Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI HASIL PERKEBUNAN

(PENGGANTI UAS)

PROSES PENGOLAHAN GULA AREN

Disusun Oleh :

HANIFATUL ZAHRA

H3117034

DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019
PENGOLAHAN GULA AREN

I. PENDAHULUAN
Aren adalah salah satu keluarga palma yang memiliki potensi nilai
ekonomi yang tinggi dan dapat tumbuh subur di wilayah tropis seperti
Indonesia. Tanaman aren bisa tumbuh pada segala macam kondisi
tanah, baik tanah berlempung, berkapur maupun berpasir. Namun
pohon aren tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi.
Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh dan berproduksi secara
optimal pada tanah yang memiliki ketinggian di atas 1.200 m di atas
permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 25 oC. Di luar itu, pohon
aren masih dapat tumbuh namun kurang optimal dalam berproduksi
(Atmoko, 2017).
Berbagai jenis tanaman yang berpotensi untuk menghasilkan gula,
antara lain: aren, kelapa, lontar, nipah, dan gewang. Produk bernilai
ekonomis yang dihasilkan tanaman aren diantaranya adalah nira. Nira
merupakan produk yang komposisi kimianya relatif peka terhadap
perubahan lingkungan. Nira segar tanpa pengawet disimpan selama 8
jam akan mengalami penurunan pH dan kadar gula. Produksi nira per-
pohon sekitar 8 - 22 liter/pohon atau 300 – 400 liter per musim (3 - 4
bulan). Sifat kimia nira aren seperti yang dilaporkan oleh adalah
mengandung sukrosa 13,9 -74,9%, karbohidrat 11,28%, protein 0,2%,
lemak 0,02% dan abu 0,24% (Joseph dan Payung, 2012).
Pohon aren memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir
semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Buahnya
dapat dibuat kolangkaling yang digemari oleh masyarakat Indonesia
pada umumnya. Daunnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan
tangan dan bisa juga sebagai atap, sedangkan akarnya dapat dijadikan
bahan obat-obatan. Dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan lidi yang
memiliki nilai ekonomis. Selain itu, batang usia muda dapat diambil
sagunya, sedangkan pada usia tua dapat dipakai sebagai bahan
furnitur. Namun dari semua produk aren, nira aren yang berasal dari
lengan bunga jantan sebagai bahan untuk produksi gula aren adalah
yang paling besar nilai ekonomisnya. Dalam gambar pohon industri,
berikut adalah beberapa produk turunan dari aren yang berpotensi
untuk dikembangkan (Atmoko, 2017).
Nira kelapa merupakan salah satu bagian dari tanaman kelapa
yang banyak dikembangkan sebagai gula kelapa. Salah satu kendala
yang dihadapi dalam pengolahan nira kelapa adalah mudahnya terjadi
kontaminasi oleh ragi liar. Kontaminasi nira kelapa oleh ragi liar yang
menghasilkan enzim sukrase atau invertase akan menyebabkan
sukrosa terpecah menjadi glukosa dan fruktosa. Nira yang telah rusak
tersebut jika dimasak, maka warnanya akan berubah menjadi keruh
kekuning-kuningan dan gula yang dihasilkan tidak dapat mengkristal
serta mudah menyerap air (Pratama dkk., 2015). Nira aren sangat
berpotensi untuk dijadikan gula karena nira tersebut mengandung
komponen gula yang dominan dalam bentuk sukrosa. Unsur sukrosa
pada nira relatif cepat terurai dengan adanya aktifitas mikroba,
mengakibatkan terjadinya perubahan pH menjadi asam. Nira yang
sudah masam tidak cocok untuk pembuatan gula granular karena gula
tidak mengkristal (Joseph dan Payung, 2012).

II. PROSES PEGOLAHAN


Proses produksi gula aren di tingkat petani dilakukan dengan
peralatan yang sangat sederhana, yaitu menggunakan kuali, pengaduk
dan tungku kayu bakar. Gula aren cetak dari hasil produksi para
pengrajin (petani) biasanya langsung dijual ke pasar atau pengumpul
yang datang pada hari-hari tertentu. Selain daya tahan yang pendek,
gula aren cetak memiliki kelemahan, yaitu tingkat harga yang sangat
fluktuatif. Pada saat musim hujan, yaitu ketika pasokan gula aren
melimpah, harga bisa jatuh, namun pada saat musim kemarau pasokan
gula aren sangat terbatas, sehingga harga dapat naik (Atmoko, 2017).
Selain untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, menurut Pontoh,
aren memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan tebu. Dari sisi
produksi, tanaman aren bisa menghasilkan 25 ton gula per hektar per
tahun. Adapun tebu rata-rata menghasilkan 14 ton gula per hektar per
tahun. Panen nira bisa dilakukan setiap hari, sedangkan tebu tidak.
Karakter pohon aren juga lebih luwes dan kuat daripada tebu. Aren bisa
tumbuh di lahan kritis serta kontur lahan datar atau miring sekaligus
mampu mengonservasi lahan gundul. Penelitian Mujahidin dan tim dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2003) menyebutkan, akar aren
memiliki kemampuan mengikat air dengan baik sehingga bisa ditanam
di daerah yang relatif kering. Aren juga tak memerlukan perawatan
khusus atau pemupukan karena pada dasarnya merupakan tanaman
hutan sehingga tak perlu pupuk dan irigasi (Anonim, 2012).
Proses pembuatan gula kelapa melalui beberapa tahap. Mulanya
bumbung tempat yang digunakan untuk menyadap nira dicuci bersih
dengan air biasa lalu dicuci dengan dengan air panas suhu 100 oC.
Bumbung diberi air 1 liter dan ditambah dengan larutan anti inversi
sesuai perlakuan. Bumbung yang telah direndam kemudian ditiriskan
dan ditambahkan natrium metabisulfit sesuai perlakuan lalu bumbung
dipasang di mayang dan dilakukan penyadapan selama 12 jam. Nira
kelapa yang diperoleh difermentasi selama 8 jam lalu disaring dengan
menggunakan kain saring supaya kotoran bisa tersaring. Selanjutnya
nira kelapa dimasak pada suhu 100oC selama ± 60 menit. Nira yang
sudah masak dan cukup dingin kemudian dicetak ke dalam cetakan
gula merah. Gula yang telah dikeluarkan dari cetakan kemudian
dikemas menggunakan kantung plastik (Pratama dkk., 2015).
Pada umumya hasil olahan gula cetak di tingkat petani dan industri
rumah tangga mutunya masih rendah disebabkan pengolahan belum
dilakukan secara baik, sehingga produk yang dihasilkan cepat meleleh,
karena masih mengandung kadar air cukup tinggi 15 - 17%. Kadar air
gula cetak tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan syarat mutu
gula merah (SII 0268-85), yaitu kadar air maksimal 3%. Tingginya kadar
air gula merah berpengaruh terhadap daya tahan simpan, umumnya
produk yang disimpan bertahan kurang lebih 3 sampai 4 minggu, gula
akan berubah warna menjadi coklat kehitaman dengan struktur gula
lembek dan mudah meleleh. Pada kondisi penampilan produk seperti
ini nilai jual produk gula turun sebesar 50%.
Biasanya upaya meningkatkan nilai jual gula aren yang lembek
dengan cara mengolah menjadi gula aren granular (gula semut),
melalui peleburan kembali gula cetak dengan penambahan air menjadi
larutan gula, kemudian dimasak menjadi granular (serbuk). Upaya
untuk meningkatkan daya kristalisasi tersebut pada suatu kepekatan
tertentu dapat ditambahkan gula pasir sebagai inti proses kristalisasi.
Untuk mempercepat terbentuknya kristal dalam pengolahan dan
meningkatkan kemampuan untuk dapat digranulasi, maka perlu
penambahan gula pasir sebagai bibit. Pada pembuatan gula granular
suhu pemasakan berkisar 100oC – 125oC. Gula aren cetak yang sudah
disimpan selama 3 minggu dicairkan dengan penambahan air sebanyak
200 ml/kg gula cetak aren. Gula aren yang sudah menjadi gula cair
diaduk dengan menggunakan sendok kayu, ditambahkan gula pasir
dan dimasak pada suhu pembibitan sesuai perlakuan. Selama
pemasakan dilakukan pengadukan terus menerus hingga terbentuk
gula granular dan didinginkan selama 15-30 menit, kemudian dilakukan
pengayakan dengan ukuran 20 mes (Joseph dan Payung, 2012).
Produksi gula aren hasil kerajinan masyarakat di Kabupaten
Lebak, Banten, hingga kini masuk terbesar di dunia. Jumlah
produksinya sampai ratusan ton per bulan. Pemerintah daerah
terus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan
melalui usaha kerajinan gula aren jenis cetak dan halus. Kelebihan
gula aren Kabupaten Lebak, selain rasanya manis dan dapat
bertahan lama juga beraroma serta kadar gulanya relatif kecil
sehingga cocok bagi penderita diabetes.Permintaan gula aren
untuk pasar domestik dan mancanegara hingga kini cenderung
tinggi karena masuk kategori makanan organik tanpa
menggunakan zat kimia. Selain itu juga gula arena Lebak memiliki
sertifikat internasional sehingga menembus pasar dunia
(Anonim, 2016).
Pada proses pembuatan gula aren dapat terjadi beberapa
kecelakaan. Proses inversi dapat disebabkan oleh faktor sanitasi,
lama penyadapan, serta keadaan bumbung yang kotor tanpa
adanya perlakuan.Perlakuan yang dapat dilakukan adalah dengan
merendam bumbung dengan larutan anti inversi sebelum dipakai
yang berfungsi sebagai desinfektan. Anti Inversi menghambat
proses inversi dengan membunuh mikroba karena mengandung
senyawa aktif yang disebut karboksil benzena atau fenil formic
acid dan monosaturated fatty acid.
Kerusakan lain yang dapat terjadi selain inverse adalah
terjadinya reaksi Maillard. Reaksi Maillard menyebabkan
produk yang dihasilkan berwarna cokelat kehitaman.Salah satu
usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan natrium
metabisulfit. Natrium metabisulfit dapat berikatan dengan gugus
aldehid pada gula reduksi sehingga tidak dapat berikatan dengan
asam amino yang menyebabkan browning
(Joseph dan Payung, 2012).
Daftar Pustaka
Joseph, G.H. dan Payung Layuk. 2012. Pengolahan Gula Semut dari
Aren. B.Palma. Vol. 13(1): 60 – 65.
Atmoko, Agus Dwi. 2017. Analisa Pengembangan Produk Gula Aren Di
Kabupaten Purworejo. Politeknik Sawunggalih Aji. Volume 6(1).
Pratama, Ferry dan Wahono Hadi Susanto, Indria Purwantiningrum. 2015.
Pembuatan Gula Kelapa dari Nira Terfermentasi Alami (Kajian
Pengaruh Konsentrasi Anti Inversi dan Natrium Metabisulfit).
Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3(4): 1272-1282
Anonim, 2016. https://www.suara.com/news/2016/08/19/115125/produksi-
gula-aren-lebak-banten-terbesar-di-dunia. Diterbitkan Jum'at, 19
Agustus 2016.
Anonim, 2012. https://nasional.kompas.com/read/2012/08/29/06094850/
potensi.aren.dan.politik. gula?page=all. Kompas.com - 29/08/2012,
06:09 WIB. 

Anda mungkin juga menyukai