INDUSTRI GULA
OLEH :
Dosen Pembimbing :
Netty Herawati, S.T. M.T.
Segala puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Industri
Gula” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah
Proses Industri II.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai
pihak. Untuk itu Penulis ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di
dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga
Penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian apa yang dapat Penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk mahasiswa umumnya, dan untuk Penulis sendiri khususnya.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui sejarah pergulaan di Indonesia.
b. Untuk mengetahui karakteristik gula.
c. Untuk mengetahui bermacam-macam gula.
d. Untuk mengetahui proses pembuatan gula.
e. Untuk mengetahui pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik gula.
BAB II
PEMBAHASAN
b. Gula Tebu
Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama bahan
mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk
kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk
menghilangkan ketidakkemurnian, campuran tersebut kemudian diputihkan dengan
belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah
yang mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan
dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke
cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi. Gula batu
adalah gula tebu yang tidak melalui tahap kristalisasi. Gula kotak/blok adalah gula kristal
lembut yang dipres dalam bentuk dadu. Gula mentah (raw sugar) adalah gula kristal yang
dibuat tanpa melalui proses pemutihan dengan belerang. Warnanya agak kecoklatan
karena masih mengandung molase.
c. Gula Bit
Buah Bit dicuci terlebih dahulu. Setelah dicuci, bit kemudian di potong potong dan gulanya
kemudian di ekstraksi dengan air panas pada sebuah diffuse. Pemurnian kemudian
ditangani dengan menambahkan larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah
penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan air yang tersisa
hanya tinggal 30% saja. Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal
gula pertama tama dipisahkan dengan mesin sentrifugal. Sentrifugasi dilakukan untuk
memisahkan kristal gula dengan molasses. Upaya agar sentrifugasi berlangsung secara
optimal adalah dengan pengaturan kecepatan putaran. Kecepatan putaran sangat
mempengaruhi kekuatan mesin tersebut dalam melepaskan lapisan molasses dari kristal
gula. Kecepatan putaran sentrifugasi dan cairan yang tersisa digunakan untuk tambahan
pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi
diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula
putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian dijual.
d. Gula Kastor
Gula ini berwarna putih dan pilihan yang paling ideal untuk membuat cake, biskut, pastri,
roti dan lain-lain. Butir-butir gulanya lebih halus dari gula halus dan mudah cair apabila
dipukul bersama mentega atau telur. Apabila tidak terdapat gula ini , boleh gunakan gula
halus.
b. Ekstraksi Gula
Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik,
tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu
manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin
pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan
pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa
tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman,
semuanya bercampur di dalam gula.
Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan
bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu
kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga
14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse
untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.
c. Pengendapan Kotoran dengan Kapur (Liming)
Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur
(slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian
kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming.
Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan
proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(𝑂𝐻)2 dicampurkan ke
dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini
kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih
(clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan
dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih.
Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga
biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu
diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya
berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.
d. Penguapan (Evaporasi)
Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara
menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi.
Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan
kristal tanpa adanya pembersihan lagi. Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung
15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses
kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk'
(multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik
untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).
e. Pendidihan (Kristalisasi)
Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar
untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk
pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan
sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan
dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan
keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan
pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas
sebelum disimpan.
f. Sentifugasi Gula
Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula
sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula
yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena
keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan
sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai
kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.
Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga
proses pendidihan. Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik yang siap
disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di
dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk.
Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan
sebagai umpan untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan
untuk pendidihan A dan pabrik yang lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B
untuk dijual. Pendidihan “C” membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada
pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula
yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan B dan sisanya
dicairkan lagi. Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya,
maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya
diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol.
Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu dekat dengan pabrik gula
tebu
g. Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama
penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di
dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor
dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak
diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika
sampai di negara pengguna.
h. Afinasi (Affination)
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan
lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan
dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan
kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan
kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma') di-sentrifugasi
untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan
dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi).
Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat
warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-
bahan ini semua dikeluarkan dari proses.
i. Karbonatasi
Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan
cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa
komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum
dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/
lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas
karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan
lime membentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang
menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-
gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap
kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan
sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka
substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan,
cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi,
t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi
tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan
proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat
ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.
j. Penghilangan Warna
Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya
mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom
medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular
activated carbon,GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC
merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari
tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang
diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga
sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar
dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang
menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa
garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak
diharapkan. Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi
kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di
dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci
kristalisasi.
k. Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya
kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu
pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan
induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini
dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar.
Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/
atau disimpan siap untuk didistribusikan.
l. Pengolahan Sisa (Recovery)
Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap
afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah
di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar,
bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil
pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak
dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase
murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik
fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.
Dalam proses pembuatan gula kristal di PG. Madukismo, bahan baku utama yang
diperlukan adalah tebu. Tebu merupakan komoditas perkebunan yang penting di Indonesia
dan erat kaitannya dengan industri gula (Fitriani et al., 2013).Tebu yang digunakan berasal
dari petani – petani berbagai daerah di pulau Jawa.Contohnya yaitu dari daerah Sragen,
Purbalingga, dan Kidul Tanjung.Selain dari petani, tebu yang digunakan juga ada yang berasal
dari kebun milik PG. Madukismo sendiri.Kadar gula dalam tebu sangatdipengaruhi oleh
beberapa faktor intern dan faktor ekstern.Faktor intern yaitu varietas tebu itu sendiri, dan
faktor ekstern yaitu iklim, tanah, serta perawatan atau pemeliharaan yang dilakukan.Faktor
paling nyata adalah faktor iklim (Sihombing, 2011). Kualitas tebu yang diambil oleh PG.
Madukismo untuk digunakan dalam proses produksi, haruslah tebu yang memenuhi standar
yang ada pada PG. Madukismo. Pada dasarnya, tebu harus bersih, segar, manis, umur masa
pendek, tahan terhadap hama penyakit, partumbuhannya cepat, tua, dan juga hasil panen tiap
hektarnya tinggi. Komposisi dari batang tebu dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Selain bahan baku yaitu tebu, terdapat bahan – bahan tambahan lain yang digunakan
dalam proses produksi gula kristal PG. Madukismo. Bahan – bahan tambahan tersebut adalah:
1. Air Imbibisi
Air imbibisi merupakan air yang ditambahkan saat tahap penggilingan. Air imbibisi
ditambahkan supaya dapat memaksimalkan proses pemerahan nira mentah dari batang
tebu. Air imbibisi yang ditambahkan mencapai 20% - 30% dari total tebu yang masuk
dalam proses penggilingan.
2. Mikrobiosida
Mikrobiosida adalah bahan yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan dari bakteri
pemakan sukrosa, contohnya Leuconostoc mesenteroides dan Bacillus
stearothermophilus. Bahan ini ditambahkan dalam proses penggilingan, namun karena
harganya yang mahal, bahan tambahan ini tidak lagi digunakan. Sebagai gantinya
dilakukan proses penyemprotan uap panas ke gilingan.
4. Belerang
Belerang adalah bahan pembantu yang digunakan pada tahap pemurnian di tangki sulfitasi.
Belerang akan menetralisir kelebihan susu kapur serta menyerap atau menghilangkan zat
warna pada nira sehingga dihasilkan kristal gula yang putih (Lestari 2006). Belerang yang
digunakan adalah belerang dalam bentuk gas SO2 dan digunakan sebesar 10 – 12% dari
jumlah nira yang masuk
5. Flokulan
Flokulan adalah bahan yang juga ditambahkan pada stasiun pemurnian. Tujuan dari
pemberian flokulan ini adalah sebagai katalisator yang akan mempercepat proses koagulasi
kotoran sehingga proses pengendapan dapat berlangsung lebih cepat dan nira murni yang
dihasilkan lebih banyak (Lestari, 2006). Proses penambahan dilakukan sebelum nira
menuju door clarifier. Jenis flokulan yang digunakan adalah Super Floc A-100 dengan
konsentrasi sebesar 3 ppm.
6. Asam Fosfat
Penambahan asam fosfat dimaksudkan untuk membentuk endapan kalsium fosfat yang
bersifat untuk menggumpalkan kotoran, sehingga nira dan kotoran mudah dipisahkan.Nira
yang sudah dipisahkan dari kotoran menjadi lebih jernih.Asam fosfat ditambahkan dalam
nira hingga kadarnya dalam nira mencapai 300 ppm.
8. NaOH
NaOH digunakan untuk melunakkan kerak pada dinding boiler dan juga pada pipa
pemanas evaporator. Kerak terbentuk karena proses pemanasan nira yang dilakukan secara
terus menerus.
9. Voltable Excellent
Voltable Excellent digunakan sebagai pengganti NaOH.Namun demikian, terkadang
Voltable Excellent juga digunakan dikombinasikan dengan NaOH.
Merupakan bahan tambahan berupa cairan kuning.Penambahan dari bahan tambahan ini
dimaksudkan untuk menjaga alkalinitas dari boiler sehingga boiler tidak mengalami
korosi. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menjaga agar endapan tetap dalam fase suspensi
Proses produksi gula SHS di PG. Madukismo dibagi menjadi beberapa tahapan.
Tahapan – tahapan itu merupakan penggilingan, pemurnian, penguapan/ evaporasi, pemasakan/
kristalisasi, puteran, dan penyelesaian. Pada proses produksi di PG. Madukismo ini, masing –
masing tahapan lebih dikenal dengan stasiun. Proses produksi dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
3.3.1 STASIUN PENGGILINGAN
Stasiun penggilingan merupakan tahap dimana tebu digiling hingga didapatkan perasan
nira yang akan diolah menjadi gula. Proses penggilingan pada PG. Madukismo dilakukan
sebanyak 5 kali. Pertama – tama tebu masuk ke meja tebu untuk dilakukan penimbangan. Lalu
setelah ditimbang, tebu masuk ke unigrator untuk dihancurkan dengan cara ditumbuk. Tebu
yang sudah hancur kemudian masuk ke Gilingan I. Pada Gilingan I dihasilkan Nira Perahan
Pertama dan sebagian hasil nira Gilingan I masuk ke Gilingan II begitu seterusnya hingga
terakhir pada Gilingan V. Pada proses Gilingan III, IV, dan V dilakukan penambahan air
imbibisi dengan suhu 70oC. Hasil akhir dari Stasiun Penggilingan adalah nira mentah dan
ampas.
Pada Stasiun Evaporasi PG. Madukismo selain bejana evaporator, juga terdapat tangki
kondensat yang memiliki fungsi sebagai penampung air kondensat yang berasal dari proses
penguapan secara keseluruhan.PG. Madukismo menggunakan air kondensat sebagai air
imbibisi yang digunakan pada Stasiun Penggilingan.Selain tangki kondensat pada Stasiun
Evaporasi juga terdapat ketel yang berfungsi sebagai pengubah air sebagai uap yang digunakan
sebagai pembangkit tenaga uap.
Nira yang dihasilkan PG. Madukismo pada Stasiun Evaporasi ini berupa nira kental yang
berwarna coklat yang kemudian akan mengalami pemucatan saat proses pemasakan lebih lanjut
pada Stasiun Kristalisasi. Pemucatan nira ini dilakukan dengan menambahkan SO2 yang
berfungsi juga sebagai peningkat kualitas nira agar menjadi lebih putih. Jangka waktu
pembersihan dilakukan sesuai dengan nomor yang ada pada mesin evaporator dikarenakan
vikositas nira yang ada pada bejana evaporator 1 – 5 berbeda – beda. Semakin jauh bejana
evaporator nira yang ada didalamnya semakin kental sehingga kerak yang terbentuk pada pipa
– pipa bejana evaporator akan cepat menebal. Proses penguapan dapat dilihat pada Gambar
dibawah ini.
Dari gambar diatas dapat dilihat pergerakan nira encer yang masuk ke dalam Stasiun
Penguapan.Nira encer dari Stasiun Pemurnian masuk ke pemanas III hingga suhu nira
mencapai 100 – 105oC.Selanjutnya nira masuk ke evaporator I dengan tekanan sebesar 136
cmHg, dan tekanan hampa/vakum sebesar 0,34 cmHg. Evaporator I akan menghasilkan nira
kental I dan uap I. Selanjutnya nira kental I masuk kembali ke dalam evaporator II dengan
tekanan 102 cmHg dan tekanan vakum 10,4 cmHg, menggunakan uap I untuk proses
pemanasannya, dan menghasilkan nira kental II dan uap II. Kemudian masuk ke evaporator
dengan kondisi tekanan 70 cmHg dan tekanan vakum 37 cmHg, menggunakan uap II untuk
proses pemanasannya, menghasilkan uap III dan nira kental III. Pada evaporator IV digunakan
tekanan 40 cmHg dan tekanan vakum sebesar 65 cmHg dengan titik didihnya sebesar 50oC-
55oC.Prinsip kerja dari evaporator ini menguapkan air dalam nira dan menghasilkan sukrosa
sebanyak mungkin. Sukrosa sendiri mudah rusak karena adanya proses pemanasan. Sedangkan
dalam proses evaporasi ini digunakan pemanasan. Maka selain digunakan pemanasan, pada
proses ini ditambah dengan tekanan vakum. Hal ini terjadi karena semakin tinggi tekanan
vakum/hampa maka titik didih air akan turun. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh
Rahayoe et al., (2008) bahwa dengan adanya tekanan vakum yang lebih rendah dari satu
atmosfer, maka titik didih air akan turun sehingga akan semakin mudah menguap pada suhu
yang lebih rendah dari 100oC. Hasil akhir dari proses evaporasi ini adalah nira kental.
3.3.4. STASIUN KRISTALISASI (PEMASAKAN)
Stasiun Kristalisasi merupakan salah satu tahap pembuatan gula yang ada di PG.
Madukismo. Proses kristalisasi (pemasakan) merupakan proses penguapan lanjutan yang
bertujuan untuk memasak nira kental hasil dari Stasiun Penguapan. Pemasakan pada Stasiun
Kristalisasi ini bertujuan untuk membentuk kristal gula.
Hasil dari tiap pan pada Stasiun Kristalisasi adalah campuran gula kristal (bibit
masakan) dan juga stroop yang berupa larutan. Masakan A menggunakan gula C sebagai bibit
masakan dan juga stroop. Masakan C menggunakan gula D sebagai bibit dan juga stroop A.
Sedangkan masakan D menggunakan foundan sebagai bibit masakan / inti kristal, dan stroop
C. Hasil dari setiap pan dialirkan dengan pipa menuju Stasiun Puteran agar dapat dipisahkan
antara gula dan larutan/stroop. Proses masakan yang dilakukan di PG. Madukismo adalah A-
C-D, dengan gula A (gula SHS) sebagai hasil akhirnya.
4.1 KESIMPULAN
Fitri, YF. (2008). Pengaruh Penambahan Susu Kapur (CaOH)2 dan gas SO2 Terhadap pH Nira
Mentah Dalam Pemurnian Nira di Pabrik Gula Kwala Madu PTP Nusantara II Langkat.
USU Medan.
Aliya Musaffa, Isy. 2017. Penyebab Pencemaran Air dan Dampak yang Ditimbulkannya.
[online]. https://sehatafiat.com/pencemaran-air/. [diakses pada 25 November 2017]
Sari, Maya. 2016. Pencemaran Air : Pengertian, Sumber, Jenis dan Akibat. [online].
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/pencemaran-air. [diakses pada 210 April
2018]
Santoso, Budi. (2011). Proses Pembuatan Gula Dari Tebu pada PG X. Universitas Gunadarma