26
27
1) Pembongkaran
Ikan layur yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dalam keadaan segar dan
utuh. Ikan layur hasil tangkapan nelayan menggunakan kapal berkasitas 5-15 PK
(Gambar 4). Alat tangkap yang digunakan adalah gill net dan pancing rawai. Ikan
hasil tangkapan ditangani dengan hati-hati, bersih, cepat dan diberikan perlakuan
dingin selama di kapal untuk menjaga kesegaran ikan sebelum diproses lebih
lanjut di perusahaan.
dilakukan oleh karyawan PT. AGB berdasarkan GMP dan SSOP. Proses
pemilihan dilakukan di meja sortir untuk memisahkan jenis dan ukuran ikan
sesuai peruntukan negara tujuan ekspor. Ukuran dan jenis ikan dipisahkan
berdasarkan gradenya. Selain itu jenis alat tangkap yang digunakan juga
mempengaruhi terhadap pengelompokan dan pemilihan untuk negara tujuan,
misalnya ikan yang ditangkap dengan alat tangkap pancing diperuntukan untuk
negara tujuan ekspor Korea sementara sisanya untuk negara tujuan seperti Cina
dan Thailand.
Proses pemilihan bahan baku selain untuk menentukan ukuran, jenis ikan
dan kualitas ikan juga berfungsi sebagai perhitungan jumlah ikan per nelayan
yang dikirim ke perusahaan. Ukuran ikan dipisahkan berdasarkan jenis dan ukuran
yang sama pada keranjang kemudian dilakukan penimbangan. Ikan ditimbang
perkeranjang dengan bobot 10 kg seluruh proses sortir dan penimbangan di catat
dalam laporan inspeksi sortir (Lampiran 6) dan laporan ukuran bahan baku
(Lampiran 7). Proses sortir dilakukan dengan mendata waktu penerimaan bahan
baku, nama pemasok, kualitas, ukuran, pengukuran suhu dan pengujian
organoleptik. Selain itu juga memeriksa bahaya fisik yang mungkin
mengkontaminasi bahan baku seperti adanya pasir, atau bahkan mata pancing
yang terbawa pada ikan sehingga pada proses sortir dicek satu persatu.
b
Gambar 9. Pembekuan di Air Blast Freezer. (a) Susunan Long Pan Sebelum
disusun dalam ABF (b) Susunan Long Pan dirak ABF
35
sedang. Bahaya ini dapat dikendalikan dengan penerapan GMP yang baik dan
benar. Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan adalah dengan melakukan
pengecekan suhu ikan yang akan dipilih sebagai bahan baku menggunakan
thermocouple. Kebanyakan bakteri akan mati atau sekurang-kurangnya berhenti
aktifitasnya apabila suhu diturunkan sampai 0 oC atau dinaikkan diatas 100oC
(Murniyati dan Sunarman 2000).
Standar suhu ikan bahan baku yang ditetapkan oleh PT. AGB
Palabuhanratu yang dijadikan sebagai bahan baku ikan layur beku adalah
maksimal 4oC. Batas suhu pusat bahan baku layur beku yang dapat diolah
maksimal 4,4oC, apabila melebihi batas maksimal kemungkinan bahan baku yang
digunakan telah mengalami penguraian (BSN 2006).
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pemantauan suhu bahan baku setiap penerimaan. Bahaya ini merupakan kategori
bahaya yang sering terjadi pada saat penerimaan bahan baku dan merupakan
bahaya yang signifikan apabila tidak ditangani secara baik dan benar dengan
penerapan SSOP dan GMP.
Bahaya lain yang mungkin muncul pada tahap penerimaan bahan baku
adalah adanya kontaminasi logam berat seperti Cd, Pb, dan Hg yang diakibatkan
dari adanya pencemaran lingkungan perairan tempat penangkapan ikan. Bahaya
ini masuk kedalam kategori bahaya yang sering terjadi dan dapat menyebabkan
bahaya yang serius apabila terakumulasi dalam tubuh konsumen. Tindakan
pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan uji laboratorium secara
berkala setiap tiga bulan sekali dengan penerapan GMP dan SSOP untuk tindakan
pencegahan serta pengendalian bahaya yang dimaksud.
dalam proses ini. Bahaya ini berkaitan dengan bahaya keamanan pangan (food
safety), namun peluang terjadinya bahaya ini masih rendah karena bisa
dikendalikan dan dikontrol dengan GMP dan SSOP selama proses sortir.
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan tetap mempertahankan
suhu rendah dibawah 4oC menggunakan es curai serta memperhatikan kebersihan
dan sanitasi meja sortir dan peralatan yang digunakan. Tahapan pemilihan juga
dilakukan pemeriksaan terhadap bahaya fisik yang mungkin terjadi seperti adanya
jaring atau mata pancing yang masih menyangkut dan terbawa pada ikan. Hal ini
dianggap efektif karena pada tahapan sortir ikan diperiksa satu persatu sebelum
dikelompokan berdasarkan kualitas dan ukurannya.
.
41
pencegahan. Peluang terjadinya bahaya ini dinilai cukup rendah karena bisa
dikendalikan dengan GMP dan SSOP.
Tabel 6. Hasil Uji Titik Kendali Kritis Tahap Penerimaan Bahan Baku (suhu dan
organoleptik)
Pengujian titik kendali kritis pada tahap penerimaan bahan baku yang
dilakukan pada lembar laporan penerimaan bahan baku (Lampiran 5). Parameter
yang diuji pada tahap penerimaan bahan baku adalah yaitu pemeriksaan suhu
pusat ikan dan sifat organoleptik (Lampiran 24).
Suhu pusat sampel ikan layur yang diukur yaitu 2 oC sampai 3oC sehingga
setiap ikan layur yang diterima di PT. AGB Palabuhanratu telah melalui
pengawasan suhu secara ketat agar tidak didapatkan ikan layur yang memiliki
suhu diatas 4oC. Hasil uji organoleptik juga menunjukan bahwa bahan baku yang
diterima di PT. AGB Palabuhanratu tidak melebihi batas kritis yang telah
ditetapkan yakni ikan yang diterima memiliki kenampakan yang baik, bau yang
spesifik dan tekstur yang masih kenyal. Berdasarkan hasil uji CCP pada tahap
penerimaan bahan baku maka dapat diambil kesimpulan bahwa setiap bahan baku
yang diterima memiliki suhu pusat dan sifat organoleptik yang tidak melebihi
batas kritis serta PT. AGB Palabuhanratu telah melakukan pengawasan
menyeluruh pada tahap penerimaan bahan baku.
Pengawasan yang ketat dilakukan juga pada titik kendali kritis tahap
pengemasan. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah pengemasan dilakukan oleh
pekerja yang terampil dan berpengalaman sehingga bisa meminimalisir kesalahan
yang terjadi akibat kelalaian pekerja. Tindakan koreksi dilakukan untuk
memastikan ketidaksesuaian yang terjadi pada proses pengemasan dapat diatasi
dan dicegah untuk tidak terulang kembali.
45
Hasil uji organoleptik pada ikan layur beku masih memenuhi persyaratan
standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu dengan nilai organoleptik 7 (Tabel 5). Hal
ini dikarenakan pada tahap penerimaan bahan baku telah dilakukan sortir untuk
penentuan grade bahan baku dan memilih bahan baku yang nilai organoleptiknya
tidak kurang dari 7. Selain itu kualitas bahan baku ditunjang oleh jarak waktu
setelah ditangkap sampai kepada penanganan di perusahaan tidak pernah melebihi
46
dari 12 jam ditambah dengan penanganan yang baik selama dikapal sehingga
kualitas dan mutu bahan baku masih sangat bagus.
Hasil uji mikrobiologi didapatkan hasil uji produk dengan jumlah TPC,
E. Coli, Vibrio cholera, dan Salmonella yang belum melampaui batas standar SNI
yang telah ditetapkan, monitoring pada proses penerimaan bahan baku yang
teridentifikasi sebagai titik kendali kritis menghasilkan bahan baku yang sesuai
dengan ketentuan yang diberlakukan. Apabila terdapat bahan baku yang melebihi
suhu standar yang telah ditetapkan maka tindakan koreksi yang dilakukan
perusahaan adalah menolak dan mengembalikan bahan baku tersebut kepada
pemasok. Upaya dilakukan untuk menghambat laju pertumbuhan mikroba pada
seluruh tahapan proses ialah dengan menerapkan rantai dingin.
Hasil uji kimia menunjukan bahwa produk ikan layur beku memiliki
kandungan merkuri, kadmium dan timbal yang nilainya lebih kecil dari standar
yang diperbolehkan oleh SNI hal tersebut berarti produk ikan layur beku tidak
membahayakan konsumen. Hal ini membuktikan bahwa bahan baku layur beku
yang diterima oleh PT. AGB Palabuhanratu merupakan bahan baku yang berasal
dari perairan yang bersih dan terbebas dari pencemaran logam berat serta zat
kimia berbahaya.
Hasil pengawasan terhadap pendeteksian logam pada produk ikan layur
beku, menunjukan tidak ditemukan adanya serpihan logam karena telah dilakukan
tahapan pendeteksian logam dengan baik. Produk layur beku yang terkontaminasi
oleh serpihan logam tidak dipasarkan untuk menghindari adanya penolakan dari
negara importir. Selain itu uji sensitifitas alat metal detektor dilakukan setiap 1
jam sekali untuk mengetahui apakah alat tersebut masih sensitif atau tidak
terhadap adanya logam pada produk ikan layur beku. Proses yang baik tersebut
menghasilkan mutu produk ikan layur beku yang sesuai dengan standar SNI
6940.1:2011 mengenai spesifikasi ikan layur beku.