Anda di halaman 1dari 2

NOVEL : SANG PATRIOT (Berdasarkan Kisah Nyata)

SANG PATRIOT Novel berlatarbelakang perjuangan kemerdekaan IndonesiaDalam buku


Sang patriot karangan Irma Devita dengan lugas menceriterakan sisi lain perang
kemerdekaan Indonesia di masa tahun 1942 – 1949. Perang yang paling berdarah dalam
lembaran kelam sejarah Indonesia. Perang yang telah merengut jutaan nyawa syuhada.
Perang demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, negeri elok yang menjadi incaran
banyak bangsa asing karena kekayaan alamnya.
Di dalam buku ini mengisahkan sebuah kisah yang berdasarkan kejadian nyata yang dialami
oleh salah seorang pahlawan bangsa dari Jawa Timur yang bernama Letkol Mochammad
Sroedji.
Alur cerita yang disajikan jelas & lugas. Tidak membosankan, malah membuat semakin
tertarik untuk membacanya terus.
Dalam buku Sang patriot, selarik kisah tentang kisah kasih sejati, persahabatan,
pengkhianatan, dan pengorbanan. Kisah tentang Patriot yang rela mengorbankan segalanya,
harta, jiwa raga dan cintanya demi mempertahankan kemerdekaan bangsa yang lebih ia cintai
dari nyawanya sendiri.
Kisah yang diceritakan di novel ini menarik untuk dibaca karena di dalamnya digambarkan
bagaimana perjuangan seorang pahlawan Republik ini mempertahankan kemerdekaan pada
masa itu. Pengorbanan yang tak terhitung dan harga yang sangat mahal harus dibayar demi
kita yang saat ini bisa menghirup udara kebebasan dan kemerdekaan.
Masa-masa Agresi Militer Belanda ke Indonesia yang menumpahkan banyak darah dan
menyisakan luka pada keluarga pejuang namun dihiasi romansa Moch. Sroedji dan istrinya
Rukmini membuat novel ini mudah dinikmati.
Ada emosi yang terbawa saat kubaca peristiwa-peristiwanya. Di samping kisah pilu dari
perjuangan Sroedji dalam buku ini, sisi cerita bahagia yang bisa kubayangkan dari kisah
sejarah ini adalah pada zaman itu Rukmini sangat ingin sekolah di Belanda dan menjadi
Meester in de Rechten. Tapi cita-cita itu tidak dapat ia wujudkan karena akhirnya dia harus
memilih mendampingi perjuangan Sroedji dan membesarkan anak-anak mereka. Perjuangan
sang istri patriot, Rukmini, yang harus mengusahakan sendiri putranya yang sakit untuk
makan nasi putih sedangkan nasi putih adalah barang mewah di jaman itu (hal 141-143),
menghadapi serdadu Belanda yang sweeping dari rumah ke rumah untuk mencari pejuang
republik (hal 179), bersembunyi dari kekejaman pasukan Jepang yang punya kebiasaan
membawa & memperkosa para perempuan muda (hal 69-70) maupun bersembunyi bersama
anak-anaknya di gudang tua karena kedudukannya sebagai keluarga komandan brigade (hal
216-219) bahkan beliau bersama 3 anak yang masih kecil ditambah seorang bayi dalam
perutnya (hampir 8 bulan usia kandungan Rukmini) harus berjalan kaki saat mengungsi
melewati hutan dan perbukitan ditemani para utusan suaminya dari Jember menuju Kediri
yang jaraknya hampir 300 km supaya tidak ditangkap oleh tentara Belanda dan selama
perjalanan tidak luput dari kekurangan bahan makanan. Keluarga Letkol Mochammad
Sroedji harus diungsikan oleh karena Belanda tahu bahwa titik lemah Sroedji ada pada
keluarganya, makanya Rukmini dan anak-anaknya juga harus diselamatkan dari sergapan
Belanda yang terus menerus mencari keberadaan mereka. (hal 119-126) Keteladanan dan
kharisma Sroedji sebagai pemimpin sangat tersohor tidak hanya di kalangan pejuang, tapi
juga rakyat dan bahkan tentara Belanda. Meski tidak dapat dipungkiri, ada saja pengkhianat
bangsa yang akhirnya mengakibatkan tewasnya Sroedji dan para pejuang gigih yang
menyertainya dengan membocorkan semua rencana gerilya pasukan Sroedji. sampai
menghadapi kenyataan bahwa suaminya telah gugur sedangkan beliau ditinggalkan bersama
anak-anaknya yang masih kecil (hal 248-250). Di sisi lain, keberanian Sang Patriot
menghadapi musuh terutama saat menjelang ajalnya menjemput (hal 224 & 234) maupun saat
beliau sudah tidak bernyawa namun tetap diperlakukan sadis oleh serdadu KNIL. Sesosok
jasad terbujur kaku di meja yang sengaja diletakkan di pelataran mushola.
Terbaring daam hening. Tampak agung walau tersungkur bergenang darah mengering dari
luka menganga di wajah yang bola matanya raib tercerabut dari tempatna……Tubuh
berperawakan sedang namun berisi itu menjadi saksi bisu kekejaman tangan-tangan yang
pernah mendera, penuh lubang peluru dan cabikan bayonet. Tulang kepala berambut ikalnya
retak, terdera popor senapan, satu….dua…tiga…..jari-jari tangan sang jasad tak lagi lengkap,
hilang sebagian. Jari-jari itu biasanya lincah memetik ukulele melantunkan nada merdu (hal
235 & 239)…betul-betul mampu membuat emosiku jungkir balik antara sedih, terharu, takut,
kagum, marah, geram!!.…
Tidak banyak novel yang menceritakan kisah perang di Indonesia & novel “Sang Patriot”
bisa menjadi pelengkap untuk mengisi kekurangan tersebut. Novel ini memiliki kelebihan
karena selain berdasarkan kisah nyata, orang yang menulisnya adalah cucu dari Sang Patriot
itu yang tak lain adalah sahabatku, Irma Devita Purnamasari.
Untaian kalimat indah dari Sang Patriot yang kuyakini harus terpatri dalam tiap jiwa orang
yang beriman: “Mengapa kalian takut? Kalian hanya diminta memilih satu di antara dua
kebaikan, maju perang lalu menang atau gugur sebagai syuhada peraih syurga yang
dijanjikan Allah. Karena saat jiwa kalian melayang, beribu-ribu malaikat akan bersuka cita
menyambut…”
Terima kasih, para pahlawan bangsa… perjuangan kalian yang luar biasa melecut
semangatku untuk mengisi kemerdekaan dengan memberikan karya terbaik pada negeri ini.
Tekadku semakin kuat untuk mendidik anak-anakku menjadi generasi yang cerdas, kuat
iman, tangguh, mandiri, & berguna bagi bangsa,… sebagai wujud penghargaan atas jasa para
pahlawan & cinta tanah air Indonesia. Semoga Allah SWT senantiasa merahmati bangsa ini,
Aamiin…

Anda mungkin juga menyukai