TUGAS AKHIR
NUR RAHMAYANTI
1522030568
1
i
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Nur Rahmayanti
iii
RINGKASAN
iv
KATA PENGANTAR
v
3. Ir. Tasir, M.Si selaku penguji 1 dan DR. Lutfiah,S.TP.,M.Si selaku
penguji 2 yang telah memberikan saran dan kritik demi terselesainya
laporan tugas akhir ini.
4. Gusni Sushanti S.T., M.T selaku Penasehat Akademik (PA)
5. H. Siswo Gugah Setiawan selaku Manager PT. Kelola Mina Laut
Makassar, yang telah mengizinkan penulis melakukan Pengalaman
Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) di perusahaan tersebut.
6. Seluruh rekan mahasiswa Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan Jurusan teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan
tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kata kesempurnaan sehingga penulis berharap adanya kritik dan saran serta
masukan untuk perbaikan laporan tugas akhir ini.
Nur Rahmayanti
vi
DAFTAR ISI
Hal
ama
n
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... i
RINGKASAN .................................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................. 2
1.3. Manfaat ............................................................................................... 2
vii
2.9. Penerapan PMMT/HACCP di Unit Pengolahan Ikan ........................ 10
2.9.1. Good Manufacturing Practices (GMP) ...................................... 11
2.9.2. Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP) .................... 11
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat.............................................................................. 13
3.2. Metode Pelaksanaan ........................................................................... 13
3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 13
3.4. Analisa Data ...................................................................................... 13
3.5. Alat Dan Bahan ................................................................................. 14
3.5.1. Alat ............................................................................................ 14
3.5.2. Bahan ......................................................................................... 14
3.6. Prosedur Kerja .................................................................................... 14
3.6.1 Receiving Raw Material (Penerimaan Bahan Baku) ................ 14
3.6.2 Weighing I (Penimbangan I) ..................................................... 14
3.6.4 Gutting, Eyes and Beak Removing (Pembuangan
Gigi, Mata dan Isi Perut) .......................................................... 15
viii
3.6.18 Cold Storage (Penyimpanan Beku) ........................................ 17
3.6.19 Stuffing (Pemuatan) ................................................................ 17
LAMPIRAN .................................................................................................... 62
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xii
I. PENDAHULUAN
1
secara efektif apabila telah memenuhi persyaratan kelayakan dasar (pre-requisite
program) yang terdiri dari 2 bagian pokok yaitu Good Manufacturing Practices
(GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) (Dirjen Perikanan,
2000).
Menurut Nuryani (2006), dengan memenuhi persyaratan dalam
penanganan maupun pengolahan, maka diharapkan hasil pengolahan dapat
memenuhi standar mutu yang ditetapkan baik secara nasional maupun
internasional. Oleh karena itu produsen/pengolah harus semaksimal mungkin
memenuhi keinginan negera importer demi menjaga pasaran dan kontiunitas
usahanya yang pada akhirnya memberi devisa bagi negara (Nuryani, 2006).
Berdasarkan alasan tersebut maka proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk
flower perlu dikaji lebih dalam terutama pada penerapan HACCP yang dilakukan
di PT. Kelola Mina Laut Makassar sebagai salah satu pengekspor produk gurita
beku terbanyak.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Untuk menguraikan alur proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower
di PT. Kelola Mina Laut Makassar.
2. Untuk menguraikan teknik penerapan Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) secara keseluruhan pada proses pembekuan gurita (Octopus sp)
bentuk flower di PT. Kelola Mina Laut Makassar.
1.3. Manfaat
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memeberikan
informasi tentang penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
pada proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower yang baik dan aman
serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam pemecahan
masalah pada proses pembekuan gurita bentuk flower terutama pada penerapan
HACCP dan tahu cara mengatasinya sehingga dapat mempersiapkan diri
memasuki dunia kerja dibidang indsutri pembekuaan gurita.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
3
pengaruh syaraf dan hormonnya, dinding otot mampu merenggang atau
berkontraksi untuk menyebarkan pigmen (Budiyanto, 1997).
Menurut Lane (1957), klasifikasi gurita (Octopus sp) adalah sebagai
berikut:
Phylum : Mollusca
Sub Phylum : Avertebrata
Class : Cephalopoda
Ordo : Octopoda
Sub Ordo : Iccirate
Family : Octopididae
Genus : Octopus
Species : Octopus sp
4
Tabel 1. Komposisi Kimia Gurita (Octopus sp)
Senyawa Kandungan (%)
Kadar Air 81
Kadar Protein 13
Kadar Abu 1,6
Kadar Lemak 1,5
Oksigen (Unsur-unsur Organik) 7,5
Hidrogen 1,0
Karbon 9,5
Nitrogen 2,5
Sumber : Irawan (1995)
2.3. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp)
Sesuai dengan SNI 01-6941.1.2011, standar ini menetapkan jenis bahan
baku, bentuk bahan baku, asal bahan baku, mutu bahan baku dan penyimpanan
bahan baku untuk gurita utuh segar. Jenis bahan baku yang digunakan adalah
gurita berbentuk gurita utuh segar yang belum mengalami penyiagan, berasal dari
perairan yang tidak tercemar, bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat
alamiah lain yang dapat menurungkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan,
bahan baku disimpan dalam wadah yang baik untuk mempertahankan suhu pusat
bahan baku antara 0-50C, saniter dan higiene. Pengaturan dalam standar ini
ditujukan sebagai acuan untuk menghasilkan produk gurita beku yang higienis,
dan aman untuk dikonsumsi. Standar Nasional Indonesia (SNI) ini berlaku untuk
gurita beku dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan yang
lebih lanjut. Persyaratan bahan baku yang harus dipenuhi untuk proses
pembekuan gurita dapat dilihat pada Tabel 2
5
Tabel 2. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp)
Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka 1-9 Minimal 7
b. Cemaran Mikroba
ALT (Angka Lempeng Total) Koloni/gram Maksimal 5,0 x 105
Escherichia coli APM/gram Maksimal < 3
Salmonella Per 25 gram Negatif
Vibrio chorea* Per 25 gram Negatif
Vibrio parahaemoliticus* Per 25 gram Maksimal < 3
Parasit Ekor 0
c. Cemaran Kimia*
Kadmium (Cd) mg/kg Maksimal 1,0
Merkuri (Hg) mg/kg Maksimal 0,5
Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 1,0
d. Fisika
Suhu pusat °C Maksimal -18
Catatan (*) Bila Diperlukan
Sumber : SNI 01-6941.1.2011 (2011)
2.4. Pengertian dan Prinsip Pembekuan
Menurut Estiasih (2009) pembekuan merupakan proses pengolahan, yaitu
suhu produk atau bahan pangan di turunkan di bawah titik beku,
dan sejumlah air berubah bentuk menjadi kristal es. Proses pembekuan juga akan
menghambat aktivitas penyebab proses pembusukan lainnya, seperti
mikroorganisme, enzim-enzim, maupun oksidasi lemak oleh oksigen (Afrianto
dan Liviawaty, 1989).
Prinsip dasar pembekuan ikan adalah mengenyahkan panas dari ikan
kelajuan tinggi artinya dalam waktu yang lebih singkat, sehingga ikan tidak
mengalami perubahan mutu yang berarti dalam mencapai suhu rendah
penyimpanan dan mengawetkan ikan dalam jangka waktu panjang selama
penyimpanan beku dan distribusi (Ilyas, 1993).
2.5. Metode Pembekuan
Menurut Adawyah (2007), berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal
arrest, pembekuan dibagi menjadi dua yaitu:
6
1. Pembekuan cepat (Quick Freezing)
Pembekuan cepat yaitu pembekuan dengan thermal arreest time tidak
lebih dari dua jam. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil di
dalam jaringan daging ikan, jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka
kristal-kristal es yang mencair akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit
yang mengalami drip.
2. Pembekuan lambat (Slow Freezing atau sharp Frieezing).
Pembekuan lambat yaitu pembekuan dengan thermal arrest time lebih
dari dua jam. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar
sehingga merusak jaringan daging ikan dan tekstur daging ikan setelah di thawing
menjadi kurang baik karena akan berongga-rongga dan banyak sekali drip yang
terbentuk.
2.6. Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp)
Dalam SNI 01-6941.3.2011, secara garis besar proses pembekuan gurita
(Octopus sp) meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku diterima di unit pengolahan harus ditangani secara cermat,
bersih dengan suhu 5°C dan selanjutnya disortir menurut mutu dan ukuran dengan
tujuan untuk memperoleh mutu, jenis dan ukuran yang tepat dan sesuai dengan
persyaratan serta mencegah kontaminasi bakteri patogen dan parasit serta
dekomposisi.
2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara membuang mata, gigi, isi perut dan
cairan hitam dengan cepat, hati-hati dan mempertahankan rantai dingin dengan
tujuan untuk mendapatkan bahan baku gurita yang bebas mata, gigi, isi perut dan
cairan hitam (sumi).
3. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan mencelupkan gurita pada wadah yng berisi
air dingin dengan suhu maksimum 5°C, dengan tujuan memperoleh gurita yang
bersih, bbas lendir, dan benda asing.
7
4. Perendaman
Gurita yang telah dicuci kemudian direndam selama 45 menit dalama air
garam dengan konsentrasi 3% - 8%, dengan tujuan membentuk kekenyalan dan
bentuk sesuai dengan bentuk pada saat didinginkan/dibekukan.
5. Sortasi
Gurita yang telah direndam kemudian ditiriskan dan diangkut ke meja
sortir untuk penyortiran ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran ini adalah
memporoleh gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik dan ukuran yang
seragam.
6. Pencelupan Dalam Larutan Chlorine
Gurita dicuci dengan cara perendaman dalam larutan chlorine 5 ppm
dengan suhu 5°C. Untuk memperoleh gurita bebas dai kontaminasi bakteri dan
dekomposisi
7. Pembungkusan
Gurita yang sudah bersih kemudian dibungkus dengan kantong plastik
yang bersih dan suhu maksimum 5°C. Untuk menghindari poduk dari kontaminasi
bakteri dan oksidasi.
8. Penyusunan dalam Pan
Gurita yang telah dibungkus berjajar dan rapi dalam pan pembeku, proses
dilakuan dengan cepat dan saniter dengan mempertahankan suhu mksimum 5°C.
9. Pembekuan
Gurita dibekukan dengan suhu -18°C dalam waktu maksimum 8 jam.
10. Pengepakan
Gurita beku dikemas dalam kotak karton yang berlapis plastik dan bersih
dari kontamian mikroba serta filth. Untuk dapat terhindarkan produk bebas dari
kontaminasi bakteri dan produk sesuai label.
2.7. Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
HACCP adalah suatu sistem manajemen mutu khusus untuk makanan
termasuk hasil perikanan yng didasarkan pada pendekatan sistematika untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya (hazards) selama proses produksi
serta menentukan titik kritis yang harus dilakukan pengawasan secara ketat
8
(Dirjen Perikanan, 2000). Menurut Sunarso (2016), HACCP didefinisikan sebagai
suatu pendekatan ilmiah, rasional, sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan
mencegah bahaya-bahaya. Menurut Winarno (2004), HACCP adalah suatu sistem
jaminan mutu yng mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa
hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahapan produksi tertentu,
tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut.
Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan
yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada mengandalkan
pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan mutu
keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk
meminimumkan resiko bahaya keamanaan pangan. Sistem HACCP juga dianggap
sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan
pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologi,
kimia dan fisika (Winarno, 2004).
Menurut Arisman (2009), konsep HACCP merupakan penggabungan dari
prinsip mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian risiko untuk
mencapai tingkat keamanan setinggi mungkin. Konsep HACCP diperkenalkan
dan untuk pertama kali didiskusikan secara mendalam, dalam suatu konfrensi oleh
“National Food Protection” di Amerika Serikat tahun 1972. Adanya beberapa
kasus keracunan dan adanya issue “food safety” di negara maju, maka sejak tahun
1987 konsep HACCP berkembang dan banyak didiskusikan oleh para pengamat
mutu ataupun pelaku pengawas mutu baik oleh birokrat maupun kalangan industri
serta para ilmuwan (Dirjen Perikanan, 2000).
2.8. Prinsip-Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Pada hakekatnya falsafah HACCP adalah uapaya pencegahan secara dini
kemungkinan terjadinya bahaya pada titik-titik pengendalian kritis yang telah
diidentifikasikan selama proses produksi. Menurut Winarno (2004), prinsip-
prinsip HACCP terdiri dari 7 prinsip yaitu:
9
1. Identifikasi Bahaya
Mengidentifikasi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada
semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan
distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian kemungkinan
terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
2. Menentukan Titik-Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point)
Menentukan titik atau tahapan prosedur operasional yang dapat
dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadi
bahaya tersebut (CCP = Critical Control Point). CCP berarti setiap tahapan di
dalam produksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang
diterima dan atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan
lain sebagainya.
3. Menetapkan Batas Kritis (Critical Limit)
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP
berada dalam kendali.
4. Menetapkan Sistem Pemantauan (Monitoring)
Menetapkan sistem pemanatauan/pengendalian (monitoring) dari CCP
dengan cara pengujian dan pengamatan.
5. Menetapkan Tindakan Perbaikan/Koreksi
Menetapkan tindakan perbaikan/koreksi yang dilaksanakan jika hasil
pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
6. Menetapkan Prosedur Verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup pengujian tambahan dan
prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
7. Mengembangkan Sistem Dokumentasi
Mengembangkan sistem dokumentasi mengenai suatu prosedur dan
pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip dan penerapannya.
2.9. Penerapan PMMT/HACCP di Unit Pengolahan Ikan
Berdasarkan ketentuan Dirjen Perikanan (2000) Program Manajemen
Mutu Terpadu/HACCP sebagai satu sistem manajemen mutu bukan sistem yang
dapat berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar
10
dari prosedur pengendalian. Oleh karenanya suatu Unit pengolahan hanya dapat
menerapkan Program HACCP secara efektif apabila telah memenuhi persyaratan
kelayakan dasar (pre-requisite program) yang terdiri dari 2 pokok bagian yaitu:
2.9.1. Good Manufacturing Practices (GMP)
Standar Operasi Pengolahan (SOP) yaang biasa disebut juga Good
Manufactruing Practices (GMP) juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari penerapan PMMT/HACCP. GMP merupakan cara/teknik berproduksi yang
baik dan benar untuk menghasilkan produk yang benar memenuhi persyaratan
keamanan dan mutu. Penyusunan GMP dimaksudkan untuk lebih meningkatkan
jaminan dan konsistensi mutu dari produk yang dihasilkan. Oleh karenanya
didalam merencanakan, mengembangkan dan menerapkan GMP semua tahapan
dalam proses produksi harus diuraikan secara rinci meliputi: Seleksi bahan baku,
penanganan, pengolahan, bahan pembantu, bahan kimia, pengemasan,
penyimpanan sampai dengan distribusi.
Selanjutnya semua kegiatan yang terkait dengan pelaksaan program
kelayakan dasar yaitu SSOP dan GMP harus didokumentasikan dengan baik
sebagai bagian dari sistem dokumentasi penerapan HACCP.
2.9.2. Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP)
SSOP atau Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPOS) adalah salah satu
persyaratan kelayakan dasar yang dimaksudkan untuk melakukan pengawasan
terhadap kondisi sanitasi lingkungan agar prosedur yang dihasilkan aman dimana
SSOP ini mencakup semua aspek sanitasi yang berkaitan dengan semua sarana
pengolahan, sarana kebersihan, personil dan lingkungan di UPI yang dituangkan
dalam rancangan SSOP. Rancangan SSOP harus mencakup tujuan dan prosedur
untuk setiap aspek sanitasi dimana rencana SSOP meliputi: penentuan prosedur,
mempersiakan jadwal, mempersiapkan bahan untuk mendukung pelaksaan
monitoring, menentukan tindakan koreksi yang diperlukan, mengidentifikasi
permasalahan yang berkembang dan upaya mencegahnya, memelihara dokumen
sanitasi. Berkaitan dengan hal tersebut ada 8 fungsi kondisi sanitasi yang
ditetapkan meliputi:
11
1. Menjaga keamanan air/es yang kontak dengan produk atau peralatan.
2. Menjaga kondisi dan kebersihan peralatan yang kontak dengan produk
(peralatan, glove dan pakaian kerja).
3. Mencegah kontaminasi silang langsung dan tidak langsung terhadap produk
yang diolah.
4. Menyiapkan alat cuci tangan dan toilet yang dilengkapai dengan peralatan
kebersihan.
5. Melindungi produk, bahan pengemas dan peralatan yang kontak langsung
dengan produk dari berbagai cemaran (Biologi, Kimia dan Fisika).
6. Label yang jelas dan penanganan/penyimpanan dan penggunaan bahan
beracun.
7. Pengawasan kesehatan karyawan.
8. Pengawasan terhadap binatang pengerat dan atau binatang lainnya.
12
III. METODOLOGI
13
3.5. Alat dan Bahan
3.5.1. Alat
Meja sortir, meja proses, meja packing, meja telly, timbangan analitik,
timbangan duduk kapasitas 150 Kg, timbangan duduk kapasitas 60 Kg, kalkulator,
nota timbang, selang air, long pan, layer, rak, palet, bak fiber kapasitas 800 Kg,
bak container kapasitas 50 Kg, keranjang kapasitas 50 Kg, keranjang kapasitas 20
Kg, keranjang kapasita 15 Kg, baskom, pinset, pisau, bak stainlees (bak untuk
glazing), hand track, landasan, termometer, master carton (MC), mesin
pendeteksi logam (metal detector), mesin pengaduk (tumbler), stand lakban,
spidol, alat pembekuan (Air Blast Freezer), ruang penyimpanan (cold storage),
apron, sepatu boot, dan masker.
3.5.2. Bahan
Gurita (Octopus sp), es curah, air, plastik Low Density Polyethylene
(LDPE), Chlorine, Alkohol 70%.
3.6. Prosedur kerja
Prosedur kerja dalam proses pembekuan gurita (Octopus sp) flower adalah
sebagai berikut :
3.6.1. Receiving Raw Material (Penerimaan Bahan Baku)
1. Bahan baku gurita yang dibawa oleh mobil pick up dibongkar depan loket
ruang penerimaan bahan baku kemudian dimasukkan kedalam ruang
penerimaan bahan baku
2. Dilakukan pengecekan suhu, uji organoleptik, sorting (penyortiran) dan (sizing)
pembagian ukuran.
3. Bahan baku dimasukkan kedalam keranjang kapasitas 50 Kg berdasarkan
ukurannya.
3.6.2. Weighing I (Penimbangan I)
1. Bahan baku ditimbang per keranjang menggunakan timbangan duduk kapasitas
150 Kg berdasarkan ukurannya.
2. Lalu dilakukan pencatatan berat gurita per keranjang.
3.6.3. Washing I (Pencucian I)
1. Letakkan gurita di atas meja proses.
14
2. Kemudian satu per satu gurita dicuci menggunakan air dingin mengalir sampai
kotoran, lendir dan benda asing yang ada pada tubuh gurita hilang.
3.6.4. Gutting, Eyes and Beak Removing (Pembuangan Gigi, Mata dan Isi
Perut)
1. Isi perut gurita dikeluarkan secara manual menggunakan tangan.
2. Keluarkan gigi gurita dengan cara dicongkel menggunakan pinset.
3. Lalu lepas mata gurita menggunakan pisau secara hati-hati menggunakan pisau.
3.6.5. Washing II (Pencucian II)
1. Letakkan gurita di atas meja proses.
2. Kemudian satu per satu gurita dicuci menggunakan air dingin mengalir sampai
kotoran, lendir, benda asing dan tinta hitam yang ada pada tubuh gurita hilang.
3.6.6. Tumbling (Pengadukan)
1. Sebanyak 70 Kg gurita dimasukkan kedalam mesin pengaduk (tumbler)
2. Ditambah 2 Kg garam dan 2 liter air dingin
3. Lalu diaduk selama 15 menit.
3.6.7. Washing III (Pencucian III)
1. Siram gurita yang telah diaduk menggunakan air dingin mengalir sampai
busanya menghilang.
2. Lalu cuci gurita dengan cara dicelupkan ke dalam bak container kapasitas 50
Kg yang telah berisi air dingin berklorine 50 ppm sampai bersih.
3.6.8. Quality Checking (Pengecekan Kualitas)
1. Letakkan gurita di atas meja proses.
2. Kemudian dilakukan pengecekan kualitas organoleptik oleh quality control
(pengawas mutu).
3.6.9. Sorting and Sizing (Penyortiran dan Pembagian Ukuran)
1. Letakkan gurita di atas meja sortir.
2. Kemudian dilakukan penyortiran oleh karyawan yang kompoten.
3. Masing-masing gurita yang memiliki kualitas dan ukuran yang sama di
tempatkan di keranjang kapasitas 20 Kg yang berisi es curah.
15
3.6.10. Weighing II (Penimbangan II)
1. Gurita yang telah disortir di masukkan ke dalam keranjang kapasitas 25 Kg
berdasarkan ukurannya.
2. Ditimbang menggunakan timbangan duduk kapasitas 100.
3. Lalu dilakukan pencatatan berat gurita per keranjang.
3.6.11. Washing IV (Pencucian IV)
1. Cuci gurita dengan cara dicelupkan ke dalam bak container kapasitas 50 Kg
yang telah berisi air dingin berklorine 30 ppm sampai bersih.
2. Lalu tiriskan gurita pada keranjang kapasitas 25 Kg.
3.6.12. Flowering and Layering (Pembentukan Gurita Flower dan Pemberian
Layer)
1. Siapkan long pan berukuran 70 x 35 cm yang telah dilapisi layer.
2. Kemudian gurita dibentuk menyerupai bunga (flower) di atas long pan.
3. Long pan yang telah berisi gurita disusun di rak.
3.6.13. Freezing (Pembekuan)
1. Gurita disusun rapi pada rak-rak dalam ruang ABF (Air Blast Freezer)
berdasarkan ukurannya sampai penuh.
3. Tutup rapat pintu ABF.
2. Bekukan selama 24 jam dengan suhu -32°C sampai -35°C.
3.6.14. Metal Detecting (Deteksi Logam)
1. Dilakukan pengecekan bentuk dan kualitas gurita beku oleh quality control
(pengawas mutu).
2. Lalu gurita beku dilewatkan pada mesin pendeteksi logam (metal detector)
sesuai dengan ukurannya.
3.6.15. Weighing III (Penimbangan III)
1. Timbang gurita beku satu per satu menggunakan timbangan analitik untuk
mengetahui berat serta ukurannya (size).
2. Produk gurita disimpan dalam keranjang kapasitas 15 Kg berdasarkan
ukurannya (size) lalu ditimbang menggunakan timbangan kapasitas 60 Kg.
3. Lalu ditimbang kembali untuk mendapatkan berat akhir yaitu per keranjang
adalah 13,8 - 13,9 Kg.
16
3.6.16. Glazing (Penggelasan)
1. Masukkan gurita beku berdasarkan ukurannya ke dalam bak glazing yang telah
berisi air dan es balok.
2. Diamkan selama 3-5 menit kemudian tiriskan di atas long pan yang telah di
lapisi layer.
3.6.17. Packing and Labeling (Pengepakan dan Pelabelan)
1. Gurita beku yang telah di glazing dimasukkan dan disusun rapi ke dalam
Master Carton (MC) berukuran 25x40 cm yang telah dilapisi plastik Low
Density Polyethylene (LDPE).
2. Lalu Master Carton (MC) ditutup rapat menggunakan lakban kemudian diberi
label.
3.6.18. Cold Storage (Penyimpanan Beku)
1. Produk gurita yang telah dikemas dan diberi label segera dibawa ke ruang
penyimpanan beku (cold storage).
2. Produk disimpan dan disusun rapi berdasarkan waktu pengolahannya dengan
suhu penyimpanan yaitu -20°C.
3.6.19. Stuffing (Pemuatan)
1. Kontainer di charge hingga suhunya mencapai -10°C.
2. Setelah suhu kontainer mencapai -10°C segera dilakuan pengangkutan produk
dari penyimpanan beku (cold storage) ke ruang pemuatan (stuffing) lalu
dilakukan pengecekan ulang kualitas gurita.
3. Dilakukan penyusunan ke dalam kontainer.
Adapun bagan alur proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower
adalah sebagai berikut:
17
Penerimaan Bahan Baku
↓
Penimbangan 1
↓
Pencucian 1
. ↓
Pengeluaran Isi Perut,
Mata, Gigi
↓
Pencucian 2
↓
Tumbling
↓
Pencucian 3
↓
Quality Checking
↓
Sorting & Sizing
↓
Penimbangan 2
↓
Pencucian 4
↓
Pembentukan Gurita
Flower
↓
Pembekuan (ABF)
↓
Metal Detecting
↓
Penimbangan 3
↓
Glazing
↓
Packing & Labeling
↓
Cold Storage
↓
Stuffing
18