Anda di halaman 1dari 7

Hasil proses ekstraksi rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan

makanan atau sebagai bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil,
kertas, cat dan lain-lain. Selain itu digunakan pula sebagai pupuk hijau dan komponen pakan ternak
maupun ikan.
Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada
umumnya penanganan pasca panen rumput laut oleh nelayan hanya sampai pada pengeringan saja.
Rumput laut kering masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi menjadi bentuk dan jenis
makanan lain, di antaranya pudding cendol, sari buah, sauce, es krim, manisan dan lain sebagainya
(Indiarni dan Sumiarsih, 1992).
Menurut departemen perindustrian dan perdagangan (2000), hampir 75% dari produksi
rumput laut diolah menjadi keraginan, sedangkan sisanya 25% diolah menjadi aneka macam
makanan, seperti manisan, es krim, dodol, agar-agar dan lain-lain.
Menurut Astawan dan Wahyuni (1991) manisan merupakan jenis makanan ringan yang
diawetkan dengan menggunakan gula. Manisan digolongkan menjadi dua yaitu manisan basah dan
manisan kering. Manisan basah diperoleh dari perendaman daging buah dalam larutan gula atau
sirup, sedang manisan kering adalah manisan basah yang dikeringkan dari penirisan larutan gula.
Apabila penambahan gula pada bahan pangan dengan konsentrasi paling sedikit 40% akan
menyebabkan Water Activity (Aw) menjadi rendah sehingga air di dalam bahan pangan akan
terikat dan tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Buckle, Edward, Fleet
dan Wootton, 1987).
Apabila gula ditambahkan kedalam bahan pangan dalam konsentrsi yang tinggi (minimal
40%), maka sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan
aktifitas air dari bahan pangan akan berkurang (Buckle, Edwards, Fleet dan Woonton, 1987).
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan sistematika rumput laut Eucheuma cottonii adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma cottonii (Anonim, 2009).

Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin,
cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-
abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini
merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan
berbagai kualitas pencahayaan. Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai
kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun
melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling
berdekatan ke daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa
cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun
dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Aslan, 1998).

Pada umumnya pembuatan manisan kering sebagian besar menggunakan buah-buahan


sebagai bahan baku, tetapi seiring perkembangan teknologi pengolahan pangan dan produk dapat
bertahan relatif lama maka penulis tertarik untuk mengkaji agar rumput laut mempunyai nilai
tersendiri dan dapat dikonsumsi meskipun tidak pada musimnya, yaitu dengan cara diawetkan,
contoh jenis produknya yaitu manisan kering.
Dilihat dari kandungan gizi, rumput laut mengandung dietary fiber dan kandungan iodium
yang cukup tingi. Menurut Hambali dkk (2004), komposisi kimia untuk rumput laut
jenis Eucheuma cottonii dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut jenis Eucheuma cottonii
Komposisi Nilai
Air (%) 13,9
Protein (%) 2,69
Lemak (%) 0.37
Abu (%) 17.09
Serat kasar (%) 0.95
Mineral Ca (ppm) 22.39
Mineral Ce (ppm) 0.121
Mineral Cu (ppm) 2.763
Ribofavin (mg/ 100g) 2.7
Vitamin C (mg/ 100g) 12
Karagenan (%) 61.52
Sumber: Istini et all, 1989 (dalam buku Hambali dkk, 2004)
Manfaat yang diperoleh dari manisan rumput laut diantaranya adalah kandungan dietary
fiber yang tinggi. Dietary fiber adalah serat makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan manusia. Di dalam usus, serat ini dapat menyerap air sehingga mencegah terjadinya
penyakit usus diantaranya, konstipasi dan wasir. Serat ini juga dapat mencegah kegemukan
(obesitas) karena kandungan serat yang tinggi dan menurunkan kadar kolesterol. Rumput laut yang
digunakan dalam pengolahan manisan, mengandung vitamin C dan kalsium. Dengan demikian,
produk ini sangat bermanfaat untuk menjaga stamina tubuh dan dapat mencegah penyakit keropos
tulang yaitu osteoporosis, rumput laut juga memiliki manfaat sebagai makanan rendah kalori.
Bahan-bahan pembuatan manisan rumput laut
Gula
Gula adalah istilah umum untuk karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis tetapi dalam
industri pangan digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu
(Buckle et al, 1987), lebih lanjut Buckle et al (1987) menyatakan bahwa gula dalam beberapa
produk makanan berfungsi sebagai pengawet, seperti selai, jeli, sari buah pekat, buah-buahan
bergula, chutney dan madu.
Sukrosa merupakan disakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan bahan
pangan. Sukrosa dalam bentuk kristal biasanya digunakan dalam industri-industri makanan
(Winarno, 1992). Sukrosa tidak mempunyai daya mereduksi sama sekali, karena gugus pereduksi
dari glukosa dan fruktrosa salnga mengikat membentuk ikatan 1,2-glukosis sebagai berikut
(Girindra, 1990). :
Buckle et al (1987) menyatakan bahwa penambahan gula dapat menurunkan aw, tetapi
bukan merupakan satu-satunya faktor yang mengendalikan pertumbuhan mikroba, karena bahan-
bahan dasar yang mengandung komponen yang berbeda juga berpengaruh terhadap kerusakan
yang disebabkan oleh mikroba. Oleh karena itu teknik pengawetan dengan penambahan gula pada
umumnya dikombinasikan dengan teknik pengawetan lainnya seperti pemanasan.
Asam Sitrat
Selama pengolahan bahan pangan, tidak dapat dihindari terjadinya penurunan zat gizi dan
mutu bahan pangan, baik kualitas maupun kuantitas. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh
enzimatis, fisik dan mikrobiologis (Desrosier, 1987).
Asam sitrat ditambahkan pada bahan makanan dengan tujuan sebagai antioksidan,
menginaktifkan enzim pengoksidasi, mengatur pH dan mencegah reaksi pencokelatan (Prescott
dan Dunn (1982) dalam Haryani, 1999).
Menurut Haryani (1999), konsentrasi asam sitrat yang terbaik pada pembuatan leather
nangka adalah 0,1% agar rasanya tidak terlalu asam.
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu
bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Dengan cara ini
bahan menjadi lebih awet, volumenya menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan. (Winarno, 1992)
Sebagian air dalam bahan dapat dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis
bahan,. Untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan, umunya dilakukan pengeringan, baik
dengan penjemuran atau dengan alat pengeringan buatan (Winarno, 1992).
Perubahan Yang Terjadi Selama Pengolahan Manisan
Kadar Air
Proses pengeringan pada umumnya melibatkan panas pada bahan pangan sehingga air yang
terdapat pada bahan pangan tersebut berkurang karena mengalami proses penguapan (Desrosier,
1987).
Gula Reduksi
Sukrosa merupakan gula non pereduksi yang jika dilarutkan dalam air dan dipanaskan ,
sebagian molekulnya akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang bersifat sebagai gula
pereduksi atau disebut juga gula invert (Girindra, 1990).
Pemanasan
C12H22O11+H2O C6H12O6 + C6H12O6
sukrosa asam lemah glukosa fruktosa
Gambar 2. Proses hidrolisasi sukrosa (Girindra, 1990)
pH
pH adalah ukuran keasaman atau alkalinitas suatu larutan. Perubahan pH suatu larutan
sangat penting karena dapat memberi pengaruh terhadap bahan makanan. Pertumbuhan
miroorganisme dapat dikontrol dengan jalan menurunkan pH bahan makanan (Winarno, 1992).
Menurut Winarno (1992), sukrosa bersifat netral denga pH sekitar 6,3-6,4, sehingga
penambahan sukrosa kedalam bahan makanan akan dapat meningkatkan pH (menurut derajat
keasaman).
Warna
Warna bahan makanan tidak semuanya disebabkan oleh pigmen alamiah dari tanaman,
tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lain, seperti reaksi browning baik yang enzimatik maupun non
enzimatik yang dapat menyebabkan pencokelatan pada bahan pangan selama pengeringan
(Desrosier, 1988).
Buckle et al, (1988) menyatakan bahwa warna bahan pangan dapat rusak oleh panas.
Pengeringan dapat mengubah kamampuan bahan dalam memantulkan, menyebarkan, menyerap
atau meneruskan sinar. Selama proses pengeringan dapat terjadi reaksi pencokelatan non
enzimatik.
Tekstur
Hutabean (1996) menyatakan bahwa konsentrasi larutan gula pekat menyebabkan sirup,
jelly, selai dan manisan kering buah-buahan tampak cemerlang.
Proses pengeringan dengan suhu awal yang terlalu tingi dapat menyebabkan permukaan
bahan menjadi mengering lebih dahulu sebelum bagian dalamya (case hardening), akibatnya
permukaan bahan menjadi keras dan keriput sehingga pengeringan selanjutnya menjadi terhambat
(Winarno, 1992).
Pelaksanaan:
1) Tahap Sortasi Bahan
Bahan baku dipilih yang segar, kering, tidak berjamur, warna putih kecoklatan. Bahan yang
sudah dipilih dipisahkan dari bahan yang berjamur atau tidak utuh.
2) Tahap Pencucian I
Bahan yang sudah disortasi sicuci dengan air yang mengalir sampai bersih. Kemudian bahan
dibersihkan dari kotoran berupa pasir dengan cara di gosok dengan tangan sampai kotoran
lepas dari bahan.
3) Tahap Perendaman bahan baku
Bahan direndam dengan air tawar sampai bahan baku benar-benar terendam. Perendaman
dilakukan selama 1-2 hari, setiap 12 jam sekali air rendaman diganti dengan yang baru agar air
tidak berlendir dan rumput laut dapat mengembang dengan sempurna seperti semula, karena
menggunakan rumput laut kering.
4) Pengirisan
Bahan yang sudah direndam diiris dengan pisau stain less steel. Pengirisan dilakukan
bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan, sehingga mempercepat peresapan larutan ke dalam
bahan baku manisan.
5) Tahap Perendaman dalam larutan kapur sirih
Bahan yang sudah diiris kemudian direndam dengan larutan kapur sirih 1% selama 12 jam.
Tujuan perendaman dengan larutan kapur sirih, yaitu untuk memperkuat tekstur bahan baku.
6) Tahap Pencucian II
Bahan yang sudah direndam larutan kapur sirih, kemudian dicuci bersih dengan air bersih
yang mengalir agar sisa-sisa larutan kapur sirih segera hilang.
7) Tahap Pemasakan
Larutan gula dimasak sehingga mendidih selama 5 menit, kemudian bahan baku
dimasukkan dalam rebusan larutan gula tersebut, selanjutnya dimasak selama 10 menit. Larutan
gula dan bahan yang sudah dimasak dimasukkan dalam wadah.
8) Tahap Perendaman dalam larutan gula
Ditimbang sesuai perlakuan yaitu 15% (150 g), 25% (250 g), 35% (350 g), 45%
(450 g), 65% (650 g), 75% (750 g) dan masing-masing dilarutkan ke dalam 1000 ml air dan
dibiarkan terendam selama 24 jam, selanjutnya larutan gula diambil untuk dipekatkan dengan cara
dimasak sampai mendidih, kemudianditambahkan asam sitrat 0,5%(pasta) dan essence aroma 1%,
selanjutnya dimasukkan bahan dalam larutan gula tersebut diangkat dari api dibiarkan 12
jam, diulangi sebanyak tiga kali.
9) Tahap Pengeringan
Bahan yang sudah direndam ditempatkan pada tampah yang dialasi dengan daun pisang
kering kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Selama pengeringan bahan dibolak-balik
sampai bahan kering. Lama pengeringan berkisar 1-2 hari tergantung dari kondisi cuaca.
10) Tahap Pengemasan
Pengemasan merupakan proses akhir atau finishing dalam proses produksi. Pengemasan
dilakukan setelah manisan kering, dengan bahan pengemas yang tidak membahayakan kesehatan.
Bahan pengemas yang digunakan dari bahan plastik atau beling.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Rumput Laut. http://id.wikipedia.org/wiki/rumput_laut.html. Diakses 10 Desember 2009.

Aryanti, 1995. Pengaruh Konsentrasi Gula Dan Lama Perendaman Terhadap Beberapa Sifat Fisik Dan
Kimia Manisan Kering Belimbing Wuluh (Averhoa belimbi) Setelah Disimpan (Skripsi). Fakultas
Pertanian Universitas Mataram. Mataram.

Aslan, L. M., 1998. Rumput Laut. Kanisius. Jakarta.

Astawan, M. dan M. Wahyuni, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika
Pressindo. Jakarta.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan Wooton, 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Purnomo,
H dan Adiono. Universitas Indonesia. Jakarta.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, (2000). Mataram. Nusa Tenggara Barat.

Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Fachruddin, Lisdiana, 1998. Membuat Aneka Manisan. Kanisius. Yogyakarta.

Girindra, A., 1990. Biokimia I. Gramedia. Jakarta.

Hambali, Erliza, 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Hanafiah, K.A., 1994. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang.

Haryany, N., 1999. Kajian Sifat Kimia Dan Organoleptik Leather Nangka Pada Berbagai Konsentrasi
Asam Sitrat (skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.

Hutabean, T.J., 1996. Pengaruh Konsentrasi Gula dan Lama Pengentalan terhadap Sifat Fisik dan
Kimia Konsentrat Sari Buah Jambu Mete. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram

Anda mungkin juga menyukai