Anda di halaman 1dari 74

PROSES THERMAL PANGAN

R. Baskara Katri Anandito, S.TP, MP.


PENDAHULUAN
• Pada industri pangan  tahapn proses yang diperlukan
untuk mengeliminasi potensi keracunan pangan  proses
pengawetan pangan
• Pasteurisasi  salah satu proses pengawetan tradisional dan
menggunakan energy thermal untuk meningkatkan suhu
produk dan inaktivasi mikroorganisme patogen spesifik
• Pasteurisasi menghasilkan produk yang stabil jika disimpan
pada suhu dingin.
• Sterilisasi komersial  proses thermal yang lebih intensif
dari pasteurisasi, untuk mereduksi populasi semua
mikroorganisme dalam produk dan menghasilkan produk
yang stabil di dalam kaleng atau kemasan sejenis.
Pasteurisasi & Blanching

• Beberapa produk pangan membutuhkan proses thermal


dengan suhu yang sedang untuk mengeliminasi
mikroorganisme patogen dan komponen-komponen lain
penyebab kerusakan  memperpanjang umur simpan &
keamanan produk
• Blanching  proses thermal yang digunakan untuk inaktivasi
enzim dalam pangan dan untuk mencegah reaksi kerusakan
produk.
• Pasteurisasi & Blanching  tidak menggunakan suhu tinggi
yang biasanya digunakan pada sterilisasi komersial
• Pasteurisasi sistem kontinyu  HTST (High Temperature
Short Time)
STERILISASI KOMERSIAL
KLASIFIKASI PRODUK PANGAN
KURVA SURVIVOR MIKROBIA

Kurva Survivor Mikrobia selama Proses Pemanasan


Persamaan umum untuk menggambarkan kurva survivor
mikrobia :

dN
 - kN ............... (1)
n

dt
N = jumlah mikrobia ; k = konstanta penurunan jumlah
mikrobia; n = orde reaksi.
• Penurunan jumlah mikrobia selama proses pemanasan
mengikuti reaksi orde 1, sehingga persamaan menjadi :

dN
 - kN ............... (2)
dt
Apabila persamaan (2) diintegralkan, maka diperoleh
persamaan :

N
ln  - kt ............... (3)
N0
N = jumlah mikrobia akhir; N0 = jumlah mikrobia awal; k =
konstanta laju penurunan mikrobia; t = waktu pemanasan
(dalam menit)
• Persamaan (3) menunjukkan plot kurva semilogaritma dari N
terhadap t. Persamaan tersebut dapat diubah :

N N kt
2,303 log  - kt atau log - ............... (4)
N0 N0 2,303
Nilai 2,303 / k sering dinyatakan sebagai nilai D, sehingga :

N t
log  - ............... (5)
N0 D
2,303
D ............... (6)
k
Nilai D = waktu penurunan desimal (decimal reduction time)

• Nilai D menyatakan ketahahanan panas mikrobia atau


sensitifitas mikroba oleh suhu pemanasan.
• Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada
suhu tertentu yang diperlukan untuk menurunkan
jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90%
atau satu logaritmik.
• Setiap mikroba memiliki nilai D pada suhu tertentu. Semakin
besar nilai D suatu mikroba pada suatu suhu tertentu, maka
semakin tinggi ketahahan panas mikroba tersebut pada suhu
yang tertentu.

Gambar 1. Logaritma jumlah mikroba yang hidup sebagai fungsi waktu


pada suhu pemanasan T
• Gambar 1 memperlihatkan kurva hubungan antara jumlah
mikrobia (sumbu y, skala logaritma) dan waktu pada suhu
pemanasan tertentu (sumbu x). Kurva ini sering disebut
dengan kurva semi-logaritma ketahanan panas mikroba.
Kurva ini berbentuk linier dengan nilai slopenya adalah -1/D.
• Dari Gambar 1, nilai D diperoleh dari penurunan jumlah
mikroba sebesar 1 siklus logaritma atau 90% penurunan.
Misalnya, penurunan jumlah mikroba dari 10 5 cfu / ml
menjadi 10 4 akan melewati 1 siklus logaritma atau menurun
sebesar 90% (1D). Sedangkan untuk menurunkan jumlah
mikroba dari 10 5 cfu/ ml menjadi 10 3 cfu/ml akan melewati
2 siklus logaritma atau penurunan sebesar 99 % (2D).
Contoh Soal

1. Data spora yang masih selamat (hidup) setelah proses


pemanasan pada 100 0C sebagai berikut :

Tentukan nilai D dan estimasikan konstanta kecepatan (k) !


Data spora yang masih hidup :

Plot log jumlah spora (sumbu Y) vs waktu (Sumbu X)


kemudian dilakukan regresi linier
9
8
7

Log jumlah spora


6
5
4
3 y = -0.0627x + 7.202
R² = 0.8475
2
1
0
0 20 40 60 80
Waktu (menit)
2. Suatu suspensi mengandung 3 x 105 spora bakteri A yang
mempunyai nilai D = 1,5 menit dan 8 x 106 spora bakteri B
yang mempunyai nilai D = 0,8 menit (masing-masing pada
suhu 121,1 0C). Suspensi tersebut dipanaskan pada suhu
121,1 0C. Hitunglah waktu yang diperlukan untuk
memperoleh peluang mikrobia akhir 1 / 1000!
JAWAB :
Menggunakan persamaan (5)
Untuk Bakteri A :
D121,1 = 1,5 menit N0 = 3 x 10 5 N = 1 / 1000 = 10 -3
N t
log -
N0 D
10 -3 t
log 5
-
3 x 10 1,5
5
3 x10
t  1,5 x log -3
 12,72 menit
10

Untuk Bakteri B :
D121,1 = 0,8 menit N0 = 8 x 106 N = 1/1000 = 10-3
N t
log -
N0 D
10 -3 t
log 6
-
8 x 10 0,8
6
8 x10
t  0,8 x log  7,92 menit
10-3
Contoh 3 :
• Nilai D dipengaruhi oleh suhu  Semakin tinggi suhu maka
nilai D semakin kecil  artinya, semakin tinggi suhu
pemanasan, maka waktu yang diperlukan untuk
menginaktivasi mikroba akan semakin pendek.
• Gambar 2 memperlihatkan pengaruh suhu terhadap nilai D.
Pada suhu pemanasan yang lebih tinggi, kurva akan semakin
curam yang memberikan slope kurva -1/D semakin besar
atau nilai D semakin kecil.
• Nilai D dari setiap mikroba memiliki sensitivitas yang
berbeda terhadap perubahan suhu  dinyatakan dengan
nilai Z  perubahan suhu yang diperlukan untuk merubah
nilai D sebesar 90% atau 1 siklus logaritma.
• Misalnya, Clostridium botulinum memiliki nilai Z sebesar 10
0C, artinya untuk merubah nilai D mikroba tersebut dari 0.25

menit pada suhu 121 0C menjadi 0.025 menit (menurun


sebesar 90% atau 1 siklus logaritma), suhu pemanasan harus
dinaikkan sebesar 10 0C, yaitu menjadi 131 0C. Dengan kata
lain, untuk menurunkan C. botulinum sebesar 90% pada
suhu 121 0C adalah 0.25 menit, sedangkan pada suhu 131 0C
adalah 0.025 menit (10 kali lebih cepat).
Gambar 2. Kurva semilogaritma hubungan nilai D dengan suhu. Nilai z diperoleh dari
kebalikan nilai slope kurva
Dari persamaan :
T - Tref
log D T  log D 0 - ................ (7)
z
Nilai D pada berbagai suhu dapat dicari dengan :
T - Tref
log D T  log D 0 -
z
T - Tref
log D T - log D 0  -
z
D T - Tref
log T  -
D0 z
Tref - T
D T  D 0 x 10 z
................ (8)

DT = nilai D pada suhu T; D0 = nilai D pada suhu reference (250


F / 121,1 0C); z = nilai z ; Tref = suhu reference (250 F / 121,1 0C)
Contoh Soal

1. Data nilai D (decimal reduction time) dari suatu suspensi


spora pada berbagai suhu sebagai berikut :

Tentukan nilai z !
2. Tentukan waktu proses pada suhu 280 F jika diketahui
kandungan mikrobia awal adalah 10 spora / g produk dan
diinginkan peluang kebusukannya adalah 1 kaleng dari 10 5
kaleng yang diproduksi (berat produk = 330 g / kaleng).
Diketahui D250 = 1,2 menit dan z = 18 0F
JAWAB :
Untuk mencari D280, maka digunakan persamaan (8)
Tref - T
D T  D 0 x 10 z

250 - 280
D 280  D 250 x 10 z

250 - 280
D 280  1,2 x 10 18
 0,026 menit
Jumlah spora awal :
N 0  (10 spora / g) x (330 g / kaleng)  3300 spora / kaleng

Spora akhir (N) = 1 / 10 5 = 10 -5


Dengan menggunakan persamaan (5) :

N t
log -
N0 D
10 -5 t
log -
3300 0,026
3300
t  0,026 x log -5
 0,22 menit
10
PARAMETER KECUKUPAN PROSES THERMAL

• Proses termal secara komersial didesain untuk menginaktivasi /


membunuh mikrobia patogen yang ada pada makanan yang dapat
mengancam kesehatan manusia dan mengurangi jumlah
mikroorganisme pembusuk ke tingkat yang rendah sehingga peluang
terjadinya kebusukan sangat rendah.
• Laju penurunan jumlah mikroba oleh panas hingga level yang aman
mengikuti orde 1 atau menurun secara logaritmik. Secara matematis
penurunan jumlah mikroba atau siklus logaritma penurunan mikroba (S)
dinyatakan dengan persamaan 1 berikut:
• Proses thermal dalam pengolahan pangan perlu dihitung agar kombinasi
suhu dan waktu yang diberikan dalam proses pemanasan cukup untuk
memusnahkan bakteri termasuk sporanya, baik yang bersifat patogen
maupun yang bersifat membusukkan.
• Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada
level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai F0 .
• Secara umum nilai F0 didefinisikan sebagai waktu (biasanya dalam menit)
yang dibutuhkan untuk membunuh mikrobia target hingga mencapai
level tertentu pada suhu tertentu.
• Apabila prosesnya adalah sterilisasi, maka nilai F0 diartikan sebagai nilai
sterilitas, sedangkan apabila prosesnya adalah pasteurisasi, maka nilai F0
diartikan sebagai nilai pasteurisasi. Nilai F0 biasanya menyatakan waktu
proses pada suhu standar. Misalnya, suhu standar dalam proses
sterilisasi adalah 121.1 0C (250 0F), sehingga nilai F0 sterilisasi
menunjukkan waktu sterilisasi pada suhu standar 121.1 0C.
Pada topik terdahulu diketahui bahwa :
• Untuk memastikan keamanan makanan berasam rendah
dalam kaleng, maka kriteria sterilitas yang dipakai adalah
berdasarkan pada spora bakteri yang lebih tahan panas
daripada spora Clostridium botulinum  Bacillus
stearothermophilus atau sering disebut sebagai FS (flat sour)
1518. Disebut sebagai FS 1518 karena pertumbuhan bakteri
ini akan menyebabkan kebusukan dengan diproduksinya
asam tetapi tanpa gas sehingga bentuk tutup kaleng tetap
normal (flat).
• Untuk makanan asam, proses sterilisasi dengan
menggunakan panas ini biasanya didesain berdasarkan pada
ketahanan panas bakteri fakultatif anaerob, seperti Bacillus
coagulan (B. thermoacidurans), B. mascerans, dan B.
polymyxa
• Konsep 12D merupakan konsep yang umum digunakan dalam sterilisasi
komersial untuk menginaktifkan mikroorganisme yang berbahaya, yaitu
Clostridium botulinum.
• Arti 12D adalah bahwa proses termal yang dilakukan dapat mengurangi
mikrobia sebesar 12 siklus logaritma atau F0 = 12D. Bila bakteri C. botulinum
memiliki nilai D121,1 = 0.25 menit, maka nilai sterilisasi (F0) dengan
menerapkan konsep 12D harus ekuivalen dengan pemanasan pada 121,1 0C
selama 3 menit.
• Apabila produk pangan mengandung 10 3 cfu / ml mikroba awal, maka
setelah melewati proses 12D tersebut, maka peluang mikroba yang tersisa
adalah 10 -9 cfu / ml.
• 12D juga dapat diartikan bahwa dari sebanyak 10 12 kaleng, hanya 1 kaleng
yang berpeluang mengandung spora C. botulinum.
• Konsep 5D banyak diterapkan untuk produk pangan yang dipasteurisasi,
karena target mikroba yang dibunuh lebih rendah dibanding pada produk
yang disterilisasi komersial. Dalam konsep 5D diterapkan 5 siklus logaritma,
yang artinya telah terjadi pengurangan sebanyak 5 desimal atau
pembunuhan mikroba mencapai 99.999%.
SPOILAGE PROBABILITY

• Spoilage probability (peluang kerusakan) digunakan untuk


mengestimasikan berapa kaleng yang mengalami kerusakan
(kebusukan) dari total kaleng yang diproses.
• Persamaan :
F
log N 0 - log N 
D
• Jika r adalah jumlah kaleng (kemasan) yang diproses dan N0
adalah populasi awal mikrobia pembusuk pada masing-
masing kaleng (kemasan), total jumlah mikrobia pembusuk
pada awal proses adalah rN0, sehingga :

F
log (rN 0 ) - log (rN) 
D
• Jika tujuan dari proses thermal adalah peluang 1 kaleng
(kemasan) mengalami kerusakan (kebusukan) dari total
kaleng (kemasan) yang diproses, maka :
F
log (rN 0 ) - log (rN) 
D
F
log (rN 0 ) - log (1) 
D
F
log (rN 0 ) 
D
F
(rN 0 )  10 D

1 N0
 F
r 10 D
Contoh Soal
1. Estimasikan peluang kerusakan dari proses thermal (113 0C)
selama 50 menit ! Diketahui D113 = 4 menit dan jumlah
mikrobia awal 104 per kemasan.
1 N0
 F
r 10 D
1 10 4
 50
r 10 4
1 10 4
 12,5
r 10
r  10 8,5  10 8 x 10  3,16 x 108
Jadi peluang kerusakan adalah 1 kaleng untuk 3,16 x 108
kaleng yang diproses atau 3 kaleng untuk 109 kaleng yang
diproses.
PROSES THERMAL & KUALITAS BAHAN

• Proses termal  selain aspek keamanan juga aspek kualitas


produk  menghindari kerusakan nilai gizi dan penurunan
mutu organoleptik  perlu optimasi
• Proses yang melebihi kecukupan panas  makanan yang
steril dan aman tetapi terjadi penurunan nilai gizi dan mutu
organoleptik.
• Proses yang kurang (nilai F0 terlalu rendah)  resiko
keamanan pangan & kesehatan publik.
• Reaksi penurunan kualitas bahan karena pengaruh suhu
secara umum dengan persamaan Arrhenius :

 - Ea 
k  k 0 exp  
RT
• Hubungan antara dua konstanta laju reaksi (k) untuk dua
suhu T1 dan T2 digambarkan dengan persamaan :
k2  Ea  1 1 
 exp   - 
k1 R  T1 T2 
atau
 k2  Ea 1 1
log     - 
 k1  2,303R  T1 T2 
• Diketahui bahwa k = 2,303 / D, sehingga :

 k2   D1 
log    log  
 k1   D2 
• Diketahui bahwa :

T2 - T1
D1
 10 z
D2
sehingga
 k2  T2 - T1
log    10 z

 k1 
• Kombinasi dari dua persamaan :

T2 - T1 Ea  1 1 
  - 
z 2,303R  T1 T2 
• Nilai z sebagai fungsi energi aktivasi dan suhu :
2,303 R
z
EaT1T2
Ea = energi aktivasi (kal / mol) atau (kJ / mol)
R = konstanta gas (1,9872 kal / mol K) atau (8,314 kJ/mol K)
T = suhu (K)
• Untuk kualitas bahan yang dikenai proses thermal, berlaku
juga persamaan :
F
C -
 10 D
C0

C = kualitas akhir; C0 = kualitas awal; F = waktu proses; D =


nilai D
XI. EVALUASI KECUKUPAN PROSES THERMAL

• Data hasil pengukuran penetrasi panas perlu diolah dengan tujuan untuk
menentukan nilai sterilitas (Fo) dari proses termal yang dilakukan.
• Di antara metode yang dapat digunakan untuk menghitung nilai Fo dari hasil
pengukuran penetrasi panas adalah dengan menggunakan metode trapesium.
Dengan membandingkan nilai Fo pada disain proses termal yang dilakukan
dengan nilai Fo pada suhu standar, maka dapat ditentukan apakah proses
termal yang diterapkan sudah memenuhi kecukupan proses panas atau belum.
• Apabila nilai Fo proses yang diperoleh dari hasil pengukuran penetrasi panas
lebih besar dari nilai Fo pada suhu standar, maka proses termal yang dilakukan
telah mencukupi. Sedangkan apabila nilai Fo proses kurang dari Fo suhu
standar, maka proses termal tidak tercapai (under process).
• Dengan cara seperti ini maka dapat ditentukan apakah suatu disain proses
termal sudah cukup untuk memastikan inaktivasi bakteri atau spora yang tidak
diingin-kan.
• Nilai sterilisasi (Fo) yang didisain sebagai target proses termal dilakukan
pada suhu standar, dimana untuk proses sterilisasi suhu standar yang
umum digunakan adalah 250 0F (121.1 0C).
• Artinya, waktu proses untuk menjamin mikro-organisme telah dibunuh
hingga level yang aman terjadi pada suhu konstan (250 0F). Pada
kenyataanya, sebagaimana telah dijelaskan di atas, proses pemanasan
tidak berlangsung pada suhu konstan.
• Oleh karena itu, nilai sterilisasi (Fo) untuk proses termal yang
sesungguhnya harus memperhatikan pengaruh total dari proses
pemanasan pada fase pemanasan, holding dan pendinginan terhadap
pembunuhan mikroorganisme.
General Method
PERHITUNGAN DALAM PROSES PASTEURISASI KONTINYU

Q = debit aliran; A = luas penampang pipa

Anda mungkin juga menyukai