Anda di halaman 1dari 44

5.

HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Tahapan Proses Pengolahan Tuna Cube Beku
Tahapan proses penanganan tuna cube beku yang dilakukan di PT. Sari
Segar Laut Indonesia sudah menerapkan SSOP (Standard Sanitation Operating
Procedure) pada proses produksinya dan menerapkan GMP (Good
Manufacturing Practice) yaitu cara berproduksi yang baik, dan standar ini sudah
diterapkan pada sertifikat HACCP yang dimiliki oleh PT. Sari Segar Laut
Indonesia karena hal tersebut merupakan syarat untuk perusahaan dapat ekspor
produk ke luar negeri. Alur proses pengolahan tuna cube dapat dilihat pada
Gambar 5.

Penerimaan Bahan Baku

Pencucian I Stuffing

Penyimpanan Sementara Penyimpanan


Perendaman I Packing dan Labelling

Penyiangan
Pembekuan (ABF)

Pencucian II
Metal Detecting

Perendaman II
Pemvakuman
Perendaman III
Pengemasan dalam plastik vakum
Pencucian III
Penimbangan
Loining

Sortasi
Trimming

Pembuangan Gas CO
Skinning

Inkubasi 2x24 jam (2 hari)


Blocking

Pengisian Gas CO
Cutting Cube

Penimbangan
Penyusunan dalam plastik PE
69

5.1.1 Penerimaan Bahan Baku


Mutu bahan baku mempengaruhi produk akhir yang akan dihasilkan,
sehingga perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku adalah mutu saat
penerimaan bahan baku. Bahan baku tuna segar yang didapatkan dari perusahaan
pembongkaran ikan PT. Sari Segara Utama, di kumpulkan sementara (transit),
dimana daerah penangkapan ikan berasal dari daerah sekitar laut Benoa yang
merupakan tangkapan longline selain itu bahan baku juga diterima dari supplier
yang bekerja sama dengan perusahaan, bahan baku berasal dari perairan Lombok
yang merupakan hasil tangkapan handline.
Tuna di bawa dari transit menuju perusahaan menggunakan mobil pick up
dan di bongkar di ruang penerimaan bahan baku. Bahan baku diterima dalam
bentuk utuh tanpa insang, isi perut, tanpa sirip punggung dan ekor. Jenis ikan tuna
yang diterima adalah tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dan tuna mata besar (big
eye tuna). Ikan yang di bawa dari luar Bali dibawa menggunakan mobil truck
yang diberi lapisan es tiap lapisnya dan ditutup dengan terpal untuk menghindari
ikan terpapar sinar matahari. Pada saat pembongkaran ikan dilakukan oleh 3- 5
orang karyawan kemudian menurunkan lapisan es lalu mengambil ikan dengan
gancu satu persatu ikan diturunkan dari mobil. Selanjutnya ikan masuk melalui
loket persegi (fish entrance) yang dilengkapi tirai plastik berukuran 120 x 85 cm
yang memiliki pintu penutup. Data jumlah penerimaan bahan baku selama praktek
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penerimaan Bahan Baku
Tanggal Asal Jenis Volume
28 Juli 2016 Lombok yellowfin tuna 125 ekor (6 ton)
4 Agustus 2016 Lombok yellowfin tuna 27 ekor (1,2 ton)
26 Agustus 2016 Benoa yellowfin tuna, big eye tuna 71 ekor (3,6 ton)
Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016
Sebelum masuk ke ruang raw material room tuna diperiksa oleh checker
penerimaan bahan baku dengan menggunakan coring tube. Coring tube adalah
alat yang bebentuk batang, tajam dan terbuat dari stainless steel, ujungnya runcing
dan berongga. Pengambilan sampel dilakukan pada bagian belakang sirip atau

Gambar 5. Alur Proses Pengolahan Tuna Cube Beku


70

ekor dengan cara menusukan coring tube ke tubuh ikan, sehingga di dapatkan
potongan daging ikan tuna.
PT. Sari Segar Laut Indonesia menerima bahan baku segar dengan ukuran
20 kg ke atas dan memiliki kualitas mutu B dan C. Ikan dan diterima akan dicatat
berat dan jenis ikan pada lembar penerimaan bahan baku. Selain itu pengecekan
suhu dilakukan oleh karyawan penerimaan bahan baku, dan sampel hasil yang
dicek oleh checker ditempatkan kantong plastik steril, untuk diserahkan ke
laboratorium untuk dilakukan pengujian histamin. Sampel tuna yang diambil akan
dicek kandungan histaminnya. Pengujian histamin tidak dilakukan pada setiap
proses namun, dilakukan saat penerimaan bahan baku. Selain itu pengujian
histamin bahan baku juga dilakukan pengujian mikrobiologi pada bahan baku dan
produk akhir meliputi ALT, Coliform, E-coli, Salmonella, Vibrio cholerae. Pada
kenyataannya PT. Sari Segar Laut Indonesia mengontrol suhu ruang dan suhu
pusat bahan baku dan penanganan yang cepat, saniter dan hiegienis sehingga
peningkatan histamin dan mikroba pada bahan baku tidak meningkat secara
signifikan.
Menurut Fadly (2009), Terdapat perbedaan klasifikasi mutu ikan tuna
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rangking/Grade Ikan Tuna
Mutu Grade Ciri-ciri
I A  Warna daging untuk tuna jenis yellowfin adalah merah, seperti darah
segar atau buah semangk
 Warna daging tuna jenis big eye, dagingnya berwarna merah seperti
bunga mawar yang berwarna merah tua
 Mata bersih, terang, dan menonjol
 Kulit normal, warna bersih dan cerah
 Untuk jenis tuna yellowfin tekstur daging keras, kenyal, dan elastis
 Jenis tuna big eye tekstur dagingnya lembut, kenyal dan elastis
 Kondisi ikan (penampakannya) bagus atau utuh
II B  Daging tuna berwarna merah, terdapat warna pelangi pada daging tuna
 Otot daging agak elastis, jaringan daging tidak pecah
 Mata bersih, terang dan menonjol
 Kulit normal, bersih dan sedikit lendir
 Tidak ada kerusakan fisik (utuh)
III C  Daging tuna kurang merah, terdapat warna pelangi pada daging tuna
 Kulit normal dan berlendir
 Kondisi ikan tudak utuh atau cacat, biasanya pada bagian punggung/dada
IV D  Warna daging agak kurang merah dan cenderung berwarna coklat dan
pudar
 Otot daging kurang elastis, lemak sedikit dan ada warna pelangi pada
daging tuna
71

 Teksturnya lunak, jaringan daging pecah


 Terjadi kerusakan fisik pada tubuh ikan (seperti : daging yang mudah
sobek, mata ikan hilang atau kulit terkelupas).
Sumber : Fadly, 2009
Menurut Fadly (2009) Ikan tuna yang memiliki kualitas mutu A dan B
akan langsung di ekspor dalam bentuk utuh dan segar/fresh (tidak dibekukan
terlebih dahulu), sedangkan ikan dengan kualitas mutu C dan D akan diolah
terlebih dahulu sebelum di ekspor. Produk olahan tuna kualitas C dan D berupa
produk beku dalam bentuk utuh disiangi (frozen whole gilled and gutted), loin
(frozen loin), steak (frozen steak), tuna saku dan produk tuna kaleng (canned
tuna). Negara tujuan ekspor produk fresh tuna adalah Jepang dan Uni Eropa,
sedangkan untuk produk olahan tuna adalah Amerika Serikat.
Selain itu dilakukan pengukuran suhu pusat ikan oleh QC saat ikan masuk
proses dengan menggunakan termometer digital, kemudian mencatat suhu
tersebut, selain itu QC juga melakukan uji swab terhadap permukaan ikan.
Pengujian logam berat seperti Hg, Pb, Cd dilakukan setiap 3 bulan sekali di
BKIPM kota Denpasar pada sampel ikan tuna dari supplier yang mensuplai bahan
baku.
5.1.2 Pencucian I
Proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa kotoran dan darah
yang menempel pada tubuh ikan selain membersihkan pencucian dapat membuat
ikan senantiasa dalam keadaan basah dan segar. Pencucian dilakukan dengan cara
menyemprotkan air, suhu air ±25ºC melalui selang air bertekanan sehingga tubuh
ikan bersih dari kotoran dan bekas darah, proses ini berlangsung sesaat setelah
penerimaan bahan baku. Ikan telah melalui tahap pencucian ini kemudian
dimasukan melalui loket persegi berukuran 80 x 60 cm yang dilengkapi tirai
plastik menuju receiving room I.
Menurut Hadiwiyoto, (1993) Perlakuan pencucian ditujukan untuk
menghilangkan kotoran, disamping itu pencucian menggunakan air bersih dapat
mengurangi jumlah bakteri yang ada. Teknik pencucian ini dilakukan di PT. Sari
Segar Laut Indonesia adalah dengan menyiram ikan tuna dengan air untuk
membersihkan seluruh bagian tubuh ikan tuna.
5.1.3 Penyimpanan Sementara
72

Proses penyimpanan sementara ini dilakukan untuk mempertahankan mutu,


kesegaran dan suhu ikan. Jika ikan yang diterima PT. Sari Segar Laut Indonesia
tidak langsung dipotong dan diproses karena kedatangan bahan baku di luar jam
kerja atau melebihi jam kerja, ikan yang diterima akan disimpan dalam ruang
chilling room (raw material room). Ikan yang disimpan tidak lebih dari satu hari
sehingga tuna harus segera diproses dengan cepat dan hiegienis. Cara
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Penyimpanan di Raw Material Room


Sumber : PT.Sari Segar Laut Indonesia, 2016

Bahan baku disimpan dengan cara menggantungkan ikan pada pengait besi
ikan digantung dalam posisi terbalik kepala mengarah ke bawah dan ekor
mengarah ke atas digantung dalam posisi terbalik bertujuan agar sisa kotoran dan
darah yang mengalir akan turun ke bawah, selain itu cara ini dapat mencegah ikan
untuk kontak dengan lantai. Setiap pengait dapat menampung 3-5 ekor ikan dan
maksimal 6 ekor tergantung ukuran ikan. Daya tampung raw material room ini ±
10 ton. Karyawan yang bertugas dalam penyimpanan ikan berjumlah 3 orang.
Menurut Effendi (2009), Pendinginan atau chilling umumnya merupakan
suatu metode pengawetan yang ringan, pengaruhnya kecil sekali terhadap mutu
bahan pangan secara keseluruhan. Chilling sangat cocok untuk memperpanjang
kesegaran atau masa simpan bahan pangan. Pendinginan dapat dilakukan dengan
menggunakan es, air dengan es dan udara dingin.
5.1.4 Perendaman I
Perendaman ikan dilakukan saat ikan yang diterima langsung di proses,
perendaman dalam bak keramik yang berisi air dan es yang ditambahkan klorin 10
ppm, perendaman ini bertujuan untuk menghilangkan sisa kotoran pada
permukaan kulit ikan dan tempat peralihan atau temporary storage saat ikan
73

disiangi sehingga mencegah kenaikan suhu, karena proses penyiangan dapat


memicu meningkatnya kadar histamin pada ikan dan memepercepat pembusukan.
Bak perendaman terbuat dari keramik dengan ukuran 300 x 150 x 95 cm.
Bak keramik diisi dengan air dan es balok sekitar 20 balok, dengan berat 25-30
kg/balok. Sebelum digunakan es balok dipecahkan menjadi lebih kecil, sehingga
menyebabkan pendinginan ikan berlangsung lebih cepat karena es kontak
langsung dengan ikan. Suhu perendaman ikan ±1ºC sehingga suhu pusat ikan tuna
tetap dibawah 4,4ºC. Kapasitas bak dapat menampung 25-30 ekor ikan. Karyawan
yang bertugas merendam ikan berjumlah 1 orang.
Menurut Adawyah (2007) Pada prinsipnya, es harus dicampurkan dengan
ikan sedemikian rupa sehingga permukaan ikan yang bersinggungan langsung
dengan es, maka pendinginan ikan akan berlangsung lebih cepat sehingga
pembusukan dapat dihambat. Faktor yang sangat penting dalam proses
pendinginan ikan adalah kecepatan. Semua pekerjaan harus dilakukan dengan
cepat agar suhu ikan cepat turun.
5.1.5 Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk mendapatkan ikan bersih, tanpa kepala, isi
perut dan sisik. Ikan yang diterima dalam keadaan utuh akan disiangi dengan cara
memotong kepala, membersihkan isi perut dan sisik. Penyiangan dilakukan
dengan cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada
tahap berikutnya dengan mempertahkan suhu pusat dibawah 4,4ºC.
Ikan di bawa ke meja potong kepala berukuran 123 x 61 x 53 cm yang
beralasakan talenan, pemotongan kepala dilakukan dengan cepat dan hiegienis
dilakukan secara manual menggunakan pisau parang untuk memotong kepala.
Proses ini dilakukan dengan cara memotong bagian kepala mulai dari bagian atas
hingga bagian dekat perut. Kemudian kepala dipindahkan segera ke tong khusus
penampungan potong kepala. Setelah bagian kepala dipotong, ikan dipindahkan
untuk potong sirip dan pembuangan sisik pada meja yang berbeda. Alat yang
digunakan adalah pisau parang, dan sikat, sisik ikan dikerok dengan pisau
kemudian disikat hingga sisik lepas dari kulitnya, dan bagian perut dikerok
kotorannya sambil disiram dengan sower spray yang ada pada bagian atas ruangan
dan mengarah ke meja pemotongan.
74

Bahaya yang dapat timbul adalah kenaikan suhu yang mengakibatkan


meningkatnya histamin, untuk itu karyawan potong selalu mengontrol suhu
ruangan, penggunaan es, menjaga sanitasi peralatan, serta kebersihan sebelum dan
sesudah penyiangan. Karyawan yang bertugas dalam penyiangan berjumlah 2
orang.
5.1.6 Pencucian II
Pencucian II dilakukan setelah proses penyiangan, ikan di cuci dengan air
mengalir. Tujuannya untuk membersihkan sisa kotoran setelah penyiangan ikan
dicuci dan disikat agar kotoran yang menempel dapat larut bersama air pencucian.
Proses ini dilakukan di atas meja stainless steel dengan ukuran 117 x 59 x 74 cm
yang berbentuk miring ke tengah terdapat rongga di tengah meja sehingga air
bekas pencucian langsung mengalir turun ke bawah. Setelah ikan bersih
dipindahkan untuk menuju proses selanjutnya. Karyawan yang bertugas dalam
pencucian ikan berjumlah 2 orang
5.1.7 Perendaman II
Perendaman ini dilakukan setelah dilakukan pencucian II, menggunakan
air dan es serta ditambahkan 100 ppm klorin. Tujuan perendaman ini adalah untuk
mempertahankan suhu pusat ikan tetap rendah di bawah 4,4ºC, sebagai peralihan/
temporary storage selain itu klorin berfungsi mereduksi bakteri dan parasit pada
permukaan ikan. Ikan dimasukan ke ruang receiving room II, melalui loket yang
berukuran 80 x 50 cm untuk dilakukan perendaman II kembali pada bak stainless
steel, jumlah es yang digunakan sekitar 20 balok. Daya tampung bak stainless
steel ini sekitar 20 ekor ikan. Karyawan yang bertugas dalam perendaman ikan
berjumlah 1 orang.
5.1.8 Perendaman III
Perendaman ini dilakukan sebelum ikan masuk ke ruang produksi,
perendaman dalam bak stainless steel yang berisi air dan es serta mengandung
150-200 ppm klorin. Tujuan perendaman ini adalah membunuh bakteri patogen
dan mereduksi bakteri dan menurunkan suhu sehingga tidak terjadi peningkatan
histamin selama proses berlangsung.
Dilakukan pada bak stainless steel jumlah es yang ditambahkan sekitar 4
balok. Ikan dimasukan dalam bak perendaman ±5 menit kemudian langsung di
75

cuci kembali kemudian masuk ke ruang proses. Satu persatu secara bergantian
ikan direndam dalam bak tersebut. Karyawan yang bertugas dalam receiving
room II melakukan proses perendaman, sekaligus pencucian berjumlah 1 orang.
Menurut Winarno (2011), Klorin merupakan bahan yang paling cocok
digunakan pada unit pengolahan dan pengangkutan makanan. Desinfektan ini
bekerja cepat terhadap sejumlah mikroorganisme dan harganya relatif murah.
Sangat cocok untuk desinfektan umum di tempat usaha makanan. Harus
digunakan pada konsentrasi 100-250 mg klorin/liter. Karena klorin bersifat
korosif, sehingga perlu dilakukan pembilasan setelah cukup waktu kontak yang
telah dianjurkan.
5.1.9 Pencucian III
Pencucian III dilakukan setelah proses perendaman III, dengan
menggunakan air bersih yang mengalir ikan dicuci hingga bersih untuk
menghilangkan residu klorin pada ikan sehingga dihasilkan ikan yang benar-benar
bersih untuk masuk ke ruang produksi. Satu persatu ikan dipindahkan ke atas
meja stainless steel berbentuk miring ke tengah dengan ukuran 117 x 59 x 74 cm
dan ikan dicuci kembali. Setelah itu ikan masuk melalui loket yang berhadapan
langsung menuju ruang produksi untuk selanjutnya memasuki ruang produksi I
melalui loket ikan berukuran 80 x 53 cm. Karyawan yang bertugas dalam
pencucian III berjumlah 1 orang.
5.1.10 Pembentukan Loin (Loining)
Pembentukan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi 4 bagian
secara membujur. Proses pemotongan loin dilakukan dari mulai bagian ekor ikan
di fillet hingga bagian punggung kemudian ke arah bagian perut, dilakukan pada
sisi kanan dan kiri secara bergantian. Setelah terbelah menjadi 2 bagian masing-
masing ikan dipotong sejajar dengan garis tengah dari pangkal hingga ekor,
sehingga ikan menjadi 4 bagian loin. Proses pembentukan loin dilakukan dengan
cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahkan suhu rendah. Tujuan loining
untuk mendapatkan loin bersih tanpa tulang. Proses loining dapat dilihat pada
Gambar 7.
76

Gambar 7. Pembentukan Loin (loining)


Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016

Sebelum loining QC melakukan uji swabbing pada permukaan ikan


pertama dan QC (Quality Control) melakukan pengukuran suhu pusat ikan. Pada
pemotongan loin menggunakan pisau khusus untuk memotong loin terbuat dari
stainless steel, peralatan yang mendukung digunakan selain pisau adalah asahan,
gayung dan bak air. Setiap pemotongan peralatan langsung dicuci dengan sterbac
dan dibilas kembali. Setelah dipotong loin kemudian dipindahkan satu-persatu
diangkat menuju meja trimming untuk dilakukan proses selanjutnya. Karyawan
yang bertugas dalam loining berjumlah 2 orang, 1 orang memotong loin, 1 orang
memindahkan loin ke trimming area.
5.1.11 Pembuangan Daging Gelap (Trimming)
Trimming atau pembuangan daging gelap (dark meat), dilakukan
pembuangan sisa tulang, daging hitam yang ada pada loin dibuang hingga bersih
dilakukan dengan cepat, cermat, saniter dan tetap mempertahankan suhu produk
4,4oC. Tujuan trimming adalah untuk mendapatkan loin tanpa tulang dan daging
hitam untuk proses selanjutnya. Proses trimming dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pembuangan Daging Gelap (trimming)


Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016
77

Pembuangan daging gelap ini dilakukan dengan menggunakan pisau,


pangkal pisau dan ujung pisau dipegang ditarik dari kiri ke kanan sehingga
mengikis loin yang terdapat daging gelap sampai daging yang berwarna gelap
terkikis habis. Selain itu trimming juga bertujuan untuk merapikan pinggir loin
yang dipotong kurang rata. Karyawan yang bertugas dalam proses trimming
berjumlah 3 orang.
5.1.12 Pembuangan Kulit (Skinning)
Skinning atau pengkulitan dilakukan dengan menggunakan pisau dengan
memotong bagian kulit yang terdapat pada daging mulai dari bagian pangkal ekor
sampai ujung daging. Tujuan skinning adalah mendapakaan loin bersih tanpa kulit
(loin skinless). Skinning dilakukan diatas 2 meja dan 2 talenan dengan ukuran 120
x 70 x 80 cm, dan diberi alas talenan dengan ukuran 103 x 60 x 3 cm. Daging
yang telah dipisahkan dengan kulitnya kemudian diangkat dan dipindahkan ke
meja blocking. Karyawan yang bertugas dalam proses skinning berjumlah 2 orang.
Proses skinning dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pembuangan Kulit (skinning)


Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016

5.1.13 Pembentukan Blok (Blocking)


Blocking atau pembentukan block dilakukan dengan memotong loin bersih
menjadi 3-4 ukuran block. Loin skinless akan dirapihkan jika masih ada daging
hitam dan kulit selanjutnya akan di potong block. Pembentukan block
menggunakan alat ukur batang persegi panjang berwarna putih dengan panjang 17
cm sehingga ketika memotong block mendapatkan panjang yang seragam.
Pembentukan block dilakukan diatas 2 meja dengan ukuran 111 x 50 x 79 cm,
dan meja dua 235 x 50 x 79 cm dan diberi alas talenan. Karyawan yang bertugas
dalam proses blocking berjumlah 3 orang.
78

5.1.14 Pembentukan Cube (Cutting Cube)


Cube merupakan potongan dari blok daging yang dibentuk menjadi
persegi panjang kemudian dipotong persegi dengan ukuran ±1 cm. Pembentukan
cube dilakukan menyesuaikan dengan daging yang dipisahkan dari produk utama
seperti saku dan bahan cube. Karena cube biasa diperoleh setelah proses sortasi
cube merupakan produk turunan dari produk utama yang tidak dijadikan saku,
serat dan groundmeat. Cube dipotong persegi sehingga menarik dan menambah
nilai tambah olahan tuna selain dibuat produk saku. Produk cube biasanya didapat
pula pada bagian sisi blok yang akan dibentuk menjadi produk saku. Pembentukan
tuna cube dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pembentukan Cube (cutting cube)


Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016

Pembentukan cube dilakukan bersamaan dengan proses pembentukan


produk lain di atas meja stainless steel yang diberi alas talenan. Dalam satu ekor
ikan tidak semua akan dijadikan produk utama seperti saku melainkan dibagi lagi
menjadi produk turunan seperti, slice (cube, kiriotoshi, stripmeat, sushi), bahan
groundmeat, dan serat daging.
Pada saat pembentukan produk tersebut dipisahkan dan ditempatkan pada
keranjang yang berbeda, selain itu terdapat 2 ember putih pada sisi kanan dan kiri
yang digunakan untuk menampung sampah akhir (tetelan). Karyawan yang
bertugas terdapat 3- 4 orang yang melakukan pembentukan produk.
5.1.15 Penyusunan Dalam Plastik PE
Potongan cube dibawa ke meja penyusunan kemudian disusun dalam
plastik PE dengan susunan dalam plastik yaitu spon-cube, setiap kantong plastik
siberi wadah keranjang. Tuna cube disusun didalam plastic PE dengan berat 3-4
kg tiap keranjang, untuk produk cube biasanya menggunakan 1 lapis spons, jika
79

kapasitas produksi lebih banyak maka dapat menggunakan 2 lapis. Sebelum


dibawa ke CO Room maka produk harus ditimbang terlebih dahulu untuk dicatat
beratnya dan tanggal produksi. Setelah ditimbang keranjang disusun pada trolley
kemudian di bawa ke ruang CO untuk pengisian gas CO.
Penggunaan spons ini bertujuan untuk sirkulasi gas CO pada produk cube
sehingga warna yang didapatkan merata dan seragam, karena jika tidak diberi
spons maka produk beresiko akan saling menempel sehingga penyerapan gas CO
tidak maksimal, dan mengakibatkan masih ada produk yang masih berwarna
gelap. Selain itu spons ini juga berfungsi untuk menyerap air dan sisa darah yang
menempel pada produk. Setelah diisi gas CO selanjutnya plastik diikat dengan
karet kemudian inkubasi selama 2 x 24 jam atau selama 2 hari hingga daging
berubah warna dari coklat menjadi merah. Selama proses inkubasi produk akan
disimpan di chilling room. Karyawan yang bertugas dalam penyusunan ini ada 2
orang bertugas menyusun produk ke dalam plastik PE.
5.1.16 Penimbangan I
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat produk sebelum diisi
dengan gas CO. Ditimbang kemudian dicatat berat dan tanggal produksinya.
Kemudian di bawa ke ruang CO untuk pengisian gas CO. Karyawan yang
bertugas menimbang produk sebelum di CO berjumlah 1 orang, menimbang
sekaligus mencatat berat produk serta tanggal produksi produk pada lembar kerja
hasil produksi.
5.1.17 Pengisian Gas CO (CO Treatment)
Pengisian gas CO dilakukan di ruang CO pada saat pengisian gas, produk
diletakan tepat dibawah blower agar jika terjadi kebocoran gas CO dapat keluar
ruangan sehingga tidak membahayakan karyawan. Pengisian gas CO ini dilakukan
sampai plastik menggembung kemudian diikat dengan karet. Proses pengisian gas
CO ini adalah mempertahankan warna merah cerah sehingga produk terlihat lebih
segar.
PT. Sari Segar Laut Indonesia melakukan CO treatment atau pengisian gas
CO (Karbon Monoksida) pada tuna cube untuk mempertahankan warna merah
daging ikan tuna selama penyimpanan dan untuk memenuhi permintaan beberapa
konsumen seperti Amerika, Singapura dll.
80

Menurut Livingston dan Brown (1981), suntik gas CO pada daging ikan
dapat mempertahankan warna asli ikan dengan cara pengikatan senyawa karbon
monoksida pada mioglobin menjadi senyawa karboksimioglobin. Senyawa
karboksimioglobin dapat mencegah terjadinya proses oksidasi pada ikan dapat
merubah warna daging ikan dari merah mejadi coklat kehijauan. Warna daging
tuna yang merah dapat menarik dan mempengaruhi daya beli konsumen. Produk
tuna yang mengalami perlakuan CO relatif lebih tahan terhadap suhu, karena jika
produk yang diberi gas CO dapat disimpan pada suhu colstorage maksimal -30º C
sedangkan jika tanpa perlakuan CO maka produk harus disimpan pada suhu
coldstorage maksimal -50ºC. Terdapat 2 orang karyawan yang bertugas untuk
mengisi gas CO kedalam plastik.
5.1.18 Penyimpanan Dalam Chilling Room
Cube yang telah diberi gas CO, harus di Inkubasi selama 2 x 24 jam atau
2 hari pada Chilling Room. Inkubasi selama 2 hari bertujuan untuk pembentukan
senyawa karboksimioglobin dari reaksi CO dengan mioglobin. Pembentukan
senyawa tersebut pada dasarnya tidak memerlukan pendinginan, akan tetapi
karena memerlukan waktu 2 hari untuk inkubasi sehingga harus disimpan pada
suhu dingin untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba pada produk.
Proses inkubasi dalam chilling room dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Inkubasi di Chilling Room


Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016

Penggunaan suhu dingin dapat mempertahankan mutu ikan selama


inkubasi, karena peningkatan suhu dapat meningkatkan kadar histamin pada
produk, sehingga suhu perlu dikendalikan. Suhu chilling room di setting -2ºC,
suhu tersebut di bawah 4,4ºC sehingga perkembangan histamin dapat terkendali.
Inkubasi selama 2 hari ini bertujuan agar gas CO terserap dengan baik pada ikan
81

tuna dan merata diseluruh bagian sehingga menghasilkan warna merah cerah pada
produk tuna cube. Sebelum disimpan pada keranjang CO diberi kode tanggal
potong dan 2 hari kemudian akan di sortasi.
5.1.19 Pembuangan Gas CO
Pembuangan gas CO dilakukan setelah masa inkubasi selama 2x24 jam
atau 2 hari, produk akan dikeluarkan dari ruang chilling room, produk cube di
bawa ke ruang produksi II untuk pembuangan gas CO. Pembuangan gas CO
dilakukan dengan membuka plastik, kemudian diarahkan pada pipa exhaust
blower yang menghisap gas CO, sehingga gas keluar dan plastik menjadi kempes.
Gas CO dialirkan ke luar ruangan. Karyawan yang bertugas dalam pembuangan
gas CO berjumlah 2 orang, 1 orang membuang gas CO dan 1 orang lagi
membawa produk dari chilling room ke ruang produksi II.
5.1.20 Sortasi
Sortasi adalah proses pemilahan produk berdasarkan mutu, tekstur, warna,
grade dan ukuran, sehingga diperoleh produk yang akan siap dikemas. Dilakukan
dengan cara membuka plastik kemudian memilah produk. Biasanya cube
diperoleh bahan cube yang dipisahkan akan di potong kembali menjadi cube,
Sortasi ini bertujuan memperoleh produk yang satu jenis, dalam hal ini produk
cube yang telah di CO akan segera dikemas. Cube yang telah disortasi kemudian
ditempatkan dalam wadah keranjang untuk selanjutnya dikemas. Pada saat sortasi
mutu karyawan yang bertugas berjumlah 4 orang.
5.1.21 Penimbangan II
Penimbangan dilakukan setelah produk siap, menggunakan timbangan
digital dengan kapasitas sampai 5 kg, timbangan di tare/dinolkan, kemudian
diberi alas nampan kecil, produk ditimbang, cube ditimbang 500 gr/pack,
kemudian dimasukan ke dalam plastik vakum (vacum pack).
5.1.22 Pengemasan Dalam Plastik Vakum
Pengemasan merupakan usaha melindungi bahan pangan dari kerusakan
fisik, air, oksigen, sinar dan lingkungan seperti kotoran dan pencemaran, sehingga
produk terhindar dari kerusakan (Buckel dkk, 2009).
Tuna Cube yang telah ditimbang kemudian dimasukan ke dalam plastik
vacuum pack, plastik ini terbuat dari polietilen (PE) kemasan yang aman untuk
82

makanan. Plastik PE merupakan plastik transparan, berminyak, mudah dibentuk,


lemas, gampang ditarik, daya rentang tinggi, tidak mudah sobek, mudah dikelim
panas, tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen, dan dapat digunakan untuk
penyimpanan beku (-50ºC), transmisi gas cukup tinggi (untuk makanan beraroma)
serta kedap air dan uap air (EBOOKPANGAN, 2007).
Tuna Cube yang telah ditimbang dimasukan dalam plastik dengan
menggunakan corong yang terbuat dari stainless steel. Proses pengemasan
dilakukan karyawan berjumlah 3-5 orang bertugas untuk mengemas produk sesuai
berat dan kemasannya. Produk cube yang akan dikemas untuk tujuan Amerika
diberi label dan keterangan tentang kandungan nutrisi (nutrition facts),
persyaratan penyimpanan, berat bersih, nama produsen, dan saran penyajian,
sedangkan untuk tujuan ekspor singapura produk cube dikemas tanpa
menggunakan label, informasi produk hanya tercantum pada master karton.
5.1.23 Pemvakuman (Vacuum)
Pemvakuman adalah proses pengeluaran sisa udara dalam kemasan
sehingga kemasan menjadi hampa udara. Proses pengolahan dann pengawean
dengan menggunakan ruang hampa udara pada prinsipnya bertujuan menghindari
terjadinya oksidasi lemak dan perubahan terhadap tekstur maupun kerusakan
(Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Pemvakuman dilakukan dengan membawa kemasan tuna cube menuju
mesin running vacuum sealer dengan menyusun 6 kantong ukuran 500 gr yang
sudah berisi produk, kemudian diberi jarak pada tiap kemasan. Setelah itu secara
bergantian, vakum dijalankan sehingga kemasan tertutup rapat dan dalam keadaan
vakum. Pemvakuman bertujuan untuk mengeluarkan udara yang ada dalam
kemasan sehingga mikroba tidak bisa hidup, sekaligus mengoptimalkan daya awet
produk selama penyimpanan nanti. Setelah itu produk dirapikan, dipencet dan
kemasannya di check ada kebocoran atau kerusakan, kemudian disusun dalam
keranjang untuk melewati proses deteksi metal menggunakan alat metal detector.
Pengeluaran udara pada pemvakuman bertujuan untuk mengeluarkan
oksigen yang ada dalam kemasan sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri.
Oksigen merupakan media pertumbuhan mikroba, untuk meningkatkan daya awet
83

produk harus dikemas secara vakum, selain itu setelah udara keluar kemasan
menjadi kempes sehingga produk mudah untuk disimpan.
5.1.24 Metal detecting
Metal detecting merupakan suatu cara mendeteksi adanya partikel unsur
metal, logam dan sebagainya. Menggunakan alat yang disebut dengan metal
detector. Metal detector merupakan alat dengan teknologi canggih yang memiliki
sistem sensor sebagai penyeleksi partikel-partikel yang memiliki unsur metal,
logam dan sejenisnya. Sangat efektif dan membantu dalam mempermudah
kegiatan produksi, efisien dan solusi memenuhi standardisasi yang diinginkan
(Rino, 2016).
Produk yang telah divakum, akan melewati mesin metal detector, untuk
mendeteksi apakah ada serpihan logam atau benda yang mencemari produk
sehingga dapat dipisahkan dan ditanggulangi. Pengecekan dengan mesin ini
dilakukan dengan cara melewatkan produk pada conveyor mesin yang terus
berjalan, apabila sensor berbunyi atau macet, maka terindikasi pada produk
tersebut terdapat benda asing dan segera dipisahkan. Proses ini sangat penting
berkaitan dengan kualitas produk untuk di ekspor, karena titik kritis dalam
pengolahan adalah tidak akuratnya alat metal detector.
Standar logam yang diperiksa pada produk beku berbeda dengan produk
segar, sehingga pada produk segar ferrous (Fe) yaitu <2,0 mm dan stainless (SUS)
yaitu <3,0 mm. Kemudian untuk produk beku ferrous (Fe) <1,5 mm dan stainless
(SUS) <2,5 mm. Karyawan yang bertugas dalam proses ini berjumlah 1 orang.
5.1.25 Pembekuan (Freezing)
Tuna Cube disusun dalam keranjang, dalam 1 keranjang ABF berisi 10 pcs
kemasan tuna cube 500 gr. Produk yang telah dinyatakan lulus sensor metal
detector maka akan ditimbang kemudian dimasukan ke dalam mesin ABF II (Air
Blast Freezer) dengan cara memasukan pada pintu ABF yang telah ditentukan,
yang telah diberi kode nomor. Keranjang akan ditempatkan pada rak kereta yang
berisi 18 keranjang kemudian dimasukan ke pintu ABF. ABF II memiliki 6 pintu,
dengan kapasitas masing-masing 100 kg/ tiap pintu, pembekuan dilakukan selama
± 2 jam dengan suhu mendekati -35ºC.
84

Keunggulan penggunaan ABF untuk pembekuan produk yaitu, proses


pembekuan dapat dilakukan secara cepat untuk mempertahankan kesegaran
produk dan suhu dapat dikendalikan secara berkala. Terdapat 2 orang karyawan
yang bertugas memasukan produk ke mesin pembekuan.
Pembekuan adalah menyimpan di bawah titik beku bahan pangan,
disimpan dalam bentuk beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu
berkisar -18ºC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri akan
berhenti. Apabila suhu pembekuan cukup rendah, dan perubahan kimiawi selama
pembekuan dan penyimpanan beku dapat dipertahankan sampai batas minimum,
maka mutu makanan beku dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang cukup
lama (Buckle, 2009).
Jenis pembekuan yang digunakan di PT. Sari Segar Laut Indonesia
merupakan ABF (Air Blast Freezer), dimana suhu yang dicapai untuk
membekuan lebih rendah dari -18ºC. Pembekuan ABF akan menghentikan
aktivitas bakteri sehingga mutu dan daya simpan lebih panjang.
5.1.26 Packing dan Pelabelan
Packing merupakan pengepakan produk yang telah dikemas dengan
plastik, dimasukan ke dalam inner carton dan master carton. Tujuannya untuk
mencegah kerusakan selama penyimpanan dan transportasi yaitu melindungi
produk dari kerusakan fisik, selain itu pengemasan produk akan mempermudah
dalam penyimpanan dan pengiriman produk ke negara tujuan. Labelling
merupakan proses pemberiam keterangan terhadap bahan pangan meliputi nama
produk, berat bersih, nama dan alamat produsen serta wilayahnya, kode produksi
(tanggal, bulan, kadaluarsa), cara penyimpanan dan saran penyajian (PP No. 69
tahun 1999).
Tuna Cube yang telah dibekukan, selanjutnya akan dibawa ke ruang
packing oleh karyawan, kemudian dikemas menggunakan inner dan master
carton, inner carton berkapasitas 5 kg, produk dimasukan ke dalam plastik
kemudian diselang-seling dengan plastik gabus, sehingga tidak ada kerusakan
produk. Kemudian setelah itu diplester, disiapkan master karton yang berkapasitas
10 kg dapat memuat 2 inner carton yang, masing masing berisi 10 pcs produk
kemasan 500 gr. Kemudian karton di tutup dengan menggunakan plester bening
85

dan untuk kemasan master carton yang telah di tutup dengan plester dieratkan
menggunakan tali pada mesin strapping. Karton yang digunakan sudah lengkap
dengan label yaitu nama produk, nama perusahaan, negara produksi, negara
pembeli, ukuran, berat bersih, kode produksi, kandungan gizi, dan suhu
penyimpanan optimum. Pengepakan harus dilakukan secara cepat dan hiegienis
untuk mempertahankan suhu produk. Proses packing dapat dilihat pada Gambar
12.

Gambar 12. Packing dengan Master Cartoon


Sumber : PT.Sari Segar Laut Indonesia, 2016

Pengemasan produk untuk diekspor tujuan Singapura dan Hongkong akan


dikemas dengan menggunakan box styrofoam, kemudian diberi dry ice diantara
produk sehingga pada saat di ekspor produk tetap dalam keadaan beku dan tidak
mengalami penurunan mutu selama pengiriman. Dry ice dibeli dari PT.Sriwijaya
Dry ice yang berlokasi di Sidakarya. Dalam 1 kali ekspor dapat menghabiskan
200 – 300 kg dry ice. Karyawan yang bertugas di ruang packing berjumlah 5
orang.
5.1.27 Penyimpanan dalam Cold Storage
Penyimpanan merupakan cara melindungi produk dari kerusakan fisik
selama penyimpanan dan mendapatkan produk yang aman dikonsumsi.
Penyimpanan dalam cold storage dengan menggunakan suhu maksimal -20±1 ºC.
Penataan produk dalam cold storage diatur sedemikian rupa sehingga
memungkinkan sirkulasi udara dapat meratadan memudahkan pembongkaran
dengan sistem FIFO (first in first out) (SNI 7692.3:2013).
Produk tuna cube yang sudah dikemas dalam master carton, kemudian
disimpan dalam ruang penyimpanan beku (cold storage). Produk dibawa dari
ruang packing menggunakan trolley untuk disimpan lalu disusun secara baik dan
86

benar agar tidak merusak produk. Pengecekan ruang cold storage dilakukan secara
berkala oleh karyawan dan dilaporkan pada QC pengawas, agar produk tetap
dalam kondisi beku hingga saat pendistribusian produk atau ekspor produk
dilakukan.
Suhu cold storage berkisar antara -37 sampai -50ºC, untuk mencegah
terjadinya fluktuasi suhu dipasang tirai plastik sehingga masuk dan keluar nya
udara dapat diminimalkan. Master carton akan disusun diatas pallet yang
digunakan sebagai alas yang terbuat dari plastik. Penyimpanan produk di
coldstorage dilakukan setelah selesai produk di packing sekitar pukul 11.00
WITA, tergantung proses produksi. Penyimpanan dilakukan selama beberapa hari
hingga seminggu setelahnya sehingga jumlah produk memenuhi pesanan buyer
akan dikeluarkan untuk di ekspor. Proses penyimpanan dapat dilihat pada Gambar
13.

Gambar 13. Penyimpanan di Cold Storage


Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016

Pendistribusian produk atau ekspor produk harus dilakukan secepat


mungkin dan hati-hati untuk mencegah produk dari kerusakan, peningkatan suhu,
sinar matahari langsung. Pendistribusian dan Penyusunan produk menggunakan
sistem FIFO (first in first out) dimana barang yang pertama di produksi harus
cepat didistribusikan untuk mencegah kemunduran mutu. Produk yang pertama
kali diproduksi akan pertama dikeluarkan sehingga produk yang diproduksi tidak
menumpuk, selain itu ketika akan ekspor maka produk akan dikemas dengan box
styrofoam. Jika disimpan dalam cold storage produk akan dikemas dengan master
carton. Produk yang pertama kali disimpan dekat dengan anteroom untuk
mempermudah pada saat proses stuffing.
87

5.1.28 Stuffing
Stuffing atau pemuatan produk dalam alat transportasi yang dapat
mempertahankan suhu pusat maksimal -18ºC dan terlindung dari penyebab
kerusakan mutu produk. Tujuan stuffing adalah mendapatkan produk yang aman
dikonsumsi dan melindungi produkdari kerusakan fisik selama pemuatan.
Proses stuffing atau ekspor ini dilakukan dengan container (jalur laut)
menggunakan MC. Dilakukan dengan cara mengeluarkan produk dari cold
storage melalui anteroom. Sebelum produk dimasukkan kedalam container,
kondisi container harus dibersihkan terlebih dahulu. Container yang sudah bersih,
bebas bau dan dalam keadaan dingin kemudian produk akhir akan diangkat dan
didorong diatas conveyor manual untuk kemudian diangkut kedalam mobil
berinsulasi satu persatu kardus keluar sambil ditempel dengan sticker kargo dan
security checking. Penyusunan produk di dalam mobil juga harus tepat dengan
menyisakan rongga untuk sirkulasi udara dingin sehingga produk tetap dalam
keadaan dingin saat pengiriman. Sebelum masuk kedalam mobil dilakukan
pencatatan dan pengecekan untuk sticker dan kode produksi terhadap setiap box
yang keluar oleh petugas. Proses stuffing kontainer dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Pemuatan (Stuffing)


Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016

Penyusunan dilakukan berdasarkan jenis produk dan kode produk. Suhu


didalam mobil dijaga agar tidak terlalu panas sehingga mutu dapat dipertahankan
saat pengiriman ke negara tujuan. PT. Sari Segar Laut Indonesia mengekspor
produknya ke Amerika (USA), Jepang, Hongkong, dan Singapura. Khusus produk
tuna cube beku di ekspor ke negara Amerika (USA) dan Singapura.
88

5.2 Hasil Pengamatan Mutu


Pengamatan mutu meliputi pengamatan organoleptik bahan baku, sensori
produk akhir, pengujian mikrobiologi bahan baku dan produk akhir, pengamatan
hasil pengujian histamin pada bahan baku, dan pengujian mikrobiologi air dan es.
5.2.1 Hasil Pengamatan Organoleptik Bahan Baku dan Produk Akhir
Pengamatan organoleptik dilakukan setiap ada bahan baku yang ada di
ruang penerimaan. Penilaian organoleptik yang dinilai meliputi kenampakan,
mata, insang lendir, bau warna dan tekstur dan kondisi fisik ikan tersebut baik
atau tidak. Pengamatan menggunakan scoresheet organoleptik ikan segar pada
Lampiran 1. untuk bahan baku dan scoresheet sensori tuna slice beku pada
Lampiran 2. untuk produk akhir. Tujuan dari pengamatan organoleptik adalah
megetahui mutu kesegaran bahan baku, karena bahan baku yang segar dan
memiliki nilai organoleptik yang tinggi, akan menghasilkan produk akhir yang
berkualitas, sedangkan pada produk akhir untuk mengetahui mutu sensori produk
akhir setelah dibekukan. Hasil perhitungan organoleptik bahan baku dan produk
akhir dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hasil pengamatan diperoleh kemudian dirata-ratakan, maka didapatkan
hasil seperti Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Pengamatan Organoleptik Bahan Baku dan Produk Akhir
Bahan Baku Produk Akhir
Pengamatan Hasil Nilai Hasil Nilai
Perhitungan Organoleptik Perhitungan Sensori
I 7,8 ≤ μ ≤ 7,96 8 7,81 ≤ μ ≤7,97 8
II 7,82 ≤ μ ≤7,98 8 7,86 ≤ μ ≤ 8,02 8
III 7,82 ≤ μ ≤7,98 8 7,78 ≤ μ ≤ 7,94 8
Rata-rata 8 Rata-rata 8
Standar SNI 7 Standar SNI 7

Berdasarkan Tabel 8. menunjukkan bahwa mutu organoleptik dari bahan


baku yang diterima perusahaan diperoleh nilai rata-rata 8. Nilai ini memenuhi
persyaratan untuk bahan baku ikan tuna segar sesuai dengan standar SNI 01-
2729.1-2006 tentang ikan segar yaitu minimal 7. Hal ini menunjukkan bahwa
bahan baku yang diterima oleh unit pengolahan PT. Sari Segar Laut Indonesia
masih dalam kondisi baik atau bisa diterima sebagai bahan baku standar untuk
produksi. Hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3.
89

Penanganan dan pengolahan yang baik, cepat dan saniter serta menerapkan
prinsip rantai dingin pada saat ditangkap diatas kapal, pembongkaran, diterima
dan sampai bahan baku siap untuk diproses menyebabkan nilai organoleptik
memperoleh score yang tinggi dan kesegaran ikan tetap terjaga.
Pengamatan organoleptik produk akhir menunjukkan bahwa produk akhir
yaitu tuna cube beku mempunyai nilai organoleptik dengan nilai rata-rata 8 dan
masih sesuai dengan standar SNI 7692.1:2013 tentang tuna slice beku. Dari hasil
diatas dapat dilihat bahwa selama proses produk tidak mengalami kemunduran
mutu. Parameter dehidrasi dan diskolorisasi atau perubahan warna menunjukkan
bahwa produk tidak mengalami pengeringan dan perubahan warna pada
permukaan produk sehingga dapat dikatakan proses pembekuan produk sangat
baik. Hal ini disebabkan produk dibekukan dengan cepat dan tepat menggunakan
kemasan khusus pembekuan yang dapat menghindari terjadinya kerusakan selain
dehidrasi dan perubahan warna pada produk. Pada produk akhir dibandingkan
dengan bahan baku setelah adanya pemberian gas CO, sehingga produk tuna cube
warnaya lebih cerah jika dibandingkan warna bahan baku.
Hasil dari nilai organoleptik bahan baku menggunakan score sheet ikan
segar dengan pengamatan (mata, insang, lendir, daging, bau dan tekstur)
sedangkan hasil nilai organoleptik produk akhir menggunakan score sheet tuna
slice beku atribut yang berbeda dinilai spesifikasi dalam keadaan beku meliputi
pengeringan (dehidrasi) dan perubahan warna (diskolorasi). Berdasarkan hal
tersebut nilai organoleptik bahan baku dan produk akhir tidak dapat dibandingkan
karena atribut yang berbeda.
5.2.2 Hasil Pengujian Mikrobiologi
5.2.2.1 Hasil Pengujian Mikrobiologi Bahan Baku
Pengujian mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yaitu
ALT, Coliform, Escherichia coli, Salmonella dan Vibrio cholerae. Jenis-jenis
bakteri tersebut berasal dari kontaminasi sumber air tercemar, kontaminasi
peralatan yang digunakan sehingga setiap ada bahan baku akan dilakukan
pengecekan secara berkala oleh QC. Pengujian dilakukan di laboratorium
perusahaan setiap kali bahan baku masuk ke perusahaan dan untuk pengujian air,
es, peralatan dan dilakukan secara berkala. Pengujian mikrobiologi merupakan
90

salah satu uji penting dalam menilai bahan pangan, karena selain dapat menduga
daya tahan suatu makanan juga dapat digunakan sebagai indikator kebersihan dan
keamanan pangan. Cara pengujian mikrobiologi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pengujian mikrobiologi bahan baku ini di lakukan di laboratorium milik
perusahaan. Pengujian ini dilakukan sebagai syarat ekspor ke negara pembeli
untuk menjamin bahwa bahan baku yang digunakan aman untuk dikonsumsi.
Parameter uji mikrobiologi pada pengujian bahan baku meliputi : ALT, Coliform,
Escherichia coli, Salmonella dan Vibrio cholerae. Hasil uji mikrobiologi bahan
baku disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pengujian Mikrobiologi Bahan Baku
ALT Coliform E. coli Vibrio cholerae
Pengamata (kol/gr) (mpn/gr) (mpn/gr) Salmonella
n
Standar 5 x 105 <3 <3 Negatif Negatif
I 1,2 x 104 <3 <3 Negatif Negatif
II 5,2 x 103 <3 <3 Negatif Negatif
III 2 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia (2016)
Tabel 9. diatas menunjukkan bahwa dari hasil data pengujian mikrobiologi
untuk bahan baku dapat disimpulkan bahwa jumlah bakteri di setiap pengamatan
masih memenuhi standar SNI yang dimana pada pengamatan tersebut tuna cube
beku masih dalam kondisi aman karena pengujian ALT bakteri dan Coliform
masih di bawah persyaratan, bakteri tidak ada yang melebihi dari 5 x 105 kol/gr,
Coliform <3, serta E.coli <3, Salmonella Negatif, dan Vibrio Cholerae Negatif.
Berdasarkan hasil pengujian mikrobiologi, bahwa bahan baku telah
memenuhi standar SNI. Hal tersebut menunjukan penanganan dan pengolahan
yang tepat dan cepat disamping itu menerapkan rantai dingin sehingga dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroba. Kondisi peralatan yang selalu dibersihkan
sebelum dan sesudah proses menggunakan sabun kemudian didesinfeksi membuat
kontaminasi bakteri dapat diminimalisir. Pembersihan secara fisik dan kimiawi
dapat menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat
dan mesin pengolah makanan. Kunci untuk mengontrol pertumbuhan mikroba
pada produk makanan dan industri pengolahan pangan adalah program hiegiene
dan santasi yang efektif. Efektivitas suatu sanitasi pabrik secara langsung
mempunyai dampak pada kualitas produk akhir (Winarno, 2011)
91

PT. Sari Segar Laut Indonesia menetapkan alur proses yang runut dan
pengolahan yang cepat dan saniter sehingga tidak ada kontaminasi silang dari
bahan baku pada produk akhir.
5.2.2.2 Hasil Pengujian Mikrobiologi Produk Akhir
Pengujian mikrobiologi produk akhir ini juga dilakukan untuk mengetahui
jumlah bakteri yang ada pada produk. Pengujian dilakukan di laboratorium
perusahaan oleh Quality Control. Sampel produk akhir diambil saat proses
retouching/sortasi mutu berlangsung kemudian sampel di bawa ke lab untuk
segera diuji. Cara pengujian mikrobiologi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pengujian mikrobiologi produk akhir meliputi pengujian ALT, Coliform,
Escherichia coli, Salmonella dan Vibrio cholerae. Hasil pengujian mikrobiologi
produk akhir dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengujian Mikrobiologi Produk Akhir
ALT Coliform E. coli Vibrio
Salmonella
Pengamatan (kol/gr) (mpn/gr) (mpn/gr) Cholerae
Standar 5 x 105 <3 <3 Negatif Negatif
I 3 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
II 4,0 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
III 4,0 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
Sumber: PT. Sari Segar Laut Indonesia (2016)
Berdasarkan Tabel 10. diatas menunjukkan bahwa dari hasil data
pengujian mikrobiologi untuk produk akhir dapat disimpulkan bahwa jumlah
bakteri di setiap pengamatan masih memenuhi standar SNI yang dimana pada
pengamatan pengujian ALT bakteri tidak ada yang melebihi dari 5 x 10 5 kol/gr,
Coliform <3, E.coli <3, Salmonella Negatif, dan Vibrio cholerae Negatif.
Pengujian mikrobiologi pada produk akhir memiliki hasil yang standar hal ini
menunjukkan bahwa selama proses pengolahan bahan baku diolah dengan baik
dan benar sehingga pertumbuhan bakteri dapat dihambat sehingga produk akhir
masih dapat dikonsumsi dan layak untuk ekspor.
Proses pengolahan sangat memerlukan perhatian, khususnya untuk
memastikan bahwa makanan yang diproduksi aman untuk dikonsumsi adalah
suplai air, ingredient yang baik (wholesomer), serta cara-cara penanganan dan
pengolahan yang hiegienis untuk mencegah berkembangnya mikroba pembusuk
dan patogen selama proses produksi. Sehingga tujuan akhir menghasilkan produk
yang memiliki mutu dan kualitas baik (Winarno, 2011).
92

5.2.3 Hasil Pengujian Histamin


Proses pengujian kadar histamin dilakukan dengan menggunakan metode
veratox. Metode veratox merupakan metode yang diadopsi dari negara Jepang dan
diterapkan di PT. Sari Segar Laut Indonesia untuk menguji histamin pada ikan
tuna. Metode ini berbeda dengan metode pada SNI pengujian histamin, hasil
pengujian histamin keluar dalam beberapa jam, sehingga sangat efisien dan
mempermudah QC dalam pengujian. Cara pengujian histamin dapat dilihat pada
Lampiran 5. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Pengujian Histamin
Pengamatan Histamin (ppm) Standar SSLI SNI
I 0,5
II 0,7 50 ppm 100 ppm
III 0,6
Sumber: PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016
Hasil pengujian histamin pada Tabel 11. diatas dapat disimpulkan bahwa
bahan baku yang digunakan sangat baik mutunya, karena hasil pengujian histamin
tidak melebihi standar perusahaan 50 ppm, sehingga dapat di ekspor. Penanganan
dan pengolahan ikan di PT. Sari Segar Laut Indonesia menerapkan rantai dingin
yang baik, sehingga suhu produk tidak meningkat. Suhu yang rendah akan
meminimalisir peningkatan kadar histamin. Pada proses perendaman ikan
menggunakan es balok, sehingga suhu pusat ikan tetap rendah selama proses
penanganan dan pengolahan. Proses yang cepat dan pengaturan suhu ruangan
yang rendah membuat histamin terkendali.
Histamin terbentuk karena proses enzimatis histidin pada ikan
scombrotoxin sejenis tuna. Kandungan histidin pada jaringan ikan tuna lebih
tinggi dibandingkan dengan spesies ikan lainnya sehingga meningkatkan potensi
bahaya peningkatan kadar histamin, khususnya untuk penyimpanan dan
penanganan yang salah (Wahyuni, 2011).
Bakteri pembentuk histamin dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas.
Pertumbuhan bakteri pembentuk histamin berlangsung lebih cepat pada
temperatur yang tinggi (21,1ºC) daripada temperatur rendah (7,2ºC) (FDA, 2001).
Laporan-laporan mengenai suhu optimum dan batas suhu terendah untuk
pembentukan histamin sangat bervariasi. Menurut Kim et al (1999) dalam Keer et
93

all. (2002), suhu optimum pembentukan histamin adalah 25ºC selama 24 jam
dapat meningkatkan kandungan histamin hingga 120 mg/100gr, sedangkan
menurut Fletcher et al (1996), pembentukan histamin pada suhu 0-5ºC sangat
kecil bahkan dapat diabaikan. Food and Drugs Administration (FDA)
menetapkan batas kritis suhu untuk pertumbuhan histamin pada tubuh ikan yaitu
4,4ºC (FDA, 2001 dalam Nurjanah dkk, 2011)
Berdasarkan hal tersebut tindakan pencegahan yang dilakukan PT. Sari
Segar Laut Indonesia memantau suhu bahan baku dan mengatur suhu ruangan saat
proses produksi serta menerapkan GMP dan SSOP yang baik sehingga bahaya
tersebut dapat dicegah dan dikendalikan.
5.3 Penghitungan Rendemen
Penghitungan rendemen bertujuan untuk mengetahui berapa presentase
bahan baku yang dapat dimanfaatkan dari keseluruhan berat total ikan utuh.
Pengambilan data rendemen dilakukan pada proses loining, trimming, skinning,
blocking dan pembentukan cube. Hasil perhitungan rendemen dapat dilihat pada
Lampiran 6. Hasil pengamatan rendemen dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Pengamatan Rendemen
Berat Rendemen Produk
Pengamatan Awal Loin Trimming Skinning Blocking Cube
(Kg) (Kg) (%) (Kg) (%) (Kg) (%) (Kg) (%) (Kg) (%)
43 37,74 88% 31,52 73% 29,21 68% 28,77 67% 2,16 5%
I 60 51,84 86% 45,3 76% 42,9 72% 36,1 60% 2,82 5%
50 44,16 88% 37,26 75% 34,72 69% 30,54 61% 2,42 5%
31 27,12 87% 22,9 74% 21,58 70% 19,4 63% 1,86 6%
II 41 35,98 88% 30,08 73% 27,96 68% 25 61% 1,44 4%
46 41,04 89% 35,9 78% 33,94 74% 28,3 62% 2,94 6%
34 30,3 89% 25,46 75% 24,96 73% 24,38 72% - -
III 32 28,12 88% 23,54 74% 22,12 69% 18,88 59% - -
54 47,52 88% 39,94 74% 37,74 70% 31,2 58% - -
Jumlah
Rata-rata 88 % 75% 70% 62% 4,3%

Berdasarkan hasil perhitungan rendemen yang dilakukan, didapatkan hasil


rata-rata sebesar 88 % untuk rendemen loining, 75 % untuk rendemen trimming,
70 % untuk rendemen skinning, 62 % untuk rendemen blocking, 4,3 % untuk
rendemen cube. Rendemen yang dihasilkan pada saat pembentukan produk
terbagi-bagi menjadi produk utama seperti saku, groundmeat, saku curah, serat,
sehingga produk turuna seperti cube yang dihasilkan lebih sedikit. Secara umum
94

rendemen yang dihasilkan adalah sekitar 62% (terbagi menjadi beberapa jenis
produk seperti saku, groundmeat, cube dan serat), rendemen yang dihasilkan
cukup baik karena lebih dari 50%.
Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar
antara 45-50% dari tubuh ikan (FAO, 2010). Untuk kelompok ikan tuna, bagian
ikan yang dapat dimakan berkisar antara 50-60% (Stanby, 1963 dalam Nurjanah
dkk, 2011). Hasil diatas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor dari mutu
bahan baku, kondisi fisik ikan (berat, jenis, umur), serta keahlian karyawan dalam
proses pengolahan.
5.4 Pengamatan Produktivitas
Pengambilan data produktivitas tenaga kerja dilakukan pada tahapan
proses loining, trimming, skinning, blocking, dan pembentukan cube. Perhitungan
produktivitas bertujuan mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan. Hasil perhitungan produktivitas karyawan dapat dilihat pada
Lampiran 7. Hasil pengamatan produktivitas dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Pengamatan Produktifitas
Bera Tahapan
Pengamata t Loining Trimming
n Awal (Gr Rata (Gr Rata
(Kg) (Kg) (T) (P) (Kg) (T) (P)
) 2 ) 2
37,7 227 31,5
43 (30)0,0083 2 (47)0,0108 3 970
4 3 2
35,9 185 30,0
I 41 (35)0,0097 2 2059 (55)0,0152 3 656 861
8 0 8
41,0 205
46 (36)0,01 2 35,9 (45)0,0125 3 957
4 2
27,1 103
31 (47)0,0130 2 22,9 (28)0,0077 3 981
2 9
28,1 115 23,5
II 32 (44)0,0122 2 1196 (40)0,0111 3 706 805
2 0 4
30,3 139 25,4
34 (39)0,0108 2 (42)0,0116 3 727
0 8 6
44,1 116 37,2 101
50 (01:08)0,0189 2 (44)0,0122 3
6 8 6 6
47,5 (01:45)0,0291 39,9 111
III 54 2 815 952 (43)0,0119 3 1122
2 6 4 5
51,8 (01:47)0,0297 123
60 2 872 45,3 (44)0,0122 3
4 2 5
Skinning Blocking
I 29,2 175 1565 28,7 566
43 (30)0,0083 2 (01:10)0,019 2 740
1 3 7
27,9 129 (01:39)0,027
41 (39)0,0108 2 25 2 455
6 0 5
46 33,9 (37)0,0102 2 165 28,3 (01:41)0,028 2 504
95

4 1 0
21,5
31 (39)0,0108 2 996 19,4 (36)0,01 2 970
8
22,1 113 18,8
II 32 (35)0,0097 2 1165 (41)0,0113 2 829 948
2 8 8
24,9 136 104
34 (33)0,0091 2 28,3 (42)0,0116 2
6 1 5
34,7 105 30,5 (02:41)0,044
50 (59)0,0163 2 2 341
2 9 4 7
37,7 147 (02:47)0,046
III 54 (46)0,0127 2 1444 31,2 2 336 354
4 7 3
179 (02:49)0,046
60 42,9 (43)0,0119 2 36,1 2 384
6 9

Berat Tahapan
Pengamatan Awal Cutting Cube
(Kg) (Kg) (T) (Gr) (P) Rata2
43 25,82 (12:00) 0,2 3 43
I
41 24,96 (12:01) 0,2002 3 42 49
I
46 28,21 (09:00) 0.15 3 63
31 26,2 (11:22) 0,1894 3 46
II 32 17,64 (06:43) 0,1119 3 53 52
34 24,38 (08:23) 0,1397 3 58
50 30,1 (09:00) 0,15 3 67
III 54 30,2 (08:50) 0,1472 3 68 63
60 38,08 (14:20) 0,2388 3 53

Tahapan Loining Trimming Skinning Blocking Pembentukan Produk


Rata-rata 1402,3 929,3 1391,3 622,6 54,6
(Kg/jam/org)

Keterangan :
Kg : Kilogram
T : Waktu (Jam)
Gr : Group (Jumlah Orang)
P : Produktivitas
Dari Tabel 13. untuk pengamatan produktivitas, didapatkan hasil rata-rata
yaitu untuk produktivitas loining sebesar 1402,3 kg/jam/org, produktivitas
trimming 929,3 kg/jam/org, produktivitas skinning sebesar 1391,3 kg/jam/org.
produktivitas blocking 622,6 kg/jam/org, produktivitas pembentukan cube 54,6
kg/jam/org. Produktivitas secara umum merupakan suatu konsep yang
menunjukan adanya kaitan antara hasil kerja karyawan dengan satuan waktu
untuk menghasilkan produk. Menurut Soeharto (2001), Beberapa hal yang
mempengaruhi produktivitas antara lain : Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu,
96

supervisi perencanaan dan koordinasi, komposisi kelompok kerja, kerja lembur,


pengalaman, kepadatan tenaga kerja
Dengan kata lain produktivitas sangat penting dalam pencapaian target
produksi maksimum (efektif) dan efisiensi kerja dan waktu sehingga dapat
mengurangi beban biaya produksi yang tinggi. Jika karyawan bekerja dengan
lambat tanpa perhitungan produktivitas kerja, maka akan membuat beban kerja
menjadi berat disamping itu diperlukan koodinasi dan perencanaan kerja sebelum
memasuki ruang produksi, sehingga target yang dihasilkan maksimal.
Produktivitas karyawan PT. Sari Segar Laut Indonesia cukup baik, karena
dapat menghasilkan output yang banyak dalam waktu yang singkat sehingga
efisiensi kerja dapat terlaksana untuk memenuhi target produksi harian.
5.5 Pengamatan Penerapan Rantai Dingin
5.5.1 Suhu Pusat Ikan, Air dan Ruang
Pengamatan suhu ikan, air dan es dilakukan menggunakan termometer
digital yang ditusukan pada pusat tubuh ikan dan air es dalam bak perendaman,
sedangkan pengukuran suhu ruang dilakukan dengan melihat termometer yang
menempel pada dinding setiap ruangan proses produksi. Hasil pengukuran suhu
pusat ikan, air dan ruangan dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil pengamatan suhu
air dan es dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Pengamatan Suhu
No Proses Suhu Ikan Suhu Air Suhu Ruang
(°C) (°C) (°C)
1 Penerimaan Bahan Baku (receiving) 0,43 - -
Receiving Room I - - 21,51
Receiving Room II - - 21,52
2 Pencucian I 25,61
3 Penyimpanan Sementara (chilling room I) - - -0,817
4 Ice Room - - -5,344
5 Perendaman I 0,38 0,87
6 Penyiangan 1,06 - -
7 Pencucian II 1,27 25,16 -
8 Perendaman II 1,29 0,91 -
9 Perendaman III 0,63 0,76 -
10 Pencucian III 0,66 25,72 -
11 Ruang Produksi (production room)
Production Room I - - 21,58
Production Room II - - 21,80
12 Loining 0,83 - -
13 Trimming 1,28 - -
14 Skinning 1,43 - -
97

15 Blocking 1,81 - -
16 Pembentukan cube (cutting cube) 5,1 - -
17 Inkubasi di Chilling Room II - - -0,83
18 Pembekuan (ABF 2) - - -27,11
19 Packing dan Labelling - - 21,50
20 Penyimpanan (cold storage)
Cold Storage I - - -43
Cold Storage II - - -34,88
Cold Storage III - - -27,11

Berdasarkan Tabel 13. hasil pengamatan suhu pusat ikan di PT. Sari Segar
Laut Indonesia sudah sangat baik, suhu pusat ikan dipertahankan tetap rendah
agar tidak terjadi peningkatan histamin dan terjadi pembusukan, selain itu proses
pengolahan dilakukan dengan cepat dan saniter membuat produk tetap dalam
keadaan segar disamping didukung oleh suhu ruangan yang dingin dapat
memepertahankan mutu ikan. Suhu produk tuna dipertahankan dibawah 4,4 oC,
namun ada toleransi suhu pada saat pembentukan produk suhu dapat lebih tinggi,
namun dengan proses yang cepat dan dalam keadaan saniter dan hiegiene
peningkatan histamin dapat dikendalikan.
Suhu air dan es pada proses pengolahan tuna cube beku dapat diketahui
dengan mengukur suhu proses perendaman dan pencucian. Suhu air perendaman
sangat dingin karena ditambahkan es balok, selain itu suhu air pencucian cukup
rendah sehingga peda saat dilakukan pencucian tidak ada perubahan suhu pusat
ikan yang signifikan. Selain untuk membersihkan kotoran yang terlihat pada
permukaan tubuh ikan juga bertujuan untuk menurunkan suhu ikan (temporary
storage) dan mereduksi jumlah bakteri pada permukaan ikan.
5.6 Pengamatan Penerapan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan
Penerapan kelayakan dasar di PT. Sari Segar Laut Indonesia meliputi
persyaratan fisik unit pengolahan, penerapan GMP yaitu cara berproduksi yang
baik dan benar, penerapan SSOP yaitu sanitasi dan hiegiene perusahaan, dan
penerapan kelayakan dasar suatu unit pengolahan. Hasil pengamatan penerapan
kelayakan dasar unit pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 12.
Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan prasyarat (pre-requisite)
dalam pengembangan sistem HACCP. Penerapan sistem yang tidak efektif apabila
prasyarat persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan tidak terpenuhi, terlebih
untuk unit pengolahan dengan skala ekspor. Perlu adanya komitmen dan
98

dukungan manajemen serta sarana dan sumber daya manusia untuk menunjang
penerapan sistem tersebut. Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok,
yaitu GMP dan SSOP. Kelayakan dasar merupakan aspek yang harus dipenuhi
agar penerapan sistem HACCP dalam industri pangan dapat berjalan dengan baik
dan efektif (Winarno dan Surono, 2002).

5.6.1 Persyaratan Fisik


1) Lokasi
PT. Sari Segar Laut Indonesia terletak di areal Pelabuhan Benoa, dimana
daerah ini merupakan daerah yang memiliki akses yang strategis karena mudah
mendapatkan bahan baku karena dekat dengan perusahaan pembongkaran ikan
dan jalan besar untuk transportasi dan pengiriman ekspor karena dekat dengan
akses jalan ke Bandara Internasional Ngurah Rai. Lingkungan di areal Pelabuhan
Benoa merupakan kawasan industri perikanan, jauh dari pemukiman masyarakat,
dan industri yang menyebabkan pencemaran, selain itu semua pasokan tersedia
seperti air dari PT. Pelindo III dan listrik yang memadai sehingga menunjang
proses produksi.
Berdarkan hasil pengamatan dengan menggunakan kuisioner kelayakan
dasar unit pengolahan secara umum lokasi lingkungan perusahaan cukup baik
yaitu perusahaan tidak berada di daerah pemukimam penduduk, tercemar, kotor
dan berdebu dan jauh dari pembuangan sampah sehingga tidak akan terjadi
penularan dan kontaminasi terhadap produk dan bahaya bagi masyarakat.
2) Bangunan
Desain dan tata letak sesuai dengan sarana produksi dan memungkinkan
praktek hiegiene pangan yang baik termasuk proteksi terhadap kontaminasi silang
diantara dan selama proses produksi berjalan. Struktur di dalam sarana produksi
dibangun dengan bahan yang tahan lama dan mudah untuk dipelihara, dibersihkan
dan didesinfeksi. Selain itu kondisi fisik bangunan dapat melindungi keseluruhan
aktivitas produksi. Secara umum bangunan di PT. Sari Segar Laut Indonesia
sudah cukup lengkap, mulai dari ruang penerimaan bahan baku, ruang produksi,
ruang penyimpanan dan alur pemuatan (stuffing), pasokan air dari PT.Pelindo dan
es dari PT. AKFI yang berada dekat dengan perusahaan, laboratorium, gudang
99

penyimpanan beku, gudang kering untuk bahan pengemas, dan ketersedian listrik
yang memadai untuk menunjang proses produksi.
3) Denah
Denah di PT. Sari Segar Laut Indonesia telah dirancang sesuai standar
UPI, antara ruang penerimaan bahan baku dan stuffing terpisah, sehingga
meminimalisir kemungkinan kontaminasi silang. Ruang produksi berada di lantai
1 dan ruang kantor dan gudang kering berada di lantai 2, semua ditata dan diatur
sedemikian rupa dan dilengkapi sarana dan prasarana sesuai proses yang
dilakukan. Penempatan ruang dan peralatan serta ruang produksi yang terpisah
dengan toilet. Penempatan sarana yang sesuai dan runtut dari penerimaan bahan
baku hingga menjadi produk akhir diatur sehingga mempermudah karyawan dan
mempercepat proses produksi.
Denah perusahaan antara lain kantor, ruang proses, ruang mekanik,
gudang kering, post satpam, musholla dan ruang rapat, layout dirancang oleh
perusahaan dapat mencegah kontaminasi silang semua berlangsung satu arah.
Selain itu alur proses produksi berbeda dengan alur pergerakan karyawan. Layout
perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 11.
4) Lantai
Lantai yang terdapat di ruang pengolahan dilapisi dengan keramik
berwarna putih dari dasar lantai hingga ke arah atap, lantai dan dinding dibuat
melengkung sehingga mudah untuk dibersihkan, selain itu kemiringan lantai
diatur agar tidak ada genangan air. Kemiringan lantai mempermudah saat proses
pembersihan sehingga air langsung mengalir menuju selokan.
Lantai ruang proses dibersihkan sebelum dan sesudah proses produksi
menggunakan air bersih dan bahan desinfektan sehingga selalu dalam keadaan
bersih saat produksi berlangsung. Lantai dibersihkan kemudian dikeringkan
dengan garukan karet sehingga tidak ada genangan air, selain itu kemiringan
lantai sudah baik sehingga mempermudah saat pembersihan, sisa air dan kotoran
proses produksi langsung hanyut ke selokan.
5) Dinding
100

Permukaan dinding semua dilapisi dengan keramik berwarna putih, kedap


air, halus, rata, tidak retak. Bagian dinding sampai atap dilapisi keramik. Mudah
dibersihkan dan didesinfeksi dengan bahan kimia.
Kondisi dinding di ruang produksi sudah baik karena terbuat dari bahan
keramik berwarna putih yang mudah dibersihkan. Hingga ketinggian 3 m dinding
ruang proses dibuat dari bahan yang tahan air dan mudah dibersihkan. Pertemuan
antara dinding lantai dan dinding mudah dibersihkan. Menurut Winarno dan
Surono (2002), bagian dinding samapi ketinggian 2 m dari lantai harus dapat
dicuci dan tahan terhadap bahan kimia.
6) Langit-langit
Pada bagian langit-langit mempunyai ketinggian lebih dari 3 meter dari
permukaan lantai, langit berwarna putih bersih tidak jamuran, tidak retak, tidak
berlubang, dan tidak terdapat tonjolan. Permukaan langit-langit halus dan
sehingga muda dibersihkan.
Bahan untuk langit-langit di ruang proses PT. Sari Segar Laut Indonesia
tidak rontok dan tidak berjamur sehingga dapat mencegah akumulasi kotoran,
meminimalisir kondensasi, mudah dibersihkan. Kondisi Langit-langit tidak retak ,
dan tidak bercelah dan terang dan ketinggian 3 m sehingga sangat aman jika
dilaksanakan proses produksi.
7) Penerangan
Penerangan di PT. Sari Segar Laut Indonesia menggunakan lampu neon
berwarna putih terang dan diberi pelindung, masing-masing kotak terdapat 2
lampu yang telah ditutupi dengan plastik akrilik yang dapat dibuka dan ditutup
sehingga mempermudah saat melakukan pembersihan dan perbaikan. Setiap kotak
lampu neon diberi nomor yang digunakan sebagai tanda jika terjadi kerusakan
operator dapat memperbaiki sesuai kode lampu yang rusak.
8) Pintu dan Jendela
Di PT. Sari Segar Laut Indonesia di bagian luar pintu masuk dan keluar
terdapat insect killer, pintu masuk ke ruang produksi ada 2 yang pertama
dilengkapi tirai plastik melewati tempat pencucian kaki dan wastafel pencucian
tangan, kemudian pintu kedua mengarah ke ruang produksi, terbuat dari kaca yang
dilapisi dengan stainless,pintu dibuka dengan menggesernya menggunakan kaki,
101

sehingga menghindari sentuhan dengan tangan. Keluar ruang produksi terdapat 2


pintu, dibuka dengan cara menggesernya kemudian akan menutup secara
otomatis, kemudian pintu kedua mengarah ke luar ruang produksi dilengkapi
dengan tirai plastik. Bahan pintu mudah dibersihkan dan tidak berkarat.
Jendela terdapat diantara ruang produksi I dan II, jendela terbuat dari kaca,
selalu dibersihkan sebelum dan sesudah proses produksi. Jendela sangat mudah
dirawat dan dibersihkan.
9) Saluran Udara
Untuk saluran udara di unit pengolahan dilengkapi dengan exhaust fan
yang berfungsi untuk menjaga sirkulasi udara didalam ruang produksi. Pada
bagian luar exhaust fan terdapat nomor sebagai tanda jika sewaktu-waktu terjadi
kerusakkan maka dapat dicatat nomor nya untuk segera diperbaiki. Exhaust fan
terdapat di pojok atap ruangan. Sirkulasi udara lancar sehingga mencegah
kondensasi dan kelembaban udara tetap tejaga karena terdapat AC di ruang
produksi.
Di dalam ruang produksi tidak terdapat ventilasi. Akan tetapi, fungsi
ventilasi digantikan dengan alat exhaust fan dan air conditioner (AC) yang terus
menerus menghembuskan udara dingin ke seluruh ruangan dan exhaust fan yang
menyedot udara panas dari dalam ruangan sehingga dapat mencegah kondensasi
uap.
10) Selokan / Saluran Pembuangan
Saluran pembuangan tersedia didalam ruang produksi dibuat melengkung,
berwarna putih, dan kedap air. Pada pojok selokan terdapat saringan sehingga
menyaring limbah yang ikut terhanyut bersama air produksi, penyaring dapat
diangkat untuk dibersihkan. Saluran pembuangan yang berada didalam ruang
pengolahan berhubungan langsung dengan saluran pembuangan yang ada diluar.
Setiap selesai produksi limbah padat yang terdapat pada saluran pembuangan
dibersihkan.Saluran pembauangan dilengkapi dengan penutup.
Instalasi saluran pembuangan air limbah di ruang produksi terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, selain itu terdapat penutup selokan atau pelindung
berupa filter untuk menghindari masuknya tikus ke dalam ruang produksi.
5.6.2 Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
102

Good Manufacturing Practice (GMP) atau cara produksi makanan yang


baik (CPMB) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan
tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan
untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai tuntutan konsumen
(Thaheer, 2005).
Ruang Lingkup GMP menyangkut cara memproduksi yang baik dari
penerimaan bahan baku hingga menjadi produk akhir, termasuk persyaratan harus
terpenuhi. Adapun tahapan proses pengolahan tuna cube dapat dilihat pada
Lampiran 8.
1) Bahan Baku Tuna Cube Beku.
Bahan baku tuna cube adalah jenis tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dan
tuna mata besar (big eye tuna). Bahan baku merupakan ikan segar yang diperoleh
dari perusahaan pembongkaran ikan di Benoa dan supplier dari daerah Lombok.
Bahan baku yang diperoleh berasal dari perairan Indonesia. Bahan baku yang
diterima berukuran 20 kg keatas. Sebelum bahan baku diterima dilakukan
pengecekan mutu dan suhu oleh checker. Dilakukan pengambilan sampel tuna
untuk pengujian histamin dan mikrobiologi kemudian sampe diserahkan pada QC
untuk diuji di laboratorium.
2) Penaganan dan Pengolahan
Penanganan dan pengolahan dilakukan dengan menerapkan metode 3C +
1Q (clean, cold, carefully and quick) yaitu dengan menerapkan rantai dingin dan
menjaga kebersihan sanitasi higiene, sebelum dan sesudah proses produksi
dilakukan pencucian peralatan dan pencucian dengan klorin kemudian dibilas
kembali dengan air bersih. Setiap tahapan proses dilakukan secara cepat, bersih,
hati-hati dan menjaga suhu dingin untuk menghindari kemunduran mutu pada
tuna. Proses perendaman tuna menggunakan air es dan bahan klorin sehingga ikan
tetap dalam keadaan dingin saat di proses. Suhu daging ikan tuna pada saat
pengolahan tidak boleh melebihi dari 4.4 oC untuk meminimalisir peningkatan
kadar histamin, perkembangan bakteri dan perubahan warna pada daging
3) Bahan Pembantu
(1) Air
103

Air yang digunakan untuk keperluan pengolahan bersumber dari air PAM
dari PT. Pelindo III Pelabuhan Benoa yang sebelum dialirkan ke unit pengolahan,
dilakukan filtrasi dan melewati sinar UV, untuk membunuh bakteri sehingga air
yang digunakan memenuhi syarat air minum, bersih, tidak berbau dan tidak
berwarna serta tidak mengandung bakteri. Air di PT. Sari Segar Laut Indonesia
akan diuji oleh laboratorium perusahaan setiap adanya proses produksi dan setiap
3 bulan sekali oleh pihak BKIPM.
(2) Es
Es yang digunakan di PT. Sari Segar Laut Indonesia berupa es balok yang
dibeli dari PT. AKFI. Es balok yang diterima oleh perusahaan kemudian
dipotong-potong kecil terlebih dahulu sebelum digunakan untuk proses
perendaman I, II, dan III. Setelah hancur es kemudian dimasukkan kedalam bak
perendaman yang bertujuan untuk menurunkan suhu ikan sehingga mutu ikan
dapat tetap terjaga. Es di PT. Sari Segar Laut Indonesia akan diuji oleh
laboratorium perusahaan setiap satu minggu sekali dan setiap 3 bulan sekali oleh
pihak BKIPM (Balai Karantina Ikan dan Pengendali Mutu). Selain itu
penggunaan dry ice untuk ekspor dari PT. Sriwijaya Dry Ice.
4) Bahan Kimia
(1) NaOCl
NaOCl atau biasa disebut klorin merupakan bahan kimia yang digunakan
untuk desinfeksi posisinya ada di ruang penerimaan ikan dan ruang produksi I & 2
(untuk merendam peralatan, pencucian kaki, pencucian lantai, dinding dan
perendaman ikan). Klorin berfungsi untuk membunuh bakteri. Untuk perendaman
ikan yaitu klorin 10 ppm untuk perendaman I, 100 ppm untuk perendaman II,
150-200 ppm untuk perendaman III. Kadar klorin untuk perendaman peralatan
dan keranjang 100 ppm, dan untuk pencucian kaki 150-200 ppm.
(2) Sterbac
Sterbac merupakan larutan ammonium yang digunakan untuk sanitasi dari
pencucian tangan dan peralatan produksi seperti pisau dan talenan. Posisi sterbac
ini terletak di ruang penerimaan ikan, pintu masuk produksi di tempat pencucian
tangan, ruang produksi I & II. Penggunaan untuk pencucian tangan dari awal
104

hingga selesai proses produksi, dan digunakan untuk perendaman sillent cutter.
Kadar sterbac yang digunakan adalah 800 ppm.
(3) Clean and Smooth
Clean and smooth merupakan sabun cair yang digunakan untuk mencuci
tangan yang berada didalam wadah botol pada wastafel. Clean and smooth ini
terletak di pintu masuk ruang produksi.
(4) Porstex
Porstex digunakan sebagai bahan untuk membersihkan dinding dan lantai
yang dilapisi oleh keramik. Porstek akan membersihkan dan memutihkan keramik
yang sudah kuning, sehingga kelihatan bersih. Penggunaan porstek harus
didiamkan kemudian disikat lalu dibilas dengan air mengalir.
(5)Sabun Blue Ocean 301
Sabun ini digunakan untuk pencucian peralatan dan meja produksi. Sabun
ini direkomendasikan khusus untuk unit pengolahan makanan, bersifat sedikit
busa, tidak berbau, serta tidak berwarna. Efektif menghilangkan lemak, darah dan
minyak. Penggunaannya ambil sabun setengah loyang kemudian encerkan dengan
air.
5) Pengemasan
Bahan pengemas yang digunakan adalah vacuum pack jenis plastik PE
(polyethylene). Plastik PE tahan terhadap asam, basa, lemak dan dapat digunakan
untuk pembekuan ikan. Kemudian dimasukan ke dalam inner cartoon
sebelumnya produk dimasukan ke dalam plastik lalu diberi plastik spon selang
seling antara produk, sehingga tidak terjadi kerusakan saat terkena benturan.
Setelah itu diplester dengan lakban bening. Kemudian dimasukan dalam master
cartoon. Dalam 1 master cartoon terdapat 2 buah inner cartoon yang berisi
masing-masing 5 kg produk lalu diplester lakban pada garis tengah dan setiap sisi
sudut master cartoon. Kemudian diberi label yaitu berupa jenis produk, berat
bersih, alamat negara produsen, kode produksi, tanggal kadaluarsa, alamat negara
pembeli, cara penyimpanan seperti keep it frozen, peringatan penggunaan setelah
thawing dan tanggal produksi.
6) Penyimpanan
105

Penyimpanan produk sebelum di ekspor disimpan didalam gudang beku


(cold storage) yang bertujuan untuk mempertahankan suhu ikan. Penyimpanan
dilakukan dengan hati-hati dan hiegienis, sehingga tidak terjadi kerusakan.
Penyimpanan dilakukan dengan metode First in First Out (FIFO) untuk mencegah
adanya penumpukan produk yang tersimpan lama dalam cold storage.
Penyimpanan disesuaikan dengan kode produksi dan label. Ruang cold storage
terhubung langsung dengan anteroom. Ketika akan di muat akan dipindah ke
anteroom agar suhu produk tidak meningkat.
7) Distribusi
Distribusi dilakukan dengan cepat dan hati-hati untuk menghindari
kerusakan. Produk diekspor dengan menggunakan mobil box berinsulasi untuk
pengiriman dengan pesawat udara, kemudian untuk pengiriman jalur laut
menggunakan kontainer. Sebelum diekspor produk sudah dilengkapi dengan dry
ice. Penyusunan dilakukan dengan rapat, namun disisakan sela-sela untuk
sirkulasi udara. Produk yang akan dieskpor dibawa menuju anteroom yang
berhubungan langsung dengan cold storage. Produk kemudian diletakkan diatas
rel conveyor yang kemudian dibawa menuju mobil box/kontainer. Kondisi
penyimpanan didalam mobil/kontainer dibersihkan sebelum produk dimasukan.
Dan penyusunan dilakukan dengan rapi untuk menghindari benturan dan
kerusakan saat pengiriman ke negara tujuan ekspor.
5.6.3 Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
SSOP yang berasal dari FIS (Food Safety and Inspection Service)
memberikan petunjuk SSOP secara tertulis dalam melaksanakan SSOP tersebut
yang meliputi pelaksanaan sehari-hari yang harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi produk dan kemungkinan terjadinya percampuran
bahan/produk dengan bahan lain yang seharusnya tidak ada (Winarno, 2011).
Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga
kebersihan. Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki industri
pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practice. Tujuan diterapkan
sanitasi di industri pangan adalah untuk menghilangkan konaminan dari makanan
dan mesin pengolahan makanan serta mencegah kontaminasi kembali. Selain itu
penerapan SSOP yang baik dan tepat dapat meningkatkan mutu dan umur simpan
106

produk, mengurangi complain dari konsumen, dan mengurangi biaya recall


(Thaheer, 2005)
PT. Sari Segar laut Indonesia telah melaksanakan SSOP pada setiap tahapan
proses mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi, produk akhir hingga
pemuatan. Selain itu sanitasi dan personal hiegiene setiap karyawan sangat
terpelihara dan sudah menjadi kebiasaan seperti kebersihan diri karyawan, baik itu
tangan, pakaian kerja, peralatan yang digunakan serta pengawasan berkala yang
dilakukan oleh Quality Control. Semua aspek dari 8 kunci SSOP telah terpenuhi
sehingga selalu menghasikan produk yang bermutu. Berikut 8 kunci SSOP yang
diterapkan di PT. Sari Segar Laut Indonesia.
1) Keamanan Air dan Es
Air yang digunakan di PT. Sari Segar Laut Indonesia merupakan air yang
bersumber dari PAM yang dikelola PT. Pelindo III Pelabuhan Benoa. Sebelum
masuk ruang produksi air di filtrasi dan melewati sinar UV sehingga air bersih
dan bebas bakteri.
Es yang digunakan di PT. Sari Segar Laut Indonesia merupakan es balok
yang dibeli dari PT. AKFI. Es balok disimpan didalam ice room yang diberi alas
pallet sehingga tidak menyentuh lantai, Jika ada proses pemotongan ikan maka es
balok akan dipotong menjadi bongkahan kecil kemudian dimasukan ke dalam bak
perendaman I, II, dan III.
Pengujian mutu air akan dilakukan setiap hari jika ada proses dan es setiap
satu minggu sekali oleh laboratorium perusahaan. Pengujian air meliputi ALT,
Coliform, sedangkan es meliputi ALT, Coliform, E.coli, Salmonella, dan Vibrio
cholerae. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan wadah plastik
steril, pengambilan sampel air dilakukan dengan menyesuaikan pada nomor kran
air yang ada di ruang produksi. Hasil pengujian mutu air dan es dapat dilihat pada
Tabel 15 dan Tabel 16.
Tabel 15. Hasil Pengujian Mikrobiologi Air
ALT Coliform
Pengamatan (kol/gr) (mpn/gr)
Standar 1 x 102 <3
I 1 x 100 <3
II 16 x 100 <3
III 0 <3
Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016
107

Tabel 16 . Hasil Pengujian Mikrobiologi Es


ALT Coliform E. coli Vibrio
Salmonella
Pengamatan (kol/gr) (mpn/gr) (mpn/gr) cholerae
Standar 1 x 102 <3 <3 Negatif Negatif
I 0 <3 <3 Negatif Negatif
II 0 <3 <3 Negatif Negatif
III 0 <3 <3 Negatif Negatif
Sumber : PT. Sari Segar Laut Indonesia, 2016
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh ALT dan Coliform tidak melebihi
standar, dalam kategori bersih dan layak digunakan untuk proses pengolahan hal
ini dikarenakan PT. Sari Segar Laut Indonesia menggunakan air PDAM yang
sebelumnya telah di treatment dengan filtrasi dan penyinaran dengan sinar UV,
sehingga mereduksi bakteri pada air. Pengujian mikrobiologi es dilakukan setiap
satu minggu sekali dan setiap ada proses pemotongan ikan, hasilnya sangat baik
karena hasil ALT, Coliform, E. coli, Salmonella, dan Vibrio cholerae memenuhi
standar yang ditetapkan sehingga es yang digunakan sangat aman digunakan
dalam proses pengolahan tuna.
2) Peralatan dan personel hiegiene
Peralatan dibersihkan sebelum dan sesudah melakukan proses produksi.
Peralatan yang digunakan terbuat dari stainless steel yang merupakan jenis bahan
yang tahan korosi, sehingga tidak bereaksi dengan produk, tahan karat, dan mudah
dibersihkan. Semua peralatan dan meja dibersihkan dengan menggunakan sabun
cair blue ocean 301, kemudian dibilas lalu melalui perendaman dengan klorin 100
ppm dan pembilasan dengan menggunakan air sebelum digunakan. Peralatan ini
disimpan rak dan meja yang sudah dibersihkan terlebih dahulu.
Setiap karyawan yang memasuki ruang produksi harus menggunakan
pakaian kerja, tutup kepala, topi, masker, dan sepatu boot. Selama proses produksi
karyawan wajib mencuci tangan dengan sabun clean smooth dan sterbac 800
ppm. Pengecekan kebersihan karyawan seperti kuku harus dipotong pendek, dan
kebersihan sepatu. Pakaian kerja karyawan dicuci setiap 3 hari sekali oleh laundry
yang ada di perusahaan.
3) Pencegahan kontaminasi silang
Konstruksi bangunan, desain tata letak sarana di PT. Sari Segar Laut
Indonesia sudah cukup baik, sarana dan prasarana di ditempatkan sesuai proses
pengolahan yang dilakukan. Alur proses produksi dari bahan baku hingga menjadi
108

produk akhir diatur sehingga kemungkinan terjadi kontaminasi silang dapat


dicegah. Ruang kantor, toilet dan ruang kantin berada di lantai 2 terpisah dengan
ruang produksi yang berada di lantai 1.
Kebersihan karyawan merupakan faktor yang paling penting dalam adanya
kontaminasi selain dari bakteri. Kondisi sanitasi dan hiegiene ruangan, peralatan,
karyawan, cara produksi dan penyimpanan produk harus diterapkan secara
seksama dan berkala sehingga dapat menghasilkan produk dengan mutu prima.
Pada luar ruang raw material room terdapat bak pencucian kaki yang mengandung
klorin 150-200 ppm untuk mencuci kaki dan sepatu sebelum masuk ke dalam
ruang penerimaan ikan.
4) Toilet dan tempat cuci tangan
Jumlah toilet di PT. Sari Sari Segar Laut Indonesia ada 6 buah, 1 toilet
berada pada bagian luar perusahaan, 4 toilet yangberada di lantai 2, dibedakan
antara 2 toilet pria dan 2 toilet wanita dan 1 toilet yang berada didalam ruang
kantor. Fasilitas didalam toilet terdapat wastafel, tempat sabun cuci tangan, kaca
cermin, lampu, blower. Toilet terpisah dengan ruang produksi agar tidak terjadi
kontaminasi silang, karena toilet dapat menjadi cemaran dan sumber bakteri.
Tempat cuci tangan berada didekat pintu masuk bersebelahan dengan
ruang kantor dan di pintu masuk ruang produksi. Tempat cuci tangan dilengkapi
dengan sabun clean smooth dan larutan sterbac 800 ppm.
5) Bahan kimia, pembersih dan saniter
Bahan kimia, pembersih dan saniter yang digunakan di perusahaan ini
adalah klorin, sterbac, clean and smooth, sabun cuci blue ocean 301, pembersih
kaca, dan prostex. Bahan kimia, pembersih dan saniter ini disimpan ditempat
khusus yaitu gudang bahan kimia, letaknya terpisah dan diberikan label sebagai
petunjuk dan persyaratan cara penggunaan. Bahan kimia, pembersih dan saniter
ini bertujuan untuk membunuh bakteri patogen dengan konsetrasi yang berbeda-
beda untuk setiap prosesnya.
6) Syarat label dan penyimpanan
Pelabelan yang dilakukan di perusahaan ini, yaitu dengan mencantumkan
isi, merk, asal produk, perusahaan produsen, berat, tanggal kadaluarsa dan
persyaratan penyimpanan produk. Bahan pengemas yang digunakan harus aman
109

dan dapat menjaga keutuhan isi produk serta melindungi produk selama proses
pengiriman.
Ruangan penyimpanan didalam cold storage dijaga kebersihannya serta
pintu harus dalam keadaan tertutup agar tidak terjadi kenaikan suhu, yang
menyebabkan kerusakan produk dan berkembangnya bakteri. Suhu diatur > -30 oC,
sehingga produk tetap terjaga mutunya. Dalam penyimpanan menggunakan sistem
FIFO (first in first out), untuk mencegah terjadinya penumpukan dan
penyimpanan produk lama di dalam cold storage. Penyimpanan dilakukan dengan
dengan hati-hati dan dialasi dengan pallet serta disesuaikan dengan tanggal
produksi dan label kemasannya.
7) Kesehatan karyawan
Karyawan wajib dalam keadaan sehat saat masuk ke ruang produksi, jika
dalam keadaan sakit harus pergi ke dokter dan membawa surat keterangan sakit.
Karyawan dalam keadaan sakit seperti diare, demam, muntah, penyakit kuning,
radang tenggorokan, luka kulit, bisul dll tidak boleh masuk ke ruang produksi dan
harus pulang atau istirahat (Susiwi, 2009). Karyawan mendapatkan pengecekan
kesehatan setiap tahun sekali oleh dinas kesehatan setempat. Karyawan yang akan
memasuki ruang proses harus melengkapi diri dengan pakaian kerja, tutup kepala,
topi, masker, sarung tangan, sepatu boot. Karyawan tidak boleh memelihara kuku,
kumis, jenggot, jambang, menggunakan cat kuku, make up, perhiasan dan
assesoris jam tangan dll. Karyawan harus selalu mencuci tangan sebelum dan
setelah proses produksi menggunakan sabun dan bahan sanitizer. Karyawan setiap
3 bulan sekali akan mendapatkan pelatihan khusus sanitasi dan hiegiene dan
pengecekan kesehatan setiap 1 tahun sekali oleh Dinas Kesehatan berlaku untuk
semua karyawan. PT.Sari Segar Laut Indonesia juga memberikan jaminan BPJS
kesehatan untuk karyawan sehingga jika karyawan sakit, harus segera dirujuk
untuk berobat.
8) Pest kontrol
Pengendalian binatang ataupun serangga di perusahaan ini dilakukan
dengan baik. Penggunaan insect killer di depan pintu masuk ke ruang produksi,
raw material room, receiving room dan waste room. Setiap 2 minggu sekali alat
insect killer dibersihkan. Perusahaan juga bekerja sama dengan perusahaan
110

Terminix untuk mencegah binatang masuk kedalam perusahaan. Setiap 2 minggu


sekali Terminix meletakkan perangkap tikus dibagian luar bangunan perusahaan
dan melakukam penyemprotan (fogging) di ruang produksi yaitu di belakang ABF
I dan II.
Beberapa hama yang biasa terdapat pada industri pangan dan memerlukan
penanganan/pembasmian antara lain adalah binatang pengerat seperti tikus,
burung, serta berbagai macam serangga seperti nyamuk, kecoa, semut, lalat, dan
lebah (Thaheer, 2005).
5.6.4 Penerapan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP)
Setifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang diberikan
kepada UPI yang telah menerapkan cara pengolahan yang baik (Good
Manufacturing Practice)/GMP dan memenuhi persyaratan Prosedure Operasional
Sanitasi Standar (Standard Sanitation Operating Procedur)/SSOP (BKIPM, 2011).
Dalam pengamatan unit pengolahan dengan penilaian kuisioner supervisi
dan sertifikat kelayakan pengolahan terhadap unit pengolahan yang terdapat pada
Lampiran 10. PT. Sari Segar Laut Indonesia dinyatakan layak untuk melakukan
kegiatan pengolahan tuna cube beku. Hal ini dikarenakan telah memenuhi
sebagian aspek manajemen dan aspek teknis dari beberapa klausul kelayakan
pengolahan. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki dan
diterapkan. Beberapa klausul yang terdapat pada kuisioner supervisi, perlu adanya
tindakan koreksi dan perbaikan antara lain :
1) Disarankan untuk pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang
sederhana seperti penyaringan air serta treatment pengolahan air lebih lanjut.
2) Disarankan adanya perbaikan dan peningkatan sarana secara berkala
sehingga dapat menunjang kegiatan di perusahaan.
5.7 Pengamatan Pengolahan Limbah Padat dan Cair
Limbah dari industri perikanan di dominasi oleh bahan organik dan bahan
kimia sanitasi untuk itu perlu adanya manajemen pengelolaan limbah sehingga
limbah yang dihasilkan tidak terlalu mencemari lingkungan maupun merusak
ekosistem di sekitarnya. Manajemen limbah adalah upaya untuk mengatasi
sedapat mungkin agar limbah yang dihasilkan oleh aktivitas produksi tidak
membahayakan (Thaheer, 2005).
111

Jenis limbah yang dihasilkan PT. Sari Segar Laut Indonesia dibagi
menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa sisa-sisa
bagian tubuh ikan seperti kepala, sirip, tulang, daging gelap, dan kulit akan
ditampung sementara dengan wadah tertutup kemudian dipindahkan menuju
ruang pembuangan untuk kemudian akan dijual kepada pengepul, sedangkan
limbah lain seperti plastik dan kardus akan dibuang ke dalam bak sampah dan
setiap sore setelah selesai produksi akan diambil oleh mobil sampah dan untuk
selanjutnya akan dikelola untuk didaur ulang oleh pihak pengelola di pelabuhan
benoa.
Air limbah yang berasal dari ruang produksi tidak boleh langsung dibuang
ke badan air, tetapi harus diolah dahulu sebelum di buang. Pengolahan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan tangki septik di mana harus terpisah dengan
tangki septik limbah domestik (Thaheer, 2005). Beberapa prinsip dalam
pengolahan air limbah sebagai berikut :
1) Tidak merembes ke dalam permukaan air tanah disekitarnya
2) Tidak mencemari dan mengotori sumber air bersih
3) Tidak terbuka dan tidak bercampur dengan kotoran lain seperti sampah
4) Air limbah dari ruang produksi harus dialirkan dalam keadaan tertutup ke
sistem drainase.
Penanganan untuk limbah cair dilakukan secara sederhana oleh PT Sari
Segar Laut Indonesia dengan menyaring sisa limbah padat. Selokan di ruang
produksi dilengkapi dengan penutup yang berisi lubang untuk menyaring sisa-sisa
limbah padat. Setelah melewati saringan limbah padat yang tersangkut di
penyaringan akan dibersihkan kemudian limbah cair akan mengalir ke laut Benoa.
Selama ini limbah cair langsung dialirkan ke laut Benoa, PT. Sari Segar Laut
Indonesia pernah melakukan pengujian, limbah yang yang dialirkan ke laut kadar
pencemarannya tidak melebihi ambang batas, sehingga ketika dibuang ke laut
masih dalam keadaan aman.

Anda mungkin juga menyukai