Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN PANGAN

IKAN TUNA
Dosen Pengampu: Ir. Mohammad Sabariman, M.Si

Kelompok 6:

Maria Venna Ruban (2021349001)

Shabrina Ayu Aprilia (2020340048)

Tri Wijayanti (2021347001)

Leny Afriyani Pardosi (2021340012)

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SAHID


JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat memenuhi tugas Pengetahuan Bahan Pangan.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 21 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 3
II. KARAKTERISTIK FISIK IKAN TUNA .................................................................. 5
III. KARAKTERISTIK KIMIA IKAN TUNA ................................................................ 7
IV. KARAKERISTIK MIKROBIOLOGI IKAN TUNA.............................................. 11
V. STANDAR MUTU IKAN TUNA ........................................................................... 13
VI. KESIMPULAN ........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16
I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi kelautan yang


sangat besar dan produksi perikanan peringkat ke-13 terbesar di dunia (Ronny,
2011). Walaupun demikian, angka tingkat konsumsi ikan Indonesia masih sangat
rendah bahkan berada di bawah Malaysia. Padahal jumlah penduduk Indonesia
yang 237 juta jiwa jauh lebih banyak jika dibandingkan Malaysia yang hanya
berpenduduk 27 juta jiwa.

Menurut hasil perhitungan, angka konsumsi ikan Indonesia yaitu 30,47


kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia angka konsumsi ikannya 45 kg/kapita/tahun
(Ronny, 2011). Menurut Harianto (2012), data perikanan hasil tangkapan di DIY
menunjukkan kecenderung peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008
sebesar 415 ton, tahun 2009 sebesar 750 ton dan pada tahun 2010 sebesar 750
ton. Data perikanan untuk ekspor masih sangat minim. Berdasarkan data yang
ada, sejak tahun 2003-2009 tidak ada hasil perikanan Indonesia yang diekspor
namun pada tahun 2010, dilakukan ekspor hanya sebesar 1 ton selama satu tahun
(Harianto, 2012).

Sumberdaya ikan laut di Indonesia dikelompokkan menjadi sumberdaya


ikan pelagis. Sumberdaya ikan pelagis penyebarannya terutama di perairan dekat
pantai, saat terjadi proses kenaikan massa air laut (upwelling) karena makanan
utamanya adalah plankton. Sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang
sangat besar sehingga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang cukup
melimpah di perairan Indonesia. Perairan Samudera Hindia di sebelah selatan
Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara merupakan daerah pemijahan dari beberapa jenis
tuna. Ikan ini biasanya bermigrasi ke perairan selatan Jawa dan Bali (Panjaitan,
1965). Ikan tuna merupakan jenis ikan pelagis yang banyak ditangkap di perairan
Indonesia. Penyebaran ikan-ikan tuna di kawasan barat Indonesia terutama
terdapat di Samudera Hindia. Di perairan ini terjadi percampuran antara tuna
lapisan dalam dengan tuna permukaan. Jenis ikan yang banyak tertangkap di
wilayah barat Indonesia adalah cakalang dan madidihang.

Karena tingkat konsumsi dan tingkat penyebaran yang cukup luas, perlu
diketahui kualitas ikan tuna yang baik untuk dikonsumsi, mulai dari karakteristik

3
fisik, kimia, dan mikrobiologi. Selain itu perlu juga untuk mengetahui standar mutu
dari ikan tuna demi memastikan kualitas ikan terbaik untuk konsumsi.

4
II. KARAKTERISTIK FISIK IKAN TUNA

Ikan tuna memiliki bentuk tubuh уаng sedikit banyak mirip dеngаn torpedo,
disebut fusiform, sedikit memipih dі sisi-sisinya dan dеngаn moncong meruncing.
Sirip punggung (dorsal) dua berkas, sirip punggung pertama berukuran relatif kecil
dan terpisah dаrі sirip punggung kedua.

Gambar 1. Ikan Tuna

Scrombidae merupakan keluarga ikan tuna, ikan tuna merupakan grup dari
beberapa jenis ikan yang terdiri dari, tuna besar (Yellowfin tuna, bigeye, southern
bluefin tuna, albacore) dan ikan mirip tuna (tuna-like species), yaitu marlin, sailfish,
dan swordfish.

Dari jenis tuna tersebut diatas, berikut ini adalah jenis tuna yang saat ini paling
komersial di dunia meliputi :

1. Albacore: jenis yang mempunyai lemak tinggi, kaya asam lemak omega 3,
mempunyai daging paling ringan, berwarna putih dengan bercak merah
muda dan satu-satunya jenis tuna yang berdaging putih. Dengan aroma
yang sedang, membuat ikan jenis ini menjadi bahan pengalengan tuna
termahal.

5
2. Yellowfin: disebut ahi di Hawaii, ukurannya lebih besar daripada Albacore,
dan dapat mencapai 150 kg. Warna daging merah muda dan pucat,
sehingga disebut light dengan bau relatif lebih tajam dibandingkan
Albacore.

3. Bluefin: berukuran terbesar diantara jenis tuna dan beratnya bisa lebih dari
500 kg. Bluefin muda mempunyai daging yang lebih ringan dan bau yang
lebih lembut, sedangkan yang telah dewasa mempunyai daging berwarna
merah gelap dan bau khas. Bluefin digunakan sebagai bahan sashimi dan
sushi serta tidak dikalengkan. Umumnya mempunyai harga termahal dan
dipasarkan dalam bentuk segar.

4. Skipjack: dagingnya mirip Yellowfin, beratnya dapat mencapai 20 kg, tetapi


umumnya hanya sekitar 3 – 4 kg. Jenis ini merupakan jenis yang paling
populer sebagai bahan pengalengan tuna. Di beberapa tempat, jenis ikan
ini disebut sebagai arctic bonito, oceanic water, watermelon atau akii
(Hawaii).

5. Bigeye: disebut juga ahi di Hawaii karena tampilannya mirip dengan


Yellowfin dengan berat mencapai sekitar 75 – 125 kg. Bigeye seringkali
juga digunakan sebagai bahan sashimi atau sushi karena baunya yang
lembut dan kandungan lemaknya sedang.

6
III. KARAKTERISTIK KIMIA IKAN TUNA

Ikan tuna mengandung gizi yang tinggi yaitu protein, pada 100 gram ikan
berkisar 22,6 – 26 gram, dan lemak pada 100 gram ikan lebih rendah yaitu 0,2-
2,7 gram. Tubuh ikan tuna 50-60% bagiannya dapat dikonsumsi, selain protein
dan lemak yang tinggi kandungan senyawa lain seperti Fe, P, Ca, vitamin B dan
vitamin A (Stansby, 1963).

Komposisi kimia atau zat gizi suatu bahan sangat penting untuk diketahui
pada bahan baku yang akan dijadikan sebuah produk. Metode yang dilakukan
untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan adalah analisis proksimat.

Kadar Air

Kadar air menujukan banyaknya air yang terkandung pada suatu bahan
pangan. Air merupakan sumber komponen penting dalam bahan makanan yang
dapat memengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa makanan. Waleed dan
Hawarry (2012) menyatakan kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan
daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut. Kadar air yang terdapat
pada suatu bahan pangan sangat berisiko tinggi sebagai sarana pertumbuhan
bakteri pembusuk. Menurut penelitian Hadinoto dan Idrus (2018) kadar air pada
ikan tuna sirip kuning berkisar antara 72,33%.

Kadar Abu

Kadar abu didefinisikan sebagai residu yang dihasilkan pada proses


pembakaran bahan organik, berupa senyawa anorganik dalam bentuk oksida,
garam dan juga mineral. Kadar abu yang terkandung dalam tubuh ikan dipengaruhi
oleh kandungan mineral yang terdapat pada habitat ikan hidup (Suwandi et al.
2014). Ikan tuna sirip kuning memiliki kadar abu sebesar 0,60%

Kadar Lemak

Lemak adalah molekul biologi berupa senyawa organik heterogen yang


terdapat di alam dan bersifat relatif tidak larut dalam air namun dapat larut dalam
senyawa organik non polar. Lemak merupakan suatu ester trigliserida (TG) dari
gliserol yang terkait dengan rantai utama (Winarno 2008). Kandungan lemak
diketahui dengan melakukan analisis lemak. Hadinoto dan Idrus (2018) dalam

7
penelitiannya mengatakan kadar lemak ikan tuna sirip kuning sebesar 0.51%.
Lokasi penyimpanan lemak terutama dalam tubuh adalah otot dan hati, ada juga
yang tersimpan sebagai lemak mesentrik (Sheridan 1998). Kandungan lemak
dalam otot ikan sangat bervariasi hal ini sangat bergantung pada spesies, umur,
pemijahan, pakan dan tipe otot (Gehring et al. 2009). Kadar lemak turun selama
proses dan penyimpanan beku karena hilangnya fraksi trigliserida yang
disebabkan oleh oksidasi lemak (Mazrouh 2015). Secci and Giuliana (2016)
menyatakan oksidasi lemak merupakan peristiwa yang sangat kompleks dan
penting mempengaruhi kualitas makanan terutama bahan makanan yang
mengandung lemak tak jenuh tinggi. Ikan merupakan sumber utama asam lemak
tak jenuh yang sangat rentan terhadap proses degradasi seperti oksidasi.
Rodriquez et al. (2009) menyatakan bahwa hidrolisis lemak dan oksidasi dapat
digambarkan menurut evolusi indeks kualitas yang berbeda terkait kerusakan dan
disimpulkan bahwa enzim endogenous (hidrolitik dan oksidatif) masih aktif
dibawah kondisi penyimpanan beku.

Kadar Protein

Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O,


dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Protein memiliki peranan
yang penting bagi tubuh. Protein berfungsi sebagai pembangun struktur,
biokatalis, sumber energi, penyangga racun, dan pengatur pH. Hadinoto dan Idrus
(2018) dalam penelitiannya mengatakan kadar protein ikan tuna sirip kuning
sebesar 28.34%. Penurunan protein pada pada produk pangan yang disimpan
pada suhu beku dapat disebabkan oleh denaturasi. Penyimpanan beku pada ikan
dapat mengalami berbagai perubahan seperti denaturasi dan agregasi protein
miofibril yang menyebabkan perubahan sifat fungsional protein daging, termasuk
penurunan water holding capacity. Penyimpanan beku pada ikan menyebabkan
sebagian dari ikatan protein-air yang terdapat pada jaringan ikan segar digantikan
oleh interaksi protein-protein, sehingga pada waktu sentrifugasi (determinasi water
holding capacity) lebih banyak cairan yang keluar dari daging ikan (Hasan et al.
2016). Penurunan kadar protein juga dapat disebabkan oleh aktifitas enzim
proteolitik yang dapat memecah jaringan otot menjadi senyawa yang lebih
sederhana serta mendegradasi jaringan otot pada tubuh ikan. Perbedaan kadar

8
protein juga dapat disebabkan oleh jenis makanan, bentuk tubuh serta adanya
perbedaan tingkat kadar air yang berbeda-beda. (Junianto 2003).

Asam Amino

Penelitian yang dilakukan oleh Peng et al. (2013) yang menyatakan asam
amino tertinggi pada ikan tuna sirip kuning yaitu leusina dan lisina. Rosa dan
Nunes (2014) menyatakan bahwa leusina berfungsi dalam menjaga sistem imun,
memacu fungsi otak dan menambah tingkat energi otot, dan menurunkan kadar
gula darah yang berlebih. Asam amino jenis lisina sangat 18 bermanfaat bagi
tubuh manusia, karena merupakan bahan dasar antibodi darah. Asam amino
arginina, lisina, dan leusina adalah asam amino esensial yang penting dari hewan
perairan.

Asam Lemak

Hasil analisis asam lemak yang dilakukan oleh Peng et al. (2013)
menunjukkan bahwa ikan tuna sirip kuning mengandung 10 jenis asam lemak.
Sepuluh jenis asam lemak tersebut terdiri atas 6 jenis asam lemak jenuh (SFA), 3
jenis asam lemak tak jenuh tunggal, dan 1 jenis asam lemak jenuh jamak.
Komponen asam lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA) yang
terdapat dalam penelitian terdiri dari DHA. Asam lemak tak jenuh tunggal tunggal
(Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) yang terdapat dalam penelitian meliputi
asam lemak oleat, asam lemak palmitoleat, dan asam lemak eikosenoat. Asam
lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) yang terdapat dalam penelitian meiliputi
asam lemak laurat, asam lemak miristat, asam lemak palmitat, asam lemak
stearat, asam lemak behenik, dan asam lemak lignoserat.

Komposisi Vitamin

Vitamin didefinisikan sebagai zat-zat organik kompleks yang bermanfaat


untuk metabolisme tubuh dan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit.
Tubuh hanya membutuhkan sedikit vitamin untuk kesehatan dan pertumbuhan
(McDowell 2000). Menurut Peng et. Al (2013) kadar vitamin A dalam ikan tuna
segar adalah 115 IU/100 g dan vitamin B <0,2 IU/100 g.

9
Komposisi Mineral

Selain vitamin, mineral merupakan komponen nutrisi yang diperlukan oleh


tubuh. Mineral dibagi menjadi 2, yaitu mineral makro dan mikro. Komposisi mineral
untuk ikan tuna sirip kuning berdasarkan penelitian Naibaho (2019) untuk Kalsium,
Kalium, Magnesium, Natrium, dan Besi berturut-turut adalah 60,98%; 14,77%;
1,33%; 4,54%; dan 2,08%.

10
IV. KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGI IKAN TUNA

Karakteristik mikrobiologi adalah salah satu krteria mutu dan keamanan


bahan pangan. Mengingat Indonesia merupakan negara maritim dan tuna
merupakan salah satu bahan pangan dari hasil laut yang dikonsumsi secara
massal, maka pengetahuan karakteristik mikrobiologi sangatlah penting.
Beberapa parameter diantaranya adalah total mikroba, E.coli, dan Salmonella.

1. Total Mikroba

Cepat lambatnya kerusakan hasil perikanan secara mikrobiologis


tergantung pada kecepatan pertumbuhan mikroba yang ada terutama
bakteri pembusuk (Hadiwiyoto 1993). Pertumbuhan bakteri pada umumnya
diartikan sebagai kenaikan jumlah konstituen dalam sel atau massanya,
kemudian diikuti oleh perbanyakan sel sehingga jumlah sel menjadi
bertambah banyak. Banyak sedikitnya jumlah bakteri pada bahan pangan
tergantung pada baik dan buruknya penanganan bahan pangan tersebut
untuk diolah lebih lanjut (Moeljanto 1992). Berdasarkan penelitian Maiola,
Lokollo, Nendisa, dan Harsono (2019) total mikroba pada tuna loin beku
adalah 1,6 x 102CFU/g.

2. E.Coli

E.coli merupakan flora normal di dalam usus dan akan menimbulkan


penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain. E.coli menjadi
patogen jika jumlahnya meningkat dalam saluran pencernaan atau berada
di luar usus. E. coli merupakan bakteri indikator sanitasi. Bakteri indikator
sanitasi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya
polusi feses dari manusia maupun dari hewan, karena organisme tersebut
merupakan organisme yang terdapat di dalam saluran pencernaan
manusia dan hewan. Fasilitas sanitasi memengaruhi keberadaan bakteri
E.coli pada makanan, dan yang paling dominan berhubungan dengan
keberadaan E.coli yaitu sarana air bersih. Air yang tercemar oleh kotoran
manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum,

11
mencuci makanan atau memasak karena dianggap mengandung
mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama
patogen penyebab infeksi saluran pencernaan (Fardiaz 1992).

Analisis E. coli untuk tuna loin beku diperoleh hasil negatif, hal ini
disebabkan karena tuna loin merupakan produk beku. Menurut Afrianti
(2008) penyimpanan bahan pangan beku pada suhu sekitar -18ºC dan
dibawahnya akan mencegah kerusakan mikrobiologi, proses pembekuan
juga akan menghentikan pertumbuhan E. coli

3. Salmonella

Habitat utama Salmonella adalah saluran usus binatang dan


manusia. Bakteri ini dapat diisolasi dari sampel feses, makanan, dan
sampel dari lingkungan. Salmonella pada makanan dalam jumlah yang
cukup besar tidak akan menyebabkan perubahan baik dalam penampakan,
bau atau rasa (Frazier dan Westhoff 1978). Pada penelitian penelitian
Maiola, Lokollo, Nendisa, dan Harsono (2019), tuna loin beku dinyatakan
bebas Salmonella.

12
V. STANDAR MUTU IKAN TUNA

Standar mutu ikan tuna diatur dalam SNI 7530:2008 tentang tuna loin segar.
Berikut ini adalah tabel pesyaratan mutu dan keamanan tuna loin segar.

Dari tabel di atas dapat dilihat persyaratan untuk beberapa parameter uji
seperti sensori yang memiliki batas minimal 7. Cemaran mikroba yang di atur dalan
SNI teerdiri dari ALT, E.colli, Salmonella, Vibrio Cholera, dan Lysteria
monocytogenes. Cemaran lain yang diatur antara lain cemaran logam berat seperti

13
Hg, Pd, Cd, serta cemaran kimia seperti histamine. Selain mikroba dan kimia,
parasit dan cemaran fisik pun diatur dalam SNI ini.

Penurunan mutu secara fisik adalah kerusakan pada bagian luar tubuh ikan
tuna yang terjadi akibat penanganan dan perlakuan yang kurang baik sehingga
dapat mempengaruhi mutu. Penanganan lebih awal akan sangat berpengaruh
terhadap kualitas mutu yang dihasilkan. Menurut Widiastuti (2008), perubahan fisik
ikan yang terjadi pada proses kematian ikan karena diangkat dari air adalah:

1. Lendir yang berada dipermukaan ikan akan keluar secara berlebih saat
ikan mati dan ikan akan menggelepar mengenai benda di sekelilingnya.
Ikan yang terkena benturan benda yang keras, kemungkinan besar tubuh
ikan akan menjadi memar dan luka-luka.

2. Ikan mati akan mengalami kekakuan tubuh (rigormortis) yang diawali dari
ujung ekor menjalar ke arah bagian kepalanya. Lama kekakuan tergantung
dari tingkat kelelahan ikan pada saat kematiannya. Kerusakan ikan akan
mulai terlihat yaitu berupa perubahan-perubahan seperti berkurangnya
kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya warna insang, berubahnya
kecembungan dan warna mata ikan, sisik lebih mudah lepas dan
kehilangan kecemerlangan warna ikan, berubahnya bau dari segar menjadi
asam.

3. Perubahan tersebut akan meningkat intensitasnya sesuai dengan


bertambahnya tingkat penurunan mutu ikan, sehingga ikan menjadi tidak
layak untuk dikonsumsi atau busuk. Kesegaran ikan dapat dinilai
menggunakan metode indrawi atau organoleptik dengan mengamati
bagian tubuh ikan yang sensitif terhadap perubahan mutu dagingnya.
Perubahan mutu tersebut seperti warna, rasa, kekenyalan dan
kekompakan daging, kondisi mata, kondisi insang, dinding perut, bau atau
aroma.

14
VI. KESIMPULAN

Ikan tuna merupakan salah satu sumber bahan pangan yang kaya akan nilai
gizi. Untuk mengetahui dengan baik kualititas dari ikan tuna perlu mengetahui
karakteristiknya secara spesifik. Selain itu regulasi tentang ikan tuna juga
diperlukan untuk menjaga kualitas ikan tuna yang beredar di pasaran dan
memastikan kualitas ikan yang dikonsumsi sesuai dengan standar yang berlaku.

15
DAFTAR PUSTAKA

BSN. (2018). Tuna Loin Segar. Jakarta: BSN.

Effendie, M. I. (2002). Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

Indonesia, A. R. (2010). Laporan Tahunan Produksi Yellowfin Tuna di Indonesia. Jakarta: -


.

Mailoa MN, L. E. (2019). Karakteristik mikrobiologi dan kimiawi ikan tuna asap. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia., 88-99.

Naibaho, I. (2019). KOMPOSISI KIMIA IKAN TUNA SIRIP KUNING . Jurnal IPB, 31-41.

Stansby, M. (1963). Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publisher.

Widiastuti. (2008). Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Proses Tangkap pada Perbedaan
Preparasi dan Waktu Penyimpanan. Jurnal IPB, 50.

16

Anda mungkin juga menyukai