Anda di halaman 1dari 18

ACARA I

KAMABOKO

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum Teknologi Daging dan Ikan Acara I Kamaboko
adalah untuk mempelajari jenis pati (tepung terigu, tepung maizena, dan
tepung tapioka) dan konsentrasi curdlan (nutrijel) terhadap kualitas
organoleptik produk akhir kamaboko.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan dan produk perikanan merupakan bahan pangan yang mudah
rusak (perishable food). Oleh karena itu perlakuan yang benar pada ikan
setelah ikan ditangkap sangat penting peranannya. Mutu kesegaran dapat
mencakup rupa atau kenampakan, rasa, bau, dan juga tekstur yang secara
sadar ataupun tidak sadar akan dinilai oleh pembeli atau pengguna dari
produk tersebut (Milo dkk, 2013).
Salah satu produk olahan berbasis ikan ialah kamaboko. Kamaboko
merupakan produk makanan tradisional Jepang dari hasil olahan daging ikan
berbentuk gel, yang bersifat kenyal dan elastis. Bahan baku yang digunakan
pada pembuatan kamaboko adalah daging ikan. Hampir semua jenis ikan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku, tetapi kekuatan gel atau kekenyalan
dan elastisitasnya bervariasi menurut jenisnya. Ikan yang digunakan harus
mempunyai kandungan protein yang sesuai untuk pembentukan gel
kamaboko dan harus mempunyai tingkat kesegaran yang tinggi. Bahan baku
kamaboko ialah bahan daging ikan giling atau surimi yang diberi tambahan
pati, garam, dan bumbu-bumbu lainnya untuk menunjang aspek sensorisnya.
Daging ikan cincang ikan yang hancur (atau surimi mentah) menjadi sol
kental atau pasta saat digiling atau dihaluskan dengan garam. Pasta semacam
itu tidak dapat diperoleh di tanpa adanya garam bahkan jika penghalusan
dilakukan selama berjam-jam. Fungsi utama dari garam adalah untuk
membantu melarutkan protein myofibrillar untuk meningkatkan pembentukan
gel. Myosin dan actomyosin memiliki peran dominan dalam gelasi surimi dan
menunjukkan jenis spesifitas tertentu yang berkaitan dengan sifat glassy
(Suryono dkk, 2013).
Nilai gizi, surimi dianggap rendah kolesterol, rendah lemak, dan
rendah sodium yang merupakan kunci untuk meningkatkan permintaan pasar.
Surimi umumnya diperoleh dari otot ikan putih baik berdasarkan karakteristik
keputihan dan tekstur yang paling penting dari surimi dan produk gel yang
dihasilkan. Untuk memperoleh tekstur yang tepat dalam produk surimi, perlu
untuk meningkatkan proses gelasi protein ikan, karena sifat fungsional gel
dari surimi seperti warna, kapasitas menahan air, kelembaban, kekuatan gel,
dan lain-lain merupakan aspek penting untuk penerimaan produk berbasis
surimi oleh konsumen. Untuk memenuhi tekstur, bahan harus ditambahkan ke
surimi yang mengubah sifat tekstur dan mobilitas air dari surimi. Sifat gel
dipengaruhi bukan hanya oleh kualitas daging cincang, tetapi juga oleh
berbagai bahan yang ditambahkan. Putih telur merupakan bahan aditif umum
untuk mengubah sifat-sifat tekstur yang dihasilkan gel. Fungsi dari putih telur
adalah sebagai inhibitor enzim untuk menghambat tahap "modori" (fenomena
pelunakan gel) selama pemanasan. Proses gelasi untuk membuat produk lebih
elastis (Jafarpour, et al., 2012).
Dalam praktikum pembuatan kamaboko digunakan pula bahan lain
seperti agar, tepung terigu, maizena, dan tapioka. Secara kimiawi, agar
merupakan senyawa polisakarida berantai panjang yang dibangun oleh
agarosa dan agaropektin secara berulang dan dikandung oleh makroalga
(rumput laut). Agar memiliki daya gelasi yang cukup kuat. Oleh sebab itu
agar memiliki fungsi utama sebagai bahan pemantap, penstabil, pengemulsi,
pengental, pengisi, pembuat gel dan lain-lain. Agar banyak dimanfaatkan
dalam berbagai industri seperti makanan dan minuman, farmasi, kosmetik,
kertas, tekstil, fotografi, pasta gigi dan industri lainnya (Widyastuti, 2009).
Sodium tripoliphospat memiliki rumus kimia Na5P3O10 atau di pasaran
dikenal sebagai STPP. STPP merupakan bahan tambahan yang dapat
mengenyalkan bakso. Penggunaan STPP sampai sekarang tidak dilarang oleh
Departemen Kesehatan RI. STPP dapat menurunkan penyusutan makanan,
meningkatkan daya mengikat air dan bersifat sebagai antioksidan. Garam
merupakan bahan tambahan lain yang dapat meningkatkan daya mengikat air,
menstabilkan emulsi daging dan menambah citarasa. Penggunaan garam
dengan penambahan STPP secara sinergis dapat meningkatkan daya mengikat
air. Penambahan fosfat alkali yang dicampur dengan garam pada daging
berguna dalam melarutkan protein myofibril terutama miosin. Protein-protein
hasil ekstraksi yang digunakan sebagai bahan pengikat akan saling
berinteraksi dan akan mengakibatkan ruang antar filament menjadi lebih
besar sehingga air dapat ditahan dan mengakibatkab tingginya daya mengikat
air (Ulupi dkk, 2005).
Bahan pengikat dapat berupa tepung terigu, tepung tapioka, dan
tepung maizena. Tepung maizena sangat baik untuk produk-produk emulsi
karena mampu mengikat air dan menahan air tersebut selama pemasakan.
Fungsi dari tepung maizena antara lain adalah memperbaiki tekstur, citarasa,
daya ikat air, dan memperbaiki elastisitas pada produk akhir. Selain itu,
tekstur juga merupakan salah satu penilaian kualitas suatu produk selain
daripada nilai makanan dan 90% responden mengemukakan mutu
berhubungan dengan tekstur (Wellyalina dkk, 2012).
Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan
gandum (T. sativum) yang tersusun oleh 67-70% karbohidrat, 10-14%
protein, dan 1-3% lemak (Riganakos and Kontominas, 1995). Menurut
Damodaran and Paraf (1997) pada sebagaian besar produk makanan, pati
terigu terdapat dalam bentuk granula kecil (1-40 m) dan dalam suatu sistem,
contohnya adonan, pati terigu terdispersi dan berfungsi sebagai bahan
pengisi. Protein dari tepung terigu membentuk suatu jaringan yang saling
berikatan (continous) pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen
yang membentuk viscoelastik (Fitasari, 2009).
Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan
dihaluskan. Tepung tapioka memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan bahan bakunya (singkong), yaitu lebih tahan dalam penyimpanan,
lebih mudah didistribusikan karena praktis, ringan, dan aman, daya jangkau
pemasarannya jauh lebih luas, dan kegunaanya lebih banyak. Tepung tapioka
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran/tambahan pada
berbagai macam produk antara lain kerupuk, biskuit/kue kering, jajanan/kue
tradisional, misalnya cenil, klanthing, opak/semprong/ledre, wadah es krim,
kacang shanghai, pilus, dan ladu, bahan baku produk biji mutiara, sirup cair,
dekstrin, alkohol, dan lem. Selain itu, tepung tapioka dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat/pengisi (filler), bahan
pengikat pada industri makanan olahan, dan dapat juga sebagai bahan penguat
benang (warp seizing) pada industri tekstil (Suprapti, 2005).
Bumbu-bumbu yang digunakan untuk kamaboko antara lain bawang
merah, lada, dan garam. Bawang merah Allium cepa L. merupakan salah satu
jenis komoditas yang mempunyai arti penting bagi masyarakat, baik dilihat
dari nilai ekonomisnya maupun kandungan gizinya. Aroma bawang merah
Allium cepa L. disebabkan karena aktivitas enzim allinase. Aroma ini akan
tercium apabila jaringan tanaman rusak karena enzim allinase akan mengubah
senyawa s-alkil sistein sulfoksida yang mengandung belerang. Umbi bawang
merah Allium cepa L. juga mengandung allisin, flavonol, kuersetin, dan
kuersetin glikosida yang bersifat antibakteri, anticendawan, antikoagulan
serta menunjukkan aktivitas enzim antikanker (Harada et al., 2013).
Selain bawang merah, digunakan pula bawang putih. Bawang putih
mengandung munyak atsiri, alliin, kalium, saltivine, diallylsulfide. Bawang
putih mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan antifungi. Kemampuan
bawang putih sebagai antibakteri didukung penelitian Rustama dkk. (2005)
yang menyatakan bahwa bawang putih mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kemampuan bawang putih ini berasal
dari zat kimia yang terkandung di dalam umbi. Zat kimia tersebut adalah alil
sulfida (biasa disebut alisin) yang diduga merusak dinding sel dan
menghambat sintesis protein (Sunanti, 2007).
Lada merupakan salah satu jenis bumbu. Bagian tanaman ini yang
dimanfaatkan adalah bagian buahnya. Komponen kimia yang terkandung
dalam lada putih adalah piperine, piperidin, lemak, asam piverat, chavisin,
dan minyak terbang yang terdiri dari felanden, kariofilen, dan terpen-terpen.
Minyak essensial pada lada putih hanya terdapat dalam jumlah yang sangat
sedikit. Lada putih banyak digunakan sebagai bumbu masakan dalam
makanan yang tidak menginginkan kontaminan penampakan (Mustar, 2013).
C. METODE PENELITIAN
1. Alat dan Bahan
a. Alumunium foil
b. Baskom
c. Blender
d. Cobek
e. Kompor
f. Loyang oven
g. Oven kompor
h. Panci pengukus
i. Piring kertas
j. Pisau
k. Sendok
l. Talenan
2. Bahan
a. Bawang merah secukupnya
b. Bawang putih secukupnya
c. Garam 1 gram
d. Ikan tenggiri 150 gram
e. Lada secukupnya
f. Nutrijel 1,2 gram
g. Putih telur ½ putih telur dari 1 butir telur
h. STPP 1 gram
i. Tepung maizena 100 gram
j. Tepung tapioka 100 gram
k. Tepung terigu 100 gram
3. Cara Kerja
150 gram daging ikan tenggiri
dibersihkan

Penggilingan daging ikan tenggiri


100 gram tepung,
1,2 gram nutrijel,
1 gram STPP, dan Pencampuran
½ putih telur,
bumbu (bawang
merah, bawang Pengemasan dengan alumunium foil
putih, garam, lada)

Pemanggangan Pengukusan selama


selama 20-30 menit 15-20 menit

Pemotongan menjadi 25 bagian

Pengujian organoleptik

Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Kamaboko


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kamaboko atau fish cake merupakan produk khas Jepang yang dibuat
dari gel protein ikan yang homogen. Produk ini telah dikenal oleh masyarakat
Jepang sejak 1500 tahun yang lalu (Suzuki, 1981 dalam Agustin, 2012). Saat
ini telah berkembang berbagai produk kamaboko yang dibedakan berdasarkan
teknik pengolahannnya, yaitu berupa perlakuan pemanasan, bentuk dan
komposisi bahan tambahan (Mao et al., 2006 dalam Agustin, 2012). Produk
analog dari kamaboko seperti bakso ikan dan empek-empek merupakan
makanan dari ikan yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Menurut Agustin (2012), secara teknis, kamaboko terbuat dari daging
ikan giling sebagai bahan utama dengan penambahan bahan-bahan, seperti pati,
gula, garam dan sodium glutamat. Proses selanjutnya adalah pemasakan
dengan cara pengukusan, pemanggangan, perebusan maupun penggorengan.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, saat ini kamaboko dibuat dari surimi
sebagai bahan utamanya.
Sedangkan berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pembuatan
kamaboko diawali dengan pemisahan daging tengiri dari kulit, duri, dan bagian
yang tidak bisa dimakan. Setelah ikan tengiri dipisahkan semua dagingnya,
dilakukan penimbangan daging tengiri sebanyak 150 gram. Proses selanjutnya
adalah daging tengiri digiling hingga lumat dan lembut. Daging yang telah
digiling tadi dicampur dengan 100 gr tepung tapioka, 1,2 gr nutrijell, bumbu
halus yang terdiri dari bawang putih dan bawang merah, 1 gr STPP, dan 1 putih
telur, serta dibuat adonan hingga pulen. Kemudian, setalah adonan pulen dan
tercampur rata dengan bahan-bahan yang lain, adonan dikemas menggunakan
alumunium foil. Dan proses yang terakhir, yaitu adonan dipanggang selama 10-
20 menit.
Ikan yang digunakan dalam bahan baku surimi hendaknya berupa ikan
segar, agar surimi yang dihasilkan memiliki elastisitas tinggi. Ikan yang akan
digunakan sebagai bahan baku disiangi terlebih dahulu dengan membuang
bagian kepala dan isi perut, darah, sisik, dan lain-lain. Meskipun semua jenis
ikan dapat diolah menjadi kamaboko, tetapi ada beberapa syarat bahan mentah
(ikan) yang disarankan, yaitu hidup diperairan dingin, ikan demersal lebih baik
digunakan, dan ikan air tawar pada umumnya tidak sesuai untuk dibuat
kamaboko. Selain itu makin segar ikan yang digunakan, elastisitas teksturnya
makin tinggi. Untuk ikan yang mempunyai elastisitas yang rendah dapat
ditingkatkan elastisitasnya dengan menambahkan daging ikan dari spesies yang
lain, dan dilakukan penambahan gula, pati atau protein nabati. Untuk
memperbaiki elastisitas kamaboko biasanya digunakan ikan cumi-cumi. pH
ikan yang terbaik untuk kamaboko adalah 6.5–7.0 dan sebaiknya ikan tersebut
berlemak rendah. Untuk ikan yang berlemak tinggi seperti lemuru, lemak
tersebut harus diekstrak atau dikeluarkan lebih dulu. Lemak akan berpengaruh
terhadap daya gelatinisasi dan menyebabkan produk mudah tengik
(Liviawaty, 2010).
Curdlan merupakan polimer linier yang terbentuk dari ikatan β-1,3
glikosidik dari D-glukosa. Polimer ini bersifat sangat larut dalam air. Curdlan
dapat dihasilkan dari bakteri strain Alcaligenes faecalis dan juga
Agrobacterium (Gumadi et al., 2005). Hal ini juga sesuai dengan Malaka
(2010), yaitu EPS Curdlan merupakan glukan dengan ikatan β-D-(1-3)
glukosida dengan bentuk powder putih, tidak larut dalam air tetapi
mengembang dalam air hangat. EPS ini larut dalam larutan alkali dan
membentuk gel ketika dipanaskan dengan temperatur tinggi dan membentuk
gel yang lembek ketika dipanaskan dengan suhu 55°C dan mengeras ketika
didinginkan. EPS dapat meningkatkan tekstur berbagai macam produk
makanan seperti tahu (tofu), jelly pasta kacang manis (yokan), pasta ikan
(kamaboko), mi Jepang (udon), sosis, jelly, selai dan sebagainya.
Surimi adalah istilah Jepang yang mengacu pada pasta daging ikan.
Surimi merupakan bahan utama dalam berbagai prodak makanan olahan seperti
kamaboko, kani, chikuwa, satsumage, sosis ikan dan bakso ikan. Kualitas
produk yang dihasilkan tergantung pada kualitas surimi yang digunakan.
Surimi yang digunakan pada penelitian ini adalah surimi dari ikan tenggiri.
Ikan ini disukai karena teksturnya yang lembut, juga rasanya yang gurih
menjadi nilai tambah ikan (Nopianti et al., 2010).
Tepung yang digunakan adalah tepung terigu, tepung maizena, dan
tepung tapioka. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan pengisi. Protein dari
tepung terigu membentuk suatu jaringan yang saling berikatan (continous)
pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen yang membentuk
viskoelastik (Fitasari, 2009). Tepung maizena sangat baik untuk produk-produk
emulsi karena mampu mengikat air dan menahan air tersebut selama
pemasakan (Wellyalina, 2012). Tepung tapioka berfungsi sebagai bahan
pengikat (binding agent) terhadap bahan-bahan lain yang dapat menghasilkan
tekstur yang plastis, kompak, dan meningkatkan emulsi (Lestari dkk., 2009).
Nutrijel berfungsi sebagai pengganti karagenan. Karagenan memiliki
sifat emulsifier, sehingga dengan penambahan karagenan kestabilan emulsi
dalam bahan pangan dapat dijaga. Semakin tinggi konsentrasi karagenan yang
ditambahkan maka semakin banyak lemak yang terlepas sehingga stabilitas
emulsinya rendah (Candra dkk., 2014) . Fungsi dari putih telur adalah sebagai
inhibitor enzim untuk menghambat tahap "modori" (fenomena pelunakan gel)
selama pemanasan. Proses gelasi untuk membuat produk lebih elastis
(Jafarpour et al., 2012).
Penambahan natrium tripolifosfat (STPP) menghambat turunnya kadar
protein dan asam amino akibat reaksi hidrolisis, meningkatkan daya cerna
protein, serta mencegah oksidasi lemak daging. Sebagai antioksidan, natrium
tripolifosfat mengurangi ransiditas oksidatif, mempertahankan flavor, aroma
dan warna daging. Penggunaan natrium tripolifosfat akan menghambat
pertumbuhan bakteri sehingga mengurangi kerusakan bahan makanan akibat
mikroba (Yuanita dan Suhud, 2009). Menurut Sudarwati (2007), garam
berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein, sebagai pengawet
dan untuk membantu melarutkan protein miofibrillar untuk meningkatkan
pembentukan gel.
Selain itu digunakan juga bumbu – bumbu yaitu campuran dari bawang
merah, bawang putih, dan merica. Menurut Sudarwati (2007), bawang merah
termasuk sayuran umbi multiguna dan paling penting digunakan sebagai bahan
bumbu dapur sehari – hari dan penyedap berbagai makanan. Menurut
Sudarwati (2007), bawang putih penting untuk mencegah artherosklerosis dan
penyakit jantung. Bawang putih mengandung yodium yang tinggi dan banyak
mengandung sulphur.

Tabel 1.1 Hasil Uji Organoleptik Kamaboko


Parameter
Kode Sampel
Warna Aroma Rasa Tekstur Kenampakan Overall
429 3.44a 3.92a 4.40ab 4.27b 3.96ab 4.20ab
591 3.56a 4.16a 4.72b 4.80b 3.92ab 4.80b
740 4.28ab 4.16a 5.24b 4.88b 4.44ab 4.84b
812 3.92ab 3.48a 4.92b 5.04b 4.32ab 4.52ab
924 3.36a 3.84a 3.52a 3.44a 3.68a 3.64a
389 4.46b 4.12a 4.96b 5.60b 4.84b 5.08b
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
924: tapioka + 0% nutrijel dengan pengukusan
429: terigu + 0% nutrijel dengan pengukusan
812: maizena + 0,8% nutrijel dengan pengukusan
591: terigu + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan
740: maizena + 0% nutrijel dengan pemanggangan
389: tapioka + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan
Skor tiap parameter :
1 : sangat suka 5 : agak tidak suka
2 : suka 6 : tidak suka
3 : agak suka 7 : sangat tidak suka
4 : netral

Pada praktikum pembuatan kamaboko digunakan 6 formulasi,


diantaranya: 924: tapioka + 0% nutrijel dengan pengukusan, 429: terigu + 0%
nutrijel dengan pengukusan, 812: maizena + 0,8% nutrijel dengan pengukusan,
591: terigu + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan, 740: maizena + 0% nutrijel
dengan pemanggangan, dan 389: tapioka + 0,8% nutrijel dengan
pemanggangan. Dari keenam formulasi kamaboko tersebut dilakukan uji
organoleptic dengan 5 parameter warna, rasa, aroma, tekstur, dan overall oleh
25 orang panelis. Hasil uji tersebut kemudian diuji kedalam SPSS
menggunakan uji One way ANOVA pada signifikansi 5% untuk melihat
pengaruh beda nyata atau tidak antar formulasi dari masing-masing parameter.
Jika ada perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
mengetahui tingkat perbedaan.
Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa dari masing-masing parameter
yang telah diuji menggunakan uji one way ANOVA dan uji Duncan dengan
signifikansi 5% adalah sebagai berikut: Pada parameter warna diketahui bahwa
kamaboko dengan formulasi tapioka + 0% nutrijel dengan pengukusan, terigu
+ 0% nutrijel dengan pengukusan, maizena + 0,8% nutrijel dengan
pengukusan, terigu + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan, maizena + 0%
nutrijel dengan pemanggangan tidak berbeda nyata karena berada pada subset
yang sama. Sedangkan formulasi maizena + 0% nutrijel dengan
pemanggangan, maizena + 0,8% nutrijel dengan pengukusan, tapioka + 0,8%
nutrijel dengan pemanggangan tidak berbeda nyata karena berada pada subset
yang sama. Dari hasil uji dapat diketahui urutan formulasi kamaboko dari yang
paling disukai hingga tidak disukai dari segi warna dari input SPSS secara
berturut-turut adalah tapioka + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan , maizena
+ 0% nutrijel dengan pemanggangan, maizena + 0,8% nutrijel dengan
pengukusan, terigu + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan, terigu + 0% nutrijel
dengan pengukusan, tapioka + 0% nutrijel dengan pengukusan.
Dari parameter aroma semua sampel hanya ada 1 subset yang berarti
semua sampel memiliki aroma yang tidak berbeda nyata. Dari hasil uji dapat
diketahui urutan formulasi kamaboko dari yang paling disukai hingga tidak
disukai dari segi aroma dari input SPSS secara berturut-turut adalah terigu +
0,8% nutrijel dengan pemanggangan, maizena + 0% nutrijel dengan
pemanggangan, tapioka + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan, terigu + 0%
nutrijel dengan pengukusan, terigu + 0% nutrijel dengan pengukusan, maizena
+ 0,8% nutrijel dengan pengukusan.
Pada parameter rasa diketahui bahwa kamaboko dengan formulasi terigu
+ 0% nutrijel dengan pengukusan, tapioka + 0% nutrijel dengan pengukusan
tidak berbeda nyata karena berada pada subset yang sama. Sedangkan
formulasi terigu + 0% nutrijel dengan pengukusan, maizena + 0,8% nutrijel
dengan pengukusan, terigu + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan, maizena +
0% nutrijel dengan pemanggangan, tapioka + 0,8% nutrijel dengan
pemanggangan tidak berbeda nyata karena berada pada subset yang sama.
Kamaboko dengan formulasi tapioka + 0% nutrijel dengan pengukusan
berbeda nyata dengan semua sampel kecuali dengan formulasi terigu + 0%
nutrijel dengan pengukusan. Dari hasil uji dapat diketahui urutan formulasi
kamaboko dari yang paling disukai hingga tidak disukai dari segi rasa dari
input SPSS secara berturut-turut adalah maizena + 0% nutrijel dengan
pemanggangan, tapioka + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan, maizena +
0,8% nutrijel dengan pengukusan, terigu + 0,8% nutrijel dengan
pemanggangan, terigu + 0% nutrijel dengan pengukusan, tapioka + 0% nutrijel
dengan pengukusan.
Pada parameter tekstur diketahui bahwa kamaboko dengan formulasi
tapioka + 0% nutrijel dengan pengukusan berbeda nyata dengan semua sampel
karena tidak dalam satu subset. Dari hasil uji dapat diketahui urutan formulasi
kamaboko dari yang paling disukai hingga tidak disukai dari segi tekstur dari
input SPSS secara berturut-turut adalah tapioka + 0,8% nutrijel dengan
pemanggangan , maizena + 0,8% nutrijel dengan pengukusan, maizena + 0%
nutrijel dengan pemanggangan, terigu + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan,
terigu + 0% nutrijel dengan pengukusan, tapioka + 0% nutrijel dengan
pengukusan.
Pada parameter overall diketahui bahwa kamaboko dengan formulasi
terigu + 0% nutrijel dengan pengukusan, maizena + 0,8% nutrijel dengan
pengukusan, tapioka + 0% nutrijel dengan pengukusan tidak berbeda nyata
karena berada pada subset yang sama. Kamaboko dengan formulasi terigu +
0% nutrijel dengan pengukusan, maizena + 0,8% nutrijel dengan pengukusan,
terigu + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan, maizena + 0% nutrijel dengan
pemanggangan, tapioka + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan tidak berbeda
nyata karena berada pada subset yang sama. Dari hasil uji dapat diketahui
urutan formulasi kamaboko dari yang paling disukai hingga tidak disukai dari
segi overall dari input SPSS secara berturut-turut adalah tapioka + 0,8%
nutrijel dengan pemanggangan, maizena + 0% nutrijel dengan pemanggangan,
terigu + 0,8% nutrijel dengan pemanggangan, maizena + 0,8% nutrijel dengan
pengukusan, terigu + 0% nutrijel dengan pengukusan, tapioka + 0% nutrijel
dengan pengukusan.
Berdasarkan hasil organoleptik formulasi yang paling disukai adalah
formulasi dengan kode 389 yaitu tapioka dan penambahan 0,8% nutrijel
dengan pemanggangan. Dikarenakan pada saat input SPSS memiliki nilai yang
paling tinggi diantara formulasi yang lain meskipun pada parameter aroma dan
rasa tidak memiliki nilai tertinggi.
Pada hasil analisis sensoris yang dilakukan oleh panelis maka didapatkan
data untuk warna dan kenampakan kamaboko untuk berbagai formulasi yaitu
pada formulasi tapioka + 0% nutrijel berwarna putih dan kenampakan yang
berongga, terigu + 0% nutrijel dengan pengukusan berwarna putih dan tekstur
halus, maizena + 0,8% nutrijel berwarna kecoklatan dan tekstur halus, terigu +
0,8% nutrijel dengan pemanggangan berwarna sangat coklat dan kenampakan
yang halus, maizena + 0% nutrijel berwarna kecoklatan dan berongga, dan
tapioka + 0,8% nutrijel memiliki warna sangat coklat dan halus.
Metode pemanggangan dan pengukusan dalam pembuatan kamaboko
mempengaruhi warna kamaboko. Hal ini dikarenakan dalam proses
pemanggangan dan pengukusan, membutuhkan suhu yang panas. Sehingga
suhu yang panas tersebut dapat merubah warna dari kamaboko yang
dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Bachtiar
(2014), bahwa nilai derajat putih pada kamaboko penelitian cenderung
menurun pada suhu setting yang lebih besar. Menurut Park (1995) dalam
Bachtiar (2014), kamaboko dengan daya ikat air tinggi menyebabkan kadar air
bebas dalam produk berkurang sehingga menyebabkan produk menjadi kurang
cerah.
Metode pemanggangan dan pengukusan dalam pembuatan kamaboko
juga mempengaruhi kenampakan kamaboko. Hal ini dikarenakan proses
pemanasan menyebabkan terjadinya pembentukan gel, saat pemanasan adonan
(sol aktomiosin) akan berubah menjadi gel suwari. Selanjutnya pada suhu 60ºC
terjadi pelunakkan gel (madoni) dan pada suhu diatas 70ºC terbentuk gel
kamaboko (ashi) yang kenyal dan elastis (Anjarsari, 2010).
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas hasil produksi
kamaboko, antara lain sebagai berikut :
a. Tingkat elastisitas. Tekstur elastis pada produk kamaboko sangat
mempegaruhi penampilan (kilap), cita rasa, dan daya tahan produk.
b. Tingkat kesegaran ikan. Ikan dengan tingkat kesegaran prima akan
mengahasilkan produk dengan cita rasa yang baik pula.
c. Cita rasa. Cita rasa produk dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
jenis ikan (kandungan protein), tingkat kesegaran., bumbu yang diberikan,
serta komposisi bahan.
d. Kadar garam. Kadar gara, pada produk kamaboko berkisar antara 2,5-
3,5%. Kadar garam yang terlalu rendah akan mengahsilkan kamaboko
dengan tekstur kurang baik. Bila terlalu tinggi, rasanya menjadi terlalu
asin.
e. Daya tahan. Produk kamaboko yang dapat disimpan dalam waktu lama
akan lebih menarik. Untuk itu, perlu disimpan pada suhu rendah.
(Suprapti, 2008).
Dalam pembuatan kamaboko, terdapat beberapa faktor yang peru
diperhatikan agar kualitas kamaboko yang dihasilkan baik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas kamaboko, yaitu mutu surimi dan produk lanjutan
Menurut Agustin (2012), atribut mutu yang penting dari kamaboko adalah sifat
teksturnya yang elastis (ashi).

E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil data diperoleh kesimpulan bahwa formulasi yang
paling disukai adalah formulasi dengan kode 389 yaitu tapioka dan
penambahan 0,8% nutrijel dengan pemanggangan. Dikarenakan pada saat input
SPSS memiliki nilai yang paling tinggi diantara formulasi yang lain meskipun
pada parameter aroma dan rasa tidak memiliki nilai tertinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Titiek Indhira. 2012. Mutu Fisik dan Mikrostruktur Kamaboko Ikan
Kurisi (Nemipterus nematophorus) dengan Penambahan Karaginan. JPHPI
2012 Vol. 15(1).
Anjarsari, Bonita. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi.
Graha Ilmu. Bandung.
Bachtiar, Ibnu, Tri Winarni Agustini, dan Apri Dwi Anggo. 2014. Efektivitas
Pencucian dan Suhu Setting (25, 40, 50oC) Pada Gel Kamaboko Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepenus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan Vol. 3(4): 45-50.
Candra, Fitria Nurika., P. H. Riyadi., dan I. Wijayanti. 2014. Pemanfaatan
Karagenan (Euchema Cottoni) Sebagai Emulsifier Terhadap Kestabilan
Bakso Ikan Nila (Oreochromis Nilotichus) Pada Penyimpanan Suhu Dingin.
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol.3 (1).
Fitasari, Eka 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu terhadap Kadar
Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik
Keju Gouda Olahan. Jurnal Imu dan Teknologi Hasil Ternak Vol. 4(2): 17-
29.
Gumadi, S N., and Kumar K. 2005. Production of Extracelullar Water Insoluble
β-1,3 Glucan (Curdlan) from Bacillus sp SNC07. Bioprocess Eng Vol 10.
Harada, A. 2013. Essential Involvement of Interleukin-8 (IL-8) in Acute
Inflammation. Journal of Leukocyte Biology 56.
Jafarpour, Ali, Habib-Allah Hajiduon, Masuod Rez aie. 2012. A Comparative
Study on Effect of Egg White, Soy Protein Isolate and Potato Starch on
Functional Properties of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi Gel.
Journal Food Process Technology Vol. 3(11): 1-6.
Lestari, Desi Wiji., Aris Sri Widati., dan Eny Sri Widyastuti. 2009. Pengaruh
Substitusi Tepung Tapioka Terhadap Tekstur dan Nilai Organoleptik Dodol
Susu. Jurnal Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.
Liviawaty, dan Afrianto. 2010. Pembuatan Tambak Udang. Kanisius. Jakarta.
Malaka, Ratmawati. 2010. Eksopolisakarida Bakteri Starter Kultur Susu
Fermentasi Sebagai Sumber Polisakarida. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanudin.
Milo, Susanti Mariana, L.M. Ekawati, Purwijantiningsih, F. Sinung Pranat. 2013.
Mutu Ikan Tongkol (Euthynus affinis C) di Kabupaten Gunungkidul dan
Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Mustar. 2013. Studi Pembuatan Abon Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus)
sebagai Makanan Suplemen (Food Suplement). Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Nopianti R, Huda N, dan Ismail N. 2010. Loss of Functional Properties of
Proteins During Frozen Storage and Improvement of Gel-Forming
Properties of Surimi. Asian Journal of Food and Agro-Industry
Vol.3(6):535-547.
Sudarwati. 2007. Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Kitosan.
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Sunanti. 2007. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium
sativum Linn.) dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap
Salmonella typhimurium. Skripsi. IPB. Bogor.
Suprapti, M. 2005. Kedelai Tradisional. Kanisius. Yogyakarta
Suryono, M, Harijono, dan Yunianta. 2013. Pemanfaatan Ikan Tuna (Yellowfin
tuna), Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dan Sagu (Metroxylon sago sp) dalam
Pembuatan Kamaboko. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 14(1): 9-20.
Ulupi, N., Komariah, S. Utami 2005. Evaluasi Penggunaan Garam dan Sodium
Tripoliphospat terhadap Sifat Fisik Bakso Sapi. Jurnal Indonesia Tropical
Animal Agriculture Vol. 30(2): 1-8.
Wellyalina, F. Azima, Aisman 2012. Pengaruh Perbandingan Tetelan Merah Tuna
dan Tepung Maizena terhadap Mutu Nugget. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan Vol. 2(1).
Widyastuti, Sri 2009. Pengolahan Agar-agar dari Alga Coklat Strain Lokal
Lombok Menggunakan Dua Metode Ekstraksi. Journal Agroteksos Vol. 19:
(1-2).
Yuanita dan Suhud. 2009. Solusi Pangan Indonesia. Solusi Bangsa Center.
Jakarta.
DRAFT 2
TEKNOLOGI DAGING DAN IKAN
KAMABOKO

Kelompok 8:

Rossa Ivana Sari H0915072


Santi Srirahma M H0915076
Santy Maharani H0915077
Theresia Nadia A. H0915081
Zahratul Jannah H0915089

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

Gambar 1.2 Penyiangan Ikan Gambar 1.3 Penghalusan bumbu

Gambar 1.4 Penggilingan Daging Gambar 1.5 Pembuatan Adonan

Gambar 1.6 Pengovenan Kamaboko

Anda mungkin juga menyukai