Anda di halaman 1dari 11

TEKNOLOGI PENGOLAHAN GULA

Pembuatan Gula Cair

Disusun Oleh :

Marta Indriani Marbun (2002020)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAWIT INDONESIA
MEDAN
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 1


1 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................ 2
2 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 5
2.1 Proses Pembuatan ............................................................................................................... 5
2.2 Proses Persiapan Bahan Baku ............................................................................................. 5
2.3 Proses Penggilingan ............................................................................................................ 5
2.4 Proses Pemurnian ................................................................................................................ 6
2.5 Proses Penguapan ................................................................................................................ 9
2.6 Proses Packing .................................................................................................................... 9
3 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 10
1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suatu fakta yang sangat penting tentang gula belakangan ini adalah harganya
yang melambung terus. Kebutuhan gula Indonesia mencapai 3,3 juta ton/tahun,
sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 1,7 juta ton atau 51,5% dari
kebutuhan nasional. Pada tahun 2006 kebutuhan gula Indonesia mencapai 3,8 juta ton
sedangkan produksi gulanya hanya sekitar 2,6 juta ton, sehingga impor gula
merupakan salah satu alternaif. Ironisnya, harga gula impor lebih murah
dibandingkan dengan gula dalam negeri.
Untuk mengurangi impor gula maka produksi gula dalam negeri harus terus
dipacu, disamping mencari alternatif bahan pemanis lain yang dijadikan sebagai
subtitusi gula. Karena gula merupakan salah satu faktor yang penting dalam
kebutuhan pokok masyarakat terutama sebagai bahan pemanis. Pemanfaatan gula
selain dijadikan untuk konsumsi secara langsung oleh konsumen sebagai bahan
pemanis atau pun bahan tambahan, juga gula sangat berperan penting dalam industri
makanan dan minuman.

Gula alternatif yang sekarang digunakan antara lain : gula siklamat dan
stearin yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa,
fruktosa, maltosa, manitol, sorbitol, dan xilitol. Gula dari pati mempunyai kemanisan
yang sama dengan gula tebu (sukrosa) bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut
dibuat dari bahan berpati seperti ubi kayu, sagu, ubi jalar, dan tanaman umbi-umbi
lainnya. Diantara gula pati tersebut sirup glukosa dan fruktosa yang mempunyai
prospek paling baik untuk mensubtitusi gula pasir.
Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan
menggunakan sirup glukosa sebagai bahan pemanis atau bahan tambahan. Hal ini
disebabkan oleh keunggulan sirup glukosa dibandingkan dengan gula lainnya
(sukrosa) diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti halnya suksrosa jika
dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak terbentuk sampai larutan
sirup glukosa mencapai kejenuhan 75%. Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang
diperoleh dari pati atau sumber karbohidrat lain melalui hidrolisa yang komponen
utamanya adalah glukosa . Sirup glukosa berupa cairan jernih dan kental dengan
komponen utamanya glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia
atau enzimatik. Zat pati yang dapat dihidrolisis berasal dari bahan yang mengandung
pati seperti sagu, jagung, ubi kayu, ubi jalar, gandum serta tanaman umbi-umbian
lainnya. Salah satu tanaman pati yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
bahan baku pembuatan sirup glukosa adalah pati ubi jalar. Menurut Richana (2009),
kadar pati dan gula reduksi cukup tinggi yaitu 8-29% dan 0,5-2,5%, maka ubi jalar
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Sekitar setengah dari produksi
ubi jalar di Jepang digunakan untuk pembuatan pati yang dimanfaatkan oleh industri
tekstil, kosmetik, kertas, dan sirup glukosa .

Sirup glukosa atau sering juga disebut sebagai gula cair mengandung D-
glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati.
Proses hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi
unit-unit monosakrida. Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat
menggunakan katalis asam, enzim, atau gabungan keduanya pada waktu, suhu dan
pH tertentu .
Hidrolisis pati dengan menggunakan katalis asam, molekul pati akan dipecah secara
acak oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi.
Pada hidrolisis pati menggunakan katalis enzim, molekul pati akan dipecah atau diputus
oleh enzim secara spesifik pada percabangan tertentu. Menurut Judoamidjojo (1992),
hidrolisis pati secara asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan dektrosa
equivalen (DE) sebesar 55. Sedangkan hidrolisis pati secara enzimatis akan
mendapatkan sirup glukosa dengan DE lebih dari 95%. Kelemahan dari hidrolisis pati
secara asam antara lain yaitu diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan
sakarida dengan spektra-spektra tertentu saja karena katalis asam menghidrolisa secara
acak. Jika nilai ekuivalen dekstrosa ditingkatkan, selain terjadi degradasi karbohidrat,
juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat berpengaruh terhadap warna, rasa
pada sirup glukosa yang dihasilkan. Sedangkan penggunaan enzim dapat mencegah
terjadinya reaksi sampingan karena sifat enzim yang sangat spesifik sehingga dapat
mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar.
2 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Proses Pembuatan

Proses pembuatan gula cair dari bahan baku tebu secara umum dilakukan dengan
beberapa tahap yaitu proses persiapan bahan baku, peroses penggilingan, proses
pemurnian, proses penguapan, dan proses penyelesaian (Packing).

2.2 Proses Persiapan Bahan Baku


Setelah tebu ditebang dikebun, kemudian tebu di antar kepabrik secepat mungkin
dengan tenggang waktu 24 jam dengan tujuan untuk menjaga kualitas tebu. Karena bila
lewat 24 jam kualitas tebu akan ber kurang dikarenkan
penguraian sukrosa yang terdapat dalam tebu oleh mikroorganisme sehingga kadar
gula dalam tebu akan menurun dan tebu akan terasa asam. Setelah truk pengangkut
tebu memasuki areal pabrik, truk beserta tebu yang ada didalamnya ditimbang , dan
sebelum truk kosong keluar dari halaman pabrik setelah tebu di bongkar, hal ini
dilakukan untuk mengetahui berat netto dari tebu yang dibongkar tadi.
Tebu dari truk pengangkutan dijungkitkan dengan menggunakan tenaga pompa hidrolik,
sehingga tebu jatuh kedalam lori. Kemudian tebu di bawa ke Cane Table (A-111) lalu
pemasukan tebu ke Cane Carrier (J-112) diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi
kapasitas gilingan yang direncanakan.
Oleh Cane Carrier (J-112) tebu dibawa masuk kedalam cane leverler untuk pengaturan
masuk tebu kedalam Cane Cutter I (C-110). pada Cane Cutter I (C-110) tebu dipotong-
potong untuk memperkecil ukuran tebu, kemudian selanjutnya Cane Carrier membawa
tebu ke Cane Cutter II (C-115) untuk dicacah lebih halus lagi.

2.3 Proses Penggilingan


Pada stasiun gilingan ini dilakukan pemerasan tebu dengan tujuan untuk mendapatkan
nira sebanyak-banyaknya. Pemerasan dilakukan dengan 3 set three roll mill yaitu Unit
Gilingan I sampai Unit Gilingan III, dimana setiap Unit Gilingan terdapat 3 roll yang
diatur sedemikian rupa yang membentuk sudut 120°, dan pada masing-masing Gilingan
terjadi dua kali pemerasan.
Nira hasil perasan digilingan I dan II ditampung di tangki nira mentah yang
kemudian dipompakan menuju saringan nira mentah. Ampas dari Gilingan I (C-120)
dilanjutkan ke Gilingan II (C-121), demikian seterusnya sampai ke Gilingan III (C-122)
sampai kebelakang ampas tebu akan semakin kering sehingga nira yang diperas benar-
benar maksimal. Nira yang dihasilkan oleh Gilingan III (C-
122) merupakan nira imbibisi untuk gilingan II, sedangkan pada gilingan
III menggunakan air pada suhu 70oC sebagai air imbibisi. Kemudian hasil perasan nira
dari Gilingan I (C-120) dan dari Gilingan II (C-121) ditampung pada Tangki
Penampung Nira (F-124). Kemudian nira mentah dialirkan ke proses pemurnian.

2.4 Proses Pemurnian


Tujuan proses pemurnian adalah untuk menghilangkan kotoran (unsur bukan
gula) dalam nira tanpa merusak kadar gulanya. Banyak proses yang dilakukan dalam
proses pemurnian dari proses secara kimia yaitu dengan memberikan bahan kimia yang
kemudian bereaksi dengan kotoran membentuk endapan, proses secara fisika dengan
menggunakan pemanasan, pengandapan, pengapungan dan penyaringan, serta proses
kimia fisika yaitu dengan mengubah sifat fisis suatu komponen sehingga mudah
dipisahkan. Pelaksanaan proses pemurnian harus dilakukan tanpa mengabaikan waktu,
suhu, pH. Pada proses pemurnian diperlukan 4 bahan penolong yaitu, susu kapur, gas
sulfit, phospat. Dengan tahapan sebagai berikut:

1. Penyaringan I
Nira mentah dari Tangki Penampung Nira (F-122) dialirkan melalui pipa kesaringan
DSM Screen (H-127). Kemudian dialirkan ke Tangki Nira Mentah (F-128).

2. Pemanasan I (Juice Heater I)


Nira mentah dialirkan ke Juice Heater I (E-214), dan dipanaskan sampai suhu 75°C
dengan menambahkan steam, pada proses ini steam dikontakkan lansung dengan nira.
Pemanasan ini dilakukan dengan waktu sesingkat mungkin untuk mencegah gula
terpecah menjadi unsur yang lebih sederhana.

3. Defekasi (defecation)
Tujuan proses defekasi adalah untuk membersihkan komponen-komponen bukan gula
dan meningkatkan kemurnian g u l a . Pada proses ini, nira mentah yang berasal dari
proses Juice Heater I (E-214) ditambahkan dengan Ca(OH)2. Reaksi yang terjadi pada
proses ini adalah sebagai berikut:

Ca(OH)2 + H3PO4 --------> Ca3(PO4)2 + 6 H2O

Dari reaksi diatas diperoleh endapan inti Ca3(PO4)2. Untuk menjaga kerusakan
monosakarida yang tidak tahan dengan suasana alkalis maka waktu tinggal didalam
Tangki Defekasi (M-210) harus sesingkat mungkin sehingga kerusakan warna dan zat
asam yang ditimbulkan dapat dihindari. Bahan yang dipakai pada proses ini adalah
susu kapur dengan pH 9,0 – 9,5. pemakaian susu dalam proses defekasi ini belum
dapat digantikan dengan bahan lain tapi tidak bisa ditingggalkan.

A. Sulfitasi nira mentah


Nira yang telah terkapur masuk kedalam Tangki Sulfitator (M-220) dalam
proses ini terjadi penurunan pH nira menjadi 7–7.2. Sulfitasi ini dilakukan pada suhu 70
- 75°C. Proses sulfitasi adalah penambahan gas SO2 yang bertujuan untuk memperbaiki
warna. Penambahan gas SO2 menyebabkan SO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 yang berlebih
dari proses defekasi, sehingga membentuk CaSO3 yang mengendap dengan reaksi
sebagai berikut:
Ca(OH)2 + SO2 --------> CaSO3 + H2
Gas SO2 ini berfungsi untuk memperkuat endapan dan menjaga agar reaksi antara asam
amino dan gula reduksi tidak terjadi. Apabila asam amino dan gula pereduksi ini
bereaksi maka akan membentuk poliphenol yang dapat mengakibatkan terbentuknya
zat warna gelap. SO2 dalam larutan asam dapat mereduksi ion ferri yang terkandung
didalam gula sehingga menurunkan efek oksidasi.
Penambahan SO2 tidak boleh berlebihan karena akan menyebabkan penurunan pH
menjadi terlalu rendahdan terbentuknya senyawa Calsium Hidrosulfida (CaHSO3) yang
larut dalam nira.

B. Pemanasan II (Juice heater II)


Nira yang telah dinetralkan pHnya kemudian dialirkan ke Juice Heater
II (E-223), disini nira dikontakkan dengan steam pada suhu yang lebih panas daripada
pemanasan I yaitu suhu 105°C, dimana suhu ini adalah suhu yang mempunyai
isoelektris yaitu suhu yang dapat mengumpulkan zat-zat tertentu, membunuh bakteri-
bakteri dalam nira dan menurunkan kepekatan (viscositas) sehingga kotoran lebih
mudah mengendap.

C. Pengeluaran gas dan pengendapan


Sebelum dilakukannya pengendapan gas-gas yang terdapat dalam nira harus
dibebaskan kedalam tangki pengembangan Flash Tank (H-230) agar tidak mengganggu
proses pengandapan. Dari Flash Tank (H-230) nira dialirkan ke tangki pengendapan
(compatrement door clarifier) atau Clarifier (H-240) yang berfungsi untuk
mengendapkan kotoran hasil pemurnian dengan menambahkan flokulan, yang berfungsi
mempercepat pengendapan kotoran dalam nira.
Pada tangki ini terdapat proses pemisahan nira jernih atau nira encer dari nira kotor.
Nira jernih dialirkan secara over flow ke Tangki Nira Jernih (F-251), sedangkan nira
kotor keluar melalui bagian bawah dialirkan ke Rotary Vacuum Filter (H-250),
kemudian sludge disaring dan dihasilkan ampas yang berupa blotong dan nira jernih.
Kemudian nira jernih hasil dari Rotary Vacuum Filter (H-250) dialirkan ke Tangki Nira
Jernih (F-251). Kemudian nira jernih ini dialirkan ke proses penguapan untuk
didapatkan gula cair tebu dengan kekentalan 65%.
2.5 Proses Penguapan
Tujuan dari penguapan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terdapapt
pada nira encer agar diperoleh nira yang lebih kental, dengan kentalan 62-65%.
Sebelum nira encer dilarkan nira dipanaskan terlebih dahulu di dalam Juice Heater III
(E-312), tujuannya yaitu agar beban pemanas pada Evaporator Efek I (V-310) tidak
terlalu besar. Penguapan ini dilakukan pada suhu 65-108°C dengan empat tahap yang
disebut “Quadrapel Effect Evaporator”, dengan menggunakan cara
forward feed. Steam masuk ke Evaporator Efek I (V-310) dengan suhu 121°C. Titik
didih larutan diturunkan dengan menurunkan tekanan dalam badan evaporator.
Perbedaan tekanan pada masing-masing evaporator akan mengakibatkan nira
mengalir sacara otomatis dari badan I ke badan berikutnya. Nira yang masuk pada tiap-
tiap badan evaporator akan bersirkulasi hingga mencapai kepekatan tertentu. Kemudian
secara otomatis katup (valve) akan terbuka dan nira mengalir kebadan berikutnya.
Demikian seterusnya sampai pada badan evaporator terakhir dengan kepekatan 65%.
Nira kental yang telah melewati proses penguapan ini kemudian dialirkan ke
Tangki Penyimpanan Liquid Cane Sugar (F-345), dan selanjutnya liquid cane sugar
akan di proses pada proses packing.

2.6 Proses Packing


Proses akhir yang harus dilalui produk gula cair sebelum pemasaran kepada
masyarakat adalah proses packing. Untuk Packing gula cair dibuat dalam bentuk yang
bervariasi dari kemasan sekali pakai, kemasan botol plastik kecil, kemasan botol kaca
besar, Kemasan refill (standing pouch), sampai pada kemasan jerigen 25 kg. Pemasaran
ke Industri makanan dan minuman akan di kirim sesuai pesanan mulai dari packing
jerigen sampai dalam bentuk tangki yang kemudian akan dipindahkan ketangki milik
industri yang menjadi konsumen.
3 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Gula Cair. http://www.scribd.com. Deiakses : 31

Oktober 2016

Safrizal,Refli. 2012. Gula berbahan Pati. http://reflitepe08.blogspot.com.

Diakses: 31 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai