tidak banyak saat
proses budidayanya. Alasan lain kenapa ikan hias patut untuk dibudidayakan adalah
permintaan pasar akan ikan hias yang semakin tinggi baik dari pasar dalam negeri maupun
mancanegara.
1.2 Tujuan
PEMBAHASAN
Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) merupakan ikan hias asli dari perairan
Sumatera dan Kalimantan dan sudah menjadi komoditas ekspor primadona ikan hias air tawar
selama puluhan tahun. Spesies ini dikenal juga dalam dunia perdagangan sebagai sebutan
clown loach atau tiger botia. Nama lokal ikan ini adalah ikan macan (Sumatera), gecubang
(Lampung), biju bana (Jambi), languli (Mahakam) (Suseno dan Subandiah, 2000).
Spesies yang nama daerahnya disebut sebagai ikan macan, bajubang atau langli
menurut tata nama dalam Nomenklatur Bleeker tahun 1852 botia dinamai Botia
macracanthus, tetapi oleh Kottelat (2006). Direvisi menjadi Chromobotia macracanthus.
Masih banyak sebenarnya jenis botia lain yang beredar di pasar ikan hias air tawar seperti
Botia hymenophysa yaitu botia yang sesuai warnanya disebut botia hijau yang juga menghuni
perairan Sumatera bagian Selatan, Botia /okahata yang berwarna perak dengan belang hitam
dikenal dengan botia India karena memang bersal dari sana. Botia modesta dari Kamboja
juga berwarna kekuningan dengan belang-b.elang hitam. Ada lagi spesies baru yang saat ini
termasuk digemari adalah Botia kubotai dari Myanmar. Namun demikian yang paling
terkenal dan paling cantik adalah Chromobotia macracanthus ini. Dalam (Satyani dan
Subarnia, 2008).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophsyi
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cobitidae
Subfamili : Botiinae
Menurut Weber and de Beaufort (1916) dalam Permana et al. (2011), ciri morfologi ikan
hias botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) dideskripsikan sebagai berikut:
1. Memiliki duri di belakang mata dengan pinggiran yang bebas dan dapat berdiri tegak saat
ikan stress.
2. Mulut mengarah ke bawah dan memiliki sungut berjumlah 8 buah; 4 buah di rostral, 2
buah pada mandibular symphysis, dan 2 buah yang lainnya berukuran kecil masing-
masing di sudut mulut. Bukaan mulut berbentuk sepatu kuda, bibir tebal dan berlamela
(semacam pelat tipis).
3. Posisi sirip punggung berada lebih depan daripada sirip perut. Semua sirip berwarna
merah darah dan memiliki rumus d.11; a.8; p.14-16 dan v.9.
4. Panjang tubuh ikan hias botia (chromobotia macracanthus) di alam bisa mencapai 30 cm
(12 inchi) (fishbase, 2007 dalam permana et al. 2011.
5. namun menurut axelrod and vordenwinkler (1972) dalam permana et al. (2011), apabila
di akuarium hanya ikan ini hanya mencapai ukuran 15-20 cm.
Bentuk tubuh ikan botia adalah bulat memanjang dan pipih, kepala agak meruncing pipih
ke arah mulut (seperti torpedo). Badan tidak bersisik, mulut agak kebawah dengan empat
pasang sungut di atasnya. Patil/duri di bawah mata yang akan keluar apabila merasa ada
bahaya. Sirip dada dan sirip perut/anal berpasangan, sirip punggung tunggal dan sirip ekor
bercagak (Satyani dan Subamia, 2008).
Warna ikan kuning cerah dengan tiga garis Iebar atau pita hitam Iebar. Pita pertama
melingkari kepala melewati mata, yang kedua dibagian depan sirip punggung dan yang ketiga
memotong sirip punggung bagian belakang sampai ke pangkal ekor. Sirip punggung
didominasi warna hitam dan sedikit oranye, sirip dada dan perut oranye dan hitam serta sirip
ekornya oranye terang (Satyani dan Subamia, 2008).
Berasal dari gugusan pulau sunda besar Kalimantan dan Sumatera. Pada awalnya hanya
terbatas pada sistem sungai Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng) dan
Kalimantan Timur (Kaltim) provinsi di bagian Indonesia termasuk Kapuas dan Kayan. Di
Sumatera itu ditemukan di saluran air timur dan selatan Jambi, Sumatera Selatan (Sumsel)
dan propinsi Lampung termasuk Batang Hari, Musi dan Tulang Bawang. Jenis serangkaian
dikumpulkan dari 'Palembang' dan 'Kwanten' di Sumatera, sebelumnya kemungkinan besar
mengacu pada Sungai Musi dan yang terakhir Kuantan Singingi, Provinsi Riau yang berarti
lembah Sungai Indragiri adalah kemungkinan tempat berkumpul. Populasi dari dua pulau
yang dikenal untuk menunjukkan perbedaan dalam struktur genetik, pola dan ukuran dewasa,
dan itu diduga bahwa ini mungkin berubah menjadi spesies yang berbeda jika studi rinci telah
dilakukan (Seriouslyfish, 2016).
Ikan botia merupakan ikan hias yang tinggal di dasar perairan (demersal) (Fishbase, 2007
dalam Permana et al. 2011). Habitat yang disukai ikan botia adalah perairan yang agak tenang
dengan arus yang relatif kecil, jernih, serta daerah yang tersedia banyak berbatu atau “napal”
(Kamal, 1992 dalam Permana et al. 2011) dan berpasir didasarnya, lembut serta memiliki
kandungan oksigen yang kaya (Grzimex, 1968 Kamal, 1992 dalam Permana et al. 2011)
dengan pH berkisar 5-8 dan suhu 25º-30ºC (Fishbase, 2007 Kamal, 1992 dalam Permana et
al. 2011).
Ikan hias botia termasuk golongan ikan yang melakukan migrasi ke hulu sungai untuk
memijah (Rohman, 1994 dalam Permana et al. 2011).
Pada saat induk ikan hias botia memijah di daerah hulu, telur-telur yang dilepaskan
akan terbawa hanyut ke hilir dan kemudian menetas dalam perjalanan menuju ke arah rawa
banjiran (flood plain) (komunikasi pribadi dengan Sudarto). Setelah menjadi benih ukuran 2
inchi, anak-anak ikan botia ini akan melakukan migrasi mudik meninggalkan daerah hilir
melawan arus menuju daerah pembesaran (komunikasi pribadi dengan Pouyaud & Kamal).
Anak-anak ikan hias botia banyak ditangkap saat musim hujan pada bulan Oktober sampai
Januari yang mengindikasikan bahwa pada saat tersebut ikan botia memijah di alam (Satyani
et al., 2006 dalam Permana et al. 2011).
Pemijahan di lingkungan budidaya sampai saat ini masih secara buatan menggunakan
stimulasi hormonal (Permana et al. 2011).
Di alam spesies ini bermigrasi saat memijah, bergerak dari saluran sungai utama
menuju ke anak sungai kecil yang ada di sekitarnya, yaitu berupa dataran banjir yang
sementara terendam selama musim hujan (Seriouslyfish, 2016c).
Gerakan-gerakan ini biasanya dimulai pada bulan September dengan pemijahan yang
biasanya terjadi pada akhir September atau awal Oktober, meskipun waktu ini mulai bergeser
seiring dengan perubahan iklim (Evers, 2009 dalam Seriouslyfish, 2016c).
Jouvenil ikan botia tinggal di daerah banjir sampai air mulai surut pada saat mana
mereka biasanya berukuran sekitar 30 mm SL. Mereka kemudian pindah ke anak sungai kecil
sampai cukup besar untuk menyelesaikan perjalanan mereka ke dalam saluran utama di mana
mereka tetap sampai dewasa secara seksual dan mampu melakukan migrasi pemijahan
mereka sendiri (Seriouslyfish, 2016c).
A. Klasifikasi
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Cypriniformes
Famili: Cyprinidae
Genus: Puntius
Spesies: P. tetrazona
B. Morfologi
Ikan yang berukuran kecil, dengan panjang total (beserta ekor) mencapai 70mm.
Tubuh berwarna kekuningan dengan empat pita tegak berwarna gelap; pita yang pertama
melewati mata dan yang terakhir pada pangkal ekor. Gurat sisi tak sempurna, 22-25 buah
dengan hanya 8-9 sisik terdepan yang berpori. Batang ekor dikelilingi 12 sisik. Tinggi tubuh
sekitar setengah kali panjang standar (tanpa ekor). Sekitar mulutnya, sirip perut dan ekor
berwarna kemerahan. Sirip punggung dan sirip dubur berwarna hitam, namun warna hitam
pada sirip punggung dibatasi oleh garis merah. Jenis yang diperdagangkan, selain yang
berwarna kekuningan, ada pula individu yang kemerahan, kehijauan dan albino. Jenis yang
berwarna kehijauan, yang sebetulnya adalah gejala melanisme pada ikan sumatra, dan yang
berwarna albino merupakan hasil dari pembiakan selektif dalam penangkaran untuk
meningkatkan nilai jual ikan ini.
A. Klasifikasi
Ikan discus merupakan salah satu ikan hias air tawar introduksi dari Sungai Amazon,
Amerika Latin, dan mempunyai klasifkasi sebagai berikut (Lingga & Susanto, 1986 dalam
Kusrini dan Priono, 2011) :
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Actinopterygii
Ordo : Percomorphoidei
Subordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Symphysodon
Spesies : Symphysodon discus
Ciri morfologi ikan discus secara umum berbentuk pipih bundar seperti cakram “disc”
dengan ikan bawal. Warna dasar badannya coklat kemerahan, terdapat garis - garis berombak
yang beraneka rupa tidak teratur mulai dari dahi sampai samping perut. Pada kepala dan
badannya terpotong menjadi sembilan garis tegak. Tiga garis di antaranya nampak jelas,
sedangkan untuk enam garis terlihat samar-samar. Badannya mempunyai garis tengah paling
besar yaitu sampai 15 cm dan mempunyai mata yang selalu merah. Sesuai dengan warna
badannya ada beberapa varietas discus di antaranya adalah (Anonim, 2010 dalam Kusrini dan
Priono, 2011):
Jenis discus tersebut mempunyai ciri-ciri garis pertama, kelima, dan kesembilan tampak
sangat jelas, badan berbentuk harmonis, warna dasar badan adalah coklat hijau sampai coklat
merah dan coklat biru. Garis - garis horizontal berwarna kelabu biru sampai hijau toska
(torquise).
Ciri-ciri morfologi yang sangat jelas pada discus jenis ini adalah warna dasar badan
beragam, dari kuning sampai coklat dan merah, dijumpai sejumlah kecil marking pada
kepala, nape, dan sirip anal.
Secara morfologi discus ini berwarna hijau coklat sampai biru disertai dengan bintik-
bintik merah pada badannya. Sirip anal berwarna hijau biru dengan bintik - bintik merah dan
bercak-bercak halus.
Badan ikan discus jenis ini mempunyai badan dengan warna dasar biru atau coklat
hingga biru dan atau hijau toska, garis-garis horizontal berwarna hijau toska dengan lebar
beragam. Saat ini sudah puluhan variasi warna ikan hias discus seperti sunrise (merah),
albino (putih), dan lain-lain.
Habitat ikan discus adalah pada suhu sekitar 25°C- 30°C, dengan kisaran pH yang cukup
luas namun cenderung asam yaitu 5-6,5 dan kekerasan air lunak antara 3°dH- 5°dH. Menurut
pendapat sejumlah pembudidaya, akuarium untuk discus harus dijaga pada suhu 26°C-31°C.
Suhu optimal untuk discus dewasa adalah 29°C, sedangkan larva discus harus dijaga pada
suhu 31°C. Pada kenyataannya discus dapat tumbuh dengan baik di akuarium yang penuh
cahaya sama seperti ikan-ikan hias air tawar tropis lainnya (Kusrini dan Priono, 2011).
Ikan discus di alam merupakan ikan omnivora oportunistik yang memakan invertebrata
serta tumbuhan. Dalam pemeliharaan di akuarium ataupun tanki dapat diberi pakan alami
yang berupa cacing, kutu air, ataupun pelet sebagai pakan tambahan. Pakan untuk induk yang
berfungsi untuk mematangkan gonad adalah cacing darah, jentik nyamuk (Kusrini dan
Priono, 2011).
Telur biasanya diletakkan pada substrat Telur dan larva ikan discus tidak dapat
dipisahkan dari induknya. Larva akan tetap menempel pada induk-induknya sampai sekitar
satu minggu karena makanan yang dimakan adalah lendir-lendir pada badan induk tersebut.
Hal tersebut berlangsung sampai 21 hari walaupun dapat diberi pakan tambahan berupa
Artemia atau pakan larva lainnya (Zein, 2010 dalam Kusrini dan Priono, 2011).
Menurut Lesmana & Dermawan (2001) dalam Kusrini dan Priono (2011), dalam
beberapa hal induk-induk yang masih mengasuh larva, dapat memakan anakannya sendiri
bila stres. Oleh karena itu, dalam pemeliharaan larva dibuat sekat pembatas antara induk dan
larva. Selain makan dari lendir induk, pada saat larva sudah berenang dapat ditambahkan
dengan pakan alami berupa artemia dan kutu air. Untuk menghindari induk maka arahnya
dapat dilakukan dengan sistem “inang asuh” yaitu dicarikan induk khusus yang tidak suka
makan anaknya.
Kondisi yang demikian rumit dalam memijahkan ikan discus tersebut sehingga benih
yang dihasilkan sangat sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut, inovasi praktisi pembudidaya
ikan discus telah menemukan pakan buatan untuk larva yang menyerupai lendir ikan sebagai
pengganti lendir induk. Larva atau burayak setelah menetas tidak lagi diasuh oleh induknya,
tetapi diberi pakan lendir buatan (Kusrini dan Priono, 2011).
Pola reproduksi ikan discus seperti halnya ikan siklid yang lain, yaitu dipasangkan (satu
pasang dalam satu wadah)(Kusrini dan Priono, 2011).
Telur biasanya diletakkan pada substrat. Substrat dapat dibuat dari paralon yang
diletakkan pada pojok akuarium dengan posisi berdiri. Telur yang diletakkan oleh induk di
dalam substrat akan menetas sekitar 2-3 hari. Selama 6 hari larva tersebut masih mempunyai
kuning telur. Setelah kuning telur habis larva akan berenang ke permukaan air. Pada saat
itulah larva diangkat dan dipindahkan ke dalam baskom yang telah dilengkapi dengan aerasi
dan diberi pakan buatan. Apabila tidak diangkat akan langsung menempel ke badan induknya
Kusrini dan Priono, 2011).
Menurut Zein (2010) dalam Kusrini dan Priono, (2011) , bahan dasar yang digunakan
untuk membuat pakan larva buatan adalah dua butir telur ayam, satu butir direbus dan satu
butir mentah. Kedua butir telur diambil kuningnya, dan diaduk merata sampai terlihat seperti
lendir. Selanjutnya adonan telur tersebut dibekukan, dan penggunaan sedikit demi sedikit
dioleskan pada paralon. Pipa paralon berukuran satu inci dibuat setinggi baskom dan
dibersihkan. Pakan dioleskan sedikit demi sedikit ke permukaan potongan paralon tersebut
sampai rata dan tipis. Selanjutnya paralon tersebut dibiarkan sampai kering sekitar 3 menit,
kemudian diletakkan di dalam baskom tempat burayak dengan tegak lurus.
Selanjutnya dikatakan oleh Zein (2010) dalam Kusrini dan Priono, (2011), larva yang
diberi pakan buatan langsung menempel pada paralon tersebut seolah-olah induknya. Larva
dibiarkan memakan lendir sekitar satu jam dan setelah habis pakan, paralon diangkat dan
dibersihkan kembali untuk dioleskan pakan kembali. Hal tersebut dilakukan secara berulang-
ulang sampai malam hari. Sisa pakan yang berjatuhan di baskom disipon agar tidak menjadi
racun bagi larva. Pada hari berikutnya larva diperlakukan kembali diberi pakan buatan
tersebut. Pemberian pakan buatan tersebut dilakukan sampai 4 hari, selanjutnya hari kelima
selain diberi pakan buatan sudah diperkenalkan pakan tambahan yaitu Artemia. Larva umur
10 hari sudah mulai diberikan pakan alami berupa Daphnia atau kutu air selanjutnya setelah
larva berumur tiga minggu sudah mulai diberi makan cacing darah atau cacing sutra.
Ikan discus termasuk salah satu golongan ikan hias mahal (ukuran 1 inci seharga Rp
7.000,-; jenis Marlboro ukuran 3 inci mencapai harga Rp 50.000,-; sedangkan kualitas ekspor
ukuran 4 inci dapat mencapai harga Rp 150.000,-) dan eksotis khususnya untuk ikan
introduksi (Kusrini dan Priono, 2011). Melihat hal itu, pekembangan budidaya ikan discus
dapat sangant mengunkungkan.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Upaphylum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scaridae
Genus : Scarus
Species : Scarus croicensis
Morfologi umum ikan Kakatua (Scaridae). Karakteristik utama: bentuk badan oblong
dan kompres, bagian kepala bundar, gigi menjadi satu seperti gigi burung Kakatua. badan
umumnya oblong (segi empat) dan pipih. Gigi pada rahang menyatu seperti pada burung
Kakatua. Mulut kecil; sisik cycloid berukuran besar. Sirip ekor bervariasi dari bundar
(rounded) sampai lunate, namun tidak sampai bercagak (forked). Warna bervariasi dan
beragam sesuai dengan habitatnya pada Terumbu Karang. Nama lokal: Kerotong, Angke,
Bayan, Perencong. Spesies yang paling terkenal sebagai ikan Kakatua adalah Bolbometopon
muricatum.
Semua jenis ikan Kakatua hidup pada habitat Terumbu Karang di sekitar pantai
sampai kedalaman 30 m. Termasuk ikan jenis ikan demersal dan bersifat herbivor, ikan ini
sering memakan Alga yang menempel pada karang mati. Karena giginya yang kuat, ikan ini
memakan Alga bersama karang. Kotorannya sering membentuk pasir laut.
Ikan cantik ini berasal dari Kepulauan Banggai, Indonesia. Ikan Banggai merupakan
salah satu ikan akuarium paling populer dan salah satu dari beberapa ikan laut yang sekarang
secara teratur dibesarkan di penangkaran. Sayangnya, ikan ini sekarang sudah terancam
punah di alam liar karena penangkapan yang berlebihan. Dalam proses perkembang
biakkannya, ikan Banggai memiliki kebiasaan yang sedikit berbeda dari keumuman ikan-ikan
lain. Apabila ikan-ikan lainnya ketika berkembangbiak, betina yang bertelur dan jantan yang
menjaga telurnya. Namun untuk ikan Banggai ini kebiasaan tersebut tidak berlaku, ikan
Banggai jantan maupun betina akan saling bergantian dalam mengurus telur-telurnya.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Apogonidae
Genus : Pterapogon
Species : Pterapogon kauderni
Nama
: Banggai Cardinal Fish
Umum
Nama
: Ikan Capungan Banggai, Ikan Bibisan, Ikan Banggai Kardinal
Lokal
Ikan Banggai Cardinal Fish adalah ikan hias asli Indonesia dan hanya ditemukan di
perairan Kab. Banggai, Sulawesi Tengah. Karena keunikan dan keendemikan yang
dimilikinya, ikan ini memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Ikan Capungan Banggai
(Pterapogon kauderni) mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
1. Tubuhnya berwarna keperakan dan berbentuk pipih dengan ekor terbelah dua;
2. Panjang tubuh dari ujung mulut sampai panjang cagak (fork length/fl) berkisar antara
1,2 – 7,9 cm;
3. Terdapat tiga garis hitam pekat menyilang di bagian kepala dan badan mulai dari tepi
atas sampai bagian bawah sirip dorsal dan anal;
4. Terdapat totol-totol putih pada bagian tubuhnya;
5. Sirip punggung relatif panjang dan sirip ekornya membentuk cabang yang dalam;
6. Mulutnya lebar sampai melewati garis vertikal pertengahan pupil; dan
7. Rongga mulut jantan lebih besar dari betina.
Banggai Cardinal Fish hidup bersimbiosis dengan bulu babi (Diadema setosum) yang
umumnya terdapat di perairan pantai. Simbiosis dilakukan dengan cara mengupayakan agar
garis hitam pekat pada tubuh mereka membaur membentuk garis lurus dengan salah satu duri
bulu babi yang bertujuan untuk penyamaran dan perlindungan dari serangan predator. Selain
bulu babi, ikan ini juga memiliki tempat perlindungan lain yaitu anemon laut dengan cara
memanfaatkan tubuh mereka yang kecil agar dapat menyelinap diantara helaian anemon
laut. Ciri-ciri Bio-ekologi:
1. Ikan Capungan Banggai hidup berkelompok dalam grup antara 4-30 ekor per
kelompoknya;
2. Umumnya dijumpai pada hamparan padang lamun Enhalus acoroides di dalam teluk
yang tenang;
3. Lebih sering ditemukan pada kedalaman antara 0,5-2,5 m;
4. Menjadikan bulu babi (Diadema setosum) dan anemon sebagai mikro habitat.
Ikan ini memiliki nama ilmiah Paracheirodon innesi dan habitatnya banyak yang
tinggal di daerah kolombia dan peru. Neon Tetra merupakan ikan yang dikenal dengan
kekhasan warna keemasan bergaris tipis berwarna biru menyerupai lampu neon dibagian
tubuh belakang hingga ke bagian dekat mata.
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Chariciformes
Famili : Characidae
Genus : Paracheirodon
Ikan neon tetra memiliki warna bervariasi dan berbeda, namun memiliki ciri khas
bagian mata hingga pangkal perut bagian belakang berwarna perak yang bergaris secara
horizontal. Memiliki struktur tubuh relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan ikan hias air
tawar lainnya. Selain itu, ikan neon tetra memiliki panjang tubuh sekitar 1-3 cm dengan sirip
punggung dan sirip bagian perut bawah halus tranparan berwarna putih bening serta bagian
pangkal ekor berwarna bening, namun terdapat warna lain dibagian pangkal tersebut dengan
warna merah terang, biru terang dan juga lainnya.
Catatan Tambahan : ikan neon tetra ini merupakan ikan omnivora yang akan
mengkonsumsi semua makanan besar maupun kecil, sehingga hal ini harus diperhatikan
untuk menjaga kelancaran pencernaan ikan neon tetra tersebut. Sebaiknya, pakan yang baik
dikonsumsi ikan ini dapat mudah larut dan juga mudah di hancurkan seperti udang air garam,
daphina, tubifek, cacing kawat ( halus ), pelet buatan dan lainnya.
D. Cara memelihara ikan hias air laut Beberapa trik yang harus diperhatikan untuk
memelihara ikan hias laut di aquarium:
1. Aquarium diisi air laut sesuai kapasitasnya dan dibiarkan beberapa hari sampai airnya
betul-betul stabil. Untuk awal anda bisa mememasukkan beberapa ekor ikan betok ambon
atau blue devil karena disamping ikan ini termasuk kuat juga harganya relatif murah.
2. Sebelum memasukkan ikan kedalam aquarium terlebih dahulu diaklimatisasi dengan
tujuan untuk penyesuaian ikan dengan lingkungan barunya. Caranya ambangkan kantong
plastic yang berisi ikan di aquarium selama 20 menit agar suhu dalam kantong plastic
dengan suhu aquarium sama kemudia kantong plastic dibuka dan diisi air aquarium
sedikit-sedikit agar salinitas atau kadar garamnya juga sesuai baru kemudian ikannya
dimasukkan kedalam aquarium. Hal ini dilakukan untuk mencegah ikan stress yang pada
akhirnya mudah diserang penyakit.
3. Jumlah ikan disesuaikan dengan kapasitas aquarium, intinya semakin banyak ikan di
dalam aquarium, semakin cepat pula rusak kualitas airnya, hal ini disebabkan karena sisa
pakan dan kotoran ikan menumpuk.
4. Pompa aquarium harus disesuaikan dengan kapasitas aquarium agar arus yang
ditimbulkan tidak menyebabkan ikan stress.
5. Sebaiknya menggunakan protein skimmer yang berfungsi untuk memeisahkan bahan
organic di dalam air sehingga kualitas air dapat dijaga.
6. Pemberian pakan sebaiknya cukup 1 kali sehari dan secukupnya karena makanan
berlebihan dapat merusak kualitas air dalam aquarium.
7. Lengkapi aquarium dengan udang pellet atau udang banded coral karena udang ini adalah
udang pembersih dimana udang ini dapat membersihkan parasite pada ikan terutama
Whitespot (bintik-putih).
8. Salah satu masalah paling merepotkan dalam memelihara akuarium laut adalah pasir yang
biasanya akan ditumbuhi lumut coklat. Ini membuat akuarium terlihat kotor, dan biasanya
pembersihannya agak sulit. Solusinya sederhana. ikan jabing (lawnmower blenny) akan
membersihkan dasar pasir dari lumut kecoklatan karena dia senang memakan lumut itu.
Ikan ini sekarang populer di kalangan hobiis karena tingkahnya yang unik dan menarik.
Pilih yang kecil, karena kalau besar akan membuat pasir berantakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ikan hias merupakan salah satu komoditi ekspor yang sangat menjanjikan. Selain
mudah untuk dibudidayakan, ikan hias juga tidak membutuhkan biaya yang tidak banyak saat
proses budidayanya. Alasan lain kenapa ikan hias patut untuk dibudidayakan adalah
permintaan pasar akan ikan hias yang semakin tinggi baik dari pasar dalam negeri maupun
mancanegara.
Adapun contoh ikan hias air tawar seperti: ikan botia, ikan tiger barb sumatera dan
ikan discus. Dan untuk contoh ikan hias air laut yaitu ada ikan kakaktua fish, banggai fish dan
neon tetra..
DAFTAR PUSTAKA
Makalah Budidaya Ikan Hias - PDFCOFFEE.COM. (2022). Diakses 12 March 2022, dari
https://pdfcoffee.com/makalah-budidaya-ikan-hias-10-pdf-free.html
Makalah Ikan Hias Air Laut - PDFCOFFEE.COM. (2022). Diakses 12 March 2022, dari
https://pdfcoffee.com/makalah-ikan-hias-air-laut-pdf-free.html
Ikan Kakatua; Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll. (2022). Diakses 12 March 2022, dari
https://www.melekperikanan.com/2020/02/habitat-morfologi-dan-klasifikasi-ikan_26.html
KKP | Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2022). Diakses 12 March 2022, dari
https://kkp.go.id/djprl/bpsplDiaksesng/page/329-banggai-cardinal-fish
Ikan Botia; Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll. (2022). Diakses 12 March 2022, dari
https://www.melekperikanan.com/2020/05/morfologi-dll-ikan-botia.html
Ikan barb sumatra hidup alami di Hutan Harapan - Masyarakat Iktiologi Indonesia. (2016).
Diakses 12 March 2022, dari http://iktiologi-indonesia.org/ikan-barb-sumatra-hidup-alami-di-
hutan-harapan/
Ikan sumatra - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (2022). Diakses 12 March
2022, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_sumatra
https://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan-morfologi-ikan-neon-tetra-paracheirodon-innesi/