sp)
Adapun proses pembekuan gurita yang dilakukan di CV. Mina Malheno adalah sebagai
berikut :
5.1.1. Penerimaan bahan baku
Untuk pengadaan bahan baku suplier perusahaan membeli mendatangkan bahan baku
dari nelayan. Bahan baku berupa gurita didatangkan dari daerah karagen rembang dan brondong
lamongan dengan menggunakan truck dan mobil pick up. Bahan baku diangkut dengan
menggunakan fish box yang diberi es dan air dengan suhu 4oC. hal ini sesuai menurut SNI 01-
6941.3-2002 disebutkan Bahan baku diterima di unit pengolahan harus ditangani secara cermat,
bersih dengan suhu 50 C. Pada alur proses ini tidak dilakukan pencucian karena air dan es pada
penerimaan bahan baku sudah bisa membersihkan sebagian kotoran yang menempel pada Gurita
hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Bahan baku yang datang berdasarkan dari kiriman buyer yang langsung membelinya di
nelayan. Lalu pihak pabrik hanya memproses gurita tersebut menjadi bentuk
beku (frozzen). Bahan baku yang datang masih dalam keadaan segar karena di dalam fishbox
diberi es dan setelah gurita datang langsung dilakukan pembongkaran dengan hati-hati agar
gurita tidak rusak. Hal tersebut sudah sesuai menurut Departemen Kelautan dan Perikanan
(2006). Menyatakan bahwa bahan baku yang datang harus segar dengan suhu maksimal 5oC dan
bahan baku langsung dibongkar secepatnya. Pembongkaran harus dengan hati-hati agar ikan
tidak rusak, apabila jumlah ikan terlalu banyak maka ikan bisa ditampung dengan tetap
mempertahankan mutu ikan.
5.1.2. Penimbangan I
Setelah penerimaan bahan baku selanjutnya adalah proses penimbangan yang pertama.
Penimbangan dilakukan dengan keranjang plastik dengan kapasitas 35 kg per keranjangnya.
Kapasitas yang dimiliki oleh timbangan digital itu sendiri adalah 60 kg.
Penimbangan I dilakukan diruang proses oleh karyawan harian sebanyak 3 orang. Cara
penimbangan itu dilakukan yaitu dengan cara 2 orang mengangkat sisi kanan dan sisi kiri
keranjang pelastik tersebut dan satu orang bertugas untuk mencatat berat per keranjangnya.
Tujuan dilakukannya penimbangan I yaitu agar dapat mengetahui berat total gurita yang di
terima pada penerimaan bahan baku. Menurut Suseno (2008), ikan hasil sortir diangkut ke
bagian penimbangan. Ikan ditimbang lalu dicatat oleh petugas. Tujuan penimbangan adalah
untuk mengetahui berat total ikan yang datang dari supplier dan menghitung berapa jumlah ikan
tiap ukuran dan jenisnya serta sebagai pengawasan hasil sortasi.
5.1.3. Sortasi
Setelah penimbangan selanjutnya bahan baku berupa Gurita di sortir menurut
sizenya diatas meja proses. Hal tersebut sudah sesuai menurut SNI 01-6941.3-2002 yang
menyebutkan bahwa Gurita harus di proses di meja proses dan disortir menurut ukuran dan
mutu. Tujuan penyortiran adalah memperoleh Gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik dan
ukuran yang seragam (SNI 01-6941.3-20020). Untuk size pada pembekuan Gurita di PT.
Fishindo Isma Raya dapat dilihat pada Tabel 3.
5.1.4. Penimbangan II
Penimbangan II adalah tahapan penimbangan dimana Gurita yang telah disortasi
kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 6 kg. Gurita
ditimbang dengan menggunakan basket, dimana setiap basket berisi 4,5 kg Gurita. Sebelum
dilakukan penimbangan, timbangan di kalibrasi oleh karyawan harian PT. Fishindo Isma Raya
agar tidak terjadi kesalahan pada proses penimbangan bahan baku. Kalibrasi dilakukan dengan
cara mengetesnya dengan biji timah yang seberat 1 kg yang diletakkan di atas timbangan. Tujuan
penimbangan II adalah untuk mempermudah pengemasan dan perhitungan produk akhir.
Pada tahapan proses ini, dilakukan juga pemberian kode supplier pada setiap basket,
fungsi dari pemberian kode traceability tersebut adalah untuk memudahkan perusahaan dalam
mengetahui supplier sehingga dapat mempermudah komplain dari kerusakan bahan baku yang
diterima.
5.1.5. Penyusunan
Setelah dilakukan penimbangan II selanjutnya dilakukan penyusunan. Proses ini
dilakukan di ruang proses dengan menyusunnya di pan yang berukuran 32 x 10 cm yang tiap
pannya berisi 4,5 kg gurita. Tetapi sebelum di tata dalam pan Gurita untuk semua ukuran di
masukkan kedalam polyback jenis polyetyline (PE) yang berukuran 50 x 37 cm. Penyusunan
cukup dilakukan oleh satu orang karyawan saja. Perlakuan ini bertuuan agar produk mudah
dilepas dari pan saat proses pengemasan dan produk tidak mudah tercecer untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada
5.1.6. Pembekuan
Setelah dilakukan penyusunan selanjutnya yaitu proses pembekuan. Gurita yang sudah
disusun diatas pan selanjutnya diba menggunakan trolly ke dalam ruang pembekuan yaitu ABF
(Air Blast Freezer). Menurut Moeljanto, (1992) Air Blast freezer merupakan sebuah ruangan
atau kamar atau terowongan (tunnel). Udara dingin di dalamnya disirkulasikan ke sekitar produk
yang dibekukan dengan bantuan pan. Salah satu kelemahan cara pembekuan ini adalah terjadinya
proses pengeringan produk, apalagi bila tidak dibungkus (dikemas) seperti halnya ikan utuh, dan
kecepatan udara cukup besar. Untuk itu pengawasannya harus baik, termasuk pencegahan
penggembungan kemasan – kemasan tersebut.
Pada pembekuan Gurita di PT. Fishindo Isma Raya menggunakan metode pembekuan
ABF ( Air Blast Frezeer ). Namun dalam proses pembekuannya menggunakan mesin pembeku
yang sama yaitu mesin ABF ( Air Blast Frezeer )dengan suhu 35 – 40 oC dengan waktu
pembekuan sekitar 8 – 12 jam. Menurut pendapat Hadiwoyoto (1993) pembekuan dikerjakan
pada suhu sekurang – kurangnya – 350C selama 6 -8 jam. Adapun proses pembekuan dapat kita
liahat pada Gambar 12.