Disusun oleh:
HANIFATUL ZAHRA
H3117034
iii
12. Emil, depita, tika selaku teman-teman yang selalu memberikan support secara
langsung maupun tidak langsung, doa dan semangat.
13. Rekan-rekan D-III Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2017 yang senantiasa
membantu dan memberikan semangat serta doan kepada penulis.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas
semangat, doa dan sarannya.
Penulis menyadari bahwa laporan magang yang penulis buat masih jauh
dari sempurna baik dari segi bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, penulis berharap semoga laporan magang ini bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukan.
iv
DAFTAR ISI
v
G. Pemasaran ............................................................................................... 77
H. Sanitasi Perusahaan ................................................................................ 78
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Udang Berlapis Tepung Beku ... 5
Tabel 2.2 Syarat Mutu Keamanan Pangan ...................................................... 8
Tabel 4.1 Penyediaan Bahan Baku Ebi Fry ..................................................... 43
Tabel 5.1 Evaluasi Mutu Udang Bahan Baku Ebi Fry .................................... 90
Tabel 5.2 Evaluasi Mutu Predust Bahan Baku Ebi Fry .................................. 91
Tabel 5.3 Evaluasi Mutu Battermix Bahan Baku Ebi Fry ............................... 91
Tabel 5.4 Evaluasi Mutu Breadcrumb Bahan Baku Ebi Fry .......................... 92
Tabel 5.5 Evaluasi Mutu Garam Non–Iodium Bahan Baku Ebi Fry .............. 93
Tabel 5.6 Evaluasi Mutu MTR-79 Bahan Baku Ebi Fry ................................ 93
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Gambar 4.21 Penyimpanan Beku ................................................................... 65
Gambar 4.22 Proses Pemuatan ....................................................................... 66
Gambar 4.23 ABF (Air Blast Freezer) ........................................................... 66
Gambar 4.24 Metal Detector .......................................................................... 67
Gambar 4.25 Conveyor Breading ................................................................... 67
Gambar 4.26 Mixer ......................................................................................... 68
Gambar 4.27 Meja Proses Besar..................................................................... 68
Gambar 4.28 Meja Proses Kecil ..................................................................... 69
Gambar 4.29 Para-Para ................................................................................... 69
Gambar 4.30 Box RM dan Pencucian ............................................................ 70
Gambar 4.31 Mangkok Stainless Besar dan Kecil ......................................... 70
Gambar 4.32 Timbangan Digital .................................................................... 71
Gambar 4.33 Pan ABF ................................................................................... 71
Gambar 4.34 Trolly ABF ................................................................................ 71
Gambar 4.35 Trolly Proses ............................................................................. 72
Gambar 4.36 Hand Pallet ............................................................................... 72
Gambar 4.37 Pallet Cold Storage................................................................... 73
Gambar 4.38 Nampan Oval ............................................................................ 73
Gambar 4.39 Nampan SS ............................................................................... 74
Gambar 4.40 Baskom Jaring dan Baskom Plastik.......................................... 74
Gambar 4.41 Skop Es ..................................................................................... 74
Gambar 4.42 Centong Pipih dan Centong Gayung ........................................ 75
Gambar 4.43 Solet .......................................................................................... 75
Gambar 4.44 Termometer .............................................................................. 75
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
berperan dalam pembinaan kepribadian dan mental manusia yang mengarah
pada peningkatan daya pikir manusia dan penguasaan ilmu dan teknologi.
Sebagai calon ahli madya teknologi pertanian, kita dituntut untuk dapat
memahami dan menerapkan ilmu teknologi pertanian dalam dunia kerja.
Kegiatan magang mahasiswa ini merupakan sarana bagi mahasiswa teknologi
hasil pertanian untuk dapat menerapkan teori-teori yang didapatkan selama di
bangku perkuliahan dan juga sebagai pengalaman kerja yang dapat melatih
mahasiswa untuk menemukan masalah-masalah yang dihadapi di lapangan.
Magang di Industri Pangan dan Hasil Pertanian merupakan salah satu bagian
dari kurikulum program Diploma III Teknologi Hasil Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Setiap mahasiswa melaksanakan magang di industri
pangan dan hasil pertanian sebagai syarat untuk meraih gelar Ahli Madya
(A.Md). Magang di Industri Pertanian penting untuk melengkapi pengetahuan
yang didapat selama masa perkuliahan.
Udang merupakan hasil perikanan dengan nilai ekonomis tinggi,
udang memiliki rasa lebih enak dibanding daging hasil perikanan lain.
Namun, dalam waktu ± 1 jam setelah penangkapan udang akan segera
menjadi busuk setelah melewati masa kekakuan (Nugroho dkk., 2014).
Udang yang merupakan hasil perikanan mengandung protein tinggi mencapai
21% (Suprapti, 2004). Udang dapat diolah sebagai makanan olahan seperti
bakso udang, ebi fry, maupun nugget udang. Dengan kandungan protein
tinggi dan sifat organoleptik; bentuk, warna, rasa, dan tekstur, olahan produk
udang dapat menjadi produk olahan diversifikasi yang diminati
(Nugroho dkk., 2014). Menurut Suprapti (2004) setiap 100g udang
mengandung 21 g protein; 0,2 g lemak; 0,1 g karbohidrat; 170 mg fosfor; 8
mg zat besi; 0,01 mg vitamin B; 75 g air dan 136 mg kalsium.
1
2
mutu bahan baku merupakan tindakan yang penting sebagai penentu awal
mutu suatu produk (Junais dkk., 2011). Oleh karena itu pada kegiatan magang
kali ini dikaji pengendalian mutu, pengawasan dan evaluasi mutu bahan baku
pada produksi ebi fry di PT Jala Sembilan.
B. Tujuan Umum Magang
1. Tujuan Umum
Tujuan umum kegiatan magang mahasiswa ini antara lain adalah :
a. Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai hubungan antara teori
dan penerapannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga
dapat menjadi bekal bagi mahasiswa dalam terjun ke masyarakat
setelah lulus.
b. Mempelajari dunia kerja dan persoalan-persoalan yang nyata di
lapangan.
c. Meningkatkan pengalaman dengan mengenali kegiatan di lapangan
kerja yang ada di bidang teknologi pertanian secara luas.
d. Memperoleh keterampilan kerja di bidang teknologi pertanian.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari kegiatan magang mahasiswa di PT Jala
Sembilan, Semarang adalah :
a. Mengetahui gambaran umum PT Jala Sembilan
b. Mempelajari proses produksi ebi fry di PT Jala Sembilan, Semarang.
c. Mempelajari pengendalian mutu bahan baku ebi fry di PT Jala
Sembilan, Semarang.
d. Mengetahui dan melakukan evaluasi mutu bahan baku ebi fry di PT
Jala Sembilan, Semarang.
C. Manfaat
Manfaat dari kegiatan magang mahasiswa di PT Jala Sembilan,
Semarang yaitu:
1. Bagi mahasiswa, kegiata magang mahasiwa ini memberikan manfaat
dengan memperoleh gambaran proses produksi dan pengendalian mutu
4
bahan baku pada produksi ebi fry yang dilakukan di PT Jala Sembilan,
Semarang
2. Bagi pihak PT Jala Sembilan, Semarang, kegiatan magang mahasiswa ini
dapat menjadi suatu hubungan kerjasama dalam pengembangan ilmu
pangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ebi Fry
Breaded shrimp atau yang biasa dikenal dengan nama ebi furai
merupakan salah satu produk pangan dengan bahan utama udang yang telah
dipanjangkan menggunakan alat stretcher, dibalur menggunakan batter dan
tepung roti (Gustiana dkk., 2015). Begitupun menurut Fauziyah (2018) bahwa
ebi fry (ebi furai) merupakan olahan pangan setengah jadi berbahan dasar
udang tanpa kulit dengan lapisan tepung roti dan disimpan dalam keadaan beku
dengan kemasan yang baik. Pembuatan ebi fry melalui tahapan proses dari
penerimaan bahan baku utama yaitu udang, pencucian, bellycut dan stretching
yang akan memberikan bentuk khas ebi fry, pengoreksian, pencucian,
penampungan bahan baku, soaking, penirisan, coating (predusting, battering,
dan breading) sebagai pelapis udang yang akan memberikan rasa renyah,
penyusunan pada tray plastik, penimbangan, pembekuan, pengemasan dengan
polybag, sealing metal detector, packing master carton, penyimpanan beku dan
pendistribusian (Fauziyah, 2018).
Persyaratan mutu dan keamanan ebi fry atau udang berlapis tepung beku
menurut BSN (2017) terdapat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Udang Berlapis Tepung (breaded)
Beku (SNI 6163:2017)
Parameter uji Satuan Persyaratan
a. Sensori Min. 7*
b. Cemaran mikroba N C m M
5
- ALT Koloni/g 5 2 10 106
- Escherichia coli APM/g 5 1 <3 < 3,6
- Salmonella** Per 25g 5 0 negatif td
- Staphylococcus aureus Koloni/g 5 2 102 103
c. Cemaran logam
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,5
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 1,0
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 1,0
- Arsen (As)** mg/kg Maks. 1,0
d. Fisik
- Bobot tuntas ***
- Premium %(bobot) Min. 50
5
6
Menurut SNI 6163:2017 udang dalam proses pembuatan ebi fry ialah
sebagai bahan baku utama. Syarat mutu udang segar berdasarkan Badan
Standarisasi Nasional dalam SNI 01-2728.1-2006 disajikan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Udang Segar
Jenis uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1 – 9) Minimal 7
b. Cemaran Mikroba
- ALT koloni/g maksimal 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g Maksimal <2
- Salmonella APM/25 g negatif
- Vibrio cholerae APM/25 g negatif
c. Cemaran Mikroba
- Kloramfenikol μg/kg maksimal 0
- Nitoryfan μg/kg maksimal 0
- Tetrasiklin μg/kg maksimal 100
d. Filth - maksimal 0
CATATAN* Bila diperlukan
Sumber: BSN (2006).
Dalam perdagangan sumber daya ikan di dunia, udang merupakan
komoditas yang penting sebab paling banyak diminati dan tinggi
permintaannya baik di pasar lokal maupun ekspor. Udang merupakan
kelompok krustasea yang memiliki keragaman tinggi, saat ini mendekati
70.000 spesies krustasea dengan morfologi yang beragam
(Salim dan Sutrisno., 2019). Berdasarkan tempat hidupnya, udang terdiri
atas dua kelompok, yaitu udang air tawar dan udang laut. Meskipun
memiliki jenis perairain berbeda, cita rasa udang tetap sama (Surapti, 2004).
Menurut Salim dan Sutrisno (2019) bahwa data dari halaman website
Kementrian Kelautan dan Perikanan (statisik.kkp.go.id) menyatakan
terdapat 9 jenis udang hasil tangkapan diantaranya ialah; udang
barong/karang, udang dogol, udang galah, udang drago, udang krosok
(pama), udang jerbung, udang raja, dan udang windu. Namun hanya 2 jenis
yang dibudidayakan di Indonesia yaitu udang Windu dan udang Vaname.
a. Udang Vaname
8
dengan nilai ekonomis tinggi. Udang ini memiliki badan berwarna putih
kekuningan dengan bintik coklat dan hijau. Ujung ekor dan kakiknya
berwarna merah, dan antena berwarna merah. Udang jerbung normal
dapat hidup selama 12 bulan bahkan 2 tahun (Kusrini, 2011).
NaCl terdapat pula bahan pengotor antara lain CaSO4, MgSO4, MgCl2 dll.
Garam diperoleh dengan tiga cara, yaitu penguapan air laut dengan sinar
matahari, penambangan batuan garam (rock salt) dan air sumur air garam
(brine). Garam non iodium yang cukup terkenal kualitasnya ialah garam
merk Refina. Garam non iodium ini ialah garam non iodium premium yang
diproses menggunakan teknologi rafinasi. Garam ini tidak mengandung
iodium namun mengandung NaCl diatas 99% dan sangat cocok dipakai
untuk kebutuhan industri seperti salah satunya ialah untuk perendaman
seafood (Anonim, 2020a).
Battermix atau batterer ialah tepung pelapis kedua yaitu tepung terigu
ataupun tepung jenis lainnya yang dicampur dengan cairan dan diaduk
sampai rata. Adonan ini menjadi adonan tepung pencelup. Pelapisan
menggunakan batterer ialah agar daging udang terkesan lebih besar dan
berisi (Yuyun dan Rudy, 2006). Begitupun menurut Gustina dkk (2015)
bahwa batter merupakan campuran yang terdiri dari air, tepung pati dan
bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dilapisi
breadcrumb dan dimasak. Menurut Yuyun (2012) bahan pokok dari tepung
pencelup (batterer) minimal harus ada bahan tapung terigu, susu bubuk,
soda kue, dan CMC. Bahan lainnya untuk menambah performa agar lebih
baik bisa ditambahkann tepung jagung modifikasi dan beberapa bumbu
penyedap.
5. Breadcrumb (Tepung Roti)
Tepung roti adalah tepung yang dibuat dari roti tawar yang
dihancurkan. Fungsi breadcrumb dalam breading (melapisi bahan dengan
breadcrumb) ialah melindungi produk dari dehidrasi, dan menciptakan
produk yang renyah (Afrisanti, 2010). Menrut Yuyun dan Rudy (2006)
breader atau pelapis ketiga merupakan tepung pelapis paling akhir setelah
adonan dicelupkan kedalam batter. Breader yang biasa digunakan untuk
nugget dan sejenisnya ialah tepung roti (breadcrumb).
Berdasarkan bentuknya tepung roti dibagi menjadi dua yaitu tepung
roti kering (dry bread crumb) dan tepung roti basah (fresh bread crumb).
Tepung roti banyak digunakan sebagai bahan baku untuk membuat produk
lain, seperi ebi furai dan ebi katsu (Fathullah, 2017). Salah satu jenis tepung
roti basah (fresh bread crumb) ialah tepung panko. Karakteristik khas dari
tepung panko ialah yang dibuat dari roti tanpa kulit, bentuk tepung roti ialah
butiran memanjang (needle shape). Tepung roti panko ringan dan berrongga
jika dibandingan tepung panir (dry bread crumb). Perbedaan yang terdapat
pada pembuatan tepung roti basah dan tepung roti kering adalah
penambahan bahan berupa baking powder, bread improver, dan supersoft
pada adonan roti untuk tepung roti basah (Wienny, 2019).
15
6. Muestra (MTR-79)
MTR-79 digunakan sebagai campuran larutan bersama dengan garam
untuk perendaman (soaking) pada proses pembuatan ebi fry. Menurut
Tasbih (2017) bahwa pada proses soaking, udang direndam dalam cairan
campuran antara garam dan MTR-79 dengan tujuan mempertahankan
tekstur dan kekenyalan, menjaga kadar air produk sehingga produk tampak
segar dan meningkatkan berat udang. Muestra (MTR-79) merupakan Bahan
Tambahan Pangan (food additive) yang digunakan dalam proses
perendaman. MTR-79 merupakan bahan tambahan pangan berbentuk serbuk
putih dengan pH 8-8,6. MTR-79 yang digunakan dalam proses perendaman
berfungsi untuk menaikan berat udang menjadi 10-15%, mengurangi susut
bobot akibat penurunan suhu pada udang dari receiving sampai proses
soaking (Anonim, 2020b).
C. Proses Pengolahan
Menrurt Fauziyah (2018) bahwa pembuatan ebi fry ialah melalui
beberapa tahapan proses. Dimulai dari penerimaan bahan baku utama yaitu
udang, lalu dilakukan pencucian tahap 1 untuk menghilangkan kotoran
maupun benda asing yang menempel, selanjutnya bellycut dan stretching,
dimana proses ini akan memberikan bentuk khas ebi fry. Proses berikutnya
ialah pengkoreksian, kemudian pencucian tahap 2, penampungan bahan baku,
soaking agar berat udang bertambah, penirisan, dilanjutkan dengan coating
(predusting, battering, dan breading) sebagai pelapis udang yang akan
memberikan rasa renyah pada ebi fry, lalu penyusunan pada tray plastik,
penimbangan, pembekuan, pengemasan dengan polybag, sealing metal
detector, packing master carton, penyimpanan beku dan terakhir
pendistribusian.
Adapun menurut Primastika (2012) tahapan pembuatan breaded shrimp
(ebi fry) ialah melalui proses receiving (penerimaan bahan baku), pencucian
1, deheading atau proses pemotongan kepala secara manual, kemudian
pencucian tahap 2, sortasi mutu dan sizing, pencucian 3, peeled and deveined
atau pengupasan kulit dan pencabutan usus, pencucian 4, slicing/belly cuting,
16
usus. Proses ini dilakukan dengan cara usus dibuang menggunakan jarum
stainless steel melalui ruas terkahir, karena jika dari ruas depan
kemungkinan usus akan patah. Pada proses ini pun udang tetap harus
diberikan es untuk tetap mempertahankan rantai dingin (≤ 10ºC).
C.7. Pengecekan akhir
Tasbih (2017) mengatakan bahwa pengecekan akhir (Final
Checking) bertujuan untuk mengetahui Lbs dan keseragaman udang
setelah proses pengupasan karena setiap bahan baku yang mengalami
pengupasan otomatis Lbs nya meyusut akibat pengupasan, sehingga perlu
dilakukan pengecekan ulang. Pengecekan dilakukan pada meja khusus
yaitu meja penyinaran. Proses penyinaran ini berfungsi untuk mengecek
kembali apakah masih ada sisa usus, kulit, kaki renang yang masih
tertinggal, kuit usus terlalu dalam serta mengecek udang yang patah
(broken).
C.8. Pencucian 3
Pencucian tahap ketiga ialah pencucian yang dilakukan untuk
membersihkan kembali udang yang telah dikupas dan cabut usus. Sama
seperi tahap pencucian sebelumnya, udang dicuci menggunakan air dengan
konsentrasi klorin 30–50 ppm dengan cara mencelupkan udang. Pada
proses pencucian, suhu udang tetap dijaga agar ≤ 5ºC dengan cara
mencampurkan es batu ke dalam air pencucian (Primastika, 2012).
C.9. Belly cutting,
Proses belly cut ialah melakukan pengirisan pada perut udang
dengan tujuan meluruskan badan udang, sehingga lebih mudah saat
dilakukan proses stretching. Proses ini dilakukan secara manual dengan
mengiris bagian perut udang menggunakan pisau. Irisan pada perut udang
berjumlah 5-4 dari arah punggung ke perut. Irisan ini harus dilakukan
dengan hati-hati karena tebal irisan seharusnya 1/3 dari tebal udang. Proses
pengirisan perut udang tetap mempertahankan suhu ≤ 10ºC dengan
meletakan baskom es dibawah keranjang udang yang belum dan telah
diiris (Primastika, 2012).
20
C.10. Stretching
Udang yang telah melalui proses belly cut (penyayatan) selanjutnya
dilakukan proses pelurusan (stretching). Proses pelurusan dilakukan
dengan cara menempatkan udang pada cetakan, kemudian udang dicetak
pada bagian punggung sampai lurus dan memiliki panjang 14-15 cm.
Proses ini bertujuan untuk memudahkan proses pengolahan AVP (added
value product) pada tahap selanjutnya (Herlina, 2016).
C.11. Soaking (perendaman)
Soaking adalah proses perendaman udang menggunakan larutan
yang mengandung bahan kimia tertentu. Tujuan soaking adalah untuk
mencegah penyusutan atau pengkerutan udang selama proses
pengolahan. Proses soaking dilakukan dengan merendam udang dalam
air dingin yang telah ditambahkan larutan garam fosfat (Herlina, 2016).
Menurut Zulfikar (2016) larutan yang digunakan untuk soaking adalah
STPP posphat yang berfungsi meningkatkan kekenyalan produk, brisol,
garam dan air bersuhu 0-3°C. Proses perendaman ini dilakukan pada bak
fiber yang berisi air es selama 30 menit – 1 jam (Zulfikar, 2016).
C.12. Pencucian 4
Pencucian keempat bertujuan untuk membilas udang dari larutan
soaking. Proses ini dilakukan menggunakan air dingin maupun tambahan
es batu, air pencucian dengan konsentrasi klorin 30–50 ppm. Pada proses
pencucian, suhu udang tetap dijaga agar ≤ 5ºC (Primastika, 2012).
C.13. Predusting
Predusting ialah proses membalurkan tepung predust pada udang
sebagai coating pertama. Peran predusting atau membalurkan tepung
predust ialah sebagai perekat saat udang akan di battermix. Proses ini
juga berfungsi untuk melindungi produk, dan menjaga flavour.
Predusting dilakukan dengan memegang 1-5 ekor udang, kemudian
menggulingkan udang ke kiri dan ke kanan sebanyak satu kali dalam
tepung predust tanpa mengenai bagian ekor. Tepung predust memiliki
21
tekstur yang mirip dengan campuran tepung terigu dan tapioka, rasa
gurih, warna putih, serta bau spesifik tepung (Yuyun dan Rudy, 2006).
C.14. Battering
Battering merupakan tahap pelapisan kedua setelah dibaluri tepung
predust, dengan mencelupkan udang pada adonan cair bernama
battermix. Tujuan dari tahap ini adalah sebagai perekat kedua agar
breadcrumbs dapat melekat pada udang, memberikan tekstur yang baik
pada produk, meningkatkan volume produk, dan memberikan flavour
pada produk. Batterer yang digunakan dicampur air dengan
perbandingan tepung dan air es 1:3, sebagai lapisan pada udang untuk
memberi kesan ebi fry terlihat besar (Yuyun dan Rudy, 2006).
C.15. Breading
Breading atau breaded merupakan proses pelapisan paling akhir
yaitu dengan tepung roti (breadcrumbs), tujuanya adalah untuk
memberikan tekstur renyah dan lembut pada produk serta melidungi
produk dari dehidrasi. Cara membaluri udang dengan breadcrumb ialah
ambil udang yang telah melalui tahap battermix lalu taburi dengan
tepung roti sambil ditekan agar tepung roti melekat sempurna
(Yuyun dan Rudy, 2006).
C.16. Penyusunan di atas tray
Penyusunan udang pada tray dilakukan untuk mempermudah
membentuk produk dan proses pembekuan. Penyusunan udang harus
diperhatikan kerapihannya, arah ekor udang serta keseragamannya
(Herlina, 2016).
C.17. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah udang yang
akan dibekukan. Penimbangan dilakukan untuk memudahkan proses
perhitungan. Tujuan dilakukan penimbangan adalah untuk mengetahui
berat udang yang akan diterima oleh buyer (Herlina, 2016). Begitupun
menurut Primastika (2012) bahwa penimbangan bertujuan agar beratnya
22
sesuai dengan permintaan buyer. Dimana produk yang akan dikirim akan
di kemas bersama tray yang beratnya juga akan terhitung.
C.18. Pembekuan
Suhu yang digunakan untuk proses pembekuan biasanya tidak
lebih tinggi dari -30oC. Berbagai alat pembeku dapat digunakan,
misalnya contact freezer, cabinet freezer dan air blast freezer.
Pembekuan dilakukan untuk memperpanjang usia produk. Pembekuan
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi kimia
dan aktivitas enzim (Herlina, 2016). Pembekuan adalah penyimpanan
bahan pangan dalam keadaan beku, agar reaksi-reaksi enzimatis, reaksi-
reaksi kimia serta pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dan
kebusukan dapat dihambat (Wahyudi, 2003). Menurut Primastika (2012)
bahwa proses pembekuan ini dilakukan dengan membawa tray kedalam
mesin pembeku selama ± 60 menit dengan suhu mesin pembeku -29oC
sampai -30oC.
C.19. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk
menyiapkan barang menjadi siap untuk didistribusikan, disimpan, dijual,
dan dipakai (Mareta dan Shofia, 2011). Pengemasan dan pelabelan
bertujuan untuk melindungi produk dari resiko kerusakan cacat fisik,
mempermudah identifikasi produk, serta mempermudah distribusi pada
produk. Suhu produk saat pengemasan maksimum 5oC, sedangkan suhu
ruangan maksimum 16oC. Bahan pengemas yang bisa digunakan antara
lain; palstik polyethylene (PE) polos, printing polybag, styrofoam dan
master carton (Herlina, 2016).
a. Pengemasan dengan polybag
Setelah proses pembekuan pada ebi fry, selanjutnya dilakukan
proses pengemasan. Proses ini dilakukan dengan cara memasukan tray
berisi breaded shrimp yang telah di bekukan sebelumnya ke dalam
polybag (Primastika, 2012). Pengemasan produk dilakukan dengan
23
udang dalam cold storage yaitu untuk menjaga kondisi udang beku agar
selama menunggu proses pemasaran tetap dalam kondisi yang segar dan
masih fresh (Zulfikar, 2016). Begitupun menurut Primastika (2012)
bahwa produk akhir disimpan dalam cold storage dengan suhu
penyimpanan ± -20oC. Master carton (kemasan sekunder) disusun diatas
pallet plastik berdasarkan kode produk dengan model penyusunan FIFO
(First In First Out).
C.22. Pemuatan
Produk yang akan diekspor melalui proses pemuatan, dimana
produk diangkut menggunakan truk kontainer menuju pelabuhan. Proses
pengirimin produk harus dilakukan dengan waktu yang relatif cepat.
Rantai dingin pada setiap proses termasuk pemuatan harus selalu
dipertahankan untuk mempertahankan mutu produk. Rantai dingin selalu
dijaga dengan suhu sebaiknya dibawah 5oC. Dimana sejak produk
dibekukan, pengemasan, penyimpanan serta pendistribusian, produk
selalu berada pada suhu dibawah 5oC (Herlina, 2016).
Pada saat proses pemuatan suhu dari container yang akan
membawa produk harus memiliki standar suhu yaitu -18oC, karena
produk harus sampai ke tangan buyer dalam keadaan segar sesuai standar
permintaan buyer (Zulfikar, 2016). Begitupun Primastika (2012)
mengatakan bahwa sebelum proses pemuatan, kontainer harus diperiksa
terlebih dahulu oleh staf pengawas. Kontainer harus dipastikan benar-
benar bersih dan memiliki suhu -18oC, baru setelahnya produk dapat
masuk ke dalam kontainer.
BAB III
TATA LAKSANA KEGIATAN
A. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan magang mahasiswa ini telah dilaksanakan mulai tanggal 17
Februari 2020 sampai dengan 16 Maret 2020 dengan waktu kerja selama 6
hari dalam seminggu, pukul 08.00–16.30 WIB. Bertempat di PT Jala
Sembilan, Kawasan Industri Wijaya Kusuma, Jalan Tugu Industri IV Nomor
3, Kelurahan Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang, Jawa Tengah.
B. Metode Pelaksana Magang
Metode yang digunakan pada pelaksanaan magang antara lain :
1. Pengumpulan Data secara Langsung
a. Wawancara
Pengumpulan data magang dilakukan melalui wawancara pada
beberapa pihak di PT Jala Sembilan, yaitu pada pembimbing magang
sekaligus SPV Produksi untuk mengetahui kondisi perusahaan, seputar
ketenagakerjaan, dokumentasi perusahaan, seluruh proses produksi
beserta syarat yang ditentukan oleh PT Jala Sembilan. Kepada Staf QC
untuk mengetahui tindakan pengendalian dan pengawasan mutu
terhadap bahan baku, proses produksi dan produk akhir yang dilakukan
perusahaan. Kepada Analis Lab untuk mengetahui macam-macam uji
dan hasil uji yang dilakukan perusahaan. Kepada Kepala Warehouse
untuk mengetahui proses packing, jenis dan ukuran bahan pengemas,
penyimpanan bahan baku dan produk jadi, seputar penggudangan
beserta suhu dan penempatan. Serta kepada beberapa karyawan
produksi dan sanitasi untuk mengetahui area pembersihan fasilitas dan
ruang produksi yang dilakukan setiap hari sampai satu minggu sekali.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung mengenai kondisi dan
kegiatan yang ada di lokasi magang mahasiswa. Observasi yang
dilakukan ialah pengamatan pada perlakuan bahan baku untuk
25
26
Minggu
No. Kegiatan
1 2 3 4
1. Pengenalan keadaan umum perusahaan
2. Penyediaan dan penyimpanan bahan baku
3. Proses produksi
4. Produk akhir dan penyimpanan produk akhir
5. Pemasaran ekspor dan local
6. Pengujian produk akhir di Laboratorium
Quality Control dan Analisis Laboratorium
7. Evaluasi praktek kerja lapangan
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Perusahaan
A.1. Sejarah Umum Perusahaan
PT Jala Sembilan Pertama didirikan pada tahun 2008, dimana
awalnya bermula pada tahun 2004 di Indonesia Timur, ketika Bapak
David mengetahui bahwa ada kelebihan pasokan ikan yang ditangkap
oleh nelayan tradisional namun tidak dapat diterima oleh pasar lokal.
Beliau pun melihat adanya potensi industri makanan laut (seafood) dan
berupaya bagaimana hal tersebut (industri makanan laut) dapat
memfasilitasi kebutuhan hidup nelayan skala kecil dan menengah.
Kondisi ini mendorongnya untuk membangun pabrik pengolahan
pertamanya.
Seiring berjalannya waktu dan banyaknya pengalaman serta dengan
dukungan dari pemasok (supplier) dan nelayan, PT Jala Sembilan
akhirnya didirikan oleh Bapak David pada tahun 2008. PT Jala Sembilan
terbentuk untuk mematuhi peraturan dan standardisasi negara sebagai
perusahaan perikanan di Indonesia. Perusahaan ini merupakan
perusahaan milik keluarga yang bergerak dibidang pengolahan hasil laut
antara lain yaitu Frozen Seafood Indonesia dan Value Added Product
(VAP). PT Jala Sembilan juga telah mendapatkan 8 sertifikat,
diantaranya ialah; AP2HI (Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline
Indonesia), Dolphin Safe, GMP, HACCP, Badan POM (BPOM), MUI
Halal Indonesia, FDA (Food and Drug Administration), dan IPNLF
(International Pole & Line Foundation) sebagaimana pada Gambar 4.1:
27
28
Bila ditinjau dari lokasi pabrik ada beberapa faktor pendukung yang
sangat menguntungkan, yaitu:
a. Sumber energi yang berupa listrik (PLN) dan jaringan telekomunikasi
tersedia cukup.
b. Kebutuhan air yang digunakan untuk kegiatan produksi diambil dari
sumur artesis (air tanah).
c. Berdekatan dengan PT IPAL sehingga memudahkan dalam proses
pengolahan limbah.
d. Kemudahan dalam mendapatkan sumber tenaga kerja karena berasal
dari penduduk sekitar perusahaan.
e. Keberadaan kawasan industri memberikan kemudahan dan kelancaran
transportasi bagi perusahaan dalam melakukan proses ekspor.
A.4. Tata Letak Bangunan, Mesin, dan Peralatan
Layout merupakan suatu desain atau tata letak dari fasilitas-fasilitas
produksi yang mencakup mesin-mesin, bahan baku, dan perlatan
produksi lainnya dalam satu tempat yang menentukan efisiensi sebuah
operasi dalam jangka panjang. Layout yang baik mempertimbangkan
bagaimana memperoleh penggunaan yang tinggi pada masing-masing
ruangan (Maarif dan Hendri, 2006). PT Jala Sembilan memiliki luas
1.500 m2 dimana bangunan pabrik terdiri dari kantor, laboratorium, ruang
produksi, Cold Storage, ABF, ruang mekanik, gudang, ruang mesin,
tempat parkir, ruang ganti seragam karyawan, gudang penyimpanan MC
(Master Carton), loker, ruang istirahat karyawan, toilet, mushola, dan
pos keamanan. Tata letak perusahaan untuk lebih jelasnya dapat
diketahui dengan melihat denah perusahaan yang terdapat dalam
Gambar 4.2.
30
12m 28 m
R. RECEIVING R.
RUANG
UDANG SANITASI
4.2 M
ALAT
RUANG PK R. SOAKING
Ruang
ganti
HALAMAN
5m
Footbath
&wastafel
CHILLING
ROOM
CONVEYOR
ANTEROOM
AREA PARKIR
PROCESSING
BAK SAMPAH
IN/OUT EMPLOYEES
AREA
15.5 M
C/S
R. PACKING
COLD STORAGE
25 M
TEMPAT
ISTIRHAT
4.2 m
RUANG GENCET
ABF
SATPAM RUANG
GANTI
LABORATORIUM
TOILET
IN
WASTAF
R. EL &
LOKER BAHAN FOOTBA
RUANG MESIN
OUT
TH
LAUNDRY
KIMIA
7.4 m
yang baik dapat diartikan sebagai penyusunan yang teratur dan efisien
semua fasilitas pabrik dan buruh (personnel) yang ada di dalam pabrik
(Maheswari dkk, 2015). Berdasarkan referensi diatas, tata letak (layout)
PT Jala Sembilan sudah dapat dikatakan baik sebab:
1) Tata letak perusahaan telah memiliki storage yang baik, dimana
terdapat cold storage dan gudang kering.
2) Tata letak mesin dan peralatan (fasilitas) telah mengikuti aliran proses
yang ada di perusahaan.
3) Penempatan karyawan telah sesuai dengan tugas ruangannya masing-
masing
B. Manajemen Perusahaan
B.1. Struktur Organisasi
Menurut Nurhayati dan Ahmad (2013) struktur organisasi diartikan
sebagai kerangka kerja formal organisasi yang berfungsi untuk membagi,
mengelompokkan, dan mengoordinasikan tugas-tugas pekerjaan. Struktur
organisasi yang baik berusaha mewujudkan keserasian dan keharmonisan
kerja. Struktur organisasi merupakan sistem yang harus dilaksanakan
oleh manajer untuk menggerakkan aktivitas dalam mewujudkan kesatuan
tujuan. Struktur organisasi harus selalu dievaluasi untuk memastikan
konsistensinya dalam pelaksanaan operasi yang efektif dan efisien. PT
Jala Sembilan menganut sistem hierarki dimana Hierarki menurut
Nurhayati dan Ahmad (2013) adalah garis wewenang yang tidak
terputus, yang membentang dari tingkatan atas organisasi hingga
tingkatan paling bawah dan menjelaskan hubungan si pelapor kepada si
penerima laporan. Sistem organisasi ini saling berkaitan dari struktur
paling atas sampai ke bawah. Struktur organisasi PT Jala Sembilan dapat
dilihat pada Gambar 4.3.
32
Direktur Utama
Factory
Manager Manager Manager Manager
Manager
Keuangan HRD - GA Produksi Marketing
Shrimp
WIB, pada hari Jumat yaitu dari pukul 11.30 – 13.00 WIB bagi laki-laki.
Hari libur diberlakukan setiap hari Minggu dan hari besar keagamaan.
Pembagian jam kerja karyawan selengkapnya sebagai berikut:
a. Waktu kerja karyawan :
1) Jam masuk kerja karyawan produksi:
07.30-16.30 WIB : Hari Senin – Jum’at
07.30-12.30 WIB : Hari Sabtu
2) Jam masuk kerja karyawan administrasi dan kantor :
08.00-17.00 WIB : Hari Senin – Jum’at
08.00-13.00 WIB : Hari Sabtu
3) Jam masuk kerja karyawan support
07.00-16.00 WIB : Hari Senin – Jum’at
07.00-12.00 WIB : Hari Sabtu
4) Jam masuk kerja satpam
24 jam Hari Senin – Sabtu
Sistem kerja shift bergantian sehari sekali
Libur : Hari Minggu
5) Jam masuk kerja karyawan sanitasi
Senin – Jum’at;
07.00 – 16.00 WIB : shift pagi
09.30 – 18.30 WIB : shift siang
Sabtu; 07.00 – 14.00 WIB
B.3. Ketenagakerjaan
PT Jala Sembilan dalam operasional perusahaannya masih banyak
menyerap sumber daya manusia dalam menjalankan setiap kegiatannya.
Rata-rata sumber daya manusia berasal dari masyarakat sekitar
lingkungan perusahaan walaupun ada sebagian dari luar kabupaten.
Jumlah tenaga kerja pada perusahaan sebanyak ± 80 orang terdiri
dari tenaga kerja laki – laki dan perempuan dimana terdiri dari beberapa
jenis golongan pekerja. Secara garis besar penggolongan ini didasarkan
pada wewenang kerja dan besar upah atau gaji yang diterima. Golongan
38
tepung terigu, pati dan garam. Seperti yang dikatakan oleh Yuyun dan
Rudy (2006) bahwa predust flour atau tepung predust adalah bahan
pelapis pertama berbentuk powder kering, bisa dalam bentuk instan
dan siap saji maupun dibuat sendiri.
c. Battermix
Battermix atau batterer ialah tepung pelapis kedua yaitu tepung
terigu yang dicampur dengan cairan dan diaduk sampai rata. Adonan
ini menjadi adonan tepung pencelup. Battermix yang digunakan oleh
PT Jala sembilan ialah tepung battermix CB-L00582 dengan
komposisi tepung terigu, pati yang sudah dimodifikasi, maizena,
jagung, natrium hidrogen, karbonat dan garam. Batterer yang
digunakan ialah adonan campuran antara battermix dan air dengan
perbandingan 1 : 3, sebagai lapisan pada udang untuk memberi kesan
udang terlihat besar dan memiliki daging yang tebal. Battermix yang
digunakan diperoleh impor dari perusahaan RBFood, Thailand.
Spesfikasi battermix yang ditetapkan perusahaan yaitu memiliki
bentuk serbuk, berwarna putih dengan tekstur halus khas tepung,
berbau normal, dan tidak terdapat benda asing apapun.
d. Breadcrumb
Breadcrumb yang digunakan oleh PT Jala Sembilan ialah 2 jenis
breadcrumb yang berbeda, yaitu BW (breadcrumb white) FW-
735A10 dan BO (breadcrumb orange) FO-729A10 yang diimpor
langsung dari perusahaan RBFood, Thailand. Kedua breadcrumb ini
digunakan sebagai lapisan untuk memperbaiki tampilan udang agar
lebih menarik dan memberikan kesan renyah ketika udang digoreng
dengan perbandingan BO dan BW 2:3. Breadcrumb yang akan
digunakan harus memenuhi spesifikasi yaitu bertesktur halus dan agak
basah (tidak terlalu kaku) seperti roti, aroma khas roti, warna cerah,
serta berbentuk serpihan. Menurut Yuyun dan Rudy (2006) breader
atau pelapis ketiga merupakan tepung pelapis paling akhir setelah
42
kenampakan fisik, aroma, dan tekstur pada semua bahan baku; utama dan
pembantu. Selanjutnya ialah pengujian laboratorium meliputi uji ALT
sesuai SNI 01-2332.3-2015; yang dilakukan pada udang, battermix,
predust, dan breadcrumb. Serta uji E.coli dan coliform sesuai dengan
SNI 01-2332.1-2015 yang dilakukan pada udang, battermix, dan predust
satu bulan sekali.
D. Proses Pengolahan
Proses produksi diartikan sebagai satu cara untuk mengolah bahan baku
dan mengubahnya menjadi suatu produk dengan bantuan sumber-sumber yang
ada seperti tenaga kerja, mesin dan dana (Iskandar dkk., 2019). Proses produksi
yang dilakukan PT Jala Sembilan dalam memproduksi ebi fry melalui
rangkaian tahapan; penerimaan bahan baku, pencucian 1, pemotongan kepala,
pencucian 2, sortasi dan sizing by hands, pengupasan dan cabut usus,
pengecekan akhir, pencucian 3, belly cutting, stretching, soaking, pencucian 4,
predusting, battering, breading, penyusunan di atas tray, penimbangan,
pembekuan, pengemasan dengan polybag, packing MC, metal detecting,
penyimpanan beku dan pemuatan. Pada setiap tahapan proses produksi
dilakukan dengan prosedur benar agar produk akhir sesuai dengan standar yang
diinginkan.
D.1. Diagram Alir Proses Produksi
Proses produksi ebi fry dijelaskan dalam diagram alir pada Gambar 4.4
46
Pendeteksian Logam
alat khusus. Pada proses ini udang harus diberi perlakuan agar tetap
mempertahankan suhunya untuk tetap dibawah 7oC yang bertujuan
mempertahankan rantai dingin agar udang tetap segar sehingga tidak
mengalami kebusukan.
dimatikan dan menjadi suhu ruang) sampai kedua bahan tidak lagi
beku dan bisa digunakan. Kedua breadcrumb yang telah selesai di
defrost selanjutnya dicampur dalam baskom plastik dengan
perbandingan breadcrumb white dan breadcrumb orange 2:3. Proses
breading seperti yang terlihat pada Gambar 4.15 dilakukan setelah
pencampuran breadcrumb. Udang yang telah melalui tahap
battermix, kemudian langsung ditaburi breadcrumb sambil ditekan
pelan agar breadcrumb melekat sempurna di dalam nampan SS.
Udang yang telah dibreading diletakan dalam tray. Proses ini
dilakukan pada suhu ruangan yang diatur 11-13oC.
Sumber: krisbow.com/hand-pallet-small-3t-550x1150mm-w-pu
k. Pallet cold storage (Gambar 4.37); pallet cold storage merupakan alat
yang biasa digunakan bersamaan dengan hand palet, sebagai wadah
meletakan bahan/alat yang akan diangkut untuk memudahkan proses
pengangkutan, serta sebagai alas MC saat disimpan dalam CS, alat ini
berbahan dasar plastik.
F. Produk akhir
1. Deskripsi produk
Ebi fry merupakan salah satu olahan beku udang utuh tanpa kulit
yang dilapisi dengan tepung roti yang dibuat oleh PT Jala Sembilan
sebagai pengolahan hasil laut berupa Value Added Product (VAP). Ebi fry
ini memiliki berat satuan sebesar 30 g dan 20 g dengan panjang produk
sekiar 11-15 cm dengan bentuk lonjong memanjang dan diselimuti tepung
roti (breadcrumbs) campuran berwarna putih dan oranye. Ebi fry disusun
rapih di dalam tray agar bentuk ebi fry seragam dimana tiap tray berisi 10
buah ebi fry. Kemasan primer yang digunakan ialah polybag berbahan
polyethylene (PE) polos dengan ukuran 73 x 60 cm untuk ebi fry 30 g dan
60 x 56 cm untuk ebi fry ukuran 20 g, dalam satu kemasan polybag berisi
10 tumpuk tray. Kemasan sekunder yang digunakan ialah Master Carton
(MC), untuk ebi fry 30 g menggunakan MC berukuran 330x325x120 mm
berisikan 1 kemasan polybag, sedangkan untuk ebi fry 20 g menggunakan
MC berukuran 540x280x110 mm berisikan 2 kemasan polybag. Ebi fry
selama masa penyimpanan harus tetap mempertahankan rantai dingin, hal
ini didukung dengan suhu penyimpannan ebi fry yaitu ≤-20oC dengan
umur simpan 18 bulan. Ebi fry ini ialah salah satu olahan frozen food yang
dapat dinikmati dengan cara digoreng terlebih dahulu dan memiliki tekstur
yang renyah dan gurih, ebi fry merupakan salah satu produk andalan yang
diekspor ke Jepang sebab ebi fry lebih banyak diminati oleh Negara
Jepang.
2. Spesifikasi produk
Produk ebi fry pada PT Jala Sembilan harus memiliki pengemas dan
wadah yang baik selama penyimpanan dan pendistribusian yaitu ebi fry
diletakan dalam tray, dimana tiap tray berisi 10 buah ebi fry, tidak boleh
lebih maupun kurang. Pengemas primer yang digunakan ialah polybag
agar produk terbungkus rapih, tidak langsung bersentuhan dengan
kemasan sekunder yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk. Ebi
fry harus memiliki suhu ± -20°C, memiliki aroma yang normal dengan
77
tidak adanya bau menyengat, warna oren dan putih sesuai warna tepung
roti, panjang produk berkisar 11-15 cm, tidak boleh ada kerusakan seperti
patah ekor maupun tercuil, tekstur padat beku dan tidak lembek. Jika
produk tidak memenuhi syarat yang ditentukan seperti diatas, maka
produk tidak dapat diekspor.
3. Penyimpanan produk
Produk ebi fry yang telah dipacking menggunakan polybag dan MC,
selanjutnya diletakkan dan disimpan didalam CS (cold storage) dengan
suhu -20°C dan beralaskan pallet cold storage yang bertujuan untuk tetap
menjaga kondisi fisik kemasan primer agar tidak basah maupun tergores.
Penyimpanan dingin dengan suhu -20°C bertujuan untuk mempertahankan
mutu dan umur simpan ebi fry. Dimana ebi fry yang disimpan pada suhu
dingin -20°C akan memiliki umur simpan 18 bulan atau 1,5 tahun. Selama
disimpan di dalam CS produk ebi fry juga dilindungi dari kerusakan fisik
(benturan, gesekan dan getaran) serta kerusakan oleh susut bobot oleh
polybag sebagai kemasan primer dan MC (Master Carton) sebagai
kemasan sekunder yang menahan produk dari kerusakan fisik.
4. Pengawasan mutu produk
Pengawasan mutu produk dilakukan pada setiap tahapan oleh
karyawan QC yang bertugas dan oleh analis lab di PT Jala Sembilan
sendiri. Dimana setiap proses serta produk jadi dilakukan pengecekan
setiap harinya dan uji lab setiap sebelum packing dilakukan sebagai
penentuan layak tidaknya produk tersebut untuk diekspor, uji yang
dilakukan ialah uji E.coli, coliform dan TPC. Apabila produk aman maka
dinyatakan layak didistribusikan dan dapat diekspor. Namun, apabila
produk akhir tidak layak didistribusikan ke luar negri (ekspor) maka
produk akan dijual lokal. Untuk pengecekan layak/tidaknya produk, selain
uji coliform, E.coli dan uji TPC, juga dilakukan dengan memeriksa
dokumen monitoring form yang berisi keterangan kelayakan produk
kepada bagian yang bertugas.
G. Pemasaran
78
langit yang dibersihkan karena mengandung banyak uap air dan sedikit
kotoran. Pembersihan dilakukan setelah tidak ada proses produksi
biasanya satu minggu sekali.
c. Lantai
Pembersihan lantai pada ruang produksi, packing dan ruang PK
menggunakan air, sikat lantai dan wiper karet. Pembersihan dilakukan
sama seperti dinding ruang, dilakukan sebelum produksi dan sesudah
produksi setiap harinya oleh karyawan sanitasi.
2. Sanitasi mesin dan peralatan
a. Mesin atau alat yang dapat dipindahkan
Mesin atau alat yang dapat dipindahkan dibersihkan setiap hari
sebelum dan setelah proses produksi di ruang sanitasi. Pembersihan
dilakukan dengan menggunakan air mengalir dengan kandungan klorin
50 ppm dari keran secara langsung dan dengan menggunakan cairan
pembersih tanpa aroma. Setelah itu dikeringkan dalam ruangan perlatan
bersih.
b. Mesin atau alat yang tidak dapat dipindahkan
Mesin atau alat yang tidak dapat dipindahkan seperti ABF
dibersihkan menggunakan air setiap hari setelah dan sebelum
digunakan, untuk conveyor dibersihkan menggunakan lap yang dibasahi
dengan air dan cairan pembersih setiap selesai digunakan. Daerah
disekitar mesin dan alat dibersihkan secara rutin menggunakan air
mengalir, dimana pada setiap ruangan diberikan keran, selang dan
wiper karet. Pembersihan dilakukan sebelum dan sesudah produksi dan
dapat dilakukan oleh karyawan sanitasi
3. Sanitasi pekerja
a. Pemakaian perlengkapan kerja
Setiap pekerja diberikan seragam yang sama dan diletakan pada
ruang yang sama. Seragam hanya digunakan dalam ruangan produksi
selama proses produksi. Perlengkapan tersebut meliputi penutup kepala
dan mulut, baju, celana, sepatu boots, apron dan sarung tangan yang
80
82
83
baku, proses produksi hingga produk akhir (Junais dkk., 2011). Pengawasan
mutu bahan baku merupakan langkah awal yang dilakukan untuk menjaga
kualitas mutu suatu produk. Pada tahap ini merupakan tahap untuk
memastikan mutu bahan baku yang dapat diolah untuk dijadikan suatu produk
yang dapat diterima oleh konsumen. Pengawasan mutu bahan baku yang
dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan mutu bahan baku di PT Jala
Sembilan ialah melalui pengecekan mutu bahan baku seperti berikut:
1. Udang
Pengawasan mutu udang dilakukan dengan pengecekan pada udang
setiap kali udang datang yang meliputi suhu, bau, tekstur, warna,
kontaminan, jenis dan size udang, serta tidak ada kontaminan. Pengawasan
mutu pada udang juga dengan melakukan uji lab satu bulan sekali yang
meliputi uji ALT, E.coli dan coliform.
2. Tepung predust
Pengawasan mutu pada tepung predust dilakukan dengan
pengecekan rutin pada bahan melalui pengecekan suhu CS yaitu ≤20oC,
kebersihan dan keamanan kemasan, serta penempatan tepung predust
sesuai dengan kelompoknya dan tersusun rapih setiap harinya. Pengecekan
ini dilakukan dipagi hari sebelum jam kerja dimulai dan ketika jam kerja
selesai (sesaat sebelum pulang) oleh karyawan yang bertugas di CS.
Pengecekan secara langsung pada predust sebelum digunakan meliputi
bentuk, warna, tekstur, aroma, kontaminan benda asing. Pengawasan mutu
pada tepung predust juga dilakukan dengan uji lab satu bulan sekali
meliputi uji ALT, E.coli dan coliform sebelum digudangkan.
3. Battermix
Pengawasan mutu pada battermix dilakukan dengan pengecekan
secara rutin tiap pagi sebelum kerja dan sore hari seusai jam kerja,
meliputi pengecekan suhu CS, kebersihan dan keamanan dari tempat
penyimpanan dan kemasan, pengecekan terhadap pelabelan serta
penempatan battermix sesuai dengan kelompoknya. Battermix yang akan
digunakan sebelum dicampur dengan air terlebih dahulu dilakukan
89
Sesuai/
Bahan Persyaratan Aktual
Tidak
Jenis udang Vaname Udang Vaname Sesuai
Size harus 80-90 Size 80-90 Sesuai
Suhu harus ≤ 4oC Suhu selalu ≤4oC Sesuai
Bau harus segar Bau segar Sesuai
Tekstur harus elastis Tekstur elastis Sesuai
Warna harus terang Warna terang
Sesuai
mengiklap mengiklap
ALT menurut SNI 01-
Udang ALT udang 7.000
2332.3-2015 ialah 5 × 105 Sesuai
Koloni/gram
Koloni/gram
Escherichia coli menurut
Escherichia coli udang
SNI 01-2332.1-2015 ialah Sesuai
< 3,0 APM/gram
< 3,0 APM/gram
Coliform menurut SNI 01-
Coliform udang < 3,0
2332.1-2015 ialah < 3,0 Sesuai
APM/gram
APM/gram
Sumber: Data PT Jala Sembilan
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahi bahwa bahan baku udang yang
akan di proses pada PT Jala Sembilan Semarang telah memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada
parameter aktual yang sudah sesuai dengan persyaratan yang ada sehingga
dapat dikatakan bahwa pengendalian dan pengawasan mutu bahan baku di
PT Jala Sembilan Semarang dapat menjamin kualitas bahan baku udang.
91
2. Predust
Tabel 5.2 Evaluasi Mutu Predust Bahan Baku Ebi Fry
Sesuai
Bahan Persyaratan Aktual
/Tidak
Tidak ada kerusakan fisik Kemasan bahan tidak
Sesuai
pada kemasan memiliki kerusakan
Suhu ruang penyimpanan Disimpan dalam CS suhu
Sesuai
≤ -20oC ≤ -20oC
Berbentuk serbuk Bentuk serbuk Sesuai
Berwarna putih bersih Warna putih bersih Sesuai
Tekstur halus seperti
Tekstur halus Sesuai
tepung terigu
Aroma normal Aroma normal Sesuai
Tidak ada cemaran benda
Predust Bebas dari benda asing Sesuai
asing
ALT menurut SNI 01-
ALT predust 20
2332.3-2015 ialah 5 × Sesuai
koloni/gram
105 Koloni/gram
Escherichia coli menurut
Escherichia coli predust
SNI 01-2332.1-2015 Sesuai
<3,0 APM/gram
ialah <3,0 APM/gram
Coliform menurut SNI
Coliform predust <3,0
01-2332.1-2015 ialah Sesuai
APM/gram
<3,0 APM/gram
Sumber: Data PT Jala Sembilan
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahi bahwa bahan baku predust
yang akan di proses pada PT Jala Sembilan Semarang telah memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada
parameter aktual yang sudah sesuai dengan persyaratan yang ada sehingga
dapat dikatakan bahwa pengendalian dan pengawasan mutu bahan baku di
PT Jala Sembilan Semarang dapat menjamin kualitas bahan predust.
3. Battermix
Tabel 5.3 Evaluasi Mutu Battermix Bahan Baku Ebi Fry
Sesuai
Bahan Persyaratan Aktual
/Tidak
Tidak ada kerusakan Kemasan bahan tidak
Sesuai
fisik pada kemasan memiliki kerusakan
Suhu ruang Disimpan dalam CS
Battermix Sesuai
penyimpanan ≤ -20oC suhu ≤ -20oC
Berbentuk serbuk Bentuk serbuk Sesuai
Berwarna putih bersih Warna putih bersih Sesuai
92
Sesuai
Bahan Persyaratan Aktual
/Tidak
Tidak ada kerusakan fisik Kemasan bahan tidak
Sesuai
pada kemasan memiliki kerusakan
Suhu ruang penyimpanan Disimpan dalam CS suhu
Sesuai
≤ -20oC ≤ -20oC
Suhu ruang defrost Dideforst pada ruang
Sesuai
±28oC suhu ±28oC
Kondisi rak para-para
Bread- Rak para-para selalu
harus bersih dari benda Sesuai
crumb dijaga kebersihannya
asing apapun
Berbentuk serbuk Bentuk serbuk Sesuai
Berwarna cerah oranye Warna cerah oranye dan
Sesuai
dan putih putih
Tekstur halus tidak Tekstur halus tidak
Sesuai
terlalu kering terlalu kering
Aroma khas roti Aroma khas roti Sesuai
93
6. MTR-79
Tabel 5.6 Evaluasi Mutu MTR-79 Bahan Baku Ebi Fry
Sesuai
Bahan Persyaratan Aktual
/Tidak
Tidak ada kerusakan fisik Kemasan bahan tidak
Sesuai
pada kemasan memiliki kerusakan
Tempat penyimpanan Disimpan dalam gudang
Sesuai
kering kering
Suhu ruang penyimpanan Ruang penyimpanan
Sesuai
MTR- ialah suhu ruang memiliki suhu ruang
79 Berbentuk serbuk halus Bentuk serbuk halus
Sesuai
tidak menggumpal tidak menggumpal
Berwarna putih bersih Warna putih bersih Sesuai
Aroma normal Aroma normal Sesuai
Tidak ada cemaran benda
Bebas dari benda asing Sesuai
asing
Sumber: Data PT Jala Sembilan
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahi bahwa bahan baku MTR-79
yang akan di proses pada PT Jala Sembilan Semarang telah memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada
parameter aktual yang sudah sesuai dengan persyaratan yang ada, sehingga
dapat dikatakan bahwa pengendalian dan pengawasan mutu bahan baku di
PT Jala Sembilan Semarang dapat menjamin kualitas MTR-76 yang
digunakan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktek magang mahasiswa
dengan topik yang berjudul “Pengendalian Mutu Bahan Baku Ebi Fry di PT
Jala Sembilan, Semarang” adalah sebagai berikut :
1. Proses produksi yang dilakukan PT Jala Sembilan Semarang dalam
memproduksi ebi fry melalui rangkaian tahapan yaitu; penerimaan bahan
baku, pencucian 1, pemotongan kepala, pencucian 2, sortasi dan sizing by
hands, pengupasan dan cabut usus, pengecekan akhir, pencucian 3, belly
cutting, stretching, soaking (perendaman), pencucian 4, predusting,
battering, breading, penyusunan di atas tray, penimbangan, pembekuan,
pengemasan dengan polybag, packing MC, metal detecting, penyimpanan
beku dan pemuatan.
2. Hasil dari evaluasi mutu menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan
oleh PT Jala Sembilan Semarang yang meliputi udang Vaname, tepung
Predust CP-L00382, battermix CB-L00582, breadcrumb white FW-
735A10 dan breadcrumb orange FO-729A10, garam non-iodium, dan
MTR-79 ialah layak untuk dijadikan bahan baku ebi fry karena telah
sesuai syarat yang ditetapkan perusahaan secara visual, fisik maupun
kandungan cemaran pada tiap bahan baku.
3. Berdasarkan hasil evaluasi mutu bahan baku yang dilakukan menunjukan
bahwa pengendalian dan pengawasan mutu yang dilakukan oleh PT Jala
Sembilan telah mampu menjamin bahan baku yang digunakan dalam
proses produksi dan sudah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan
oleh perusahaan.
B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis memberikan saran
95
96
DAFTAR PUSTAKA
Fauziyah, N. 2018. Teknik Pengemasan Produk Ebi Fry di PT. Central Pertiwi
Bahari, Rungkut Surabaya. Praktek Kerja Lapang. Program Studi
Teknologi Industri Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga, Surabaya.
Gustina, N., K. Yuliati, dan S. Dwita Lestari. 2015. Madu sebagai Wet Batter
pada Produk Udang Breaded . Vol 4 No 1, 37 – 45.
Hadiwiyoto, S. 1993 cit Tasbih, 2017. Muhammad Tasbih 2017 yang ditulis
dalam pustaka.
Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal Litbang
Pertanian. Vol 27 No 4, 124 – 130.
Herlina, Septyn D. 2016. Aplikasi Sitetm Rantai Dingin pada Pabrik Pembekuan
Udang Vannamei (Litopenaus vannamei) di PT. Surya Alam Tunggal,
Waru–Sidoarjo, Jawa Timur. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga, Surabaya.
Iskandar, Charles S., S. Upa’, dan M. Iskandar. 2019. Manajemen Sumber Daya
Manusia (SDM) Berbasis Technopreneurship. Deepublish, Yogyakarta.
Junais, I., N. Brasit dan R. Latie. 2011. Kajian Strategi Pengawasan dan
Pengendalian Mutu Produk Ebi Furay PT. Bogatama Marinusa.
Kristinawati, E. 2000. Perancangan Tata Letak Mesin dengan Menggunakan
Konsep Group Technology sebagai Upaya Minimasi Jarak dan Biaya
Material Handling. Optimumm. Vol 1 No 1, 71 – 7.
Kusrini, E. 2011. Menggali Sumberdaya Genetik Udang Jerbung
(Fenneropenaeus merguiensis de Man) sebagai Kandidat Udang
Budidaya di Indonesia. Media Akuakultur. Vol 6 No 1, 49–53.
Ma’arif, M. S., dan H. Tanjung. 2006. Manajemen Operasi. Grasindo, Jakarta
Mareta, Dea T. dan S. Nur A. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan
Kemas Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin.
Mediargo. Vol 7 No 1, 26 – 40.
Maulana, Khoironni D., M. Mu’min Jamil., P. Eka Manunggal Putra., B.
Rohmawati dan Rahmawati. 2017. Peningkatan Kualitas Garam Bledug
Kuwu Melalui Proses Rekristalisasi dengan Pengikat Pengotor CaO,
Ba(OH)2, dan (NH4)2CO3. Journal of Creativity Student. Vol 2 No 1, 42 –
46.
Misbahuddin, Muhammad K., J. Hutabarat, dan S. Hariyanto. 2019. Re-Layout
Gudang Produksi Paving Menggunakan Algoritma Craft Di PT.Conbloc
Indotama Surya Pasuruan. Jurnal Teknologi Industri Dan Manajemen
Vol.1 No.1,
Nadhif, M. 2016. Pengaruh Pemberian Probiotik Pada Pakan dalam Berbagai
Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan dan Mortalitas Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei). Skripsi. Program Studi S1 Biologi.
Universitas Airlangga, Malang.
99
LAMPIRAN