Pencucian I Stuffing
Penyiangan
Pembekuan (ABF)
Pencucian II
Metal Detecting
Perendaman II
Pemvakuman
Perendaman III
Pengemasan dalam plastik vakum
Pencucian III
Penimbangan
Loining
Sortasi
Trimming
Pembuangan Gas CO
Skinning
Pengisian Gas CO
Cutting Cube
Penimbangan
Penyusunan dalam plastik PE
69
ekor dengan cara menusukan coring tube ke tubuh ikan, sehingga di dapatkan
potongan daging ikan tuna.
PT. Sari Segar Laut Indonesia menerima bahan baku segar dengan ukuran
20 kg ke atas dan memiliki kualitas mutu B dan C. Ikan dan diterima akan dicatat
berat dan jenis ikan pada lembar penerimaan bahan baku. Selain itu pengecekan
suhu dilakukan oleh karyawan penerimaan bahan baku, dan sampel hasil yang
dicek oleh checker ditempatkan kantong plastik steril, untuk diserahkan ke
laboratorium untuk dilakukan pengujian histamin. Sampel tuna yang diambil akan
dicek kandungan histaminnya. Pengujian histamin tidak dilakukan pada setiap
proses namun, dilakukan saat penerimaan bahan baku. Selain itu pengujian
histamin bahan baku juga dilakukan pengujian mikrobiologi pada bahan baku dan
produk akhir meliputi ALT, Coliform, E-coli, Salmonella, Vibrio cholerae. Pada
kenyataannya PT. Sari Segar Laut Indonesia mengontrol suhu ruang dan suhu
pusat bahan baku dan penanganan yang cepat, saniter dan hiegienis sehingga
peningkatan histamin dan mikroba pada bahan baku tidak meningkat secara
signifikan.
Menurut Fadly (2009), Terdapat perbedaan klasifikasi mutu ikan tuna
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rangking/Grade Ikan Tuna
Mutu Grade Ciri-ciri
I A Warna daging untuk tuna jenis yellowfin adalah merah, seperti darah
segar atau buah semangk
Warna daging tuna jenis big eye, dagingnya berwarna merah seperti
bunga mawar yang berwarna merah tua
Mata bersih, terang, dan menonjol
Kulit normal, warna bersih dan cerah
Untuk jenis tuna yellowfin tekstur daging keras, kenyal, dan elastis
Jenis tuna big eye tekstur dagingnya lembut, kenyal dan elastis
Kondisi ikan (penampakannya) bagus atau utuh
II B Daging tuna berwarna merah, terdapat warna pelangi pada daging tuna
Otot daging agak elastis, jaringan daging tidak pecah
Mata bersih, terang dan menonjol
Kulit normal, bersih dan sedikit lendir
Tidak ada kerusakan fisik (utuh)
III C Daging tuna kurang merah, terdapat warna pelangi pada daging tuna
Kulit normal dan berlendir
Kondisi ikan tudak utuh atau cacat, biasanya pada bagian punggung/dada
IV D Warna daging agak kurang merah dan cenderung berwarna coklat dan
pudar
Otot daging kurang elastis, lemak sedikit dan ada warna pelangi pada
daging tuna
71
Bahan baku disimpan dengan cara menggantungkan ikan pada pengait besi
ikan digantung dalam posisi terbalik kepala mengarah ke bawah dan ekor
mengarah ke atas digantung dalam posisi terbalik bertujuan agar sisa kotoran dan
darah yang mengalir akan turun ke bawah, selain itu cara ini dapat mencegah ikan
untuk kontak dengan lantai. Setiap pengait dapat menampung 3-5 ekor ikan dan
maksimal 6 ekor tergantung ukuran ikan. Daya tampung raw material room ini ±
10 ton. Karyawan yang bertugas dalam penyimpanan ikan berjumlah 3 orang.
Menurut Effendi (2009), Pendinginan atau chilling umumnya merupakan
suatu metode pengawetan yang ringan, pengaruhnya kecil sekali terhadap mutu
bahan pangan secara keseluruhan. Chilling sangat cocok untuk memperpanjang
kesegaran atau masa simpan bahan pangan. Pendinginan dapat dilakukan dengan
menggunakan es, air dengan es dan udara dingin.
5.1.4 Perendaman I
Perendaman ikan dilakukan saat ikan yang diterima langsung di proses,
perendaman dalam bak keramik yang berisi air dan es yang ditambahkan klorin 10
ppm, perendaman ini bertujuan untuk menghilangkan sisa kotoran pada
permukaan kulit ikan dan tempat peralihan atau temporary storage saat ikan
73
cuci kembali kemudian masuk ke ruang proses. Satu persatu secara bergantian
ikan direndam dalam bak tersebut. Karyawan yang bertugas dalam receiving
room II melakukan proses perendaman, sekaligus pencucian berjumlah 1 orang.
Menurut Winarno (2011), Klorin merupakan bahan yang paling cocok
digunakan pada unit pengolahan dan pengangkutan makanan. Desinfektan ini
bekerja cepat terhadap sejumlah mikroorganisme dan harganya relatif murah.
Sangat cocok untuk desinfektan umum di tempat usaha makanan. Harus
digunakan pada konsentrasi 100-250 mg klorin/liter. Karena klorin bersifat
korosif, sehingga perlu dilakukan pembilasan setelah cukup waktu kontak yang
telah dianjurkan.
5.1.9 Pencucian III
Pencucian III dilakukan setelah proses perendaman III, dengan
menggunakan air bersih yang mengalir ikan dicuci hingga bersih untuk
menghilangkan residu klorin pada ikan sehingga dihasilkan ikan yang benar-benar
bersih untuk masuk ke ruang produksi. Satu persatu ikan dipindahkan ke atas
meja stainless steel berbentuk miring ke tengah dengan ukuran 117 x 59 x 74 cm
dan ikan dicuci kembali. Setelah itu ikan masuk melalui loket yang berhadapan
langsung menuju ruang produksi untuk selanjutnya memasuki ruang produksi I
melalui loket ikan berukuran 80 x 53 cm. Karyawan yang bertugas dalam
pencucian III berjumlah 1 orang.
5.1.10 Pembentukan Loin (Loining)
Pembentukan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi 4 bagian
secara membujur. Proses pemotongan loin dilakukan dari mulai bagian ekor ikan
di fillet hingga bagian punggung kemudian ke arah bagian perut, dilakukan pada
sisi kanan dan kiri secara bergantian. Setelah terbelah menjadi 2 bagian masing-
masing ikan dipotong sejajar dengan garis tengah dari pangkal hingga ekor,
sehingga ikan menjadi 4 bagian loin. Proses pembentukan loin dilakukan dengan
cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahkan suhu rendah. Tujuan loining
untuk mendapatkan loin bersih tanpa tulang. Proses loining dapat dilihat pada
Gambar 7.
76
Menurut Livingston dan Brown (1981), suntik gas CO pada daging ikan
dapat mempertahankan warna asli ikan dengan cara pengikatan senyawa karbon
monoksida pada mioglobin menjadi senyawa karboksimioglobin. Senyawa
karboksimioglobin dapat mencegah terjadinya proses oksidasi pada ikan dapat
merubah warna daging ikan dari merah mejadi coklat kehijauan. Warna daging
tuna yang merah dapat menarik dan mempengaruhi daya beli konsumen. Produk
tuna yang mengalami perlakuan CO relatif lebih tahan terhadap suhu, karena jika
produk yang diberi gas CO dapat disimpan pada suhu colstorage maksimal -30º C
sedangkan jika tanpa perlakuan CO maka produk harus disimpan pada suhu
coldstorage maksimal -50ºC. Terdapat 2 orang karyawan yang bertugas untuk
mengisi gas CO kedalam plastik.
5.1.18 Penyimpanan Dalam Chilling Room
Cube yang telah diberi gas CO, harus di Inkubasi selama 2 x 24 jam atau
2 hari pada Chilling Room. Inkubasi selama 2 hari bertujuan untuk pembentukan
senyawa karboksimioglobin dari reaksi CO dengan mioglobin. Pembentukan
senyawa tersebut pada dasarnya tidak memerlukan pendinginan, akan tetapi
karena memerlukan waktu 2 hari untuk inkubasi sehingga harus disimpan pada
suhu dingin untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba pada produk.
Proses inkubasi dalam chilling room dapat dilihat pada Gambar 11.
tuna dan merata diseluruh bagian sehingga menghasilkan warna merah cerah pada
produk tuna cube. Sebelum disimpan pada keranjang CO diberi kode tanggal
potong dan 2 hari kemudian akan di sortasi.
5.1.19 Pembuangan Gas CO
Pembuangan gas CO dilakukan setelah masa inkubasi selama 2x24 jam
atau 2 hari, produk akan dikeluarkan dari ruang chilling room, produk cube di
bawa ke ruang produksi II untuk pembuangan gas CO. Pembuangan gas CO
dilakukan dengan membuka plastik, kemudian diarahkan pada pipa exhaust
blower yang menghisap gas CO, sehingga gas keluar dan plastik menjadi kempes.
Gas CO dialirkan ke luar ruangan. Karyawan yang bertugas dalam pembuangan
gas CO berjumlah 2 orang, 1 orang membuang gas CO dan 1 orang lagi
membawa produk dari chilling room ke ruang produksi II.
5.1.20 Sortasi
Sortasi adalah proses pemilahan produk berdasarkan mutu, tekstur, warna,
grade dan ukuran, sehingga diperoleh produk yang akan siap dikemas. Dilakukan
dengan cara membuka plastik kemudian memilah produk. Biasanya cube
diperoleh bahan cube yang dipisahkan akan di potong kembali menjadi cube,
Sortasi ini bertujuan memperoleh produk yang satu jenis, dalam hal ini produk
cube yang telah di CO akan segera dikemas. Cube yang telah disortasi kemudian
ditempatkan dalam wadah keranjang untuk selanjutnya dikemas. Pada saat sortasi
mutu karyawan yang bertugas berjumlah 4 orang.
5.1.21 Penimbangan II
Penimbangan dilakukan setelah produk siap, menggunakan timbangan
digital dengan kapasitas sampai 5 kg, timbangan di tare/dinolkan, kemudian
diberi alas nampan kecil, produk ditimbang, cube ditimbang 500 gr/pack,
kemudian dimasukan ke dalam plastik vakum (vacum pack).
5.1.22 Pengemasan Dalam Plastik Vakum
Pengemasan merupakan usaha melindungi bahan pangan dari kerusakan
fisik, air, oksigen, sinar dan lingkungan seperti kotoran dan pencemaran, sehingga
produk terhindar dari kerusakan (Buckel dkk, 2009).
Tuna Cube yang telah ditimbang kemudian dimasukan ke dalam plastik
vacuum pack, plastik ini terbuat dari polietilen (PE) kemasan yang aman untuk
82
produk harus dikemas secara vakum, selain itu setelah udara keluar kemasan
menjadi kempes sehingga produk mudah untuk disimpan.
5.1.24 Metal detecting
Metal detecting merupakan suatu cara mendeteksi adanya partikel unsur
metal, logam dan sebagainya. Menggunakan alat yang disebut dengan metal
detector. Metal detector merupakan alat dengan teknologi canggih yang memiliki
sistem sensor sebagai penyeleksi partikel-partikel yang memiliki unsur metal,
logam dan sejenisnya. Sangat efektif dan membantu dalam mempermudah
kegiatan produksi, efisien dan solusi memenuhi standardisasi yang diinginkan
(Rino, 2016).
Produk yang telah divakum, akan melewati mesin metal detector, untuk
mendeteksi apakah ada serpihan logam atau benda yang mencemari produk
sehingga dapat dipisahkan dan ditanggulangi. Pengecekan dengan mesin ini
dilakukan dengan cara melewatkan produk pada conveyor mesin yang terus
berjalan, apabila sensor berbunyi atau macet, maka terindikasi pada produk
tersebut terdapat benda asing dan segera dipisahkan. Proses ini sangat penting
berkaitan dengan kualitas produk untuk di ekspor, karena titik kritis dalam
pengolahan adalah tidak akuratnya alat metal detector.
Standar logam yang diperiksa pada produk beku berbeda dengan produk
segar, sehingga pada produk segar ferrous (Fe) yaitu <2,0 mm dan stainless (SUS)
yaitu <3,0 mm. Kemudian untuk produk beku ferrous (Fe) <1,5 mm dan stainless
(SUS) <2,5 mm. Karyawan yang bertugas dalam proses ini berjumlah 1 orang.
5.1.25 Pembekuan (Freezing)
Tuna Cube disusun dalam keranjang, dalam 1 keranjang ABF berisi 10 pcs
kemasan tuna cube 500 gr. Produk yang telah dinyatakan lulus sensor metal
detector maka akan ditimbang kemudian dimasukan ke dalam mesin ABF II (Air
Blast Freezer) dengan cara memasukan pada pintu ABF yang telah ditentukan,
yang telah diberi kode nomor. Keranjang akan ditempatkan pada rak kereta yang
berisi 18 keranjang kemudian dimasukan ke pintu ABF. ABF II memiliki 6 pintu,
dengan kapasitas masing-masing 100 kg/ tiap pintu, pembekuan dilakukan selama
± 2 jam dengan suhu mendekati -35ºC.
84
dan untuk kemasan master carton yang telah di tutup dengan plester dieratkan
menggunakan tali pada mesin strapping. Karton yang digunakan sudah lengkap
dengan label yaitu nama produk, nama perusahaan, negara produksi, negara
pembeli, ukuran, berat bersih, kode produksi, kandungan gizi, dan suhu
penyimpanan optimum. Pengepakan harus dilakukan secara cepat dan hiegienis
untuk mempertahankan suhu produk. Proses packing dapat dilihat pada Gambar
12.
benar agar tidak merusak produk. Pengecekan ruang cold storage dilakukan secara
berkala oleh karyawan dan dilaporkan pada QC pengawas, agar produk tetap
dalam kondisi beku hingga saat pendistribusian produk atau ekspor produk
dilakukan.
Suhu cold storage berkisar antara -37 sampai -50ºC, untuk mencegah
terjadinya fluktuasi suhu dipasang tirai plastik sehingga masuk dan keluar nya
udara dapat diminimalkan. Master carton akan disusun diatas pallet yang
digunakan sebagai alas yang terbuat dari plastik. Penyimpanan produk di
coldstorage dilakukan setelah selesai produk di packing sekitar pukul 11.00
WITA, tergantung proses produksi. Penyimpanan dilakukan selama beberapa hari
hingga seminggu setelahnya sehingga jumlah produk memenuhi pesanan buyer
akan dikeluarkan untuk di ekspor. Proses penyimpanan dapat dilihat pada Gambar
13.
5.1.28 Stuffing
Stuffing atau pemuatan produk dalam alat transportasi yang dapat
mempertahankan suhu pusat maksimal -18ºC dan terlindung dari penyebab
kerusakan mutu produk. Tujuan stuffing adalah mendapatkan produk yang aman
dikonsumsi dan melindungi produkdari kerusakan fisik selama pemuatan.
Proses stuffing atau ekspor ini dilakukan dengan container (jalur laut)
menggunakan MC. Dilakukan dengan cara mengeluarkan produk dari cold
storage melalui anteroom. Sebelum produk dimasukkan kedalam container,
kondisi container harus dibersihkan terlebih dahulu. Container yang sudah bersih,
bebas bau dan dalam keadaan dingin kemudian produk akhir akan diangkat dan
didorong diatas conveyor manual untuk kemudian diangkut kedalam mobil
berinsulasi satu persatu kardus keluar sambil ditempel dengan sticker kargo dan
security checking. Penyusunan produk di dalam mobil juga harus tepat dengan
menyisakan rongga untuk sirkulasi udara dingin sehingga produk tetap dalam
keadaan dingin saat pengiriman. Sebelum masuk kedalam mobil dilakukan
pencatatan dan pengecekan untuk sticker dan kode produksi terhadap setiap box
yang keluar oleh petugas. Proses stuffing kontainer dapat dilihat pada Gambar 14.
Penanganan dan pengolahan yang baik, cepat dan saniter serta menerapkan
prinsip rantai dingin pada saat ditangkap diatas kapal, pembongkaran, diterima
dan sampai bahan baku siap untuk diproses menyebabkan nilai organoleptik
memperoleh score yang tinggi dan kesegaran ikan tetap terjaga.
Pengamatan organoleptik produk akhir menunjukkan bahwa produk akhir
yaitu tuna cube beku mempunyai nilai organoleptik dengan nilai rata-rata 8 dan
masih sesuai dengan standar SNI 7692.1:2013 tentang tuna slice beku. Dari hasil
diatas dapat dilihat bahwa selama proses produk tidak mengalami kemunduran
mutu. Parameter dehidrasi dan diskolorisasi atau perubahan warna menunjukkan
bahwa produk tidak mengalami pengeringan dan perubahan warna pada
permukaan produk sehingga dapat dikatakan proses pembekuan produk sangat
baik. Hal ini disebabkan produk dibekukan dengan cepat dan tepat menggunakan
kemasan khusus pembekuan yang dapat menghindari terjadinya kerusakan selain
dehidrasi dan perubahan warna pada produk. Pada produk akhir dibandingkan
dengan bahan baku setelah adanya pemberian gas CO, sehingga produk tuna cube
warnaya lebih cerah jika dibandingkan warna bahan baku.
Hasil dari nilai organoleptik bahan baku menggunakan score sheet ikan
segar dengan pengamatan (mata, insang, lendir, daging, bau dan tekstur)
sedangkan hasil nilai organoleptik produk akhir menggunakan score sheet tuna
slice beku atribut yang berbeda dinilai spesifikasi dalam keadaan beku meliputi
pengeringan (dehidrasi) dan perubahan warna (diskolorasi). Berdasarkan hal
tersebut nilai organoleptik bahan baku dan produk akhir tidak dapat dibandingkan
karena atribut yang berbeda.
5.2.2 Hasil Pengujian Mikrobiologi
5.2.2.1 Hasil Pengujian Mikrobiologi Bahan Baku
Pengujian mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yaitu
ALT, Coliform, Escherichia coli, Salmonella dan Vibrio cholerae. Jenis-jenis
bakteri tersebut berasal dari kontaminasi sumber air tercemar, kontaminasi
peralatan yang digunakan sehingga setiap ada bahan baku akan dilakukan
pengecekan secara berkala oleh QC. Pengujian dilakukan di laboratorium
perusahaan setiap kali bahan baku masuk ke perusahaan dan untuk pengujian air,
es, peralatan dan dilakukan secara berkala. Pengujian mikrobiologi merupakan
90
salah satu uji penting dalam menilai bahan pangan, karena selain dapat menduga
daya tahan suatu makanan juga dapat digunakan sebagai indikator kebersihan dan
keamanan pangan. Cara pengujian mikrobiologi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pengujian mikrobiologi bahan baku ini di lakukan di laboratorium milik
perusahaan. Pengujian ini dilakukan sebagai syarat ekspor ke negara pembeli
untuk menjamin bahwa bahan baku yang digunakan aman untuk dikonsumsi.
Parameter uji mikrobiologi pada pengujian bahan baku meliputi : ALT, Coliform,
Escherichia coli, Salmonella dan Vibrio cholerae. Hasil uji mikrobiologi bahan
baku disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pengujian Mikrobiologi Bahan Baku
ALT Coliform E. coli Vibrio cholerae
Pengamata (kol/gr) (mpn/gr) (mpn/gr) Salmonella
n
Standar 5 x 105 <3 <3 Negatif Negatif
I 1,2 x 104 <3 <3 Negatif Negatif
II 5,2 x 103 <3 <3 Negatif Negatif
III 2 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia (2016)
Tabel 9. diatas menunjukkan bahwa dari hasil data pengujian mikrobiologi
untuk bahan baku dapat disimpulkan bahwa jumlah bakteri di setiap pengamatan
masih memenuhi standar SNI yang dimana pada pengamatan tersebut tuna cube
beku masih dalam kondisi aman karena pengujian ALT bakteri dan Coliform
masih di bawah persyaratan, bakteri tidak ada yang melebihi dari 5 x 105 kol/gr,
Coliform <3, serta E.coli <3, Salmonella Negatif, dan Vibrio Cholerae Negatif.
Berdasarkan hasil pengujian mikrobiologi, bahwa bahan baku telah
memenuhi standar SNI. Hal tersebut menunjukan penanganan dan pengolahan
yang tepat dan cepat disamping itu menerapkan rantai dingin sehingga dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroba. Kondisi peralatan yang selalu dibersihkan
sebelum dan sesudah proses menggunakan sabun kemudian didesinfeksi membuat
kontaminasi bakteri dapat diminimalisir. Pembersihan secara fisik dan kimiawi
dapat menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat
dan mesin pengolah makanan. Kunci untuk mengontrol pertumbuhan mikroba
pada produk makanan dan industri pengolahan pangan adalah program hiegiene
dan santasi yang efektif. Efektivitas suatu sanitasi pabrik secara langsung
mempunyai dampak pada kualitas produk akhir (Winarno, 2011)
91
PT. Sari Segar Laut Indonesia menetapkan alur proses yang runut dan
pengolahan yang cepat dan saniter sehingga tidak ada kontaminasi silang dari
bahan baku pada produk akhir.
5.2.2.2 Hasil Pengujian Mikrobiologi Produk Akhir
Pengujian mikrobiologi produk akhir ini juga dilakukan untuk mengetahui
jumlah bakteri yang ada pada produk. Pengujian dilakukan di laboratorium
perusahaan oleh Quality Control. Sampel produk akhir diambil saat proses
retouching/sortasi mutu berlangsung kemudian sampel di bawa ke lab untuk
segera diuji. Cara pengujian mikrobiologi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pengujian mikrobiologi produk akhir meliputi pengujian ALT, Coliform,
Escherichia coli, Salmonella dan Vibrio cholerae. Hasil pengujian mikrobiologi
produk akhir dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengujian Mikrobiologi Produk Akhir
ALT Coliform E. coli Vibrio
Salmonella
Pengamatan (kol/gr) (mpn/gr) (mpn/gr) Cholerae
Standar 5 x 105 <3 <3 Negatif Negatif
I 3 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
II 4,0 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
III 4,0 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
Sumber: PT. Sari Segar Laut Indonesia (2016)
Berdasarkan Tabel 10. diatas menunjukkan bahwa dari hasil data
pengujian mikrobiologi untuk produk akhir dapat disimpulkan bahwa jumlah
bakteri di setiap pengamatan masih memenuhi standar SNI yang dimana pada
pengamatan pengujian ALT bakteri tidak ada yang melebihi dari 5 x 10 5 kol/gr,
Coliform <3, E.coli <3, Salmonella Negatif, dan Vibrio cholerae Negatif.
Pengujian mikrobiologi pada produk akhir memiliki hasil yang standar hal ini
menunjukkan bahwa selama proses pengolahan bahan baku diolah dengan baik
dan benar sehingga pertumbuhan bakteri dapat dihambat sehingga produk akhir
masih dapat dikonsumsi dan layak untuk ekspor.
Proses pengolahan sangat memerlukan perhatian, khususnya untuk
memastikan bahwa makanan yang diproduksi aman untuk dikonsumsi adalah
suplai air, ingredient yang baik (wholesomer), serta cara-cara penanganan dan
pengolahan yang hiegienis untuk mencegah berkembangnya mikroba pembusuk
dan patogen selama proses produksi. Sehingga tujuan akhir menghasilkan produk
yang memiliki mutu dan kualitas baik (Winarno, 2011).
92
all. (2002), suhu optimum pembentukan histamin adalah 25ºC selama 24 jam
dapat meningkatkan kandungan histamin hingga 120 mg/100gr, sedangkan
menurut Fletcher et al (1996), pembentukan histamin pada suhu 0-5ºC sangat
kecil bahkan dapat diabaikan. Food and Drugs Administration (FDA)
menetapkan batas kritis suhu untuk pertumbuhan histamin pada tubuh ikan yaitu
4,4ºC (FDA, 2001 dalam Nurjanah dkk, 2011)
Berdasarkan hal tersebut tindakan pencegahan yang dilakukan PT. Sari
Segar Laut Indonesia memantau suhu bahan baku dan mengatur suhu ruangan saat
proses produksi serta menerapkan GMP dan SSOP yang baik sehingga bahaya
tersebut dapat dicegah dan dikendalikan.
5.3 Penghitungan Rendemen
Penghitungan rendemen bertujuan untuk mengetahui berapa presentase
bahan baku yang dapat dimanfaatkan dari keseluruhan berat total ikan utuh.
Pengambilan data rendemen dilakukan pada proses loining, trimming, skinning,
blocking dan pembentukan cube. Hasil perhitungan rendemen dapat dilihat pada
Lampiran 6. Hasil pengamatan rendemen dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Pengamatan Rendemen
Berat Rendemen Produk
Pengamatan Awal Loin Trimming Skinning Blocking Cube
(Kg) (Kg) (%) (Kg) (%) (Kg) (%) (Kg) (%) (Kg) (%)
43 37,74 88% 31,52 73% 29,21 68% 28,77 67% 2,16 5%
I 60 51,84 86% 45,3 76% 42,9 72% 36,1 60% 2,82 5%
50 44,16 88% 37,26 75% 34,72 69% 30,54 61% 2,42 5%
31 27,12 87% 22,9 74% 21,58 70% 19,4 63% 1,86 6%
II 41 35,98 88% 30,08 73% 27,96 68% 25 61% 1,44 4%
46 41,04 89% 35,9 78% 33,94 74% 28,3 62% 2,94 6%
34 30,3 89% 25,46 75% 24,96 73% 24,38 72% - -
III 32 28,12 88% 23,54 74% 22,12 69% 18,88 59% - -
54 47,52 88% 39,94 74% 37,74 70% 31,2 58% - -
Jumlah
Rata-rata 88 % 75% 70% 62% 4,3%
rendemen yang dihasilkan adalah sekitar 62% (terbagi menjadi beberapa jenis
produk seperti saku, groundmeat, cube dan serat), rendemen yang dihasilkan
cukup baik karena lebih dari 50%.
Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar
antara 45-50% dari tubuh ikan (FAO, 2010). Untuk kelompok ikan tuna, bagian
ikan yang dapat dimakan berkisar antara 50-60% (Stanby, 1963 dalam Nurjanah
dkk, 2011). Hasil diatas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor dari mutu
bahan baku, kondisi fisik ikan (berat, jenis, umur), serta keahlian karyawan dalam
proses pengolahan.
5.4 Pengamatan Produktivitas
Pengambilan data produktivitas tenaga kerja dilakukan pada tahapan
proses loining, trimming, skinning, blocking, dan pembentukan cube. Perhitungan
produktivitas bertujuan mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan. Hasil perhitungan produktivitas karyawan dapat dilihat pada
Lampiran 7. Hasil pengamatan produktivitas dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Pengamatan Produktifitas
Bera Tahapan
Pengamata t Loining Trimming
n Awal (Gr Rata (Gr Rata
(Kg) (Kg) (T) (P) (Kg) (T) (P)
) 2 ) 2
37,7 227 31,5
43 (30)0,0083 2 (47)0,0108 3 970
4 3 2
35,9 185 30,0
I 41 (35)0,0097 2 2059 (55)0,0152 3 656 861
8 0 8
41,0 205
46 (36)0,01 2 35,9 (45)0,0125 3 957
4 2
27,1 103
31 (47)0,0130 2 22,9 (28)0,0077 3 981
2 9
28,1 115 23,5
II 32 (44)0,0122 2 1196 (40)0,0111 3 706 805
2 0 4
30,3 139 25,4
34 (39)0,0108 2 (42)0,0116 3 727
0 8 6
44,1 116 37,2 101
50 (01:08)0,0189 2 (44)0,0122 3
6 8 6 6
47,5 (01:45)0,0291 39,9 111
III 54 2 815 952 (43)0,0119 3 1122
2 6 4 5
51,8 (01:47)0,0297 123
60 2 872 45,3 (44)0,0122 3
4 2 5
Skinning Blocking
I 29,2 175 1565 28,7 566
43 (30)0,0083 2 (01:10)0,019 2 740
1 3 7
27,9 129 (01:39)0,027
41 (39)0,0108 2 25 2 455
6 0 5
46 33,9 (37)0,0102 2 165 28,3 (01:41)0,028 2 504
95
4 1 0
21,5
31 (39)0,0108 2 996 19,4 (36)0,01 2 970
8
22,1 113 18,8
II 32 (35)0,0097 2 1165 (41)0,0113 2 829 948
2 8 8
24,9 136 104
34 (33)0,0091 2 28,3 (42)0,0116 2
6 1 5
34,7 105 30,5 (02:41)0,044
50 (59)0,0163 2 2 341
2 9 4 7
37,7 147 (02:47)0,046
III 54 (46)0,0127 2 1444 31,2 2 336 354
4 7 3
179 (02:49)0,046
60 42,9 (43)0,0119 2 36,1 2 384
6 9
Berat Tahapan
Pengamatan Awal Cutting Cube
(Kg) (Kg) (T) (Gr) (P) Rata2
43 25,82 (12:00) 0,2 3 43
I
41 24,96 (12:01) 0,2002 3 42 49
I
46 28,21 (09:00) 0.15 3 63
31 26,2 (11:22) 0,1894 3 46
II 32 17,64 (06:43) 0,1119 3 53 52
34 24,38 (08:23) 0,1397 3 58
50 30,1 (09:00) 0,15 3 67
III 54 30,2 (08:50) 0,1472 3 68 63
60 38,08 (14:20) 0,2388 3 53
Keterangan :
Kg : Kilogram
T : Waktu (Jam)
Gr : Group (Jumlah Orang)
P : Produktivitas
Dari Tabel 13. untuk pengamatan produktivitas, didapatkan hasil rata-rata
yaitu untuk produktivitas loining sebesar 1402,3 kg/jam/org, produktivitas
trimming 929,3 kg/jam/org, produktivitas skinning sebesar 1391,3 kg/jam/org.
produktivitas blocking 622,6 kg/jam/org, produktivitas pembentukan cube 54,6
kg/jam/org. Produktivitas secara umum merupakan suatu konsep yang
menunjukan adanya kaitan antara hasil kerja karyawan dengan satuan waktu
untuk menghasilkan produk. Menurut Soeharto (2001), Beberapa hal yang
mempengaruhi produktivitas antara lain : Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu,
96
15 Blocking 1,81 - -
16 Pembentukan cube (cutting cube) 5,1 - -
17 Inkubasi di Chilling Room II - - -0,83
18 Pembekuan (ABF 2) - - -27,11
19 Packing dan Labelling - - 21,50
20 Penyimpanan (cold storage)
Cold Storage I - - -43
Cold Storage II - - -34,88
Cold Storage III - - -27,11
Berdasarkan Tabel 13. hasil pengamatan suhu pusat ikan di PT. Sari Segar
Laut Indonesia sudah sangat baik, suhu pusat ikan dipertahankan tetap rendah
agar tidak terjadi peningkatan histamin dan terjadi pembusukan, selain itu proses
pengolahan dilakukan dengan cepat dan saniter membuat produk tetap dalam
keadaan segar disamping didukung oleh suhu ruangan yang dingin dapat
memepertahankan mutu ikan. Suhu produk tuna dipertahankan dibawah 4,4 oC,
namun ada toleransi suhu pada saat pembentukan produk suhu dapat lebih tinggi,
namun dengan proses yang cepat dan dalam keadaan saniter dan hiegiene
peningkatan histamin dapat dikendalikan.
Suhu air dan es pada proses pengolahan tuna cube beku dapat diketahui
dengan mengukur suhu proses perendaman dan pencucian. Suhu air perendaman
sangat dingin karena ditambahkan es balok, selain itu suhu air pencucian cukup
rendah sehingga peda saat dilakukan pencucian tidak ada perubahan suhu pusat
ikan yang signifikan. Selain untuk membersihkan kotoran yang terlihat pada
permukaan tubuh ikan juga bertujuan untuk menurunkan suhu ikan (temporary
storage) dan mereduksi jumlah bakteri pada permukaan ikan.
5.6 Pengamatan Penerapan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan
Penerapan kelayakan dasar di PT. Sari Segar Laut Indonesia meliputi
persyaratan fisik unit pengolahan, penerapan GMP yaitu cara berproduksi yang
baik dan benar, penerapan SSOP yaitu sanitasi dan hiegiene perusahaan, dan
penerapan kelayakan dasar suatu unit pengolahan. Hasil pengamatan penerapan
kelayakan dasar unit pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 12.
Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan prasyarat (pre-requisite)
dalam pengembangan sistem HACCP. Penerapan sistem yang tidak efektif apabila
prasyarat persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan tidak terpenuhi, terlebih
untuk unit pengolahan dengan skala ekspor. Perlu adanya komitmen dan
98
dukungan manajemen serta sarana dan sumber daya manusia untuk menunjang
penerapan sistem tersebut. Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok,
yaitu GMP dan SSOP. Kelayakan dasar merupakan aspek yang harus dipenuhi
agar penerapan sistem HACCP dalam industri pangan dapat berjalan dengan baik
dan efektif (Winarno dan Surono, 2002).
penyimpanan beku, gudang kering untuk bahan pengemas, dan ketersedian listrik
yang memadai untuk menunjang proses produksi.
3) Denah
Denah di PT. Sari Segar Laut Indonesia telah dirancang sesuai standar
UPI, antara ruang penerimaan bahan baku dan stuffing terpisah, sehingga
meminimalisir kemungkinan kontaminasi silang. Ruang produksi berada di lantai
1 dan ruang kantor dan gudang kering berada di lantai 2, semua ditata dan diatur
sedemikian rupa dan dilengkapi sarana dan prasarana sesuai proses yang
dilakukan. Penempatan ruang dan peralatan serta ruang produksi yang terpisah
dengan toilet. Penempatan sarana yang sesuai dan runtut dari penerimaan bahan
baku hingga menjadi produk akhir diatur sehingga mempermudah karyawan dan
mempercepat proses produksi.
Denah perusahaan antara lain kantor, ruang proses, ruang mekanik,
gudang kering, post satpam, musholla dan ruang rapat, layout dirancang oleh
perusahaan dapat mencegah kontaminasi silang semua berlangsung satu arah.
Selain itu alur proses produksi berbeda dengan alur pergerakan karyawan. Layout
perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 11.
4) Lantai
Lantai yang terdapat di ruang pengolahan dilapisi dengan keramik
berwarna putih dari dasar lantai hingga ke arah atap, lantai dan dinding dibuat
melengkung sehingga mudah untuk dibersihkan, selain itu kemiringan lantai
diatur agar tidak ada genangan air. Kemiringan lantai mempermudah saat proses
pembersihan sehingga air langsung mengalir menuju selokan.
Lantai ruang proses dibersihkan sebelum dan sesudah proses produksi
menggunakan air bersih dan bahan desinfektan sehingga selalu dalam keadaan
bersih saat produksi berlangsung. Lantai dibersihkan kemudian dikeringkan
dengan garukan karet sehingga tidak ada genangan air, selain itu kemiringan
lantai sudah baik sehingga mempermudah saat pembersihan, sisa air dan kotoran
proses produksi langsung hanyut ke selokan.
5) Dinding
100
Air yang digunakan untuk keperluan pengolahan bersumber dari air PAM
dari PT. Pelindo III Pelabuhan Benoa yang sebelum dialirkan ke unit pengolahan,
dilakukan filtrasi dan melewati sinar UV, untuk membunuh bakteri sehingga air
yang digunakan memenuhi syarat air minum, bersih, tidak berbau dan tidak
berwarna serta tidak mengandung bakteri. Air di PT. Sari Segar Laut Indonesia
akan diuji oleh laboratorium perusahaan setiap adanya proses produksi dan setiap
3 bulan sekali oleh pihak BKIPM.
(2) Es
Es yang digunakan di PT. Sari Segar Laut Indonesia berupa es balok yang
dibeli dari PT. AKFI. Es balok yang diterima oleh perusahaan kemudian
dipotong-potong kecil terlebih dahulu sebelum digunakan untuk proses
perendaman I, II, dan III. Setelah hancur es kemudian dimasukkan kedalam bak
perendaman yang bertujuan untuk menurunkan suhu ikan sehingga mutu ikan
dapat tetap terjaga. Es di PT. Sari Segar Laut Indonesia akan diuji oleh
laboratorium perusahaan setiap satu minggu sekali dan setiap 3 bulan sekali oleh
pihak BKIPM (Balai Karantina Ikan dan Pengendali Mutu). Selain itu
penggunaan dry ice untuk ekspor dari PT. Sriwijaya Dry Ice.
4) Bahan Kimia
(1) NaOCl
NaOCl atau biasa disebut klorin merupakan bahan kimia yang digunakan
untuk desinfeksi posisinya ada di ruang penerimaan ikan dan ruang produksi I & 2
(untuk merendam peralatan, pencucian kaki, pencucian lantai, dinding dan
perendaman ikan). Klorin berfungsi untuk membunuh bakteri. Untuk perendaman
ikan yaitu klorin 10 ppm untuk perendaman I, 100 ppm untuk perendaman II,
150-200 ppm untuk perendaman III. Kadar klorin untuk perendaman peralatan
dan keranjang 100 ppm, dan untuk pencucian kaki 150-200 ppm.
(2) Sterbac
Sterbac merupakan larutan ammonium yang digunakan untuk sanitasi dari
pencucian tangan dan peralatan produksi seperti pisau dan talenan. Posisi sterbac
ini terletak di ruang penerimaan ikan, pintu masuk produksi di tempat pencucian
tangan, ruang produksi I & II. Penggunaan untuk pencucian tangan dari awal
104
hingga selesai proses produksi, dan digunakan untuk perendaman sillent cutter.
Kadar sterbac yang digunakan adalah 800 ppm.
(3) Clean and Smooth
Clean and smooth merupakan sabun cair yang digunakan untuk mencuci
tangan yang berada didalam wadah botol pada wastafel. Clean and smooth ini
terletak di pintu masuk ruang produksi.
(4) Porstex
Porstex digunakan sebagai bahan untuk membersihkan dinding dan lantai
yang dilapisi oleh keramik. Porstek akan membersihkan dan memutihkan keramik
yang sudah kuning, sehingga kelihatan bersih. Penggunaan porstek harus
didiamkan kemudian disikat lalu dibilas dengan air mengalir.
(5)Sabun Blue Ocean 301
Sabun ini digunakan untuk pencucian peralatan dan meja produksi. Sabun
ini direkomendasikan khusus untuk unit pengolahan makanan, bersifat sedikit
busa, tidak berbau, serta tidak berwarna. Efektif menghilangkan lemak, darah dan
minyak. Penggunaannya ambil sabun setengah loyang kemudian encerkan dengan
air.
5) Pengemasan
Bahan pengemas yang digunakan adalah vacuum pack jenis plastik PE
(polyethylene). Plastik PE tahan terhadap asam, basa, lemak dan dapat digunakan
untuk pembekuan ikan. Kemudian dimasukan ke dalam inner cartoon
sebelumnya produk dimasukan ke dalam plastik lalu diberi plastik spon selang
seling antara produk, sehingga tidak terjadi kerusakan saat terkena benturan.
Setelah itu diplester dengan lakban bening. Kemudian dimasukan dalam master
cartoon. Dalam 1 master cartoon terdapat 2 buah inner cartoon yang berisi
masing-masing 5 kg produk lalu diplester lakban pada garis tengah dan setiap sisi
sudut master cartoon. Kemudian diberi label yaitu berupa jenis produk, berat
bersih, alamat negara produsen, kode produksi, tanggal kadaluarsa, alamat negara
pembeli, cara penyimpanan seperti keep it frozen, peringatan penggunaan setelah
thawing dan tanggal produksi.
6) Penyimpanan
105
dan dapat menjaga keutuhan isi produk serta melindungi produk selama proses
pengiriman.
Ruangan penyimpanan didalam cold storage dijaga kebersihannya serta
pintu harus dalam keadaan tertutup agar tidak terjadi kenaikan suhu, yang
menyebabkan kerusakan produk dan berkembangnya bakteri. Suhu diatur > -30 oC,
sehingga produk tetap terjaga mutunya. Dalam penyimpanan menggunakan sistem
FIFO (first in first out), untuk mencegah terjadinya penumpukan dan
penyimpanan produk lama di dalam cold storage. Penyimpanan dilakukan dengan
dengan hati-hati dan dialasi dengan pallet serta disesuaikan dengan tanggal
produksi dan label kemasannya.
7) Kesehatan karyawan
Karyawan wajib dalam keadaan sehat saat masuk ke ruang produksi, jika
dalam keadaan sakit harus pergi ke dokter dan membawa surat keterangan sakit.
Karyawan dalam keadaan sakit seperti diare, demam, muntah, penyakit kuning,
radang tenggorokan, luka kulit, bisul dll tidak boleh masuk ke ruang produksi dan
harus pulang atau istirahat (Susiwi, 2009). Karyawan mendapatkan pengecekan
kesehatan setiap tahun sekali oleh dinas kesehatan setempat. Karyawan yang akan
memasuki ruang proses harus melengkapi diri dengan pakaian kerja, tutup kepala,
topi, masker, sarung tangan, sepatu boot. Karyawan tidak boleh memelihara kuku,
kumis, jenggot, jambang, menggunakan cat kuku, make up, perhiasan dan
assesoris jam tangan dll. Karyawan harus selalu mencuci tangan sebelum dan
setelah proses produksi menggunakan sabun dan bahan sanitizer. Karyawan setiap
3 bulan sekali akan mendapatkan pelatihan khusus sanitasi dan hiegiene dan
pengecekan kesehatan setiap 1 tahun sekali oleh Dinas Kesehatan berlaku untuk
semua karyawan. PT.Sari Segar Laut Indonesia juga memberikan jaminan BPJS
kesehatan untuk karyawan sehingga jika karyawan sakit, harus segera dirujuk
untuk berobat.
8) Pest kontrol
Pengendalian binatang ataupun serangga di perusahaan ini dilakukan
dengan baik. Penggunaan insect killer di depan pintu masuk ke ruang produksi,
raw material room, receiving room dan waste room. Setiap 2 minggu sekali alat
insect killer dibersihkan. Perusahaan juga bekerja sama dengan perusahaan
110
Jenis limbah yang dihasilkan PT. Sari Segar Laut Indonesia dibagi
menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa sisa-sisa
bagian tubuh ikan seperti kepala, sirip, tulang, daging gelap, dan kulit akan
ditampung sementara dengan wadah tertutup kemudian dipindahkan menuju
ruang pembuangan untuk kemudian akan dijual kepada pengepul, sedangkan
limbah lain seperti plastik dan kardus akan dibuang ke dalam bak sampah dan
setiap sore setelah selesai produksi akan diambil oleh mobil sampah dan untuk
selanjutnya akan dikelola untuk didaur ulang oleh pihak pengelola di pelabuhan
benoa.
Air limbah yang berasal dari ruang produksi tidak boleh langsung dibuang
ke badan air, tetapi harus diolah dahulu sebelum di buang. Pengolahan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan tangki septik di mana harus terpisah dengan
tangki septik limbah domestik (Thaheer, 2005). Beberapa prinsip dalam
pengolahan air limbah sebagai berikut :
1) Tidak merembes ke dalam permukaan air tanah disekitarnya
2) Tidak mencemari dan mengotori sumber air bersih
3) Tidak terbuka dan tidak bercampur dengan kotoran lain seperti sampah
4) Air limbah dari ruang produksi harus dialirkan dalam keadaan tertutup ke
sistem drainase.
Penanganan untuk limbah cair dilakukan secara sederhana oleh PT Sari
Segar Laut Indonesia dengan menyaring sisa limbah padat. Selokan di ruang
produksi dilengkapi dengan penutup yang berisi lubang untuk menyaring sisa-sisa
limbah padat. Setelah melewati saringan limbah padat yang tersangkut di
penyaringan akan dibersihkan kemudian limbah cair akan mengalir ke laut Benoa.
Selama ini limbah cair langsung dialirkan ke laut Benoa, PT. Sari Segar Laut
Indonesia pernah melakukan pengujian, limbah yang yang dialirkan ke laut kadar
pencemarannya tidak melebihi ambang batas, sehingga ketika dibuang ke laut
masih dalam keadaan aman.