PENDAHULUAN
1
I.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari pelaksanaan Praktikum adalah sebagai berikut:
1. Taruna Taruni Sekolah Tinggi Perikanan dapat mengetahui alur proses
pembekuan udang vaname head less.
2. Taruna Taruni Sekolah Tinggi Perikanan dapat mengetahi dan menerepkan
rantai dingin pada alur proses pembekuan udang vaname head less.
3. Taruna Taruni Sekolah Tinggi Perikanan dapat mengetahui nilai mutu dari
udang vaname yang segar.
4. Taruna Taruni Sekolah Tinggi Perikanan dapat mengetahui dan
menerapkan sanitasi yang baik dan benar.
5. Taruna Taruni Sekolah Tinggi Perikanan dapat mengetahui nilai rendemen
pembekuan udang vaname head less.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
II.1.1 Klasifikasi Udang Vannamei
Awal perkembangannya di Indonesia udang ini dikenal dengan udang putih, namun
sekarang lebih dikenal dengan udang vanamei (Litopenaeus vannamei). Ada dua yang
termasuk sub genus Litopenaeus yaitu udang putih (L.vannamei) dan udang biru
(Litopenaeus stylirostris) (Farchan, 2006).
Klasifikasi L.vannamei (Haliman dan Adijaya, 2005) adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Subgenus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Secara morfologis, tubuh udang terbagi atas chepalotorax (gabungan kepala dada,
perut) dan ekor. Ruas-ruas yang nampak pada seluruh bagian tubuhnya ditutupi oleh
kerangka luar yang mengeras, yang terbuat dari chitin. Pada bagian perut (abdomen)
terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda) yang terletak pada masing-masing ruas.
Sedangkan pada ruas keenam terdapat kaki renang telah berubah bentuk menjadi ekor
kipas yang diujungnya membentuk ujung ekor yang disebut telson (Poernomo, 2007).
Morfologi udang vanamei (Litopenaeus vannamei) dapat dilihat pada Gambar
4
II.1.3 Komposisi Kimia Daging Udang
Udang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi meskipun bagian yang enak untuk
dimakan hanya sekitar 30-40% saja. Daging udang mempunyai kelebihan dalam hal
kandungan asam aminonya daripada daging hewan darat. Asam amino tirosin, triptofan,
dan sistin lebih tinggi terdapat pada daging udang. Disamping itu daging udang
mempunyai rasa lebih enak daripada daging hasil perikanan lainnya (Hadiwiyoto, 1993).
Udang digolongkan sebagai produk perikanan istimewa. Sebagai bahan pangan,
udang memiliki kandungan gizi yang sangat baik. Komposisi gizi dari daging udang
secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Kalium 0,220
NPN 0,18
Sumber: Poernomo (2007)
II.2 Persyaratan Mutu Udang
Udang adalah pangan yang sangat cepat membusuk, penanganannya harus selalu
hati-hati guna mencegah pembiakan mikroorganisme. Udang harus dilindungi terhadap
cahaya matahari dan angin yang mengeringkan, karena udang segar atau masak/rebus
cepat menurun mutunya. Udang yang sudah menurun mutunya atau dicemari atau terkena
bahan asing tidak boleh diolah selanjutnya. Udang yang akan dibekukan harus sama
perlakuannya seperti udang yang dipasarkan segar. Hanya udang segar yang terbaik yang
boleh dibekukan. Udang segar beku setelah dilelehkan, rupa, cita rasa dan teksturnya
harus seperti yang dimiliki udang baru ditangkap (Ilyas, 1993).
II.2.1 Persyaratan Mutu Bahan Baku (Udang Segar)
Udang beku merupakan produk hasil perikanan dengan bahan baku udang segar
yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan, pencucian I, pemotongan atau
tanpa pemotongan kepala, sortasi, pencucian II, penimbangan, pengepakan, pengemasan
dan pelabelan (SNI 01-2728.1-2006).
Udang segar adalah udang yang baru ditangkap dengan ciri-ciri sebagai berikut
(Purwaningsih, 1995):
Rupa dan warna : bening, spesifik jenis, cemerlang, sambungan
antar ruas kokoh, kulit melekat kuat pada daging.
Bau : segar spasifik menurut jenisnya
Daging : bentuk daging kompak, elastis dan rasanya
manis.
Udang yang rusak atau busuk ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut (Purwaningsih,
1995):
6
Persyaratan mutu udang segar yang harus dipenuhi sesuai dengan SNI 01-2728.1-
2006 adalah seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan Mutu Udang Segar
Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1 – 9) Min 7
b. Cemaran mikroba*
- ALT Koloni/g Maks 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g Maks <2
- Salmonella APM/25 g Negative
- Vibrio cholera APM/25 g Negative
c. Cemaran kimia
- Kloramfenikol µg/kg Maks 0
- Nitrofuran µg/kg Maks 0
- Tetrasiklin µg/kg Maks 100
d. Filth - Maks 0
CATATAN* Bila diperlukan
Sumber : SNI 01-2728.1-2006
Udang beku merupakan produk yang ditujukan untuk ekspor sehingga harus
memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan SNI 01-2705.1-
2006persyaratan mutu produk udang beku dapat dilihat pada Tabel 3.
7
d. Fisika :
Suhu pusat, maks. ºC Maks -18
e. Filth Jenis/jumlah Maks 0
CATATAN* Bila diperlukan
Sumber: SNI 01-2705.1-2006
II.3 Kemunduran Mutu Udang
Kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi kimia dan
susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan yang mudah
busuk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan udang segar
memerlukan perhatian dan perlakuan cermat. Susunan tubuh udang mempunyai
hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala merupakan bagian yang sangat
berpengaruh terhadap daya simpan, karena bagian kepala mengandung enzim pencernaan
dan bakteri pembusuk (Purwaningsih, 1995).
II.3.1 Penurunan Mutu secara Enzimatik / Autolisis
Penurunan mutu secara enzimatis terjadi karena enzim dalam tubuh udang tetap
bekerja walaupun disimpan pada suhu -40ºC, tubuh udang tetap mengalami perubahan
secara enzimatis. Cara mengatasinya adalah membekukan udang tanpa kepala karena
pada bagian ini banyak terdapat enzim, terutama yang berhubungan dengan pencernaan
(Purwaningsih, 1995).
Diantara proses enzimatik yang sangat mempengaruhi rupa udang adalah
pembentukan bercak hitam (melanosis) dengan gejala terjadinya penghitaman pada
kepala, ruas-ruas dan ekor. Penyebabnya adalah enzim dalam udang yang melalui suatu
rangkaian reaksi, mengoksidasi senyawa-senyawa tertentu, menghasilkan pigmen
melanin berwarna hitam. Proses melanosis ini segera dan cepat dipengaruhi oleh keadaan
kering, adanya oksigen, suhu tinggi dan faktor waktu (Ilyas, 1993).
II.3.2 Penurunan Mutu secara Kimiawi/ Oksidasi
Penurunan mutu secara kimiawi terjadi karena lemak bereaksi dengan oksigen dan
adanya enzim dalam tubuh udang yang membantu mempercepat reaksi. Proses ini akan
lebih cepat berlangsung bila suhu penyimpanan tidak cukup rendah. Daging udang
kelihatan kuning seperti karatan, bau menusuk hidung dan lemaknya berubah seperti
karet (Hariadi, 1994).
II.3.3 Penurunan Mutu secara Bakterial
Penurunan mutu udang secara bakteriologis terlihat bahwa kandungan udang akan
bakteri sangat bervariasi tergantung pada kebersihan udang waktu ditangkap, cara
8
penanganan setelah dipanen, dll. Pencucuian udang dengan air laut bersih jumlah bakteri
awal dapat direduksi 45% dan setelah kepala dibuang jumlah bakteri dapat direduksi
dengan 90% (Ilyas, 1993).
Sistem rantai dingin dapat didefinisikan sebagai penerapan teknis pendinginan (0-
4ºC) terhadap ikan/udang secara terus-menerus dan tidak terputus sejak penangkapan,
pemanenan, penanganan, pengolahan, distribusi sampai konsumsi. Teknologi yang sudah
banyak diterapkan untuk mendinginkan ikan/udang adalah peng-es-an (icing), yaitu
mencampur ikan/udang dan es pada proporsi 1:2 (Poernomo, 2007).
Suhu memegang peranan penting dalam upaya menghasilkan produk beku bermutu
tinggi. Faktor suhu berperan dalam keseluruhan usaha produk beku, sejak awal bahan
baku ditangkap, melalui penanganan, pengolahan, distribusi, sampai saat dikonsumsi oleh
konsumen. Pola penurunan mutu dari berbagai jenis dan asal udang, tidak banyak
berbeda secara enzimatik, kimiawi (oksidatif) dan bakterial (Ilyas, 1993).
II.5 Pembekuan Udang
Contact Plate Freezer terdiri dari beberapa lapis pelat horizontal yang dapat
digerakkan secara vertikal. Pelat-pelat tersebut berisi sebagaimana kemasan konsumsi
diatur secara rapi di atas plat yang berlapis-lapis seperti rak tersebut. Ruangan berinsulasi
9
yang sempit dan membuat produk dapat kontak langsung dengan plat pendingin pada sisi
bawah dan atasnya, menyebabkan pembekuan dapat berlangsung dengan sangat cepat dan
lebih efektif daripada air-blast freezer. (DKP, 2004) Dengan menggunakan alat Contact
Plate Freezer suhu pembekuan dapat diatur antara -35 sampai -45ºC. Untuk bahan
pembeku (refrigerant) yang digunakan tergantung dari tipe mesin tersebut (Purwaningsih,
1995).
II.6.2 Air Blast Freezer (ABF)
Air Blast Freezer biasanya berupa sebuah kamar kecil atau terowongan yang
didalamnya disirkulasikan hembusan udara dingin yang berasal dari unit evaporator yang
dilengkapi dengan kipas atau blower. Produk yang dibekukan diletakkan pada rak
dorongan yang ada dalam ruang tersebut. Ada pula yang menggunakan sistem konveyor,
suhu ruangan biasanya -35ºC atau lebih rendah (Departemen Kelautan dan Perikanan,
2004).
II.7 Teknik Penanganan Udang
Penanganan udang dapat dilakukan berdasarkan asal produksinya antara lain dari
hasil tangkapan di laut, perairan umum ataupun dari hasil panen budidaya di tambak. Dari
manapun asalnya, penanganan udang harus dilakukan secara cepat, cermat, hati-hati,
bersih dan melalui sistem rantai dingin dengan tetap menjaga suhunya sekitar 0ºC.
Penanganan seperti ini dilakukan karena ciri produk udang yang sangat mudah rusak
(Poernomo, 2007).
Udang segar diterima biasanya berada dalam bak plastik atau sterofoam yang berisi
es. Penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan timbulnya bercak-bercak hitam
(black spot) atau garis-garis hitam pada bagian dalam terutama kulit ruas atau melintang
pada bagian ekor udang juga pada ujung kulit yang menutupi kulit ruas belakang
(Moeljanto, 1992).
Standar jumlah udang yang digunakan sebagai dasar penerimaan udang segar yang
belum diproses dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Standar Penerimaan Udang Segar yang Belum Diproses
Ukuran Jumlah udang (ekor) / kg
U–5 1– 5
U – 20 5 – 20
U – 28 21 – 28
10
T–1 29 – 35
T–2 36 – 40
K 41 – 50
KK 51– 70
Under size >70
Sumber : Purwaningsih, 1995
II.7.2 Pencucian
Udang yang telah dicetak mutu awal secara visual, dipisahkan dalam wadah
keranjang selanjutnya ditimbang dan dicuci dengan pencelupan dalam air dingin bersuhu
<5ºC secara berulang dan kemudian dibilas lagi dengan air dingin. Tujuan dari pencucian
adalah untuk membersihkan kotoran-kotoran seperti lumpur, pasir, rumput dari udang,
selain itu untuk mengurangi pertumbuhan dan kontaminasi bakteri (Poernomo, 2007).
II.7.3 Pemotongan Kepala
11
sesuai dengan jumlah standar pada daftar maka proses penanganan dapat dilanjutkan
(Purwaningsih, 1995).
II.7.5 Pencucian Lanjutan
II.7.6 Penimbangan
II.7.7 Pembekuan
II.7.8 Pengemasan
12
Master karton yang berisi produk kemudian disimpan dalam cold storage dengan
suhu -25ºC. Penyusunan di dalam cold storage diatur pada pallet yang memungkinkan
terjadinya sirkulasi udara dingin. Penataan produk dalam gudang beku diatur sedemikian
rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata ke seluruh permukaan
produk (Poernomo, 2007).
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Proses pengolahan udang potong kepala beku ini dilakukan didalam ruang produksi
khusus yang disebut teaching factory. Berikut waktu dan tempat pelaksanaannya:
13
2. Keranjang
3. Timbangan
4. Meja steanless steel
5. Plastik
6. Box pencucian (3 Box)
III.2.2 Bahan
1. Udang vanamei (Litopenaeus vannamei).
2. Es
3. Air
Bahan Baku
Pencucian I
Pemotongan Kepala
Pencucian II
Pencucian menggunakan Chlorine
Pembilasan
Sortasi
Penimbangan dan Pengemasan
Pembekuan
Penyimpanan Beku
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Alur Proses
IV.1.1 Penerimaan Bahan Baku
Penerimaan bahan baku dilakukan ketika barang datang langsung di taruh pada
wadah penampungan (box) yang sudah diisi sebelumnya dengan es dan setelah udang
masuk ditutupi kembali dengan es.
Tabel 5. Berat awal yang di peroleh dari penerimaan bahan baku.
Berat
No Produksi
(Kg)
1 Produksi I 218.08
2 Produksi II 337,44
IV.1.2 Pencucian I
Pencucian dilakukan bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih
menempel pada udang. Pencucian dilakukan dengan cepat, cermat dan tetap menerapkan
sistem rantai dingin.
IV.1.3 Pemotongan Kepala
Pemotongan kepala dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga nilai rendemen dari
udang. Pemotongan kepala dilakukan dari bawah kemudian keatas hal ini dilakukan
karena bagian genjer berada pada bagian bawah
Tabel 6. Berat setelah pemotongan kepala.
No Produksi Berat
15
(Kg)
1 Produksi I 155,22
2 Produksi II 218
IV.1.4 Pencucian II
Pencucian II dilakukan bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran hasil
pemotongan kepala udang. Pencucian II dilakukan dengan cepat, cermat dan tetap
mempertahankan sistem rantai dingin.
IV.1.5 Pencucian menggunakan Chlorine
Pencucian yang selanjutnya adalah menggunakan chlorine 30 ppm penggunaan
chlorine bertujuan untuk membersihkan, memutihkan dan mengenyalkan tekstur udang.
Pencucian dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap menjaga rantai dingin.
IV.1.6 Pembilasan
Setelah dilakukan pencucian menggunakan larutan chlorine dengan konsentrasi 30
ppm mala selanjutnya dilakukan pembilasan, Pembilasan dilakukan bertujuan untuk
menghilangkan larutan chlorine yang masih menempel pada udang. Pembilasan
dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan rantai dingin.
IV.1.7 Sortasi
Sortasi dilakukan bertujuan untuk mengelompokan udang berdasarkan ukuran.
Sortasi ini dilakukan untuk mengoptimalkan mesin pembekuan, udang yang ukuranya
kecil akan lebih cepat proses pembekuanya sedangkan udang yang ukuranya besar
membutuhkan waktu yang lebih lama. Berdasarkan Praktikum sortasi dibedakan menjadi
2 yaitu kelompok I ukuran 20-25 gr sedangkan kelompok II berukuran 15-20 gr.
IV.1.8 Penimbangan dan Pengemasan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat udang yang siap untuk
dilakukannya pengemasan dan untuk dilakukan pendataan akhir berat udang. Pengemasan
dilakukan menggunakan plastik khusus dan dilakukan pemvacuman. Pemvacuman
dilakukan untuk menghambat dan mencegah pertumbuhan bakteri pda udang yang dapat
mengakibatkan pembusukan.
IV.1.9 Pembekuan
Pembekuan dilakukan dengan cara menaruh hasil kemasan pada nampan dan
disusun rapi kemudian dimasukkan kedalam cold storage. Suhu minimum pembekuan
adalah -180 C dan tidak boleh lebih dari 2 jam dalam proses pembekuan.
16
IV.1.10 Penyimpanan Beku
Penyimpana beku dilakukan untuk menjaga kualitas barang dan juga menunggu
sampai ada konsumen yang membelinya. Prinsip dalam penyimpanan beku adalah FIFO
(First In First Out) yang artinya barang yang pertama masuk adalah barangitu pula yang
pertama keluar.
IV.2 Rendemen
Dari data berat yang dicantumkan diatas, dapat dihitung rendemennya. Dapat
dilihat pada Tabel 3.
Udang
poton Berat Jumlah Pack
Udang Utuh
g akhir @500 gr
kepala
Kg % Kg Kg 10-15 15-20
218,8 100 155,22 148 190(1 kg) 70
IV.3 Mutu
Sebelum dilakukannya proses produksi dilakukan pengujian terhadap produk jadi
yang meliputi Uji Organoleptik ikan untuk mengetahui kelayakan bahan baku untuk
diproses selanjutnya.
17
1 Teuku 8 9 8
2 Ahadin 8 8 8
3 Dwi 8 9 9
4 Akhirun 7 9 8
5 Indri 9 9 9
6 Mardina 7 8 8
7 Nurul 8 8 8
8 Riska 7 8 8
Jumlah
Perhitungan:
n
56.33333
x́=
8
=7.041667
Simpangan:
n
(x 1− x́ )2
S 2=∑
i=1 i
S= 0.787268577
( (
P x́− 1,96.
s
√n )) ( (
≤ μ ≤ x́ + 1,96.
s
√n ))
( (
P 7,04−
1,96.0,78
√8 )) (
≤ μ ≤ 7,04 +
1,96.0,78
√8 ( ))
P(6.49 ≤ μ ≤ 7.58)
18
Interval nilai organoleptik udang vannamai potong kepala beku adalah 6.49 – 7.58
Perhitungan:
n
56.33333
x́=
8
=7.041667
Simpangan:
n
(x 1− x́ )2
S 2=∑
i=1 i
19
S= 0.787268577
( (
P x́− 1,96.
s
√n)) ( (
≤ μ ≤ x́ + 1,96.
s
√n ))
( (
P 7,04−
1,96.0,78
√8 )) (
≤ μ ≤ 7,04 +
1,96.0,78
(√8 ))
P(6.49 ≤ μ ≤ 7.58)
Interval nilai organoleptik udang vannamai potong kepala beku adalah 6.49 – 7.58
20
terjadi air yang menggenang terlalu banyak. Sama halnya dengan meja produksi, jika
terlalu banyak air dimeja produksi maka tim sanitasi akan mengurasnya agar mutu
bahan baku tetap terjaga.
21
dan batuk tidak diijinkan memasuki ruang produksi, dan taruna/iyang sedang terluka
fisik tidak diijinkan untuk bagian produksi.
8) Pengendalian Pest
Untuk pengendalian pest atau penghilangan serangga atau binatang
pengganggu lainnya maka dipasang insect killer didalam ruang produksi didekat
pintu masuk. Taruna/i yang bertugas sebagai tim sanitasi memastikan terlebih dahulu
bahwa didalam ruang produksi tidak ada binatang penggangu sebelum dimulainya
proses produksi.
BAB V
KESIMPILAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari data hasil yang didapatkan sebagai mana dipaparkan diatas, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1) Bahan baku yang digunakan masih segar dan layak digunakan dilihat dari hasil
pengijian nilai organoleptik pada udang vannamai segar yaitu mempunyai nilai
lebih dari 8 dan mempunyai kenampakan, tekstur, dan bau yang menandakan
ikan yang masih sangat segar.
2) Produk akhir memiliki mutu dan kualitas yang baik dilihat dari hasil nilai
interval organoleptik yaitu antara 8.
3) Rendemen akhir yang didapat memenuhi standar yaitu diatas 60%
V.2 Saran
Berdasarkan evaluasi produksi udang vannamai potong kepala, beberapa hal yang
perlu diperhatikan dan ditingkatkan yaitu dilihat dari data berat pada masing-masing
tahapan, jumlah akhir dan berat limbah tidak sinkron dikarenakan pada saat pengolahan
kurang teliti dan masih banyak produk yang terbuang terutama pada saat pemotongan
kepala karena genjer juga ikut terbuang sehingga banyak produk yang terbuang dan tidak
terhitung. Maka dari itu pada saat produksi harus memperhatikan lebih detail bagian
produk, lebih hati-hati dan teliti pada setiap proses yang dilakukan, dan limbah.
Meminimalisir kesalahan yang dilakukan oleh taruna atau taruni seperti lebih hati-
hati dalam proses pemotongan kepala udang.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ariawan, K., dkk., 2005. Peningkatan produksi udang merguiensis melalui optimasi dan
pengaturan oksigen. Laporan Tahunan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau.
Jepara.
Briggs M., Simon F.S., R. Subasinghe, and M. Phillips. 2004. Introduction and movement
of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the Pacific. FAO-UN. Bangkok.
Cherian, G. and J. S. Sim. 1994. Omega-3 Fatty Acid Enriched Eggs as a Source of Long
Chain Omega-3 Fatty Acids for the Developing infant. In: Sim, J.S. and S. Nakai (Eds.).
Eggs Uses and Processing Technologies. CAB International, Canada.
Januri. 2004. Pengaruh waktu penirisan dan penyimpanan udang head less (HL) beku
terhadap perubahan berat dalam kaitannya dengan HCCP. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Muzaki A. 2004. Produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada saat penebaran
berbeda di tambak biocrete [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pranoto SH.2007.Isolasi dan seleksi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi sebagai agen
bioremediasi pada media pmeliharaan udang vannamei [skripsi]. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
23