Disusun Oleh :
Suatu fakta yang sangat penting tentang gula belakangan ini adalah harganya
yang melambung terus. Kebutuhan gula Indonesia mencapai 3,3 juta ton/tahun,
sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 1,7 juta ton atau 51,5% dari
kebutuhan nasional. Pada tahun 2006 kebutuhan gula Indonesia mencapai 3,8 juta ton
sedangkan produksi gulanya hanya sekitar 2,6 juta ton, sehingga impor gula
merupakan salah satu alternaif. Ironisnya, harga gula impor lebih murah
dibandingkan dengan gula dalam negeri.
Untuk mengurangi impor gula maka produksi gula dalam negeri harus terus
dipacu, disamping mencari alternatif bahan pemanis lain yang dijadikan sebagai
subtitusi gula. Karena gula merupakan salah satu faktor yang penting dalam
kebutuhan pokok masyarakat terutama sebagai bahan pemanis. Pemanfaatan gula
selain dijadikan untuk konsumsi secara langsung oleh konsumen sebagai bahan
pemanis atau pun bahan tambahan, juga gula sangat berperan penting dalam industri
makanan dan minuman.
Gula alternatif yang sekarang digunakan antara lain : gula siklamat dan
stearin yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa,
fruktosa, maltosa, manitol, sorbitol, dan xilitol. Gula dari pati mempunyai kemanisan
yang sama dengan gula tebu (sukrosa) bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut
dibuat dari bahan berpati seperti ubi kayu, sagu, ubi jalar, dan tanaman umbi-umbi
lainnya. Diantara gula pati tersebut sirup glukosa dan fruktosa yang mempunyai
prospek paling baik untuk mensubtitusi gula pasir.
Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan
menggunakan sirup glukosa sebagai bahan pemanis atau bahan tambahan. Hal ini
disebabkan oleh keunggulan sirup glukosa dibandingkan dengan gula lainnya
(sukrosa) diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti halnya suksrosa jika
dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak terbentuk sampai larutan
sirup glukosa mencapai kejenuhan 75%. Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang
diperoleh dari pati atau sumber karbohidrat lain melalui hidrolisa yang komponen
utamanya adalah glukosa . Sirup glukosa berupa cairan jernih dan kental dengan
komponen utamanya glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia
atau enzimatik. Zat pati yang dapat dihidrolisis berasal dari bahan yang mengandung
pati seperti sagu, jagung, ubi kayu, ubi jalar, gandum serta tanaman umbi-umbian
lainnya. Salah satu tanaman pati yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
bahan baku pembuatan sirup glukosa adalah pati ubi jalar. Menurut Richana (2009),
kadar pati dan gula reduksi cukup tinggi yaitu 8-29% dan 0,5-2,5%, maka ubi jalar
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Sekitar setengah dari produksi
ubi jalar di Jepang digunakan untuk pembuatan pati yang dimanfaatkan oleh industri
tekstil, kosmetik, kertas, dan sirup glukosa .
Sirup glukosa atau sering juga disebut sebagai gula cair mengandung D-
glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati.
Proses hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi
unit-unit monosakrida. Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat
menggunakan katalis asam, enzim, atau gabungan keduanya pada waktu, suhu dan
pH tertentu .
Hidrolisis pati dengan menggunakan katalis asam, molekul pati akan dipecah secara
acak oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi.
Pada hidrolisis pati menggunakan katalis enzim, molekul pati akan dipecah atau diputus
oleh enzim secara spesifik pada percabangan tertentu. Menurut Judoamidjojo (1992),
hidrolisis pati secara asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan dektrosa
equivalen (DE) sebesar 55. Sedangkan hidrolisis pati secara enzimatis akan
mendapatkan sirup glukosa dengan DE lebih dari 95%. Kelemahan dari hidrolisis pati
secara asam antara lain yaitu diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan
sakarida dengan spektra-spektra tertentu saja karena katalis asam menghidrolisa secara
acak. Jika nilai ekuivalen dekstrosa ditingkatkan, selain terjadi degradasi karbohidrat,
juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat berpengaruh terhadap warna, rasa
pada sirup glukosa yang dihasilkan. Sedangkan penggunaan enzim dapat mencegah
terjadinya reaksi sampingan karena sifat enzim yang sangat spesifik sehingga dapat
mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar.
2 BAB II PEMBAHASAN
Proses pembuatan gula cair dari bahan baku tebu secara umum dilakukan dengan
beberapa tahap yaitu proses persiapan bahan baku, peroses penggilingan, proses
pemurnian, proses penguapan, dan proses penyelesaian (Packing).
1. Penyaringan I
Nira mentah dari Tangki Penampung Nira (F-122) dialirkan melalui pipa kesaringan
DSM Screen (H-127). Kemudian dialirkan ke Tangki Nira Mentah (F-128).
3. Defekasi (defecation)
Tujuan proses defekasi adalah untuk membersihkan komponen-komponen bukan gula
dan meningkatkan kemurnian g u l a . Pada proses ini, nira mentah yang berasal dari
proses Juice Heater I (E-214) ditambahkan dengan Ca(OH)2. Reaksi yang terjadi pada
proses ini adalah sebagai berikut:
Dari reaksi diatas diperoleh endapan inti Ca3(PO4)2. Untuk menjaga kerusakan
monosakarida yang tidak tahan dengan suasana alkalis maka waktu tinggal didalam
Tangki Defekasi (M-210) harus sesingkat mungkin sehingga kerusakan warna dan zat
asam yang ditimbulkan dapat dihindari. Bahan yang dipakai pada proses ini adalah
susu kapur dengan pH 9,0 – 9,5. pemakaian susu dalam proses defekasi ini belum
dapat digantikan dengan bahan lain tapi tidak bisa ditingggalkan.
Oktober 2016