Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PROSES INDUSTRI KIMIA II

INDUSTRI GULA

OLEH :

Dhiemas Aulia 122015004


M. Iqbal Satriansyah 122015522
M. Iqbal 122015003

Dosen Pembimbing :
Netty Herawati, S.T. M.T.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


JURUSAN TEKNIK KIMIA
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Industri
Gula” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah
Proses Industri II.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai
pihak. Untuk itu Penulis ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di
dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga
Penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian apa yang dapat Penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk mahasiswa umumnya, dan untuk Penulis sendiri khususnya.

Palembang, April 2018

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi
perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.
Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis
asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel.
Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian,
terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain,
seperti umbi dahlia, anggur, atau bulir jagung, juga menghasilkan semacam pemanis namun
bukan tersusun dari sukrosa sebagai komponen utama. Proses untuk menghasilkan gula
mencakup tahap ekstraksi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi
(penyulingan).
Negara-negara penghasil gula terbesar adalah negara-negara dengan iklim hangat
seperti Australia, Brasil, dan Thailand. Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) pernah menjadi
produsen gula utama dunia pada tahun 1930-an, namun kemudian tersaingi oleh industri gula
baru yang lebih efisien. Pada tahun 2001/2002 gula yang diproduksi di negara berkembang dua
kali lipat lebih banyak dibandingkan gula yang diproduksi negara maju. Penghasil gula terbesar
adalah Amerika Latin, negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Bagaimana sejarah tentang gula di Indonesia?
b. Apa saja karakteristik gula?
c. Terdapat berapa macam gula?
d. Bagaimana cara pembuatan gula?
e. Bagaimana cara pengolahan dan pemanfaatan limbah pada pabrik gula?

1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui sejarah pergulaan di Indonesia.
b. Untuk mengetahui karakteristik gula.
c. Untuk mengetahui bermacam-macam gula.
d. Untuk mengetahui proses pembuatan gula.
e. Untuk mengetahui pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik gula.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH SINGKAT PERGULAAN INDONESIA


Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa atau
enau, serta cairan batang tebu. Tebu adalah tumbuhan asli dari Nusantara, terutama di bagian
timur.
Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa kebun-kebun tebu
monokultur mulai dibuka oleh tuan-tuan tanah pada abad ke-17, pertama di sekitar Batavia,
lalu berkembang ke arah timur.
Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun awal 1930-an, dengan
179 pabrik pengolahan dan produksi tiga juta ton gula per tahun. Penurunan harga gula akibat
krisis ekonomi merontokkan industri ini dan pada akhir dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan
produksi 500 ribu ton gula per tahun. Situasi agak pulih menjelang Perang Pasifik, dengan 93
pabrik dan prduksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa 30 pabrik aktif. Tahun 1950-an
menyaksikan aktivitas baru sehingga Indonesia menjadi eksportir netto. Pada tahun 1957
semua pabrik gula dinasionalisasi dan pemerintah sangat meregulasi industri ini. Sejak 1967
hingga sekarang Indonesia kembali menjadi importir gula.
Macetnya riset pergulaan, pabrik-pabrik gula di Jawa yang ketinggalan teknologi,
tingginya tingkat konsumsi (termasuk untuk industri minuman ringan), serta kurangnya
investor untuk pembukaan lahan tebu di luar Jawa menjadi penyebab sulitnya swasembada
gula.
Pada tahun 2002 dicanangkan target Swasembada Gula 2007. Untuk mendukungnya
dibentuk Dewan Gula Indonesia pada tahun 2003 (berdasarkan Kepres RI no. 63/2003 tentang
Dewan Gula Indonesia). Target ini kemudian diundur terus-menerus.

2.2 KARAKTERISTIK GULA


Gula memiliki karakteristik seperti berikut :
a. Nama senyawa : Sukrosa f. Bau : Khas karamel
b. Rumus molekul : 𝐶12 𝐻22 𝑂11 g. Densitas : 1,587 g/𝑐𝑚3
c. Berat molekul : 342,3 g/mol h. Kelarutan, 25℃ : 2000 g/L air
d. Bentuk : Padatan i. Titik leleh, 1 atm : 186℃
e. Warna : Putih
2.3 MACAM – MACAM GULA
a. Gula Merah
Gula merah adalah jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari
bunga pohon keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Gula merah yang
dipasarkan dalam bentuk cetakan batangan silinder, cetakan setengah bola dan bubuk
curah disebut sebagai gula semut

b. Gula Tebu
Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama bahan
mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk
kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk
menghilangkan ketidakkemurnian, campuran tersebut kemudian diputihkan dengan
belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah
yang mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan
dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke
cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi. Gula batu
adalah gula tebu yang tidak melalui tahap kristalisasi. Gula kotak/blok adalah gula kristal
lembut yang dipres dalam bentuk dadu. Gula mentah (raw sugar) adalah gula kristal yang
dibuat tanpa melalui proses pemutihan dengan belerang. Warnanya agak kecoklatan
karena masih mengandung molase.
c. Gula Bit
Buah Bit dicuci terlebih dahulu. Setelah dicuci, bit kemudian di potong potong dan gulanya
kemudian di ekstraksi dengan air panas pada sebuah diffuse. Pemurnian kemudian
ditangani dengan menambahkan larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah
penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan air yang tersisa
hanya tinggal 30% saja. Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal
gula pertama tama dipisahkan dengan mesin sentrifugal. Sentrifugasi dilakukan untuk
memisahkan kristal gula dengan molasses. Upaya agar sentrifugasi berlangsung secara
optimal adalah dengan pengaturan kecepatan putaran. Kecepatan putaran sangat
mempengaruhi kekuatan mesin tersebut dalam melepaskan lapisan molasses dari kristal
gula. Kecepatan putaran sentrifugasi dan cairan yang tersisa digunakan untuk tambahan
pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi
diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula
putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian dijual.

d. Gula Kastor
Gula ini berwarna putih dan pilihan yang paling ideal untuk membuat cake, biskut, pastri,
roti dan lain-lain. Butir-butir gulanya lebih halus dari gula halus dan mudah cair apabila
dipukul bersama mentega atau telur. Apabila tidak terdapat gula ini , boleh gunakan gula
halus.

e. Gula Aising (Icing Sugar/Confectioners Sugar)


Gula ini adalah yang paling halus dalam kategori gula putih. Gula ini bukan 100% gula
karena telah dicampur dengan sedikit tepung jagung. Gula ini jarang digunakan dalam
pembuatan kue tetapi ada digunakan dalam pembuatan biskut jenis piping untuk
mendapatkan tekstur yang lembut. Gula ini biasa digunakan untuk membuat aising
mentega dan membuat fondant atau pes gula (sugarpaste).
f. Gula Perang (Brown Sugar)
Terbagi menjadi dua jenis yaitu light/dark brown. Biasanya warna yang lebih gelap
mempunyai rasa gula perang yang lebih kuat. Gula perang ini selalu kasar dan selalu kisar
supaya gula ini lebih halus dan mudah dipukul bersama mentega. Gula perang ini selalu
digunakan untuk membuat biskut seperti cip coklat, biskut halia, kue buah-buahan dan
lain-lain yang memerlukan rasa gula yang lebih kuat.

g. Sirup Emas (Golden Syrup)


Sirup emas bewarna keemasan dan rasanya seakan rasa gula hangus tetapi tidak sekuat
rasa gula hangus yang asli. Sirup ini adalah bahan sampingan dari pemprosesan gula. Sirup
emas selalu menjadi bahan penambah rasa untuk biskut, kue atau pencuci mulut.

2.4 PROSES PEMBUATAN GULA TEBU


a. Pemanenan
Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan ketika
dewasa hampir seluruh daun-daunnya mengering, namun masih mempunyai beberapa
daun hijau. Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh tanaman tebu dibakar untuk
menghilangkan daun-daun yang telah kering dan lapisan lilin. Api membakar pada suhu
yang cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat sehingga tebu dan kandungan gulanya
tidak ikut rusak.
Di beberapa wilayah, pembakaran areal tanaman tebu tidak diijinkan karena asap dan
senyawa-senyawa karbon yang dilepaskan dapat membahayakan penduduk setempat.
Meskipun demikian, tidak ada dampak lingkungan, karena CO2 yang dilepaskan
sebenarnya memiliki proporsi yang sangat kecil dibandingkan dengan CO2 yang terikat
melalui fotosintesis selama pertumbuhan. Besarnya areal tanam dan jumlah tanaman tebu
dapat dikurangi jika ekstraksi gula dapat dilakukan semakin baik sehingga dapat
memenuhi kebutuhan gula dunia.
Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin.
Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang sangat
berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak terjadi
pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas
dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang
tebu yang telah diikat tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan
menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut
dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.
Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan
pendek-pendek. Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan
dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini tidak tepat untuk
kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan
hilangnya banyak tenaga kerja kerja.

b. Ekstraksi Gula
Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik,
tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu
manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin
pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan
pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa
tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman,
semuanya bercampur di dalam gula.

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan
bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu
kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga
14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse
untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.
c. Pengendapan Kotoran dengan Kapur (Liming)
Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur
(slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian
kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming.
Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan
proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(𝑂𝐻)2 dicampurkan ke
dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini
kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih
(clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan
dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih.
Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga
biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu
diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya
berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.
d. Penguapan (Evaporasi)
Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara
menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi.
Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan
kristal tanpa adanya pembersihan lagi. Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung
15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses
kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk'
(multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik
untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).

e. Pendidihan (Kristalisasi)
Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar
untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk
pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan
sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan
dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan
keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan
pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas
sebelum disimpan.
f. Sentifugasi Gula
Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula
sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula
yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena
keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan
sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai
kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.
Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga
proses pendidihan. Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik yang siap
disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di
dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk.
Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan
sebagai umpan untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan
untuk pendidihan A dan pabrik yang lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B
untuk dijual. Pendidihan “C” membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada
pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula
yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan B dan sisanya
dicairkan lagi. Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya,
maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya
diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol.
Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu dekat dengan pabrik gula
tebu
g. Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama
penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di
dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor
dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak
diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika
sampai di negara pengguna.
h. Afinasi (Affination)
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan
lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan
dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan
kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan
kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma') di-sentrifugasi
untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan
dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi).
Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat
warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-
bahan ini semua dikeluarkan dari proses.
i. Karbonatasi
Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan
cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa
komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum
dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/
lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas
karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan
lime membentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang
menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-
gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap
kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan
sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka
substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan,
cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi,
t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi
tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan
proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat
ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.
j. Penghilangan Warna
Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya
mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom
medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular
activated carbon,GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC
merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari
tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang
diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga
sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar
dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang
menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa
garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak
diharapkan. Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi
kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di
dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci
kristalisasi.

k. Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya
kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu
pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan
induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini
dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar.
Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/
atau disimpan siap untuk didistribusikan.
l. Pengolahan Sisa (Recovery)
Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap
afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah
di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar,
bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil
pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak
dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase
murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik
fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.

2.5. PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA


Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain
ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan
bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary
vacuum filter, sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah
dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan
kristal.
a. Limbah Bagasse (Ampas)
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif
ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa)
yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia
memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Industri gula
khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah.
Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik
kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia bahan baku kertas
lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang menggunakannya. Limbah
padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk
kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse) tebu mengandung 52,67% kadar
air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5; dan 0,38% K2O.
Hasil pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel diinkubasi dengan
bioaktivator mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke lahan tebu.
Pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha.
b. Limbah Blotong (Padat)
Salah satu limbah yang dihasilkan Pabrik Gula dalam proses pembuatan gula adalah
blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber
temperatur cukup tinggi (panas), berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang
bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, lilin dan
lemak kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda
prosentasenya dari satu pabrik gula dengan pabrik gula lainnya, bergantung pada pola produksi
dan asal tebu.
Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa
pabrik gula daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu
di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Pada perkembangan selanjutnya, upaya
pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar yaitu dalam bentuk briket blotong. Untuk
pembuatan briket blotong dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket
blotong adalah harganya yang lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan
tetapi untuk membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari
pengeringan, selain itu juga tergantung dari kondisi cuaca.
Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein dari nira
sekitar 0,5 % berat zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan
ekstraksi protein dari blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang
dipress sebesar 7,4 %. Protein hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat seperti
sodium dodecyl sulfate. Kandungan dari protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91,5
%; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan protein terlarut 4 %. Dengan demikian blotong dapat
juga digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah
yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang
dikeringkan harus langsung digunakan dalam bentuk pellet.
c. Limbah Tetes (Cair)
Tetes atau molasses merupakan produk sisa pada proses pembuatan gula. Tetes
diperoleh dari hasil pengkriatalan nira kental, dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat
dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga
untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai
360 ton tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk
dikonsumsi karena mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan.
Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik
pakan ternak dan lain-lain. Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan
meningkatkan nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan
peningkatan daya cernanya.
BAB III
PROSES PRODUKSI GULA SUPER HIGH SUGAR
DI PG. MADUKISMO BANTUL

3.1 BAHAN BAKU UTAMA

Dalam proses pembuatan gula kristal di PG. Madukismo, bahan baku utama yang
diperlukan adalah tebu. Tebu merupakan komoditas perkebunan yang penting di Indonesia
dan erat kaitannya dengan industri gula (Fitriani et al., 2013).Tebu yang digunakan berasal
dari petani – petani berbagai daerah di pulau Jawa.Contohnya yaitu dari daerah Sragen,
Purbalingga, dan Kidul Tanjung.Selain dari petani, tebu yang digunakan juga ada yang berasal
dari kebun milik PG. Madukismo sendiri.Kadar gula dalam tebu sangatdipengaruhi oleh
beberapa faktor intern dan faktor ekstern.Faktor intern yaitu varietas tebu itu sendiri, dan
faktor ekstern yaitu iklim, tanah, serta perawatan atau pemeliharaan yang dilakukan.Faktor
paling nyata adalah faktor iklim (Sihombing, 2011). Kualitas tebu yang diambil oleh PG.
Madukismo untuk digunakan dalam proses produksi, haruslah tebu yang memenuhi standar
yang ada pada PG. Madukismo. Pada dasarnya, tebu harus bersih, segar, manis, umur masa
pendek, tahan terhadap hama penyakit, partumbuhannya cepat, tua, dan juga hasil panen tiap
hektarnya tinggi. Komposisi dari batang tebu dapat dilihat pada tabel dibawah ini

3.2 BAHAN TAMBAHAN

Selain bahan baku yaitu tebu, terdapat bahan – bahan tambahan lain yang digunakan
dalam proses produksi gula kristal PG. Madukismo. Bahan – bahan tambahan tersebut adalah:
1. Air Imbibisi
Air imbibisi merupakan air yang ditambahkan saat tahap penggilingan. Air imbibisi
ditambahkan supaya dapat memaksimalkan proses pemerahan nira mentah dari batang
tebu. Air imbibisi yang ditambahkan mencapai 20% - 30% dari total tebu yang masuk
dalam proses penggilingan.
2. Mikrobiosida
Mikrobiosida adalah bahan yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan dari bakteri
pemakan sukrosa, contohnya Leuconostoc mesenteroides dan Bacillus
stearothermophilus. Bahan ini ditambahkan dalam proses penggilingan, namun karena
harganya yang mahal, bahan tambahan ini tidak lagi digunakan. Sebagai gantinya
dilakukan proses penyemprotan uap panas ke gilingan.

3. Susu Kapur (Ca(OH)2)


Kapur yang dibuat menjadi susu kapur, digunakan untuk menaikkan pH nira menjadi 9,0
– 9,5. Susu kapur digunakan pada tahap pemurnian. Susu kapur digunakan dan dipilih
sebagai bahan penaik pH karena harganya yang murah dan mudah dalam proses
pembuatan. Susu kapur dibuat dengan cara pembakaran batu kapur dan disiram dengan
menggunakan air (Sihombing, 2011). Susu kapur ini dapat mengikat kotoran yang terdapat
pada nira. Viskositas susu kapur yang digunakan adalah 75 gram CaO/L larutan atau
70oBe.

4. Belerang
Belerang adalah bahan pembantu yang digunakan pada tahap pemurnian di tangki sulfitasi.
Belerang akan menetralisir kelebihan susu kapur serta menyerap atau menghilangkan zat
warna pada nira sehingga dihasilkan kristal gula yang putih (Lestari 2006). Belerang yang
digunakan adalah belerang dalam bentuk gas SO2 dan digunakan sebesar 10 – 12% dari
jumlah nira yang masuk

5. Flokulan
Flokulan adalah bahan yang juga ditambahkan pada stasiun pemurnian. Tujuan dari
pemberian flokulan ini adalah sebagai katalisator yang akan mempercepat proses koagulasi
kotoran sehingga proses pengendapan dapat berlangsung lebih cepat dan nira murni yang
dihasilkan lebih banyak (Lestari, 2006). Proses penambahan dilakukan sebelum nira
menuju door clarifier. Jenis flokulan yang digunakan adalah Super Floc A-100 dengan
konsentrasi sebesar 3 ppm.

6. Asam Fosfat
Penambahan asam fosfat dimaksudkan untuk membentuk endapan kalsium fosfat yang
bersifat untuk menggumpalkan kotoran, sehingga nira dan kotoran mudah dipisahkan.Nira
yang sudah dipisahkan dari kotoran menjadi lebih jernih.Asam fosfat ditambahkan dalam
nira hingga kadarnya dalam nira mencapai 300 ppm.

7. Triphos (Tri Sodium Phosphat)


Bahan tambahan Triphos digunakan untuk membersihkan kerak pada evaporator.Triphos
biasanya digunakan dikombinasikan dengan NaOH.

8. NaOH
NaOH digunakan untuk melunakkan kerak pada dinding boiler dan juga pada pipa
pemanas evaporator. Kerak terbentuk karena proses pemanasan nira yang dilakukan secara
terus menerus.

9. Voltable Excellent
Voltable Excellent digunakan sebagai pengganti NaOH.Namun demikian, terkadang
Voltable Excellent juga digunakan dikombinasikan dengan NaOH.

10. Voltable 696 – Boiler water treatment

Merupakan bahan tambahan berupa cairan kuning.Penambahan dari bahan tambahan ini
dimaksudkan untuk menjaga alkalinitas dari boiler sehingga boiler tidak mengalami
korosi. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menjaga agar endapan tetap dalam fase suspensi

3.3 PROSES PRODUKSI GULA

Proses produksi gula SHS di PG. Madukismo dibagi menjadi beberapa tahapan.
Tahapan – tahapan itu merupakan penggilingan, pemurnian, penguapan/ evaporasi, pemasakan/
kristalisasi, puteran, dan penyelesaian. Pada proses produksi di PG. Madukismo ini, masing –
masing tahapan lebih dikenal dengan stasiun. Proses produksi dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
3.3.1 STASIUN PENGGILINGAN

Stasiun penggilingan merupakan tahap dimana tebu digiling hingga didapatkan perasan
nira yang akan diolah menjadi gula. Proses penggilingan pada PG. Madukismo dilakukan
sebanyak 5 kali. Pertama – tama tebu masuk ke meja tebu untuk dilakukan penimbangan. Lalu
setelah ditimbang, tebu masuk ke unigrator untuk dihancurkan dengan cara ditumbuk. Tebu
yang sudah hancur kemudian masuk ke Gilingan I. Pada Gilingan I dihasilkan Nira Perahan
Pertama dan sebagian hasil nira Gilingan I masuk ke Gilingan II begitu seterusnya hingga
terakhir pada Gilingan V. Pada proses Gilingan III, IV, dan V dilakukan penambahan air
imbibisi dengan suhu 70oC. Hasil akhir dari Stasiun Penggilingan adalah nira mentah dan
ampas.

3.3.2. STASIUN PEMURNIAN


Stasiun pemurnian memiliki tujuan untuk memurnikan nira mentah hasil dari Stasiun
Gilingan. Nira akan dipisahkan dengan kotoran dengan menggunakan proses pengendapan.
Nira mentah hasil penggilingan ditimbang lalu dipanaskan hingga 70 – 75oC. Lalu dilakukan
penambahan susu kapur dan dihembusi dengan gas SO2 hingga pH nira menjadi 7 dan
dipanaskan kembali hingga suhu 100 – 105oC. Setelah itu nira masuk ke door clarifier untuk
diendapkan kotorannya dan terakhir disaring.Hasil akhir dari Stasiun Pemurnian adalah nira
jernih.

3.3.3 STASIUN PENGUAPAN (EVAPORASI)


Proses pemasakan pada Stasiun Penguapan ini adalah proses lanjutan setelah
dilakukannya proses pemurnian nira pada Stasiun Pemurnian. Proses penguapan memiliki
prinsip yaitu menguapkan air sehingga kadar air turun dan gula yang hilang menjadi sedikit
dengan biaya seminimal mungkin. Hasil akhir dari proses penguapan adalah nira kental.
Proses evaporasi dilakukan beberapa kali dengan menggunakan perbedaan suhu dan
tekanan. Pada evaporasi tahap awal menggunakan suhu tinggi dengan tekanan rendah.
Memasuki tahap evaporasi selanjutnya, suhu bertahap diturunkan dan tekanan bertahap
dinaikkan(Effendi, 1994). Selama proses penguapan panas laten akan mengalami perpindahan
dari bejana evaporator ke produk (nira encer), sehingga suhu produk dapat mencapai titik
didihnya (panas sensible), tekanan uap air akan meningkat sehingga membentuk gelembung
dari uap pada cairan yang dan kemuadian uap tersebut akan menjadi uap yang menguap dari
permukaan produk (Fellows, 1990).
Pabrik Gula Madukismo memiliki 5 buah mesin evaporator yang disusun secara
seri.Kelima mesin evaporator ini bekerja secara kontinyu, interchangeable dengan sistem
Quadruple effect. Mesin evaporator memiliki luas bidang pemanasan yang berbeda satu dengan
yang lain. Evaporator yang secara aktif digunakan sebanyak 4 buah, sedangkan 1 buah
evaporator lainnya digunakan sebagai cadangan apabila mesin lain dibersihkan.Penyusunan
mesin secara interchangeable bertujuan untuk mempermudah pembersihan mesin dari kerak
yang terbentuk dari sisa nira kental yang menempel secara bergantian. Sistem Quadruple effect
merupakan suatu sistem proses dimana uap air yang dihasilkan dari bejana evaporator bisa
digunakan kembali sebagai uap pemanas untuk bejana evaporator yang lain.Bejana evaporator
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar. Bejana Evaporator

Pada Stasiun Evaporasi PG. Madukismo selain bejana evaporator, juga terdapat tangki
kondensat yang memiliki fungsi sebagai penampung air kondensat yang berasal dari proses
penguapan secara keseluruhan.PG. Madukismo menggunakan air kondensat sebagai air
imbibisi yang digunakan pada Stasiun Penggilingan.Selain tangki kondensat pada Stasiun
Evaporasi juga terdapat ketel yang berfungsi sebagai pengubah air sebagai uap yang digunakan
sebagai pembangkit tenaga uap.

Nira yang dihasilkan PG. Madukismo pada Stasiun Evaporasi ini berupa nira kental yang
berwarna coklat yang kemudian akan mengalami pemucatan saat proses pemasakan lebih lanjut
pada Stasiun Kristalisasi. Pemucatan nira ini dilakukan dengan menambahkan SO2 yang
berfungsi juga sebagai peningkat kualitas nira agar menjadi lebih putih. Jangka waktu
pembersihan dilakukan sesuai dengan nomor yang ada pada mesin evaporator dikarenakan
vikositas nira yang ada pada bejana evaporator 1 – 5 berbeda – beda. Semakin jauh bejana
evaporator nira yang ada didalamnya semakin kental sehingga kerak yang terbentuk pada pipa
– pipa bejana evaporator akan cepat menebal. Proses penguapan dapat dilihat pada Gambar
dibawah ini.
Dari gambar diatas dapat dilihat pergerakan nira encer yang masuk ke dalam Stasiun
Penguapan.Nira encer dari Stasiun Pemurnian masuk ke pemanas III hingga suhu nira
mencapai 100 – 105oC.Selanjutnya nira masuk ke evaporator I dengan tekanan sebesar 136
cmHg, dan tekanan hampa/vakum sebesar 0,34 cmHg. Evaporator I akan menghasilkan nira
kental I dan uap I. Selanjutnya nira kental I masuk kembali ke dalam evaporator II dengan
tekanan 102 cmHg dan tekanan vakum 10,4 cmHg, menggunakan uap I untuk proses
pemanasannya, dan menghasilkan nira kental II dan uap II. Kemudian masuk ke evaporator
dengan kondisi tekanan 70 cmHg dan tekanan vakum 37 cmHg, menggunakan uap II untuk
proses pemanasannya, menghasilkan uap III dan nira kental III. Pada evaporator IV digunakan
tekanan 40 cmHg dan tekanan vakum sebesar 65 cmHg dengan titik didihnya sebesar 50oC-

55oC.Prinsip kerja dari evaporator ini menguapkan air dalam nira dan menghasilkan sukrosa
sebanyak mungkin. Sukrosa sendiri mudah rusak karena adanya proses pemanasan. Sedangkan
dalam proses evaporasi ini digunakan pemanasan. Maka selain digunakan pemanasan, pada
proses ini ditambah dengan tekanan vakum. Hal ini terjadi karena semakin tinggi tekanan
vakum/hampa maka titik didih air akan turun. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh
Rahayoe et al., (2008) bahwa dengan adanya tekanan vakum yang lebih rendah dari satu
atmosfer, maka titik didih air akan turun sehingga akan semakin mudah menguap pada suhu
yang lebih rendah dari 100oC. Hasil akhir dari proses evaporasi ini adalah nira kental.
3.3.4. STASIUN KRISTALISASI (PEMASAKAN)
Stasiun Kristalisasi merupakan salah satu tahap pembuatan gula yang ada di PG.
Madukismo. Proses kristalisasi (pemasakan) merupakan proses penguapan lanjutan yang
bertujuan untuk memasak nira kental hasil dari Stasiun Penguapan. Pemasakan pada Stasiun
Kristalisasi ini bertujuan untuk membentuk kristal gula.
Hasil dari tiap pan pada Stasiun Kristalisasi adalah campuran gula kristal (bibit
masakan) dan juga stroop yang berupa larutan. Masakan A menggunakan gula C sebagai bibit
masakan dan juga stroop. Masakan C menggunakan gula D sebagai bibit dan juga stroop A.
Sedangkan masakan D menggunakan foundan sebagai bibit masakan / inti kristal, dan stroop
C. Hasil dari setiap pan dialirkan dengan pipa menuju Stasiun Puteran agar dapat dipisahkan
antara gula dan larutan/stroop. Proses masakan yang dilakukan di PG. Madukismo adalah A-
C-D, dengan gula A (gula SHS) sebagai hasil akhirnya.

Gambar. Pan Masak

3.3.5 STASIUN PUTERAN (PROSES PUTERAN)


Pada Stasiun Puteran dilakukan pemutaran yang bertujuan untuk memisahkan kristal
gula yang terbentuk dengan larutannya (stroop, klare, dan tetes). PG. Madukismo memiliki 2
jenis puteran yaitu puteran Low Grade Centrifuge Separator dan High Grade Centrifuge
Separator.Low Grade Centrifuge Separator digunakan untuk memisahkan masakan dengan
tingkat kemurnian yang rendah, sedangkan High Grade Centrifuge Separator digunakan untuk
memisahkan masakan dengan tingkat kemurnian yang tinggi.

Gambar. Low Grade Centrifugal Separator

3.3.6. STASIUN PENYELESAIAN DAN PENGEMASAN


Pada Stasiun Penyelesaian dan Pengemasan, hasil akhir dari Stasiun Puteran diturunkan
menuju gudang untuk dikemas melalui talang getar. Pada tahap ini terjadi proses pengeringan
gula. Talang getar dilengkapi dengan pipa udara dingin, pipa udara panas, dan juga pipa
penghisap debu yang dihubungkan dengan induced fan. Pengemasan dilakukan dengan karung
sak dengan berat 50 kg netto, dan ada pula yang menggunakan plastic 1 kg.Plastik yang
digunakan adalah plastik OPP. Plastik OPP mudah untuk diseal dengan menggunakan panas,
tahan terhadap air dan kelembaban (Coles et al., 2003) sehingga sesuai bila digunakan sebagai
bahan pengemas gula.
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Dari berbagai uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :


1. Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa atau enau,
serta cairan batang tebu.
2. Sukrosa memiliki rumus molekul C12H22O11, dengan berat molekul 342,3 g/mol, memiliki
bentuk padatan dan berwarna putih. Sukrosa berbau khas karamel dengan densitas 1,587
g/cm3 kelarutan, 25oC 2000 g/L air serta titik leleh 1 atm 1860C.
3. Macam-macam gula yaitu gula merah, gula tebu, gula bit, gula Kastor (Castor Sugar), gula
aising (Icing Sugar/Confectioners Sugar), Gula Perang (Brown Sugar), Sirup Emas
(Golden Syrup).
4. Pembuatan gula tebu melalui proses seperti pemanenan, ekstraksi pengendapan kotoran
dengan kapur (Liming), penguapan (Evaporasi), pendidihan/ Kristalisasi, sentifugasi gula,
penyimpanan, afinasi (Affination), karbonatasi, penghilangan warna, pendidihan,
pengolahan sisa (Recovery).
5. Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain
ampas, blotong dan tetes yang dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk, dan pulp.
6. PG. Madukismo memiliki standar bahwa tebu yang masuk haruslah segar, manis, dan
bersih. Proses produksi gula SHS sendiri melalui tahapan yaitu penggilingan, pemurnian,
penguapan, kristalisasi, dan puteran. Proses penguapan menghasilkan hasil akhir berupa
nira kental dan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada nira encer. Pada stasiun
Kristalisasi dilakukan penguapan lanjutan yang bertujuan untuk menghasilkan kristal –
kristal gula. Puteran adalah proses untuk memisahkan antara gula dengan cairan dengan
menggunakan proses sentrifugasi. PG. Madukismo memiliki 2 jenis putaran yaitu High
Grade Centrifuge Separator dan Low Grade Centrifuge Separator.Gula hasil akhir yang
dihasilkan oleh PG. Madukismo adalah gula SHS.
DAFTAR PUSTAKA

Fitri, YF. (2008). Pengaruh Penambahan Susu Kapur (CaOH)2 dan gas SO2 Terhadap pH Nira
Mentah Dalam Pemurnian Nira di Pabrik Gula Kwala Madu PTP Nusantara II Langkat.
USU Medan.

Aliya Musaffa, Isy. 2017. Penyebab Pencemaran Air dan Dampak yang Ditimbulkannya.
[online]. https://sehatafiat.com/pencemaran-air/. [diakses pada 25 November 2017]

Chang, Raymond. Kimia Dasar, jilid 2, Jakarta. Erlangga

Anonimus. 2017. Makalah Industri Gula [online] https://www.scribd.com/doc/290274682/01-


Makalah-Industri-Gula. [diakses pada 9 April 2018]

Anonimus. 2016. Makalah Proses Pembuatan Gula. [online].


http://ekcsta4ever.blogspot.co.id/2014/06/makalah-proses-pembuatan-gula-dan.html
[diakses pada 10 April 2018]

Sari, Maya. 2016. Pencemaran Air : Pengertian, Sumber, Jenis dan Akibat. [online].
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/pencemaran-air. [diakses pada 210 April
2018]

Santoso, Budi. (2011). Proses Pembuatan Gula Dari Tebu pada PG X. Universitas Gunadarma

Anda mungkin juga menyukai