Anda di halaman 1dari 17

PENGAWETAN BAHAN PANGAN DENGAN MODIFIKASI BAHAN

Disusun Oleh:

Ariesa Widia P (2021340022)

Dita Lastaria (2021340014)

Kevin Darmawi (2021340019)

Rachel Aldian (2021340003)

Seiftyan (2021340011)

Dosen: Shanti Pujilestari, ST, MM, MBA.

Fakultas Teknologi Pangan dan Kesehatan


Program Studi Teknologi Pangan
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
2021

Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH No.84 Tebet, Jakarta Selatan 12870.

Phone: (021)83785303/304, Fax: (021)8354763


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang membahas tentang “PENGAWETAN BAHAN
PANGAN DENGAN MODIFIKASI BAHAN”.

Dalam penulisan makalah ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Shanti Pujilestari, ST, MM, MBA. selaku dosen mata kuliah pengantar
teknologi pangan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun
makalah ini.

Pada penyusunan makalah ini kami menghadapi beberapa kesulitan, tetapi


berkat kerja sama yang baik dalam kelompok kesulitan tersebut dapat diatasi.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah yang berjudul
PENGAWETAN BAHAN PANGAN DENGAN MODIFIKASI BAHAN ini dari awal
sampai akhir.

Bekasi, 23 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................ 3

2.1 PENGAWETAN DENGAN GULA................................................................................ 3

2.2 PENGAWETAN CARA GARAM.................................................................................. 4

2.3 PENGAWETAN CARA ASAM......................................................................................5

2.3.1 Pengertian.................................................................................................................. 5

2.3.2 Tujuan........................................................................................................................ 6

2.3.3 Prinsip Pengasaman................................................................................................... 6

2.3.4 Metode Pengasaman atau Cara-cara pengawetan pengasaman................................. 6

2.4 PENGAWETAN DENGAN BTP (BAHAN TAMBAHAN PANGAN)........................ 8

2.4.1 Pengertian.................................................................................................................. 8

2.4.2 Tujuan Penggunaan Pengawet................................................................................... 9

2.4.3 Pengawet Makanan Yang Diizinkan........................................................................10

2.4.4 Dosis Pengawet Makanan Yang Diizinkan............................................................. 11

2.5 FERMENTASI............................................................................................................... 12

BAB 3 KESIMPULAN............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Kebutuhan pangan ini akan
terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Seiring berjalannya waktu bahan
pangan akan mengalami perubahan-perubahan yang tidak diinginkan antara lain seperti
pembusukan dan ketengikan. Proses pembusukan dan ketengikan disebabkan adanya reaksi
kimia yang bersumber dari dalam dan luar bahan pangan tersebut.

Pengawetan dan teknik penyimpanan pada bahan pangan telah lama dikenal oleh
masyarakat. Seiring dengan kemajuan teknologi manusia terus berinovasi dalam
mengembangkan pengawetan dan pengolahan makanan. Teknologi pengawetan konvensional
dengan cara pengeringan, penggaraman, pemanasan, pembekuan dan pengasapan serta
fumigasi sampai saat ini masih diterapkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang
masa simpan bahan pangan. Penambahan bahan pengawet sintetis juga masih digunakan
meskipun menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan (Rial, 2010) .

Metode pengawetan atau upaya penambahan masa simpan dapat dilakukan dengan
metode-metode tertentu. Menurut Kristianingrum (2007) metode 11 pengawetan dibagi
menjadi 3 golongan yaitu, pengawetan secara alami, pengawetan secara biologis, dan
pengawetan secara kimia. Pengawetan secara alami meliputi pemanasan (yang secara modern
dikembangkan menjadi radiasi), pengeringan dan pendinginan. Pengawetan secara biologis
dengan peragian atau fermentasi. Pengawetan secara kimia dengan menggunakan bahan-
bahan kimia seperti gula, garam, nitrat, nitrit, natrium benzoat dan lain sebagainya.

Pengawet adalah zat (biasanya bahan kimia) yang di gunakan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, tidak
mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa makanan (Arisman, 2009)

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai


sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi,
pengasaman, atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen
menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa
simpan atau memperbaiki tekstur.

1
Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat baik jenis maupun dosisnya. Suatu
bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif
untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda
sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda.

Karena banyaknya oknum-oknum yang telah menyalahgunakan pengawet yang


berbahaya, maka diperlukannya edukasi bahan tambahan pangan apasaja yang aman
digunakan untuk dikonsumsi tanpa menimbulkan efek samping yang berbahaya.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PENGAWETAN DENGAN GULA

Gula pasir adalah butiran menyerupai kristal hasil pemanasan dan pengeringan
sari tebu, yaitu butiran berwarna putih. Selain dalam bentuk butiran, gula pasir juga
dijual dalam bentuk tepung atau disebut gula halus. Fungsi utama gula dalam
pengawetan adalah untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air yang sangat
dibutuhkan oleh mikroorganisme (Soeparno, 1994). Sifat gula pasir yaitu higroskopis
atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati. Penggunaan
gula sebagai pengawet biasa disebut dengan istilah penggulaan. Penggunaanya bisa
ditaburkan atau dicampur dan dilarutkan dengan bahan makanan atau minuman yang
akan diawetkan. Contoh produk yang diawetkan dengan penggulaan adalah manisan,
selai, dodol, permen, sirup dan jeli. Dalam pengawetan ikan, gula digunakan sebagai
pengawet pada pembuatan dendeng ikan. Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi
stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi
yang cukup (di atas 70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan), ini pun umum bagi gula
untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan.

Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH rendah),
perlakukan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah,
dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (seperti belerangdioksida, asam benzoat)
merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting. Apabila gula ditambahkan ke
dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut)
sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme
dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang. Walaupun demikian, pengaruh
konsentrasi gula pada aw bukan merupakan faktor satu-satunya yang mengendalikan
pertumbuhan berbagai mikroorganisme karena bahan-bahan dasar yang mengandung
komponen yang berbeda-beda tetapi dengan nilai aw yang sama dapat menunjukkan
ketahanan yang berbeda-beda terhadap kerusakan karena mikroorganisme. Produk-
produk pangan berkadar gula yang tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu
kelompok mikroorganisme yang relatif mudah dirusak oleh panas (seperti dalam

3
pasteurisasi) atau dihambat oleh hal-hal lain. Monosakarida lebih efektif dalam
menurunkan aw bahan pangan dibanding dengan disakarida atau polisakarida pada
konsentrasi yang sama, dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produk seperti
selai. Tujuan dari pengawetan dengan gula ini antara lain:

1. Sebagai humektan atau pembasah karena gula bersifat hidrofilik.


2. Mengawetkan bahan pangan karena gula mengikat air bebas.
3. Mendapatkan karakteristik tekstur tertentu.

Pada pembuatan manisan, gula berperan dalam membentuk tekstur yang kuat dan
warna yang mengkilap. Gula mememiliki peranan besar pasca penampakan dan cita rasa
manisan yang dihasilkan. Gula berperan sebagai pengikat komponen flavor,
menyempurnakan rasa asam dan cita rasa lainnya. Gula pasir digunakan salam
pembuatan manisan karena rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak ada after
taste, yaitu cita rasa kedua yang timbul setelah cita rasa pertama.

Pada pembuatan manisan gula akan terkaramelisasi, dan karamel ini akan
memberikan cita rasa tertentu yang khas pada produk. Karamelisasi terjadi bila gula
mulai hancur, yakni molekul sukrosa dipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan
fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu
mengeluarkan satu molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glukosan,
suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti
dengan polimerisasi membentuk karamel dan beberapa molekul asam timbul dalam
campuran tersebut.

2.2 PENGAWETAN CARA GARAM

Garam digunakan manusia sebagai salah satu pengawet makanan yang pertama
dan masih digunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai bahan pangan, terutama
untuk daging dan ikan. Pengawetan dengan garam merupakan metoda pengeringan
osmotik, system pengeringan osmotik dipakai dalam pengawetan untuk memperbaiki
akibat buruk pada beberapa produk yang diawetkan secara biasa akan merusak tekstur
dan kehilangan rasa. Pengeringan osmotik dilakukan dengan menciptakan lapisan
semipermeable dengan cara merendam kedalam larutan gula atau garam sebelum proses
pengeringan.
4
Garam dapat digunakan sebagai pengawet melalui dua cara, yaitu: Dry curing
(pengeringan), dan teknik brine. Teknik Dry Curing telah dilakukan selama berabad-
abad, Teknik ini dilakukan dengan cara menaburkan butiran-butiran garam contohnya
pada pembuatan ikan asin, Teknik Brine dilakukan dengan cara merendam bahan pangan
pada larutan garam, contoh: pembuatan acar dan telur asin. Garam atau Natrium Klorida
(NaCl) pada konsentrasi rendah dapat menyumbangkan pengaruh terhadap cita rasa
bahan makanan. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, garam dapat menunjukan kerja
baktreriostatik yang penting. Garam akan berperan penting sebagai penghambat selektif
pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan
juga pembentuk spora adalah yang paling berpengaruh walau pada kadar garam rendah
sekalipun (konsentrasi 6%), Mikroorganisme patogenik seperti Clostridium botulinum di
hambat pada kadar garam 10-12%, terkecuali Salmonella aureus.

2.3 PENGAWETAN CARA ASAM

2.3.1 Pengertian

Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara


diberi asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH
(mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan penambahan asam
secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat, asam asetat, asam benzoat dll
atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti tomat. Contoh produk
yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi. Acar pada dasarnya terbuat dari
sayur-sayuran yang di tambahkan asam cuka untuk pengawetan. Mikroba yang dapat
merusak makanan tidak dapat hidup pada makanan. Karena adanya asam
cuka menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi, terjadinya difusi osmosis sehingga
mikroba akan mati. Pengasaman suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara
diberi asam. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan penambahan asam
secara langsung misalnya asam sitrat, asam asetat, asam laktat dll atau penambahan
makanan yang bersifat asam seperti tomat. Contoh produk yang Pengasaman
dihasilkan melalui pengasaman: Saus pepaya, acar, kimchi.

5
2.3.2 Tujuan

Tujuan dari pengasaman untuk pengawetan melalui penurunan derajat pH


(mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk.

2.3.3 Prinsip Pengasaman

Asam mempunyai dua pengaruh terhadap pertumbuhan mikroba yaitu


pengaruh pH dan daya racunnya. Berdasarkan tingkat keasaman, produk pangan sering
dikelompokkan menjadi pangan asam atau acid food (pH< 4) dan pH berasam rendah
atau low acid food (pH >5) di samping kedua jenis bahan pangan tersebut, ada yang
disebut dengan bahan pangan asam yang diasamkan (acidified foof), yaitu produk
pangan berasam rendah yang diturunkan pHnya sehingga berada pada kisaran pH
untuk produk pangan asam.

2.3.4 Metode Pengasaman atau Cara-cara pengawetan pengasaman

Fermentasi beberapa sayuran seperti kubis dan ketimun akan menghasilkan


asam laktat. Asam laktat ini dapat menurunkan pH, mengawetkan sayuran-sayuran
tersebut, serta menyebabkan perubahan citra rasa dan tekstur. Proses fermentasi ini
berlangsung di dalam media garam pada konsentrasi tertentu. Garam memegang
peranan penting di dalam menyeleksi jenis mikroba yang dikehendaki tumbuh di
dalam medium. Larutan garam 5-15% dapat menumbuhkan jenis bakteri asam laktat
namun demikian menghambat pertumbuhan mikroba lain yang tidak dikehendaki.
Selain itu garam mendesak keluar cairan dan zat-zat larut lainnya dari sayuran tersebut
melalui proses osmosis. Gula yang di fermentasi larut dalam cairan tersebut dan
kemudian diubah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat, yang merupakan
pengawetan utama pada sayuran tersebut. Lama fermentasi berkisar antara 1 hari
sampai beberapa bulan. Konsentrasi garam yang lebih rendah dari 5% akan
menumbuhkan jenis bakteri proteolitik, sedangkan konsentrasi garam lebih dari 15%
akan menghambat aktivitas bakteri asam laktat dan menumbuhkan bakteri halofilik.
Konsentrasi larutan garam ini dalam fermentasi ketimun sebaiknya dipertahankan
minimal 10% selama fermentasi.

6
A. Peranan asam:
1. Menurunkan pH.
2. Anti mikroba, karena asam bersifat racun.
3. Asam asetat lebih dapat menghambat dan memiliki daya racun lebih kuat
dibanding asam laktat dan asam sitrat.
4. Menambah rasa asam, mengurangi rasa manis.
5. Memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung pectin,
memperbaiki tekstur jeli atau jam, membantu ekstraksi pectin.
6. Meningkatkan keefektifan benzoat sebagai pengawet.

B. Jenis bakteri yang berperan dalam pengasaman


Bakteri yang berperan dalam produk kimchi hasil pengawetan dengan
pengasaman adalah bakteri Lactobasillus Mesentroides. Pengaruh pengawetan
pangan terhadap zat gizi, sensorik, mikroorganisme pembusuk dan pathogen.
Asam askorbat sedikit stabil dalam larutan asam dan terdekomposisi oleh adanya
cahaya. Proses dekomposisi sangat di akselerasi oleh adanya alkali, oksigen, cu
dan Fe.
1. Kelompok asam folat stabil dalam perebusan pada pH 8 selama 30 menit,
namun akan banyak hilang apabila di autoklaf dalam larutan asam dan alkali.
Destruksi asam folat di akselerasi oleh adanya oksigen dan cahaya.
2. Vitamin K bersifat stabil terhadap panas dan senyawa pereduksi, namun sangat
labil terhadap alkohol, senyawa pengoksidasi, asam kuat dan cahaya.
3. Vitamin A akan stabil dalam kondisi ruang hampa udara, namun akan cepat
rusak ketika dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada suhu yang
tinggi.
4. Vitamin B12 (kobalamin) murni bersifat stabil terhadap pemanasan dalam
larutan netral. Vitamin ini akan rusak ketika dipanaskan dalam larutan alkali
atau asam.
5. Pada umumnya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara signifikan
dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan.

7
2.4 PENGAWETAN DENGAN BTP (BAHAN TAMBAHAN PANGAN)

2.4.1 Pengertian

BTP Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap
pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan
oleh fungi, bakteria dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan
penyakit yang dibawa makanan (food borne illness) termasuk botulism yang
membahayakan kehidupan.

Pengawet pangan adalah upaya untuk mencegah, menghambat pertumbuhan


mikroba yang terdapat dalam pangan. Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu penggunaan suhu rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan
bahan pengawet (BTP Pengawet). Produk-produk pangan dalam kemasan yang
diproses dengan panas atau disebut sterilisasi komersil seperti kornet dalam kaleng
atau susu steril dalam kemasan tetrapak tidak menggunakan bahan pengawet karena
proses termal sudah cukup untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen.
Produk-produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu kamar.
memang ada produk pangan dalam kemasan yang menggunakan bahan pengawet,
misalnya sambal, selai dan jem dalam botol. BTP digunakan dalam pangan setidaknya
mempunyai lima alasan utama, yaitu:

1. Untuk mempertahankan konsistensi produk.

Emulsifier memberikan tekstur produk berbentuk emulsi atau suspensi yang


konsisten dan mencegah pemisahan fasa air dengan fasa lemak suatu emulsi atau
pemisahan fasa cair dan fasa padat suatu suspensi. Penstabil dan pengental
menghasilkan tekstur yang lembut dan homogen pada pangan tertentu.

2. Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi.

Vitamin dan mineral yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu,


tepung, serelia lain dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam
diet seseorang atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan.
Fortifikasi dan pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi

8
malnutrisi dalam populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang mengandung
nutrien yang ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku secara internasional atau sesuai ketentuan masing-masing negara.

3. Untuk mempertahankan kelezatan dan kesehatan (wholesomeness) pangan.

Pengawet menahan kerusakan pangan yang disebabkan oleh kapang,


bakteria, fungi atau khamir. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit
yang dibawa makanan (food born illness) termasuk botulism yang membahayakan
kehidupan.
Antioksidan adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap.
Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila
terkena udara.

4. Mengembangkan atau mengatur keasaman/kebasaan pangan.

Bahan pengembang yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi


dengan baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses
pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi
keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.

5. Untuk menguatkan rasa atau mendapatkan warna yang diinginkan.

Berbagai jenis bumbu dan penguat rasa sintetik atau alami memperkuat rasa
pangan. Sebaliknya warna memperindah tampilan pangan tertentu untuk memenuhi
ekspektasi konsumen.

2.4.2 Tujuan Penggunaan Pengawet

Pengawetan pangan disamping berarti penyimpanan juga memiliki 2 maksud


yaitu:

1. Menghambat pembusukan dan

2. Menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin.

Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan


sebagai antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim selain
9
penyebab pembusukan pangan juga dapat menyebabkan orang menjadi sakit, untuk
itu perlu dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya. Jadi, selain tujuan di atas, juga
untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan.
Beberapa pengawet yang termasuk antioksidan berfungsi mencegah makanan menjadi
tengik yang disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam makanan tersebut. Peran
sebagai antioksidan akan mencegah produk pangan dari ketengikan, pencoklatan, dan
perkembangan noda hitam. Antioksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan
menyatu dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam.

2.4.3 Pengawet Makanan Yang Diizinkan

Pengawet yang diizinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor: 722/menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan
Makanan, mencakup:

1. Asam Benzoat

2. Asam Propionat

3. Asam Sorbat

4. Belerang Oksida

5. Etil p-Hidroksida Benzoat

6. Kalium Benzoat

7. Kalium Bisulfit

8. Kalium Meta Bisulfit

9. Kalium Nitrat

10. Kalium Propionat

11. Kalium Sorbat

12. Kalium Nitrit

13. Kalium Sulfit


10
14. Kalsium Benzoat

15. Kalsium Propionat

16. Kalsium Sorbat

17. Natrium Benzoat

18. Metil p-Hidroksi Benzoat

19. Natrium Bisulfit

20. Natrium Metabisulfit

21. Natrium Nitrat

22. Natrium Nitrit

23. Natrium Propionat

24. Natrium Sulfit

25. Nisin

26. Propil-p-Hidroksi Benzoat

Pengawet makanan yang di dilarang diantaranya yaitu formalin dan boraks.

2.4.4 Dosis Pengawet Makanan Yang Diizinkan

Dosis pengawet yang diizinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan
Tambahan Makanan, mencakup:

1. Asam benzoate sebanyak 1 g per 1 kg adonan


2. Sodium benzoate sebanyak 1 g per 1 kg adonan
3. Asam propionate sebanyak 3 g per 1 kg adonan (untuk roti)
4. Belerang dioksida sebanyak 500 mg per 1 kg adonan

11
2.5 FERMENTASI

Fermentasi merupakan proses pengawetan makanan alami, di mana


mikroorganisme seperti ragi dan bakteri mengubah karbohidrat, seperti pati dan gula
menjadi alkohol atau asam. Alkohol atau asam berfungsi sebagai pengawet alami dan
bisanya akan memberikan rasa yang kuat dan kekenyalan pada makanan yang
difermentasi. Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan,
tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satunya fermentasi dengan menggunakan
bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika
dikonsumsi akan menyebabkan muntah-muntah, diare, atau muntaber. Bakteri laktat
(lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup
sangat luas, baik di perairan (air tawar atau pun laut), tanah, lumpur, maupun batuan.
tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L
brevis,dll. Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup
untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan
minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilkan
khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu
sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia
yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya ,
Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI
bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah
NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain
yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat. Di beberapa kawasan
Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat telah lama menjadi bagian di
dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling terkenal tentu saja adalah asinan sayuran
dan buah-buahan. Bahkan selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat
banyak dilibatkan.

12
BAB 3
KESIMPULAN

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik
sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk
menahan laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan. Jenis-jenis teknik pengolahan
dan pengawetan makanan antara lain dengan penggaraman,penggulaan, pengasaman,
fermentasi, dan penambahan bahan pengawet pada pangan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bahan Pengawet Alami. (2013). fdokumen.com: https://fdokumen.com/document/makalah-


bahan-pengawet-alami.html

Bahan Pengawet Pada Makanan. (2010). Sumberbelajar.kemendikbud.go.id:


https://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/sumberbelajar/tampil/Bahan-Pengawet-
pada-Makanan-
2010/konten1.html#:~:text=Definisi%20%28BTP%29%20Pengawet%20Yang%20di
maksud%20BTP%20Pengawet%20adalah,dapat%20disebabkan%20oleh%20fungi%2
C%20bakteria%20dan%20mi

Fermentasi Dan Pengasaman. (2018 Januari 18). www.scribd.com:


https://www.scribd.com/presentation/369413419/Tugas-Presentasi-Fermentasi-Dan-
Pengasaman-Kelas-Reguler

Kenapa Garam Bisa Menjadi Pengawet Alami. (2020 Juli 02). garampedia.com:
https://garampedia.com/kenapa-garam-bisa-menjadi-pengawet-alami/

Pengawet Bahan Pangan. (2021 September 28). www.dosenpendidikan.co.id:


https://www.dosenpendidikan.co.id/pengawetan-bahan-pangan/

Pengawetan Makanan. (2016 Desember 05). kuantannet.blogspot.com:


http://kuantannet.blogspot.com/2016/12/makalah-pengawetan-makanan.html

Pengolahan Dan Pengawetan Makanan. (2011 Januari 10) : bebeindah.wordpress.com:


https://bebeindah.wordpress.com/2011/01/10/makalah-pengolahan-dan-pengawetan-
makanan/

Teknik Pengolahan Pangan: web.ipb.ac.id:


http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab
1.php

Suprayitno, Eddy. 2017, Dasar Pengawetan, Malang, UB Press.

14

Anda mungkin juga menyukai