Anda di halaman 1dari 20

PENGGULAAN “MANISAN RUMPUT LAUT”

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Teknologi Pengolahan


Hasil Perikanan

Disusun oleh:

Kelompok 11

Meissya Adila 230110160087


Ersyad Prayoga 230110160096
Ayu Ajimatul M. 230110160118
Meri Alex S. 230110160125
Dela Nur’aini K. 230110160144

Kelas B-Perikanan

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Penggulaan “Manisan
Rumput Laut” yang merupakan bagian dari tugas Mata Kuliah Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan.
Makalah ini kami buat sebaik-baiknya. Rasa terima kasih tak lupa kami
ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan
makalah ini. Semoga Allah senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin. Kami
berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi semua civitas akademika yang
membutuhkannya.

Jatinangor, September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengawetan .............................................................................. 3
2.2 Penggulaan ............................................................................... 4
2.2.1 Prinsip dan Fungsi Penggulaan ................................................ 4
2.2.2 Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Gula .............................................. 5
2.2.3 Efek Pengawet dari Gula .......................................................... 5
2.2.4 Jenis-Jenis Kerusakan Akibat Penggulaan
Pada Bahan Pangan .................................................................. 6
2.2.5 Metode Penggulaan .................................................................. 6

III JENIS PRODUK PENGGULAAN


3.1 Manisan Rumput Laut .............................................................. 9

IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................. 16
4.2 Saran ......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengolahan dan pengawetan pangan merupakan dua proses yang sulit
dipisahkan. Dalam praktik sehari-hari, sering kali keduanya memiliki tujuan yang
terkesan mirip, walaupun masing-masing sebenarnya memiliki tujuan utama yang
berbeda. Contoh kasus, ketika kita akan mengawetkan buah-buahan yang cepat
rusak bila lama-lama disimpan pada suhu kamar dengan cara dibuat menjadi
manisan buah, maka secara otomatis kita pun telah melakukan pengolahan buah
menjadi bentuk yang berbeda dengan bahan bakunya. Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa kita telah melakukan upaya pengawetan buah dengan mengolahnya menjadi
bentuk lain dengan cara pengeringan dan pemberian bumbu-bumbu. Tujuan utama
pengolahan pangan adalah membuat produk baru (bisa bersifat mengawetkan).
Contohnya adalah pembuatan manisa atau jam dari nanas yang tujuannya adalah
membuat produk baru, tetapi sekaligus menjadikan nanas lebih awet.
Secara alamiah di dalam bahan makanan banyak ditemukan
mikroorganisme pembusuk yang dapat memperpendek masa simpan bahan
makanan tersebut. Di samping itu, dapat juga ditemukan mikroorganisme patogen
yang berbahaya bagi manusia karena penanganan yang tidak higienis. Tujuan utama
pengawetan pangan adalah memperpanjang masa simpan. Pengawetan tidak dapat
meningkatkan mutu, artinya bahan yang sudah terlanjur busuk, tidak akan menjadi
segar kembali. Hanya dari bahan bermutu tinggi pula (dengan tetap mengingat
proses pengolahannya, bagus atau tidak). Masing-masing cara pengawetan hanya
efektif selama mekanisme pengawetannya masih bekerja. Ada banyak cara untuk
mengawetkan makanan, yakni :
1. Menyimpan makanan pada suhu rendah (pada lemari es atau lemari beku)
→ dapat mengurangi kerusakan makanan dan memperlambat proses
pelayuan. Suhu dingin juga membatasi tumbuhnya bakteri yang merugikan.
2. Penyimpanan dengan atmosfer terkendali (dengan kadar karbondioksida
1% - 3%) dapat memperlambat respirasi serta pembusukannya dengan

1
2

mengurangi oksigen dalam udara.


3. Mensterilkan dengan pemanasan → akan menunda pembusukan.

2
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengawetan
Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat membantu
mempertahankan bahan pangan dari serangan mikroorganisme pembusuk, baik
bakteri, kapang, maupun khamir dengan cara menghambat, mencegah dan
menghentikan proses pembusukan, pengasaman, atau kerusakan komponen lain
dari bahan pangan. Bahan pengawet yang aman dan lazim digunakan oleh
masyarakat diantaranya adalah gula dan garam.
Tujuan utama pengawetan pangan adalah memperpanjang masa simpan.
Selain itu pengawetan :
- Sebagai solusi ketidaktepatan perencanaan bidang pertanian
- Meningkatkan nilai tambah produk.
Pengawetan tidak dapat meningkatkan mutu, artinya bahan yang sudah
terlanjur busuk tidak akan menjadi segar kembali. Masing-masing cara pengawetan
hanya efektif selama mekanisme pengawetannya masih bekerja.
Tujuan pengawetan pangan ada tiga yaitu :
 Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial
 Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
 Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan
hama
Pengawetan pangan secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga yaitu
- fisik,
- biologi, dan
- kimia misalnya penggulaan, penggaraman, pengasaman. Pengawetan secara
kimiawi ini akan menurunkan kadar air bahan sehingga produk akan menjadi awet.

2.2 Penggulaan
Pengawetan dengan proses penggulaan diterapkan pada komoditas buah
dan hewani yang akan menghasilkan produk antara lain jam, manisan, sirup buah

3
4

Dalam pelaksanaannya, proses penggulaan harus dikombinasikan dengan proses


lain yaitu pasteurisasi, sterilisasi, pengeringan, dan pengecilan ukuran.

2.2.1 Prinsip dan Fungsi Penggulaan


Gula merupakan bahan yang biasa ditambahkan ke dalam bahan pangan.
Prinsipnya gula dapat berfunsi sebagai pengawet karena dapat mengikat aW pada
bahan pangan sehingga tidak tersedia air bebas untuk pertumbuhan mo.
Fungsi gula:
- Gula sebagai zat pemanis.
Gula berperan sebagai pemanis, apabila gula ditambahkan ke dalam bahan dalam
batas konsentrasi 12 % sampai 20 %, atau bila produk tersebut siap untuk
dikonsumsi langsung tanpa pengenceran.
- Gula sebagai zat pengawet.
Gula berperan sebagai pengawet, apabila konsentrasi (kadar) gula yang
ditambahkan ke dalam bahan makanan lebih dari 60 %. Dengan adanya tekanan
osmosis yang tinggi dari Gula, menyebabkan kondisi yang tidak baik untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakkan sebagian besar mikroorganisme.
- Gula sebagai zat penambah cita rasa (flavour) pada bahan - bahan makanan yang
mengandung kadar gula tinggi, tidak hanya memberikan rasa manis tetapi juga
dapat meberikan perbaikan flavour pada bahan makanan tersebut, contohnya pada
sirup buah-buahan atau manisan buah.
- Gula sebagai zat untuk memperbaiki tekstur, terutama bagi buah-buahan yang
akan dikalengkan.

2.2.2 Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Gula


 Gula mudah mengalami hidrolisa menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana
 Kelarutannya dalam air tinggi
 Larutan gula yang lewat jenuh mudah mengkristal
 Reaksinya terhadap pemanasan akan menimbulkan karamelisasi
5

2.2.3 Efek Pengawet dari Gula


 Menurunkan Water activity (wa) dari bahan makanan sampai suatu keadaan
dimana pertumbuhan mikroorganisme tidak memungkinkan lagi
 Menaikkan tekanan osmosa larutan sehingga dapat menyebabkan terjadinya
plasmolisa dari sel-sel mikroba.
 Dengan terjadinya plasmolisa, air keluar dari sel-sel mikroba. Maka dengan
berkurangnya air untuk pertumbuhan mikroorganisme, sel-sel mikroorganisme
akan mengering dan akhirnya akan mati
 Adanya tekanan osmosa yang tinggi dari gula akan menyebabkan terjadinya suatu
keadaan yang kurang menguntungkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
dari sebagian besar jenis bakteri, khamir dan kapang.
 Tekanan osmosa bisa menyebabkan terjadinya kerusakan bagi jasad renik
terutama jenis osmofilik yaitu jasad renik yang dapat hidup pada lingkungan yang
mempunyai kandungan gula rendah. Mikroorganisme tersebut dapat
berkembangbiak pada pH antara 4–5.
 Larutan dekstrosa 35–45% atau kelarutan sukrosa 50–60% bersifat bakteriostatik
terhadap jenisstaphylococcus yaitu bakteri penyebab keracunan makanan. Bakteri
tersebut dapat dimatikan pada kadar larutan dekstrosa 40– 50% atau larutan
sukrosa 60–70%
 Gula dapat berfungsi sebagai germisida. Dekstrosa dan fruktosa lebih efektif
sebagai germisida dibandingkan dengan sukrosa dan laktosa.
 Berdasarkan sifat kimianya, maka fruktosa yang mempunyai gugusan keton lebih
aktif dibandingkan dengan dekstrosa yang mempunyai gugusan aldehid
 Dekstrosa memerlukan panas untuk mempercepat reaksinya. Sirup glukosa lebih
efektif daripada sukrosa dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Produk dari buah-buahan yang mengandung glukosa lebih sedikit mengalami
kerusakan bila dibandingkan dengan produk yang mengandung sukrosa
 Larutan glukosa yang dipanaskan selama 25 menit pada suhu 100OC kemudian
didinginkan, akan dapat menghambat pertumbuhan ragi bila dibandingkan dengan
larutan gula yang tidak dipanaskan. Perlakuan pemanasan terhadap gula, tidak
6

menimbulkan pengaruh terhadap pertumbuhan kapang.


 Gula dengan konsentrasi 65% bersifat menghambat pertumbuhan bakteri, khamir
dan kapang. Hal ini terjadi sebagai akibat efek dehidrasi pada mikroorganisme
tersebut, yang ditimbulkan karena terjadinya tekanan osmosa yang tinggi dari
gula.

2.2.4 Jenis-Jenis Kerusakan Akibat Penggulaan pada Bahan Pangan


 Pada waktu pemasakan/pemanasan yang terlalu lama akan terjadi hidrolisa pektin,
penguatan asam, kehilangan flavour (cita rasa) dan warna. Ini terjadi terutama
pada proses pembuatan jelly.
Terjadinya warna coklat (browning)
Kerusakan dapat terjadi, karena waktu pemasakan yang terlalu lama dan
penambahan gula dilakukan terlalu awal pada saat proses.
Terjadinya karamelisasi gula
Hal ini akan terjadi karena pemasakan yang berlebih, gula yang digunakan terlalu
banyak. Pada pembuatan sirup penambahan asam dilakukan pada waktu sirup
mulai mengental.
Tumbuhnya mikroorganisme

2.2.5 Pencoklatan (Browning)


Proses pencoklatan pada bahan hasil pertanian sering terjadi pada
buah/sayuran dan makanan yang sengaja ditambahkan gula serta pemanasan pada
proses pengolahannya misalnya pada proses penggulaan.
Pada umumnya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis,
- pencoklatan enzimatik
disebabkan enzim fenol oksidase, biasanya terdapat pada buah-buahan dan sayuran
(misal apel dan kentang).
- pencoklatan non enzimatik.
terjadinya reaksi dengan oksigen (O2) dari udara, sehingga buah-buahan dan
sayuran tersebut akan mengalami pencoklatan.
Pencoklatan non enzimatis disebabkan oleh tiga macam reaksi yaitu:
7

1) Karamelisasi
Bila suatu bahan makanan atau larutan gula (sukrosa) dipanaskan, maka
kadar gulanya akan meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus
berlangsung sehingga seluruh air menguap. Bila bahan tersebut dipanaskan terus
hingga melampaui titik lebur gula, misalnya pada suhu 1700C, maka mulailah
terjadi karamelisasi.
2) Reaksi Maillard
Reaksi ini terjadi pada karbohidrat khususnya gula pereduksi dan protein
yang ada dalam bahan, misalnya pada pembuatan dendeng daging.
Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat yang sering dikehendaki
atau sebaliknya menjadi tanda penurunan mutu.
3) Pencoklatan akibat vitamin C
Vitamin C (asam askorbat) merupakan senyawa yang umumnya terdapat
pada buah-buahan dan sayuran berwarna dan mempercepat terjadinya reaksi
maillard dan proses pencoklatan.

Pencegahan pencoklatan non enzymatis dapat dilakukan dengan


memperhatikan faktor-faktor berikut yaitu :
 Suhu
Pencoklatan ini disebabkan oleh suhu panas sehingga dengan menurunkan suhu
dapat mencegah atau mengurangi terjadinya pencoklatan (browning).
 Pengurangan kandungan air pada proses pengolahan
Reaksi pencoklatan (browning) tergantung dari adanya air, sebab itu pengurangan
kadar air pada proses pengolahan dapat mencegah pencoklatan.
 pH
Reaksi Maillard berlangsung lebih baik pada kondisi basa (alkalis) sehingga
penurunan pH dapat mencegah atau mengurangi proses pencoklatan.
 Penambahan senyawa kimia
Penambahan bahan kimia yang dapat mencegah pencoklatan non enzimatis seperti
sulfit, bisulfit dan garam dapur.
8

2.2.5 Metode Penggulaan


- Proses Penggulaan dengan Cara Penaburan
Proses penggulaan dengan cara penaburan dilakukan dengan menaburkan
butiran gula ke permukaan produk. Cara penaburan ini akan menghasilkan produk
yang secara visual dapat terlihat gula yang ditambahkan terhadap produk. Contoh
proses penggulaan dengan cara penaburan dilakukan pada produk manisan kering.
Tujuan penggulaan secara penaburan adalah :
 Menambah rasa manis
 Meningkatkan daya tahan
 Meningkatkan daya tarik
- Proses Penggulaan dengan Cara Perendaman
Proses penggulaan dengan cara perendaman dilakukan dengan cara
merendam bahan ke dalam larutan gula dengan konsentrasi tertentu selama
beberapa waktu.
Contoh proses penggulaan dengan cara perendaman dilakukan pada pembuatan
manisan basah.
- Proses Penggulaan dengan Cara Pencampuran
Proses penggulaan dengan cara pencampuran dilakukan mencampurkan
bahan dengan gula. Proses penggulaan dengan cara pencampuran ini harus
didahului dengan proses pengecilan ukuran. Tujuan dari pengecilan ukuran ini
adalah untuk memudahkan pencampuran antara bahan dengan gula dan
mempercepat penetrasi gula ke dalam bahan yang diawetkan.
BAB III
JENIS PRODUK PENGGULAAN

3.1 Manisan Rumput Laut


Hasil proses ekstraksi rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan
makanan atau sebagai bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi,
kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain itu digunakan pula sebagai pupuk
hijau dan komponen pakan ternak maupun ikan.
Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih
lanjut. Pada umumnya penanganan pasca panen rumput laut oleh nelayan hanya
sampai pada pengeringan saja. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku
dan harus diolah lagi menjadi bentuk dan jenis makanan lain, di antaranya pudding
cendol, sari buah, sauce, es krim, manisan dan lain sebagainya (Indiarni dan
Sumiarsih, 1992).
Menurut departemen perindustrian dan perdagangan (2000), hampir 75%
dari produksi rumput laut diolah menjadi keraginan, sedangkan sisanya 25% diolah
menjadi aneka macam makanan, seperti manisan, es krim, dodol, agar-agar dan
lain-lain.
Menurut Astawan dan Wahyuni (1991) manisan merupakan jenis makanan
ringan yang diawetkan dengan menggunakan gula. Manisan digolongkan menjadi
dua yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan basah diperoleh dari
perendaman daging buah dalam larutan gula atau sirup, sedang manisan kering
adalah manisan basah yang dikeringkan dari penirisan larutan gula.
Apabila penambahan gula pada bahan pangan dengan konsentrasi paling
sedikit 40% akan menyebabkan Water Activity (Aw) menjadi rendah sehingga air
di dalam bahan pangan akan terikat dan tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk
pertumbuhannya (Buckle, Edward, Fleet dan Wootton, 1987).
Apabila gula ditambahkan kedalam bahan pangan dalam konsentrsi yang
tinggi (minimal 40%), maka sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan aktifitas air dari bahan pangan akan berkurang
(Buckle, Edwards, Fleet dan Woonton, 1987).

9
10

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan sistematika rumput laut Eucheuma


cottonii adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma cottonii

Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris,


permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang
berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi
hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi
kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas
pencahayaan. Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai
kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak
bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang
utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat ke
substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua
tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke
arah datangnya sinar matahari (Aslan, 1998).
Pada umumnya pembuatan manisan kering sebagian besar menggunakan
buah-buahan sebagai bahan baku, tetapi seiring perkembangan teknologi
pengolahan pangan dan produk dapat bertahan relatif lama maka penulis tertarik
untuk mengkaji agar rumput laut mempunyai nilai tersendiri dan dapat dikonsumsi
meskipun tidak pada musimnya, yaitu dengan cara diawetkan, contoh jenis
produknya yaitu manisan kering.
Dilihat dari kandungan gizi, rumput laut mengandung dietary fiber dan
kandungan iodium yang cukup tingi. Menurut Hambali dkk (2004), komposisi
kimia untuk rumput laut jenis Eucheuma cottonii dapat dilihat pada tabel berikut:
11

Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut jenis Eucheuma cottonii


Komposisi Nilai
Air (%) 13,9
Protein (%) 2,69
Lemak (%) 0.37
Abu (%) 17.09
Serat kasar (%) 0.95
Mineral Ca (ppm) 22.39
Mineral Ce (ppm) 0.121
Mineral Cu (ppm) 2.763
Ribofavin (mg/ 100g) 2.7
Vitamin C (mg/ 100g) 12
Karagenan (%) 61.52
Sumber: Istini et all, 1989 (dalam buku Hambali dkk, 2004)
Manfaat yang diperoleh dari manisan rumput laut diantaranya adalah
kandungan dietary fiber yang tinggi. Dietary fiber adalah serat makanan yang tidak
dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Di dalam usus, serat ini dapat
menyerap air sehingga mencegah terjadinya penyakit usus diantaranya, konstipasi
dan wasir. Serat ini juga dapat mencegah kegemukan (obesitas) karena kandungan
serat yang tinggi dan menurunkan kadar kolesterol. Rumput laut yang digunakan
dalam pengolahan manisan, mengandung vitamin C dan kalsium. Dengan
demikian, produk ini sangat bermanfaat untuk menjaga stamina tubuh dan dapat
mencegah penyakit keropos tulang yaitu osteoporosis, rumput laut juga memiliki
manfaat sebagai makanan rendah kalori.

3.1.2 Bahan-Bahan Pembuatan Manisan Rumput Laut


1. Gula
Gula adalah istilah umum untuk karbohidrat yang digunakan sebagai
pemanis tetapi dalam industri pangan digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula
yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula dalam produk makanan berfungsi sebagai
12

pengawet, seperti selai, jeli, sari buah pekat, buah-buahan bergula, chutney dan
madu.
Sukrosa merupakan disakarida yang mempunyai peran penting dalam
pengolahan bahan pangan. Sukrosa dalam bentuk kristal biasanya digunakan dalam
industri-industri makanan (Winarno, 1992). Sukrosa tidak mempunyai daya
mereduksi sama sekali, karena gugus pereduksi dari glukosa dan fruktrosa salnga
mengikat membentuk ikatan 1,2-glukosis sebagai berikut (Girindra, 1990). :
Buckle et al (1987) menyatakan bahwa penambahan gula dapat
menurunkan aw, tetapi bukan merupakan satu-satunya faktor yang mengendalikan
pertumbuhan mikroba, karena bahan-bahan dasar yang mengandung komponen
yang berbeda juga berpengaruh terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba.
Oleh karena itu teknik pengawetan dengan penambahan gula pada umumnya
dikombinasikan dengan teknik pengawetan lainnya seperti pemanasan.
2. Asam Sitrat
Selama pengolahan bahan pangan, tidak dapat dihindari terjadinya
penurunan zat gizi dan mutu bahan pangan, baik kualitas maupun kuantitas. Hal ini
disebabkan karena adanya pengaruh enzimatis, fisik dan mikrobiologis (Desrosier,
1987).
Asam sitrat ditambahkan pada bahan makanan dengan tujuan sebagai
antioksidan, menginaktifkan enzim pengoksidasi, mengatur pH dan mencegah
reaksi pencokelatan (Prescott dan Dunn (1982) dalam Haryani, 1999).
Menurut Haryani (1999), konsentrasi asam sitrat yang terbaik pada
pembuatan leather nangka adalah 0,1% agar rasanya tidak terlalu asam.

3.2 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan
menggunakan energi panas. Dengan cara ini bahan menjadi lebih awet, volumenya
menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan.
(Winarno, 1992)
13

Sebagian air dalam bahan dapat dihilangkan dengan beberapa cara


tergantung dari jenis bahan,. Untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan,
umunya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat
pengeringan buatan (Winarno, 1992).

3.3 Perubahan yang Terjadi Selama Pengolahan Manisan


1. Kadar Air
Proses pengeringan pada umumnya melibatkan panas pada bahan
pangan sehingga air yang terdapat pada bahan pangan tersebut berkurang karena
mengalami proses penguapan (Desrosier, 1987).
2. Gula Reduksi
Sukrosa merupakan gula non pereduksi yang jika dilarutkan dalam air dan
dipanaskan, sebagian molekulnya akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang
bersifat sebagai gula pereduksi atau disebut juga gula invert (Girindra, 1990).
3. pH
pH adalah ukuran keasaman atau alkalinitas suatu larutan. Perubahan pH
suatu larutan sangat penting karena dapat memberi pengaruh terhadap bahan
makanan. Pertumbuhan miroorganisme dapat dikontrol dengan jalan menurunkan
pH bahan makanan (Winarno, 1992).
Menurut Winarno (1992), sukrosa bersifat netral denga pH sekitar 6,3-6,4,
sehingga penambahan sukrosa kedalam bahan makanan akan dapat meningkatkan
pH (menurut derajat keasaman).
4. Warna
Warna bahan makanan tidak semuanya disebabkan oleh pigmen alamiah
dari tanaman, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lain, seperti reaksi browning baik
yang enzimatik maupun non enzimatik yang dapat menyebabkan pencokelatan pada
bahan pangan selama pengeringan (Desrosier, 1988).
Buckle et al, (1988) menyatakan bahwa warna bahan pangan dapat rusak
oleh panas. Pengeringan dapat mengubah kamampuan bahan dalam memantulkan,
menyebarkan, menyerap atau meneruskan sinar. Selama proses pengeringan dapat
terjadi reaksi pencokelatan non enzimatik.
14

5. Tekstur
Hutabean (1996) menyatakan bahwa konsentrasi larutan gula pekat
menyebabkan sirup, jelly, selai dan manisan kering buah-buahan tampak
cemerlang.
Proses pengeringan dengan suhu awal yang terlalu tingi dapat menyebabkan
permukaan bahan menjadi mengering lebih dahulu sebelum bagian dalamya (case
hardening), akibatnya permukaan bahan menjadi keras dan keriput sehingga
pengeringan selanjutnya menjadi terhambat (Winarno, 1992).
Pelaksanaan:
1) Tahap Sortasi Bahan
Bahan baku dipilih yang segar, kering, tidak berjamur, warna putih kecoklatan.
Bahan yang sudah dipilih dipisahkan dari bahan yang berjamur atau tidak utuh.
2) Tahap Pencucian I
Bahan yang sudah disortasi sicuci dengan air yang mengalir sampai bersih.
Kemudian bahan dibersihkan dari kotoran berupa pasir dengan cara di gosok
dengan tangan sampai kotoran lepas dari bahan.
3) Tahap Perendaman bahan baku
Bahan direndam dengan air tawar sampai bahan baku benar-benar terendam.
Perendaman dilakukan selama 1-2 hari, setiap 12 jam sekali air rendaman
diganti dengan yang baru agar air tidak berlendir dan rumput laut dapat
mengembang dengan sempurna seperti semula, karena menggunakan rumput
laut kering.
4) Pengirisan
Bahan yang sudah direndam diiris dengan pisau stain less steel. Pengirisan
dilakukan bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan, sehingga mempercepat
peresapan larutan ke dalam bahan baku manisan.
5) Tahap Perendaman dalam larutan kapur sirih
Bahan yang sudah diiris kemudian direndam dengan larutan kapur sirih 1%
selama 12 jam. Tujuan perendaman dengan larutan kapur sirih, yaitu untuk
memperkuat tekstur bahan baku.
6) Tahap Pencucian II
15

Bahan yang sudah direndam larutan kapur sirih, kemudian dicuci bersih dengan
air bersih yang mengalir agar sisa-sisa larutan kapur sirih segera hilang.
7) Tahap Pemasakan
Larutan gula dimasak sehingga mendidih selama 5 menit, kemudian bahan baku
dimasukkan dalam rebusan larutan gula tersebut, selanjutnya dimasak selama 10
menit. Larutan gula dan bahan yang sudah dimasak dimasukkan dalam wadah.
8) Tahap Perendaman dalam larutan gula
Ditimbang sesuai perlakuan yaitu 15% (150 g), 25% (250 g), 35% (350 g), 45%
(450 g), 65% (650 g), 75% (750 g) dan masing-masing dilarutkan ke dalam 1000
ml air dan dibiarkan terendam selama 24 jam, selanjutnya larutan gula diambil
untuk dipekatkan dengan cara dimasak sampai mendidih,
kemudianditambahkan asam sitrat 0,5%(pasta) dan essence aroma 1%,
selanjutnya dimasukkan bahan dalam larutan gula tersebut diangkat dari api
dibiarkan 12 jam, diulangi sebanyak tiga kali.
9) Tahap Pengeringan
Bahan yang sudah direndam ditempatkan pada tampah yang dialasi dengan daun
pisang kering kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Selama pengeringan
bahan dibolak-balik sampai bahan kering. Lama pengeringan berkisar 1-2 hari
tergantung dari kondisi cuaca.
10) Tahap Pengemasan
Pengemasan merupakan proses akhir atau finishing dalam proses produksi.
Pengemasan dilakukan setelah manisan kering, dengan bahan pengemas yang
tidak membahayakan kesehatan. Bahan pengemas yang digunakan dari bahan
plastik atau beling.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Penggulaan mampu mengawetkan produk makanan dan minuman agar
masa simpannya menjadi lebih lama serta mampu meningkatkan nilai tambah
produk yang dihasilkan. Gula bekerja dengan menurunkan aktivitas air sehingga
pertumbuhan mikroba mampu dihambat. Namun kekurangan dari metode
penggulaan ini ialah mampu menyebabkan kerusakan pada pangan, salah satunya
yakni browning.
Hasil proses ekstraksi rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan
makanan atau sebagai bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi,
kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain itu digunakan pula sebagai pupuk
hijau dan komponen pakan ternak maupun ikan.

4.2 Saran
Metode penggulaan yang diterapkan pada suatu produk perlu dilakukan
dengan baik agar terhindar dari kerusakan-kerusakan produk yang dihasilkan
seperti browning, karamelisasi, dan reaksi maillard sehingga produk yang
dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aryanti, 1995. Pengaruh Konsentrasi Gula Dan Lama Perendaman Terhadap Beberapa
Sifat Fisik Dan Kimia Manisan Kering Belimbing Wuluh (Averhoa belimbi) Setelah
Disimpan (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.

Aslan, L. M., 1998. Rumput Laut. Kanisius. Jakarta.

Astawan, M. dan M. Wahyuni, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna.
Akademika Pressindo. Jakarta.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan Wooton, 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan
oleh Purnomo, H dan Adiono. Universitas Indonesia. Jakarta.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, (2000). Mataram. Nusa Tenggara Barat.

Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press.


Jakarta.

Fachruddin, Lisdiana, 1998. Membuat Aneka Manisan. Kanisius. Yogyakarta.

Girindra, A., 1990. Biokimia I. Gramedia. Jakarta.

Hambali, Erliza, 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Hanafiah, K.A., 1994. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.


Palembang.

Haryany, N., 1999. Kajian Sifat Kimia Dan Organoleptik Leather Nangka Pada Berbagai
Konsentrasi Asam Sitrat (skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.
Hutabean, T.J., 1996. Pengaruh Konsentrasi Gula dan Lama Pengentalan terhadap
Sifat Fisik dan Kimia Konsentrat Sari Buah Jambu Mete. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram. Matara

17

Anda mungkin juga menyukai