Anda di halaman 1dari 5

2.

2 Susut Bobot dan Luas


Susut bobot merupakan proses penurunan berat psada suatu produk akibat proses
perombakan yang terjadi selama penyimpanan. Susut bobot sering terjadi pada daging/filet ikan.
Selain susut bobot perubahan fisik lain adalah terjadinya perubahan/ susut luas/ keliling
permukaan daging/filet ikan. Pada penyimpanan ikan utuh perubahan luas/keliling permukaan
ikan juga tidak akan terlihat, berbeda halnya dengan filet, perubahan luas/keliling permukaan
yang terjadi terlihat lebih nyata. Umumnya fase ikan pada saat membuat filet akan berpengaruh
terhadap luas/keliling permukaan filet selama penyimpanan. Ikan yang dibuat filet pada fase pre
rigor mortis memiliki susut luas/keliling permukaan filet paling besar apabila pada saat filet
masih dalam kondisi rigor, karena kondisi daging menjadi mengkerut.

2.2.1 Faktor Penyebab Terjadinya Susut Bobot


Susut bobot dapat terjadi akibat proses denaturasi dan autolisis. Proses denaturasi dapat
terjadi karena pemanasan atau penurunan pH (Pomeranz 1985). Setelah mengalami denaturasi,
protein yang semula elastis akan berubah menjadi keras, kompak, dan kurang elastis. Dengan
demikian, protein pada filet tidak mampu lagi mempertahankan cairan yang dikandungnya
sehingga menetas sebagai drip. Proses denaturasi akan meningkat selama penyimpanan karena
terjadinya drip dan dehidrasi telah meningkatkan konsentrasi garam mineral (Suzuki 1981).
Dehidrasi akan menyebabkan terjadinya pergerakan cairan yang terdapat di ruang antar protein
sehingga protein menjadi tertutup dan dapat membentuk beberapa ikatan silang antar molekul
protein (Ockerman 1983).
Buckle (1987) menyatakan perombakan protein oleh enzim yang berasal dari filet menjadi
komponen lebih sederhana akan menyebabkan fungsi protein sebagai pengikat cairan tubuh
mengalami penurunan dan cairan akan keluar dari jaringan tersebut sehingga mengalami
penyusutan bobot (Hadiwiyoto 1993). Sehingga susut bobot akang mengalami peningkatan
karena adanya peningkatan populasi bakteri pembusuk.
Proses autolisis dapat meningkatkan nilai pH karena proses auotlisis menghasilkan
senyawa yang bersifat basa yang disebabkan adanya enzim proteolitik yang dihasilkan dari filet
itu sendiri dan dari bakteri pembusuk yang terkandung pada filet nila. Enzim proteolitik tersebut
mengubah protein menjadi amoniak yang bersifat basa. Husni et al. (2014) menyatakan bahwa
peningkatan pH pada filet nila merah selama penyimpanan menunjukkan adanya aktivitas enzim
proteolitik yang terdapat pada jaringan daging ikan yang menghasilkan amoniak. Susut bobot
yang disebabkan karena adanya proses autolisis dan pada filet yang sudah tidak ada lagi
pelindung (kulit) mengalami penyusutan lebih besar dibandingkan dengan fillet yang berkulit
karena pada filet tanpa kulit tidak ada lagi pelindung yang menyebabkan mudah diserang oleh
bakteri.
Susut bobot dipengaruhi oleh konsentrasi bahan aktif. Pada susut bobot filet ikan berlapis
edible aktif selama penyimpanan mengalami peningkatan dan peningkatannya semakin kecil
dengan adanya konsentrasi bahan aktif yang semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi karena
dengan meningkatnya konsentrasi bahan aktif dalam pembuatan larutan pelapis edible akan
menyebabkan tegangan permukaan semakin tinggi, akibatnya difusiuap air semakin terhambat.
Pelapis gelatin pada daging dapat mengurangi losis (susut berat) secara nyata (Antoniewski et al.
2007).
Penurunan bobot pada filet umumnya disebabkan oleh hilangnya kandungan air pada
daging filet ikan itu sendiri selama proses pendinginan. Penyusutan berat selama pendinginan
dapat disebabkan karena kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan
menuju ke udara disekitarnya melalui proses kondensasi uap air (Fellow 2000). Artinya, semakin
lama waktu penyimpanan akan menyebabkan penurunan berat atau bobot filet. Susut bobot juga
dapat dipengaruhi oleh cara penanganan atau proses pengolahan, suhu, pengemasan, maupun
lama penyimpanan.

2.2.2 Peningkatan Susut Pada Filet Ikan


Peningkatan susut dapat terjadi karena semakin lama waktu penyimpanan filet pada suhu
dingin, sehingga menyebabkan kehilangan air air (dehydration) pada filet itu sendiri. Menurut
Sudarmadji et al. (1996), pada saat penyimpanan dingin maka bobot akan berkurang, hal ini
terjadi karena adanya penguapan air dari bahan kelingkungan. Salah satu yang bisa menghambat
tingginya laju penguapan air pada bahan selama penyimpanan adalah dengan penggunaan
kemasan yang baik. Plastik polipropilen (PP) merupakan salah satu kemasan yang baik dalam
mempertahankan bobot bahan yang dikemas, dimana menurut Syarief et al. (1989) plastik
polipropilen (PP) memiliki tingkat premeabilitas uap air lebih rendah jika dibandingkan dengan
plastik polietilan (PE).
Perombakan protein oleh enzim pada filet akan mempengaruhi fungsi protein sebagai
pengikat cairan tubuh menjadi menurun (Buckle et al. 1987) dan cairan akan keluar dari jaringan
(Hadiwiyoto 1993), sehingga terjadi susut bobot. Seperti halnya tanin yang merupakan senyawa
polifenol kompleks yang mempunyai sifat dapat berikatan dengan protein atau polimer lainnya
seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin membentuk suatu ikatan kompleks yang stabil,
sehingga dapat menghambat kerja enzim protease (tripsin dan khimotripsin) dan enzim selulase.
Daging ikan terdiri dari komponen padatan dan cairan. Komponen cairan berkisar 60-80 persen
bobot ikan. Cairan dalam daging ikan terikat kuat dalam jaringan sehingga tidak dapat
dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk untuk tumbuh dan berkembang. Peningkatan populasi
bakteri pembusuk akan menyebabkan peningkatan susut bobot (Afrianto dan Liviawaty 2014).

2.2.3 Perhitungan Susut Bobot dan Susut Keliling Permukaan

Bobot awal−bobot akhir


Susut bobot filet (%) = ×100%
Bobot awal
Keliling awal−keliling akhir
Susut keliling permukaan filet (%) = ×100%
Keliling awal

4.2 Pengamatan Susut Bobot Dan Luas

Berikut merupakan tabel hasil pengamatan susut bobot dan luas pada ikan nila :

Tabel 12. Hasil Pengamatan Susut Bobot Dan Luas

Parameter Yang Waktu Pengamatan


Diamati Hari ke - 1 Hari ke - 7
Ikan Nila
Karakteriatik 5 3
Organoleptik
Bobot 210 gr 188 gr
Post Rigor Mortis 22.30 -
Drip 0 6
Filet Nila
Karakteristik 5 2
Organoleptik
Bobot 60 52 gr
Luas Filet 34 cm 33,5 cm
Post Rigor Mortis 00.30 -
Drip 0 2

Dari tabel diatas nilai organoleptic ikan nila dan filet ikan nila mengalami penurunan
setelah disimpan selama tujuh hari pada lemari pendingin. Filet ikan nila mengalami penurunan
mutu yang lebih signifikan dibandingkan dengan penurunan mutu ikan nila.
Ikan nila mengalami penurunan bobot dari hari pertama seberat 210 gr menjadi 188 gr
pada hari ketujuh. Filet nila mengalami penurunan bobot dari hari pertama seberat 60 gr menjadi
52 gr pada hari ketujuh.

210 gr−188 gr
Susut bobot ikan nila ¿ × 100 %
210 gr
¿ 10,48 %

60 gr −52 gr
Susut bobot ikan nila ¿ × 100 %
60 gr
¿ 13,33 %

Filet nila mengalami susut bobot yang lebih besar bila dibandingkan dengan susut bobot
filet ikan nila. Susut bobot yang terjadi pada ikan nila maupun filet nila terjadi karena proses
denaturasi dan autolysis. Proses denaturasi dapat terjadi karena pemanasan atau penurunan pH
(Pomeranz, 1985).
Filet nila mengalami penurunan luas dari hari pertama seluas 34cm2 menjadi 33,5 cm2.
34 cm2−33,5 cm 2
Susut luas filet nila ¿ ×100 %
34 cm 2
¿1,47%

Filet nila mengalami susut luas sebesar 1,47% dari luas awal filet. Ikan nila mengalami
fase post rigor mortis pada pukul 22.30 WIB sedangkan filet nila mengalami fase post rigor
mortis pada pukul 00.30 WIB. Ikan nila dua jam lebih cepat memasuki fase post rigor mortis
dibandingkan dengan filet nila, menandakan bahwa ikan nila mengalami penurunan mutu yang
lebih cepat dari filet nila.
Tidak ada drip yang terbentuk pada hari pertama dari ikan nila maupun filet nila. Pada
hari ke tujuh drip yang dihasilkan ikan nila sebanyak 6 sedangkan drip yang dihasilkan filet nila
sebanyak 2. Nutrisi daging beku akan terlarut dalam air dan hilang bersama cairan daging yang
keluar selama proses penyegaran kembali yang disebut dengan drip, merupakan hilangnya
beberapa komponen nutrisi daging yang ikut bersama keluarnya cairan daging seperti, garam,
protein, asam-asam amino dan vitamin-vitamin (Wanniate, 2014). Dapat disimpulkan bahwa
ikan nila lebih banyak mengalami kehilangan nutrisi dibandingkan filet nila.

Anda mungkin juga menyukai