Anda di halaman 1dari 7

Pengaruh Teknologi Terhadap Produktivitas & Kualitas Gula Pasir

Heti Anisa Putri dan Muhammad Sagar Saraf


Universitas Brawijaya
E-mail: Hetyannisa23@gmail.com dan sagarsarafi30@gmail.com

Abstrak: Tebu merupakan salah satu bahan baku utama dalam pembuatan gula pasir
yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kualitas dan produktivitas gula
pasir di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah permintaan yang setiap tahunnya
meningkat. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan
menggunakan teknologi dalam proses pembuatan gula pasir, sehingga dengan
menggunakan teknologi dapat mempercepat proses pembuatannya sehingga hasil yang
didapatkan lebih banyak dengan waktu yang digunakan relative cepat serta kualitas gula
yang dihasikan memiliki mutu yang baik. Kualitas gula dapat dilihat dari warna, tekstur
serta kelembapan dari gula pasir tersebut. Hasil yang akan didapatkan dalam proses
pembuatan gula dengan menggunakan teknologi yaitu warna produknya lebih cerah dan
bersih serta bentuk gula yang dihasilkan lebih kecil.
Kata kunci: tebu, pembuatan gula, pengaruh teknologi

PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia sebagian besar bermata pencarian sebagai petani. Hal ini didukung
oleh kondisi alam yang subur sehingga cocok untuk bercocok tanam. Salah satunya adalah petani
tebu yang memiliki arti penting untuk bahan baku gula dan vetsin. Tanaman tebu biasanya hanya
dapat tumbuh di daerah tropis. Tebu merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam jenis
rumput-rumputan. Umur tanaman tebu sejak ditanam sampai dipanen dapat mencapai kurang
lebih 1 tahun. Di indonesia tanaman tebu banyak di budayakan di pulau jawa dan sumatera.
Pada hasil dari tebu biasanya diolah menjadi gula pasir, pakan ternak atau dikirim kepabrik
fementasi seperti penyulingan pada alkohol, dan juga bisa dibuat minuman. Pada batang tebu di
manfaatkan sebagai bahan bakar boiler yang uapnya dapat digunakan untuk pembangkit listrik.
Pada bagian daun tebu juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan tikar atau anyaman yang
terbuat dari daun tebu. Dan untuk akarnya digunakan untuk pengembang biakan pada tanaman
tebu dengan bibi ttebu yang ingin ditanam. Pada batang tebu memiliki kegunaan bahan pokok
dalam pembuatan gula.
Hasil dari gula tebu biasanya digunakan untuk kebutuhan pokok dapur seperti untuk
memasak, membuat kue, membuat minuman dan sebagainya. Atau di pakai sebagai bahan pokok
dalam suatu pabrik makanan atau minuman. Gula pasir juga memiliki kegunaan untuk kesehatan
dan kecantikan. Untuk kesehatan gula pasir bermanfaat sebagai sumber energy, menaikkan
tekanan darah, menjaga fungsi otak dan lain-lain. Sedangkan untuk kecantikan gula pasir
memiliki manfaaat untuk exfoliator alami, mengatasi komedo, menyamarkan noda atau bintik-
bintik hitam di wajah.
Dari ulasan di atas, tujuan pembahasan kami adalah mengetahui proses pembuatan gula
pasir serta pengaruhnya terhadap hasil produtivitas dan kualitas gula pasir sesudah pemakaian
teknologi dalam pembuatannya. Kualitas gula pasir dapat dilihat dari warna, tekstur serta
kelembapan dari gula pasir tersebut. Bila warnannya kekuningan menjadi tanda bahwa rasanya
lebih manis alami sedangkan gula yang berwarna putih menandakan bahwa gula tersebut
ditambahkan pemutih didalamnya. Untuk tekstur dari gula biasanya dilihat dari kasar tidaknya
gula yang dihasilkan. Serta untuk kelembapan pada gula dilihat apakah gula itu basah apa
tidak.Adapun teknologi yang digunakan yaitu pada proses pengendapan yang mengunakan alat
berupa sebuah tangki penjernih (clarifier), pengkristalan menggunakan alat sentrifugasi, dan lain
sebagainya.

PROSES PEMBUATAN GULA PASIR DENGAN TEKNOLOGI


Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan
luas areal sekitar 350 ribu ha pada periode 2000-2005, industri gula berbasis tebu merupakan
salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang
terlibat mencapai sekitar 1,3 juta orang. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok
masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah. Karena merupakan kebutuhan pokok, maka
dinamika harga gula akan mempunyai pengaruh langsung terhadap laju inflasi. Dengan posisinya
yang penting dan sejalan dengan revitalisasi sektor pertanian, maka industri gula berbasis tebu
juga perlu melakukan berbagai upaya sehingga sejalan dengan revitalisasi sektor pertanian. Hal
ini menuntut industri gula berbasis tebu perlu melakukan berbagai perubahan dan penyesuaian
guna meningkatkan produktivitas, dan efisiensi, sehingga menjadi industri yang kompetitif,
mempunyai nilai tambah yang tinggi, dan memberi tingkat kesejahteraan yang memadai pada
para pelakunya.
Ada pun proses-prosesnya dalam pembuatan gula yaitu:

Pemotongan
Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang sangat
berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak terjadi
pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas
dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang
telah diikat tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-
pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar
ataupun lori tebu menuju ke penggilingan. Pemotongan dengan mesin umumnya mampu
memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek.

Ekstraksi
Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik,
tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu manis
dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler).
Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus
yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran
kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.
Gambar 1. Ekstraksi nira tebu melalui penggilingan

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan
bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari
lahan yang terhitung sebagai abu. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana
untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau
10 ton gula.

Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)


Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur
(slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini
dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming, dalam proses liming dapat
menggunakan clarifier.
Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses
penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan
perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke
dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui
clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar
merupakan jus yang jernih.
Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga
biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu
diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa
cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses. 

Evaporasi
Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara
menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi. Dengan
menggunakan boiler. Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke
tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi. Jus yang sudah jernih mungkin hanya
mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam
proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam evaporator majemuk
(multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk
bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).
Kristalisasi
Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk
dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal
gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam
sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor)
diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada
proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian
dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

Gambar 2. Mesin sentrifugasi

Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula
sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada
di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula
lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu,
tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di
mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.
Dalam sebuah pabrik akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan. Pendidihan
membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih
lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk. Sebagai tambahan, karena gula dalam jus
tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis:
molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri
penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu
dekat dengan pabrik gula tebu.
Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama
penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-
dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam
penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang.
Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.

Afinasi (Affination)
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan
lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan
asfinasi Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit
lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya
sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup
sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan
sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi). Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang
telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi
bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses. Adapun teknologi yang
digunakan yaitu defekasi remelt karbonatasi (DRK).

Karbonatasi
 Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk
membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini
beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum
dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime
[kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida
ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk
partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan
supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu
dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang
terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga
dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut
dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa
penghilangan warna. Selain karbonatasi, teknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik
ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat.
Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan
menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Penghilangan warna
Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya
mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom
medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated
carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara
modern setingkat bone char, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan.
Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk
menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam
sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan
menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi
juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan
jumlah cairan yang tidak diharapkan. Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap
untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi
optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci
kristalisasi.

Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya
kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu
pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk
yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat
diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal
tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap
untuk didistribusikan.

Pengolahan sisa (Recovery)


Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap
afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di
ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan
untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah
afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak
dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah
lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik
penyulingan alkohol.

PENGRUH TEKNOLOGI TERHADAP PRODUKTIFITAS & KUALITAS GULA PASIR


Gula kristal putih (GKP) merupakan bahan pemanis alami dari bahan baku tebu atau bit
yang digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri
pangan. Manfaat gula disamping sebagai sumber kalori, yang dapat menjadi alternatif sumber
energi dan di sisi lainnya gula juga dapat berfungsi sebagai bahan pengawet dan tidak
membahayakan kesehatan konsumen. Kebutuhannya gula dari tahun ke tahun akan semakin
meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan adanya pertumbuhan industri yang
membutuhkan gula. Seiring dengan pertambahan populasi penduduk, pada tahun-tahun
mendatang kebutuhan gula dalam indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Dengan semakin
tingginya kebutuhan gula di Indonesia, maka konsumen gula sudah saatnya untuk dilindungi
kepentingannya, terutama untuk mendapatkan gula dengan mutu yang memadai, sesuai dengan
standar yang berlaku.
Rangkaian proses produksi yang berpengaruh besar terhadap kualitas produk GKP yang
dihasilkan adalah proses pemurnian nira. Proses pemurnian dilakukan dengan cara: Setelah tebu
diperah dan diperoleh nira mentah (raw juice), selanjutnya dimurnikan. Dalam nira mentah
mengandung gula, yang terdiri dari sukrosa, gula invert (glukosa + fruktosa), zat bukan gula, dari
atomatom (Ca,Fe,Mg,Al) yang terikat pada asam-asam, asam organik dan anorganik, zat warna,
lilin, asam-asam yang mudah mengikat besi, aluminium, dan sebagainya. Pada proses pemurnian
zat-zat bukan gula akan dipisahkan dengan zat yang mengandung gula. Secara umum ada 3 jenis
pemurnian nira tebu, yaitu proses defekasi, proses sulfitasi dan Karbonatasi. Jenis teknologi yang
digunakan dalam proses pemurnian akan menentukan tingkat absorbsi komponen warna sehingga
produknya lebih cerah dan bersih. Pada tingkatan tertentu, teknologi pemurnian juga mampu
menekan kerusakan gula reduksi sehingga juga menentukan besar kecilnya kehilangan gula
dalam proses.
Sedangkan proses sulfitasi dilakukan terhadap nira tebu ditambah kapur yang berlebih
dan selanjutnya kapur dinetralkan dengan gas belerang dioksida (SO2), maka akan diperoleh
garam kapur yang mudah mengendap. Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi
partikel-partikel koloid yang berada di sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa oleh endapan
semakin banyak. Gas SO2 juga mempunyai sifat dapat memucatkan warna, sehingga diharapkan
dapat dihasilkan kristal dengan warna yang lebih terang, khususnya pada nira kental penguapan.
menerapkan sistem penjernihan nira dengan teknologi karbonatasi terbaru, yaitu defekasi remelt
karbonatasi (DRK). Sistem DRK pada dasarnya merupakan upaya penyempurnaan dari sistem
sulfitasi karena menjanjikan output dengan mutu produk yang lebih baik. Apabila teknologi DRK
ini dilakukan secara baik dan benar, maka akan diperoleh produk GKP dengan kualitas dan
tampilan yang lebih baik.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Saran

Penggunaan mesin-mesin dalam pembuatan gula memang telah meningkatkan produksi gula,
namun hasilnya belum memuaskan. Tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi
kebutuhan masyarakat dalam kebutuhan gula, sehingga untuk meningkatkan produksi gula harus
lebih diupaya. Kalau selama ini mesin yang digunakan bersifat manual, mungkin untuk
kedepannya mesin yang digunakan harus lebih canggih. Dengan mesin-mesin yang berteknologi
canggih produksi gula akan meningkat, baik dari segi kualitas maupun produktivitas.

DAFTAR RUJUKAN

Anda mungkin juga menyukai