Anda di halaman 1dari 14

DRAFT KAJIAN

GULA RAFINASI

1. Latar belakang
Indonesia meruapakan negara yang sangat kaya akan sumber daya alam. Hasil
perkebunan dan pertanian yang melimpah merupakan salah satu dasar bagi Indonesia
untuk dapat menjadi produsen dari berbagai kebutuhan pokok masyarakatnya, seperti
berasa, gula, garam, dan lain-lain.

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat dan industri yang
saat ini masih terus menjadi masalah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan nasional
akan konsumsi gula sangat tinggi dan produksi dalam negeri masih belum dapat
memenuhi kebutuhan tersebut, sementara kebutuhan terus meningkat.

Gula di Indonesia terdapat berbagai jenis berdasarkan bahan pembuatnya, misal


gula tebu, gula aren, dan gula kelapa. Untuk gula tebu sendiri secara garis besar dapat
dibedakan menjadi tiga, yakni gula kristal mentah (GKM) atau raw sugar, gula kristal
putih (GKP) dan gula kristal rafinasi (GKR). Gula Kristal Mentah merupakan gula yang
digunakan sebagai bahan baku untuk produksi gula rafinasi. Gula kristal putih
merupakan gula yang terbuat dari tebu yang langsung dapat dikonsumsi rumah tangga,
sedangkan gula kristal rafinasi merupakan gula yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan industri makanan, minuman, farmasi dan industri rafinasi.

Perbedaan segmen pasar antara gula kristal putih dan gula kristal rafinasi yang
ditujukan untuk industri makanan dan farmaasi mengakibatkan investasi baru dan
menjadi peluang besar bagi peningkatan kapasitas produksi dalam negeri dan juga
penyerapan lapangan kerja. Meskipun di lain pihak Indonesia mengalami
ketergantungan impor bahan baku gula kristal mentah. Ketidakmampuan Indonesia
dalam memproduksi gula kristal mentah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
impor gula mentah, selain faktor biaya yang murah.
Gula rafinasi yang sedang panas di masyarakat merupakan efek dari berbagai
sektor pendukung maupun pengganggu dalam produksi dan distribusi gula rafinasi di
Indonesia, sehingga perlunya pelurusan akan paradigma yang berkembang di
masyarakat, serta mencoba memecahkan masalah yang terjadi terhadap industri gula
rafinasi di Indonesia.

2. Rumusan Masalah
a. Apa saja macam-macam gula yang ada?
b. Bagaimana proses pembuatan gula?
c. Apa itu gula rafinasi?
d. Bagaimana standar mutu gula yang dapat dikonsumsi?
e. Apa permasalahan yang dihadapi industri gula di Indonesia?
f. Bagaimana kebijakan pemerintah terkait masalah tersebut?

3. Pembahasan
3.1 Jenis-jenis gula

Gula adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Jenis-jenis gula ada
bermacam-macam. Jenis gula dapat dibedakan berdasarkan bahan pembuatnya yaitu
gula alami dan gula buatan. Gula alami meliputi gula tebu, gula aren/gula kelapa, dan
gula bit. Sedangkan gula buatan contohnya meliputi gula stevia yang berasal dari
ekstrasi glukosida dari daun tanaman stevia, gula aspartam dan gula kalium acesulfame.
Gula tebu sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan warna dan kandungan
ICUMSA. Salah satu parameter kualitas dari gula ditinjau dari warna ICUMSA, yaitu
menunjukkan kualitas warna gula dalam larutan. ICUMSA (International Comission
For Uniform Methods of Sugar Analysis) merupakan lembaga yang dibentk untuk
menyusun metode analisis kualitas gula dengan anggoa lebih dari 30 negara. Mengenai
warna gula ICUMSA telah membuat rating atau grade kualitas warna gula. Sistem
rating berdasarkan warna gula yang menunjukkan kemurnian dan banyaknya kotoran
yang terdapat dalam gula tersebut. Berdasarkan ICUMSA, gula tebu dapat dibagi
menjadi:
a. Gula Rafinasi (Refined Sugar) ICUMSA 45
Gula dengan kualitas yang paling bagus karena melalui proses pemurnian
bertahap.Warna gula putih cerah. Untuk Indonesia gula rafinasi diperuntukkan bagi
industri makanan karena membutuhkan gula dengan kadar kotoran yang sedikit dan
warna putih.
b. Gula Ekstra Spesial (Extra Special Crystall Sugar) ICUMSA 100-150
Gula yang termasuk food grade digunakan untuk membuat bahan makanan seperti
kue,minuman atau konsumsi langsung.
c. Gula Kristal putih ICUMSA 200 300
Gula yang dapat dikonsumsi langsung sebagai tambahan bahan makanan dan
minuman.Berdasarkan standard SNI gula yang boleh dikonsumsi langsung adalah gula
denganwarna ICUMSA 300. Pada umumnya pabrik gula sulfitasi dapat memproduksi
gula dengan warna ICUMSA < 300
d. Gula Kristal Mentah untuk konsumsi (brown sugar)ICUMSA 600-800
Di luar negeri gula ini dapat dikonsumsi langsung biasanya sebagai tambahan untuk
bubur, akan tetapi juga perlu diperhatikan mengenai kehigienisannya yaitu kandungan
bakteri dan kontaminan.
e. Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) ICUMSA 1600-2000
Raw Sugar digunakan sebagai bahan baku untuk gula rafinasi, dan juga beberapa
proses lain seperti MSG biasanya menggunakan raw sugar.
f. Gula Mentah (Very Raw Sugar) ICUMSA 4600
Max khusus digunakan sebagai bahan baku gula rafinasi dan tidak boleh
dikonsumsi.
Menurut SNI 3140.3:2010 , standar icumsa gula kristal putih yaitu 80 - 300
Untuk dapat dikonsumsi , maximal icumsa yang terkandung dalam gula adalah 300.
Semakin tinggi nilai ICUMSA yang terkandung dalam gula, semakin banyak impuritas
yang terkandung dalam gula sehingga kemurnian gula menjadi berkurang.

3.2 Proses Pembuatan Gula


Tebu dipanen setelah cukup masak, dalam arti kadar gula (sakarosa) maksimal
dan kadar gula pecahan (monosakarida) minimal. Setelah tebu dipanen dan diangkat
ke pabrik selanjutnya dilakukan pengolahan gula putih. Pengolahan tebu menjadi
gula putih dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan yang sebagain
besar bekerja secara otomatis.
Pembuatan gula putih di pabrik gula mengalami beberapa tahapan pengolahan,
yaitu pemerahan nira, pemurian, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal, dan
pengeringan.
1. Pemerahan Nira (Ekstrasi)
Tebu setelah ditebang, dikirim ke stasiun gilingan untuk dipisahkan antara bagian
padat (ampas) dengan cairannya yang mengandung gula (nira mentah). Alat
penggiling tebu yang digunakan di pabrik gula berupa suatu rangkaian alat yang
terdiri dari alat pengerja pendahuluan (Voorbewer keras) yang dirangkaikan dengan
alat giling dari logam. Alat pengerja pendahuluan terdiri dari Unigator Mark IV dan
Cane knife yang berfungsi sebagai pemotong dan pencacah tebu. Setelah tebu
mengalami pencacahan dilakukan pemerahan nira untuk memerah nira digunakan 5
buah gilingan, masing-masing terdiri dari 3 rol dengan ukuran 36X64.

2. Pemurnian Nira
Intuk proses pemurnian gula yaitu dapat dilakukan dengan cara defekasi, sulfitasi
dan karbonatasi. Pada umumnya pabrik gula di indonesia memakai cara sulfitasi.
Cara sulfitasi menghemat biaya produksi, bahkan pemurnian mudah di dapat dan
gula yang dihasilkan adalah gula putih atau SHS (Superieure Hoofd Sumber).
Proses ini menggunakan tabung defekator, alat pengendap dan saringan Rotary
Vacuum Filter dan bahan pemurniannya adalah kapur tohor dan gas sulfit dari hasil
pembakaran.
Mula-mula nira mentah ditimbang, dipanaskan, direaksikan dengan susu kapur
dalam defekator, kemudian diberi gas SO2 dalam peti sulfitasi, dipanaskan dan
diendapkan dalam alat pengendap. Nira kotor yang diendapkan kemudian disaring
menggunakan Rotery Vaccum Filter. Dari proses ini dihasilkan nira jernih dan
endapan padat berupa blotong. Nira jernih yang dihasilkan kemudian dikirim
kestasiun penguapan.

3. Penguapan Nira (Evaporasi)


Nira jernih masih banyak mengandung uap air. Untuk menghilangkan kadar air
dilakukan penguapan (evaporasi).
Dipabrik gula penguapan dilakukan dengan menggunakan beberapa evaporator
Evaporator bisanya terdiri dari 4-5 bejana yang bekerja dari satu bejana sebagai
uap pemanas bejana berikutnya. Dalam bejana Nomor 1 nira diuapkan dengan
menggunakan bahan pemanas uap bekas secara tidak langsung. Dari sini, uap bekas
yang mengembun dikeluarkan dengan kondespot. dalam bejana nomor 2, nira dari
bejana nomor 1 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana penguapan
nomor 1. Kemudian uap nira yang mengembun dikeluarkan dengan Michaelispot.
Di dalam bejana nomor 3, nira yang berasal dari bejana nomor 2 diuapkan dengan
menggunakan uap nira dari bejana nomor 2. Demikian seterusnya, sampai pada
bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna gelap dengan kepekatan
sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO2 sebagai belancing dan siap
dikristalkan. Sedangkan uap yang dihasilkan dibuang ke kondensor sentral dengan
perantara pompa vakum.
4. Kristalisasi
Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan vakum,
yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus sampai
mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula.
Pemanasan menggunakan uap dengan tekanan dibawah atmosfir dengan vakum
sebesar 65 cmHg, sehingga suhu didihnya 650c. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak
rusak akibat terkena suhu yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal
gula dan larutan (Stroop). Sebelum dipisahkan di putaran gula, lebih dulu
didinginkan pada palung pendinginan (kultrog).
5. Pemisahan Kristal Gula
pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan saringan yang bekerja
dengan gaya memutar (sentrifungal). Alat ini bertugas memisahkan gula. Pada
tingkat ini terjadi poses separasi (pemisahan). Mekanismenya menggunakan gaya
sentrifugal. Dengan adanya sistem ini, tetes dan gula terpisah selanjutnya
dihasilkan gula melasse (kristal gula) dan melasse (tetes gula).
6. Pengeringan Kristal Gula
Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-kira
20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering,
untuk menjaga agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus
dikeringkan terlebih dahulu. pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau
dengan memakai udara panas kira-kira 800C. Pengeringan gula secara
alami dilakukan dengan melewatkan SHS pada talang goyang yang panjang.

3.3 Pengertian Gula Rafinasi


Gula rafinasi (bahasa Inggris: refined sugar) merupakan salah satu jenis
sukrosa yang diproduksi menggunakan bahan baku berupa gula kristal
mentah (raw sugar), rafinasi diambil dari kata refinery yang berarti
menyuling, menyaring, membersihkan. karena melalu tahapan proses yang
ketat, tak heran bila gula rafinasi memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Karena melalui proses pemurnian bertahap. gula rafinasi memiliki kadar
warna atau ICUMSA unit &lt;45 IU, jauh dari gula untuk makanan (food grade)
yang kadar ICUMSA nya 100-150 IU. Selain itu kualitas gula rafinasi jauh
diatas gula kristal putih dengan kadar ICUMSA 200-300 IU. Maka dari itu
warna gula rafinasi lebih putih dan cerah, butirannya lebih halus dan lembut.
Tak heran bila industry makanan dan farmasi lebih memilih gula rafinasi
karena lebih higienis.
Kualitas gula rafinasi jauh di atas gula kristal putih (GKP) dengan kadar
ICUMSA 200-300. Karena melalui proses pemurnian lebih ketat, warna gula putih
bersih dan lebih cerah. Butiran kristalnya lebih halus dan lembut. Tak
heran bila industri makanan, minuman, dan farmasi lebih menyukai gula
rafinasi meskipun diolah dari bahan baku raw sugar impor. Kelebihan GKP bukan
pada tingkat kualitas, seperti higienitas atau tingkat keputihan. Kelebihan GKP,
seperti disebut Colosewoko, rasanya lebih manis dibandingkan gula rafinasi.

3.4 Permasalahan Gula Rafinasi di Indonesia


a. Segi Kesehatan
Jika Anda mengonsumsi gula ini, tubuh Anda akan membutuhkan vitamin B
kompleks, kalsium, dan magnesium untuk mencerna gula ini, karena tingkat
kemurniannya yang sangat tinggi.Hal ini menyebabkan secara mendadak tubuh
Anda mencuri ketersediaan vitamin B kompleks dari sistem saraf, mengambil
kalsium dan magnesium dari tulang dan gigi yang dapat menyebabkan osteoporosis
atau masalah kesehatan lainnya.
Anda akan mengalami pengeroposan tulang jika Anda mengonsumsi gula
rafinasi secara terus menerus.Bahaya lainnya adalah meningkatnya risiko diabetes
yang sangat tinggi karena gula ini mudah sekali terpecah menjadi glukosa dan
menyebabkan terjadinya hiperglikemia (suatu keadaan gula terlalu tinggi dalam
darah) atau juga Anda akan mengalami hipoglikemia (suatu keadaan rendahnya
gula darah), karena tubuh melepas insulin secara berlebihan.Gula rafinasi yang
dapat mengambil vitamin B komplek dari syaraf disinyalir sebagai penyebab
depresi dan penyimpangan perilaku. Meskipun belum ada penelitian lebih lanjut
mengenai hal ini
b. Segi Ekonomi
Dari sisi ekonomi berkelanjutan, gula rafinasi sebenarnya memiliki kekurangan.
Karena hingga saat ini, Indonesia harus mengimpor gula jenis itu. Kadang gula
rafinasi sulit didapat oleh pengusahan makanan dan minuman sehingga
menyebabkan produk makanan dan minuman berbasis gula menjadi mahal. Nah
dengan keputusan Mendag mengatur tata niaga gula, diharapkan masalah tahunan
itu tidak terjadi, jelas Koordinator Indonesia Sugar Watch, Gatot Triyono, dikutip
dari pernyataan resminya, Minggu (18/06/2017). Sementara, gula kristal putih
(GKP) dari tebu, memiliki kadar ICUMSA 200-300. Tingginya kadar ICUMSA
GKP karena disebabkan faktor pengolahan yang belum maksimal. Meski demikian,
GKP dapat dikonsumsi langsung tanpa harus diolah seperti gula rafinasi. Ciri khas
gula GKP ditunjukkan dengan tampilannya yang agak kecoklatan, dan memiliki
butiran kristal agak kasar.
Dari sisi ekonomi berkelanjutan gula GKP bisa mendongkrak perekonomian
nasional. Industri gula GKP ini melibatkan banyak sumber daya dan komponen.
Sebab tiap tahunnya, peredaran gula rafinasi ke pasar tanah air justru lebih banyak
hasil selundupan. Ini tentu memberikan dampak negatif bagi petani dan pabrik gula
putih nasional. Tata niaga gula rafinasi akan berdampak positif kepada industri
makanan dan minuman, pelaku usaha kecil dan menengah yang berproduksi
mengunakan gula rafinasi. Dampak yang sama juga dirasakan petani tebu yang
harga jual tebunya jatuh karena permainan mafia gula,
Data dunia menempatkan Indonesia sebagai penghasil tebu sebanyak 33,7 juta
ton dengan rendemen maksimal 10% didapat 3,37 juta ton air tebu dan melalui
proses ke gula pasir hanya menghasilkan 36% gula pasir dari air tebu atau setara
dengan 1,213 juta ton gula pasir dari seluruh unit-unit pabrik gula yang ada saat ini.
Tingkat konsumsi perkapita tahun 2017 adalah sekitar 23kg/tahun (rata-rata
dunia konsumsi perkapita sekitar 20kg/tahun, Amerika 67kg/tahun) atau total
konsumsi gula di Indonesia sekitar 4,93 juta ton gula/tahun pada tahun 2017 (gula
industri dan gula konsumsi) dan konsumsi gula industri makanan minuman tahun
2017 akan mencapai 3,5 juta ton/tahun, sedangkan kapasitas prodksi hanya
mencapai 1,213 juta ton/tahun atau seleisih kurang lebih 3,7 juta ton gula yang harus
di impor dengan sistem kuota.
Dari 3,7 juta ton gula yang akan diimpor 70-80% dikuasai mafia Importir gula
atau setara dengan 2,775 juta ton gula yang dikuasai mafia importir kuota gula. Dari
jumlah 1,2 juta ton gula kontribusi petani kuli tebu maksimal hanya 10% di Jawa
sekitar 120.000 ton/tahun.
c. Konsumsi Gula Rafinasi
Gula merupakan komoditas strategis bagi masyarakat Indonesia. Sebagai
bahan pemanis utama, penggunaan gula masih belum dapat digantikan dengan
sempurna oleh bahan pemanis lain. Secara umum penggunaan gula dibedakan
menjadi dua, yaitu gula untuk konsumsi dan gula untuk industri. Gula untuk
konsumsi sering kita kenal dengan nama Gula Kristal Putih (GKP), sedangkan
gula untuk kebutuhan industri dikenal dengan nama gula rafinasi. Gula rafinasi
diolah dari bahan baku gula mentah (raw sugar) yang melalui tahapan proses
penyulingan, penyaringan, dan pembersihan lebih ketat dibandingkan dengan
GKP. Tingkat kemurnian yang dimiliki gula rafinasi juga lebih tinggi, butiran
kristal lebih halus, serta warna yang lebih putih. Atas pertimbangan kualitas
tersebut, industri makanan, minuman, maupun farmasi lebih memilih gula
rafinasi dibandingkan dengan GKP sebagai bahan baku industrinya.
Kebutuhan gula untuk industri, khususnya industri sedang dan besar dicukupi
oleh gula rafinasi impor dan gula rafinasi lokal. Saat ini, terdapat 11 Pabrik Gula
Rafinasi (PGR) yang beroperasi di Indonesia. Kesebelas pabrik tersebut memiliki
kapasitas produksi yang berbeda-beda sehingga mampu memenuhi sebagian
kebutuhan gula bagi industri. Namun, produksi gula rafinasi lokal belum mampu
mencukupi seluruh permintaan industri sehingga masih dibutuhkan gula rafinasi
impor.
Menurut Badan Pusat Statistik, impor yang dilakukan oleh Indonesia
sebagian besar dalam bentuk bahan baku industri, yaitu berupa gula rafinasi
maupun bahan bakunya, yaitu berupa raw sugar. Impor gula rafinasi yang
dilakukan Indonesia disebabkan oleh karena tidak tercukupinya bahan baku pada
tingkat lokal, khususnya secara kualitas. Pada pelaksanan impor, gula rafinasi
(refined sugar) hasil industri yang dimiliki oleh importer gula kasar yang
bersumber bahan bakunya berupa Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (raw sugar)
berasal dari impor hanya dapat diperjualbelikan atau didistribusikan kepada
industri dan dilarang diperdagangkan ke pasar di dalam negeri (Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri, 2007).
Diduga pemerintah memberikan kuota izin impor gula rafinasi secara
langsung melebihi kebutuhan yang ada. Saat ini seharusnya produksi gula rafinasi
lokal mampu mengikis volume impor gula rafinasi oleh Indonesia. Pada
kenyataannya bagi pihak- pihak tertentu, volume impor gula rafinasi masih terlalu
tinggi, misalnya bagi para petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu
Rakyat Indonesia (APTRI), akibatnya akhir-akhir ini dijumpai banyak gula
rafinasi yang merembes ke pasar gula konsumsi. Kenampakan gula rafinasi yang
lebih menarik serta harganya yang cenderung lebih murah di pasaran
dibandingkan dengan GKP, membuat harga jual GKP anjlok. Harga gula rafinasu
dijual di kisaran Rp 8.000-an hingga Rp 9.000 -an per kg atau lebih murah dari
harga gula non industri yang paling murah seharga Rp 10.000,00 per kg (Anonim,
2014).
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula Rafinasi
Permintaan ditunjukkan oleh banyaknya kebutuhan gula rafinasi pada idustri.
Analisis permintaan dilakukan satu per satu pada ketiga industri dan secara
agregat pada ketiganya.
1. Industri Makanan
Industri makanan ini terdiri atas industri pelumatan buah, pengalengan buah,
susu, es krim, kecap, makanan dari cokelat dan kembang gula, sirop, roti kering,
kue dan sejenisnya, kue-kue basah, pengolahan teh dan kopi, serta kerupuk,
keripik dan sejenisnya yang menggunakan gula rafinasi sebagai salah satu bahan
baku produksinya.
2. Industri Minuman
Industri minuman terdiri dari kelompok industri minuman keras, minuman
anggur dan minuman ringan.

3.5 Kebijakan Pemerintah Terkait Gula Rafinasi


Keputusan Pemerintah terkait pembatasan GKR sudah dimulai sejak lama. Pada
Februari 2009, Departemen Perdagangan mengeluarkan penyempurnaan petunjuk
pendistribusian gula rafinasi melalui surat edaran Menteri Perdagangan kepada
produsen gula rafinasi Nomor 111/M-DAG/2/2009. Dalam siaran pers Departemen
Perdagangan tanggal 10 Februari 2009 disebutkan, ada lima petunjuk teknis
penyempurnaan petunjuk pendistribusian gula rafinasi, sebagai berikut (Pusat
Humas Departemen Perdagangan, 2009):

1. Distributor harus ditunjuk resmi oleh produsen gula rafinasi, demikian pula
subdistributor ditunjuk resmi oleh distributor. Nama distributor dan subdistributor
yang ditunjuk wajib disampaikan ke dinas yang bertanggung jawab di bidang
perdagangan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Distributor dan subdistributor
yang tidak memiliki penunjukan resmi tidak diperbolehkan untuk
menyalurkan/mendistribusikan gula rafinasi.
2. Produsen, distributor, dan sub distributor dapat menjual gula rafinasi langsung
kepada industri pengguna serta tetap dalam kemasan karung dan tidak diperbolehkan
dikemas dalam bentuk kiloan.
3. Terkait kemasan, kemasan karung gula rafinasi wajib mencantumkan nama
produk Gula Kristal Rafinasi (GKR); hanya untuk kebutuhan industri; menggunakan
tanda SNI; berat bersih dan nama produsen.
4. Berkaitan dengan pengaturan kualitas GKR yang harus disesuaikan dengan
SNI, yaitu Mutu I (satu) maksimal dengan Icumsa45 dan Mutu II (dua) maksimal
dengan Icumsa 80. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
83/M-IND/PER/11/2008 tanggal 13 November 2008.
5. Kelengkapan dokumen yang harus ditunjukkan industri pengguna agar dapat
membeli GKR, antara lain dokumen-dokumen sebagai berikut (1) Izin Usaha
Industri (IUI) untuk Industri skala Besar-Menengah; (2) Tanda Daftar Industri (TDI)
untuk Industri skala kecil; dan (3) Surat keterangan dari RT/RW yang diketahui oleh
lurah setempat bagi Industri Kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT).
Dalam perjalanannya, hasil verifikasi yang dilakukan Kementerian
Perdagangan pada 2014 menunjukkan, jumlah gula rafinasi yang disalurkan 11
produsen pada periode Januari- Juli 2014 sebesar 1,7 juta ton. Jumlah yang
disalurkan kepada industri makanan dan minuman sebesar 1,588 juta ton (88,84%).
Sisanya yang sebesar 199.500 ton (11,16 %) terindikasi tidak sesuai
peruntukan (Suryowati, 2015). Tanggal 23 Desember 2015, Kementerian
Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 117/M-
DAG/PER/12/2015 yang mengatur tentang ketentuan dan pembatasan impor gula.
Dalam peraturan tersebut, pemerintah mengatur agar gula rafinasi dilarang masuk
ke pasar eceran.

Akhirnya sebagai langkah menanggulangi ketimpangan terkait penggunaan


GKR, Kementerian Perdagangan (Kemdag) menetapkan kebijakan baru soal gula
kristal rafinasi (GKR) yang diproses dari gula mentah impor. Gula ini hanya
diperdagangkan melalui mekanisme pasar lelang komoditas.
Kemdag beralasan, kebijakan ini bertujuan untuk memotong mata rantai pemasaran
dan distribusi yang panjang. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) No. 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan GKR
melalui Pasar Lelang Komoditas.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, permendag ini


diterbitkan untuk menjamin dan menjaga ketersediaan, penyebaran, dan stabilitas
harga gula nasional, serta memberi kesempatan usaha yang sama bagi industri besar
dan kecil dalam memperoleh gula kristal rafinasi (GKR). "Dengan mekanisme pasar
lelang diharapkan harga yang diterima di tingkat industri makanan dan minuman
akan lebih terjangkau, ujarnya, Jumat (24/3).

Dengan Permendag tersebut, produsen GKR yang mengimpor gula kristal


mentah wajib menjual hasilnya melalui pasar lelang komoditas. Penyelenggara pasar
lelang komoditas GKR ditetapkan Menteri Perdagangan. Namun, Permendag ini
tidak berlaku untuk industri GKR yang hasil produksinya untuk ekspor.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/973/2014--SNI-untuk-Gula-
Kristal-Putih-baru-bisa-Diterapkan
http://ekbis.rmol.co/read/2017/07/17/299341/Nestapa-Penderitaan-Petani-
Gula-Akibat-Mafia-Gula-di-Republik-Indonesia-
http://pestolangen.blogspot.co.id/2011/12/peredaran-gula-rafinasi-
ilegal.html
http://industri.bisnis.com/read/20170810/12/679970/produsen-gula-rafinasi-
diminta-beli-gula-tani
https://r2dyluminescence.wordpress.com/2009/07/20/proses-pembuatan-
gula-rafinasi/
https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/apa-itu-gula-rafinasi-bahaya/
http://www.validnews.co/GULA-RAFINASI-BERBAHAYAKAH-
V0000510
http://www.kemenperin.go.id/artikel/403/Pemerintah-Didesak-Audit-Gula-
Rafinasi-

Anda mungkin juga menyukai