Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan yang baik karena mengandung
vitamin dan mineral, antara lain vitamin C, provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran yang paling banyak
di Indonesia adalah kangkung, bayam, katuk, daun melinjo, dan petsai (Oomen dkk., 1984 dalamMargono dkk, 1993).
Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan dan suhu yang berbeda, sehingga beragam jenisnya.
Ada beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk buah seperti tomat, terung,
dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang; umbi seperti wortel, bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga
(kubis), dan daun seperti petsai, kangkung, bayam, dan lain-lain (Anonim, 2011)
Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen.
Untuk memperpanjang masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut,
sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Pada praktikum ini kami melakukan pengolahan makanan menjadi Sauerkraut
(Anonim, 2011).
Sauerkraut dengan nama lain adalah kol asam merupakan makanan khas Jerman yang terbuat darikubis yang
diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillusdan Pediococcus.
Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam
laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi (Wikipedia, 2011). Sauerkraut memiliki tampilan
begitu sederhana dan memiliki rasa yang unik.
Kubis yang dicampur dengan garam dan cairan yang bersifat asam sebenarnya sudah ada sejak
zaman prasejarah namun kemungkinan dideskripsikan pertama kali oleh Gaius Plinius Secundus di abad pertama
Masehi. Cara pembuatan sauerkraut seperti sekarang diperkirakan berkembang sekitar tahun 1550hingga 1750. Di
tahun 1776, Kapten James Cook diberi penghargaan Medali Copley setelah membuktikan saeurkraut berkhasiat
sebagai makanan pencegah skorbut di kalangan pelaut Inggris ketika melakukan pelayaran jauh (Wikipedia, 2011).

1.2 Tujuan
Pembuatan Sauerkraut ini bertujuan untuk mengolah dan mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan
rasa sayuran itu.
Agar mahasiswa mengetahui cara pengolahan dan pengawetan sayuran dalam pembuatan Sauerkraut.

1.3 Hipotesis
Sauerkraut memiliki rasa asam karena difermentasi oleh bakteri asam laktat.




















BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1 Alat
Alat yang kami gunakan dalam praktikum membuat Sauerkraut diantaranya:
Toples, yakni toples yang memiliki penutup digunakan sebgai wadah untuk pembuatan Sauerkraut.
Pisau, digunakan sebagai alat untuk memotong sayuran pada pembuatan Sauerkraut.
Talenan, digunakan sebagai alas pada saat memotong sayuran pada pembuatan Sauerkraut.

2.2 Bahan
Bahan yang kami gunakan dalam praktikum membuat Sauerkraut diantaranya:
Kol atau kubis daun, merupakan sayuran yang paling umum diolah menjadi sauerkraut, karena jenis
sayuran ini banyak ditanam di Indonesia.
Wortel, merupakan sayuran yang dapat diolah juga menjadi sauerkraut. Wortel memiliki kandungan
vitamin A yang cukup tinggi.
Garam, digunakan sebagai salah satu metoda untuk pengawetan sayuran dalam pembuatan sauerkraut.
Cabai rawit dan Cabai merah, digunakan sebagai penambah rasa pada sauerkraut.










BAB III
METODOLOGI

Pertama-tama, buang daun kol bagian luar dan bagian-bagian yang rusak kemudian cuci sampai bersih dan
hilang dari kotoran atau pestisida. Lakukan juga pada wortel dengan mencucinya hingga bersih dan mengupas kulit
bagian luarnya.
Iris tipis-tipis 1 mm atau berbentuk seperti ukuran korek api, tulang daun sedapat mungkin tidak
disertakan.
Setelah itu, masukkan sayuran kol dan wortel yang telah diris-iris ke dalam wadah plastik atau toples
kemudian campurkan dengan garam.
Aduk-aduk sambil ditekan-tekan hingga mengeluarkan air dari kol dan wortel tersebut.
Sebelum pengawetan, masukkan cabai rawit dan cabai merah untuk penambah rasa pada sauerkraut.
Kemudian aduk-aduk kembali dan tekan-tekan kembali.
Sayuran yang ditekan-tekan di dalam toples harus sampai padat atau rata tersebar dalam toples dan tidak
membiarkan ada udara masuk disetiap sela-sela sayuran.
Langkah terakhir, tutup sayuran tersebut dengan daun kol yang masih utuh hingga tertutup semua dan tutup
dengan penutup toples. Kemudian simpan atau awetkan dalam waktu seminggu atau tujuh hari hingga sayuran kol dan
wortel telah menjadi sauerkraut.









BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Sauerkraut dengan nama lain adalah kol asam merupakan makanan khas Jerman yang terbuat darikubis yang
diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillusdan Pediococcus.
Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam
laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi (Wikipedia, 2011).


Hasil dan Pembahasan dalam Pembuatan Sauerkraut
Pada praktikum pembuatan sauerkraut ini, pengawetannya dengan melakukan fermentasi spontan dengan tidak
menambahkan starter bakteri. Bakteri asam laktat secara alami terdapat dalam sayuran kol dan wortel.
Sauerkraut pada dasarnya adalah kubis asam. Namun dalam praktikum pembuatan sauerkraut kali ini kami
menggunakan dua buah sayuran yaitu kol/daun kubis dan wortel. Kol/daun kubis dan worteldibersihkan dari yang
rusak atau yang kotor dan dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar + 1 mm atau berbentuk korek api (pada wortel
dikupas terlebih dahulu kulit luarnya sebelum diris kecil-kecil). Setelah kedua sayuran tersebut diiris-iris kemudian
ditambahkan garam dan diaduk serata mungkin sambil ditekan-tekan dan mengeluarkan air. Penekanan dan pemberian
garam pada proses peragian/pengawetan dimaksudkan agar cairan dalam kubis keluar dan mencegah pembusukan.
Selain itu juga berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan sauerkraut tersebut.
Sayuran kol dan wortel yang telah ditekan-tekan dan mengeluarkan air serta telah diberi garam harus
tercelup semua dalam larutan garam, hal ini dilakukan yakni untuk mencegah terjadinya pertumbuhan khamir dan
kapang yang tidak diinginkan selama proses fermentasi. Bila selama fermentasi terjadi pertumbuhan khamir dan
kapang pada permukaan maka dapat menimbulkan rasa yang tidak diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh
sauerkraut sehingga menghasilkan produk yang lunak dan berwarna gelap.
Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat di permukaan daun-daun kubis. Garam bersama dengan asam
yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda
pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Kadar garam yang cukup memungkinkan pertumbuhan
serangkaian bakteri asam laktat dalam urutannya yang alamiah dan menghasilkan sauerkraut dengan imbangan garam-
garam yang tepat. Jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan jaringan, tetapi juga
kurang menghasilkan rasa. Terlalu banyak garam menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi
gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir. Konsentrasi garam yang digunakan dalam praktikum
pembuatan sauerkraut kami adalah 2,5 % (merupakan konsentrasi garam yang optimum) (Sumanti, 2007).
Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang dan masih dipergunakan
secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam
pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada
jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah
yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme
patogenik, termasuk Clostridium botolinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh
konsentrasi garam sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa mikroorganisme terutama jenis-jenis Leuconostoc dan
Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang
tidak dikehendaki (Norman W, 1988).
Sayuran yang telah ditekan-tekan dan tercampur larutan garam dipadatkan dalam toples hingga tidak ada
udara dalam sela-sela sayuran serta ditutup dengan kol. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pertumbuhan khamir atau
kapang yang tidak diinginkan yang dapat merusak produk.
Sebelum fermentasi terjadi, sauerkraut tersebut ditutup rapat dalam toples dan disimpan di suhu 30
o
C. Hal
ini dilakukan agar mikroba/bakteri asam laktat dapat tumbuh dan menghasilkan asam laktat dalam proses fermentasi
tersebut.
Rasa, tekstur, dan bau yang dihasilkan dalam proses fermentasi sayuran menjadi sauerkraut
Dari hasil pembuatan sauerkraut ini, memiliki rasa asam, baunya asam menyengat seperti cuka dan
teksturnya seperti sayuran segar pada umumnya atau sama pada saat proses pembuatan. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa pada pembuatan sauerkraut ini berhasil dilakukan dan proses fermentasi dan pengawetan berhasil secara
sempurna.
Manfaat sauerkraut
Mengkonsumsi sauerkraut memiliki banyak manfaat bagi tubuh yaitu untuk memperlancar proses
pencernaan dalam tubuh karena dalam sauerkraut sangat banyak mengandung bakteri probiotik (bakteri baik)
seperti Lactobacillus plantarum yang bisa mengusir gas dalam perut dan ketidaknyamanan yang terkait dengan
gangguan buang air besar (BAB).
Kandungan dalam Sauerkraut
Saurkraut mengandung 0,3% asam laktat dan 0,5% etanol. Juga terdapat kandungan CO2 dan senyawa
volatil lainnya.
Sauerkraut
Nilai nurtrisi per 100 g (3.5 oz)
Energi 78 kJ (19 kcal)
Karbohidrat 4,3 gram
Gula 1,8 gram
Dietary fibre 2,9 gram
Lemak 0,14 gram
Protein 0,9 gram
Air 92 gram
Vitamin B
6
0,13 mg (10%)
Vitamin C 15 mg (25%)
Iron 1,5 mg (12%)
Sodium 661 mg (29%)

Kerusakan Saurkraut
Kerusakan saurkraut sebagian besar disebabkan oleh kontaminasi mikrobia. Hal ini terjadi karena kondisi
proses tidak terkontrol dengan baik, terutama suhu fermentasi dan konsentrasi garam.
Jika suhu > 30 C dan konsentrasi garam > 3%, maka BAL heterofermentatif menjadi terhambat
pertumbuhannya sehingga terbentuk flavor yang tidak diinginkan. Jika suhu < 10 C dan konsentrasi garam < 2%,
bakteri gram negatif akan tumbuh yang menyebabkan tekstur produk menjadi tidak sempurna.
Produk-Produk Sayuran Hasil Fermentasi
Hampir semua jenis sayuran termasuk buah-buahan yang bersifat seperti sayuran misalnya ketimun, tomat,
olive dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat. Sayur-sayuran mengandung gula dan zat-zat gizi untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat. Dalam pembuatan saurkraut kami menggunakan dua sayuran yaitu kol/daun kubis
dan wortel (____, 2011).
Faktor-faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah:
Terciptanya keadaan anaerobik.
Pengunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat-zat gizi dari sayur.
Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi.
Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai.
Dalam proses fermentasi sayuran bakteri asam laktat, misalnya Leuconostoc mesenteroides,Leuconostoc
plantarum dan Leuconostoc brevis, memfermentasi gula-gula yang terdapat dalam jaringan sayuran menjadi asam,
terutama asam laktat. Kadar asam yang dihasilkan berkisar antara 0,8 1,5% (dinyatakan sebagai asam laktat). Tipe
fermentasi ini berlangsung dalam suatu larutan garam berkonsentrasi 5-15% (20-600S). Larutan garam tersebut
menyebabkan hanya bakteri asam laktat-lah yang tumbuh. Garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam
sayuran tertarik keluar melalui proses osmosa. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam
laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk
tersebut. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai
beberapa bulan (fermentasi panjang) (____, 2011).
Fermentasi spontan pada produk fermentasi sayuran
Produk-produk fermentasi sayuran seperti sawi asin, sauerkraut (kubis asam) dan pikel merupakan hasil dari
proses fermentasi yang berlangsung secara selektif dan spontan. Pembuatannya cukup mudah sehingga banyak
dilakukan secara tradisional atau dalam skala rumah tangga. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa
penambahan mikroba dari luar (starter), mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada medium (yang dalam hal ini
tentu sebagai mediumnya adalah sayuran) dan medium tersebut dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang
melakukan fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik. Walau awalnya terjadi secara tidak disengaja, fermentasi
sayuran dapat mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma dan cita rasa yang khas ( ____,
2011).
Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi adalah dari jenis bakteri penghasil
asam laktat. Dalam pembuatannya, sayuran direndam dalam larutan garam berkadar 5-15% atau diberi garam secara
kering sebanyak 2,5% berat sayuran. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat
tumbuh. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran.
Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam
laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak
diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik ( ____, 2011).
Suhu selama proses fermentasi juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh.
Umumnya diperlukan suhu 30C untuk pertumbuhan mikroba. Bakteri asam laktat (BAL) yang berperan adalah yang
bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis BAL yang bersifat homofermentatif hanya menghasilkan asam
laktat hasil fermentasi gula yang dilakukannya, seperti Pediococcus cerevisae,Lactobacillus
plantarum dan Streptococcus faecalis Sedangkan BAL yang bersifat heterofermentatif selain menghasilkan asam
laktat juga membentuk CO2, asam asetat, dan etanol. Contohnya adalah Lactobacillus brevis dan Leuconostoc
mesenteroides . Pada awal proses fermentasinya, bakteri yang tumbuh pertama adalah Leuconostoc mesenteroides dan
akan menghambat pertumbuhan bakteri awal lainnya. Produksi asam dan karbondioksida meningkat sehingga
menurunkan pH dan tercipta kondisi yang anaerobik. Fermentasi dilanjutkan oleh jenis-jenis bakteri yang lebih tahan
terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Lactobacillus
plantarum merupakan bakteri yang paling tahan terhadap asam dan pH rendah sehingga merupakan mikroba akhir
yang dapat tumbuh. Bakteri ini juga penghasil asam laktat terbanyak ( ____, 2011).




















BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sauerkraut dengan nama lain adalah kol asam merupakan makanan khas Jerman yang terbuat dari kubis.
Dalam praktikum pembuatan sauerkraut ini digunkan kol dan wortel. Sauerkraut yang kami buat ini pengawetannya
dengan melakukan fermentasi spontan atau dengan tidak menambahkan starter bakteri. Bakteri asam laktat secara
alami terdapat dalam sayuran kol dan wortel.
Dari hasil pembuatan sauerkraut ini, memiliki rasa asam, baunya asam menyengat seperti cuka dan
teksturnya seperti sayuran segar pada umumnya atau sama pada saat proses pembuatan. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa pada pembuatan sauerkraut ini berhasil dilakukan dan proses fermentasi dan pengawetan berhasil secara
sempurna tanpa adanya kontaminasi mikroba lain yang tidak diinginkan.

5.2 Saran
Bila ingin membuat suerkraut, maka pembuatannya harus sesuai dengan prosedur yang ada dan harus
memperhatikan setiap langkah pembuataanya agar produk sauerkraut yang dihasilkan menghasilkan produk
sauerkraut yang baik dan memiliki cita rasa, bau dan tekstur yang khas.


SAUERKRAUT
I. PENDAHULUAN
Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan yang baik
karena mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C, provitamin A, zat besi,
dan kalsium. Sayuran yang paling banyak di Indonesia adalah kangkung, bayam, katuk,
daun mlinjo, dan petsai (Oomen, dkk, 1984). Sayuran dapat tumbuh pada berbagai
kondisi lingkungan dan suhu yang berbeda, sehingga beragam jenisnya.
Berbagai sayuran dapat ditanam di sekitar pekarangan dalam upaya untuk menggalakkan
usaha penganekaragaman pangan yang disebut lumbung hidup. Dengan adanya program
pemerintah tersebut diharapkan hasil panen sayuran akan berlimpah.
Ada beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk buah
seperti tomat, terung, dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang; umbi seperti
wortel, bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga (kubis), dan daun seperti petsai,
kangkung, bayam, dan lain-lain.
Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya
penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat dilakukan
dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-
lain.
Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat
pengawetnya. Proses pembuatannya sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan sayur
asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan pengolahan ini selain
mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu.
Kol atau kubis merupakan sayuran yang paling umum diolah menjadi sauerkraut, karena
jenis sayuran ini banyak ditanam di Indonesia. Selain kubis, sayuran lain yang dapat
diolah menjadi sauerkraut atntara lain : sawi, kangkung, genjer, dan lain-lain.
II. BAHAN
1. Kol atau kubis 1 kg
2. Garam 50 gram
3. Air secukupnya
III. ALAT
1. Pisau
2. Ember plastik kecil dan tutup
3. Lilin atau lem plastik
4. Botol selai dan tutup yang sudah disterilkan
5. Panci
6. Baskom
IV. CARA PEMBUATAN
1. Layukan kol selama 1 malam;
2. Buang daun kol bagian luar dan bagian-bagian yang rusak serta hatinya, lalu cuci;
3. Iris tipis-tipis 2~3 mm, tulang daun sedapat mungkin tidak disertakan.
Campurkan dengan garam 25 gram, aduk hingga rata kemudian masukkan ke
dalam ember kecil sambil ditekan-tekan agar padat. Tutup dengan plastik serta
diberi beban diatasnya;
4. Tutup ember dengan penutupnya, lalu sepanjang lingkaran penutup dilem atau
diberi lilin agar tak ada udara yang masuk;
5. Biarkan peragian selama 2~3 minggu pada suhu ruangan, setelah itu pisahkan
cairannya;
6. Segera masukkan padatan sauerkraut tersebut ke dalam botol selai;
7. Buat larutan garam dengan melarutkan garam 25 gram dalam 1 liter air dan aduk
sampai rata. Panaskan hingga mendidih;
8. Dalam keadaan panas masukkan larutan garam tersebut ke dalam botol selai yang
telah berisi padatan sauerkraut (untuk padatan 1 kg memerlukan cairan sebanyak
1 liter). Kemudian tutup rapat;
9. Rebus botol selai tersebut dalam air mendidih selama 30 menit, kemudian angkat
dan dinginkan.
Catatan :
1. Penekanan dan pemberian garam pada proses peragian dimaksudkan agar
cairan dalam kubis ke luar dan mencegah pembusukan. Selain itu juga
berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan sauerkraut tersebut;
2. Padatan dalam botol diusahakan terendam dalam cairan untuk
menghindari terjadinya perubahan warna atau kerusakan lainnya.
V. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SAUERKRAUT

Gambar diagram alur pembuatan
VI. DAFTAR PUSTAKA
Sauerkraut. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian,
Departemen Perindustrian, s.a. (Pamplet).
VII. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot Subroto 10
Jakarta 12910.

Sauerkraut pada dasarnya adalah kubis asam. Kubis dibersihkan dari bagian yang hijau,
rusak atau yang kotor, dicuci dan kemudian diiris kecil-kecil selebar + 1 mm. Bagian tengah
(core) kubis dapat dibuang atau dibiarkan sebelum pemotongan kecil-kecil. Irisan kubis ini
kemudian dimasukkan ke dalam tempat atau tangki yang selanjutnya ditambahkan 2,25% garam
dan diaduk serata mungkin. Cairan akan diserap keluar dari irisan-irisan kubis segera sesudah
garam ditambahkan, dan larutan garam mulai terbentuk yang dapat menutupi irisan-irisan
kubis. Tangki kemudian ditutup dengan lembaran plastik yang cukup lebar untuk menutupi juga
bagian tepi dari tong. Air dimasukkan kedalam lembaran ini yang berfungsi sebagai pemberat
dan penutup yang efektif. Berat dari pada air pada penutup menyebabkan irisan kubis
terendam. Tidak tercelupnya kubis dalam larutan garam selama fermentasi mengakibatkan
pertumbuhan khamir dan kapang pada permukaan yang menimbulkan flavor yang tidak
diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh sauerkraut menghasilkan produk yang lunak dan
berwarna gelap.
Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi
substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat di permukaan daun-daun
kubis. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat
pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang
disebabkan oleh kerja enzim. Kadar garam yang cukup memungkinkan pertumbuhan
serangkaian bakteri asam laktat dalam urutannya yang alamiah dan menghasilkan sauerkraut
dengan imbangan garam-garam yang tepat. Jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat
mengakibatkan pelunakan jaringan, tetapi juga kurang menghasilkan flavor. Terlalu banyak
garam menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap dan
memungkinkan pertumbuhan khamir.
Adapun tahapan pelaksanaannya :
Tahap 1. Kubis dibelah
Tahap 2. Kubis diiris Tipis
Tahap 3. Diberi garam kasar
Tahap 4. Irisan kubis diaduk dengan garam
Tahap 5. Irisan Kubis dimasukkan ke dalam wadah
Tahap 6. Bagian atas diberi pemberat, ditutup dan difermentasi
Irisan-irisan kubis yang telah menjadi sauerkraut diangkat dan dipisahkan dari larutan
garamnya. Sauerkraut yang diperoleh dapat dikonsumsi langsung, diolah lebih lanjut sebagai
bahan pencampur asinan buah. Jika ingin disimpan lama dikalengkan/dibotolkan dengan
menggunakan larutan garam perendam konsentrasi 1,5%.Sauerkraut dalam kaleng/botol perlu
disterilkan pada air mendidih selama 30 menit.

Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh :
Debby Sumanti, Ir., MS.


Sauerkraut (kol asam) adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus dan difermentasi oleh
berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc,Lactobacillus dan Pediococcus.
[1][2]
Sauerkraut
dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam
laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi.


Mungkin kalian masih banyak yang belun tau apa itu "sauerkraut",terdengar asing,da aneh. Namun
pada intinya sauerkraut adalah salah satu pengawetan sayuran tertentu (karena tidak semua
sayuran) dengan melakukan fermentasi secara spontan. Dan dibawah ini,kalian dapat mengenal
penjelasan yang lebih mendalam tentang sauerkraut itu sendiri, apalagi jika kalian dapat
membuatnya sendiri. Karena materi ini merupakan hasil laporan praktikum saya
sendiri,hehe"..semoga bermanfaat..

Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang dan masih
dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam adalah bahan yang
sangat penting dalam pengawtan ikan, daging dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah
pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam
akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu.
Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah
terpengaruh walau dengan kadar yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme
patogenik, termasuk Clostridium botolinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat
dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa mikroorganisme
terutama jenis-jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan
terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang tidak dikehendaki.

Produk-Produk Sayuran Hasil Fermentasi
Hampir semua jenis sayuran termasuk buah-buahan yang bersifat seperti sayuran misalnya ketimun,
tomat, olive dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat. Sayur-sayuran mengandung gula dan zat-
zat gizi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Faktor-faktor lingkungan yang penting dalam
fermentasi sayuran adalah:
1. Terciptanya keadaan anaerobik.
2. Pengunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat-zat gizi dari
sayur.
3. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi.
4. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai.
Sayur adalah sayuran yang diawetkan dengan asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme selama
proses fermentasi. Jenis mikroorganisme yang berperan terutama adalah bakteri asam laktat.
Tujuan dari fermentasi sayuran adalah pertama-tama adalah mengawetkan bahan pangan tersebut,
dan kedua adalah menghasilkan produk dengan sifat inderawi yang khas, khususnya aroma dari cita
rasanya. Jenis sayuran yang digunakan antara lain: kubis, jagung, sawi hijau, petsai, ketimun,
bawang merah, bawang putih, dan sebagainya. Bakteri asam laktat secara alami terdapat dalam
sayuran ini.

Dalam proses fermentasi sayuran bakteri asam laktat, misalnya Leuconostoc mesenteroides,
Leuconostoc plantarum dan Leuconostoc brevis, memfermentasi gula-gula yang terdapat dalam
jaringan sayuran menjadi asam, terutama asam laktat. Kadar asam yang dihasilkan berkisar antara
0,8 1,5% (dinyatakan sebagai asam laktat). Tipe fermentasi ini berlangsung dalam suatu larutan
garam berkonsentrasi 5-15% (20-600S). Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam
laktat-lah yang tumbuh. Garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sayuran tertarik
keluar melalui proses osmosa. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri
asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi
sebagai pengawet produk tersebut. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi
sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi panjang).

Fermentasi spontan pada produk fermentasi sayuran
Produk-produk fermentasi sayuran seperti sawi asin, sauerkraut (kubis asam) dan pikel merupakan
hasil dari proses fermentasi yang berlangsung secara selektif dan spontan. Pembuatannya cukup
mudah sehingga banyak dilakukan secara tradisional atau dalam skala rumah tangga. Fermentasi
spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dari luar (starter), mikroba
yang tumbuh terdapat secara alami pada medium (yang dalam hal ini tentu sebagai mediumnya
adalah sayuran) dan medium tersebut dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan
fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik. Walau awalnya terjadi secara tidak disengaja,
fermentasi sayuran dapat mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma
dan cita rasa yang khas.

Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi adalah dari jenis bakteri
penghasil asam laktat. Dalam pembuatannya, sayuran direndam dalam larutan garam berkadar 5-
15% atau diberi garam secara kering sebanyak 2,5% berat sayuran. Larutan garam tersebut
menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Adanya garam menjadikan air dan zat
gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut
merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam
laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak
diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik.

Suhu selama proses fermentasi juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh.
Umumnya diperlukan suhu 30C untuk pertumbuhan mikroba. Bakteri asam laktat (BAL) yang
berperan adalah yang bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis BAL yang bersifat
homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat hasil fermentasi gula yang dilakukannya, seperti
Pediococcus cerevisae, Lactobacillus plantarum dan Streptococcus faecalis Sedangkan BAL yang
bersifat heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga membentuk CO2, asam asetat, dan
etanol. Contohnya adalah Lactobacillus brevis dan Leuconostoc mesenteroides . Pada awal proses
fermentasinya, bakteri yang tumbuh pertama adalah Leuconostoc mesenteroides dan akan
menghambat pertumbuhan bakteri awal lainnya. Produksi asam dan karbondioksida meningkat
sehingga menurunkan pH dan tercipta kondisi yang anaerobik. Fermentasi dilanjutkan oleh jenis-
jenis bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus
cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Lactobacillus plantarum merupakan bakteri yang paling
tahan terhadap asam dan pH rendah sehingga merupakan mikroba akhir yang dapat tumbuh. Bakteri
ini juga penghasil asam laktat terbanyak. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi
sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi panjang).

Sauerkraut adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai
bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat
bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam
laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi.

Kubis yang dicampur dengan garam dan cairan yang bersifat asam sebenarnya sudah ada sejak
zaman prasejarah namun kemungkinan dideskripsikan pertama kali oleh Gaius Plinius Secundus di
abad pertama Masehi. Cara pembuatan sauerkraut seperti sekarang diperkirakan berkembang
sekitar tahun 1550 hingga 1750. Di tahun 1776, Kapten James Cook diberi penghargaan Medali
Copley setelah membuktikan saeurkraut berkhasiat sebagai makanan pencegah skorbut di kalangan
pelaut Inggris ketika melakukan pelayaran jauh.

Fermentasi Sauerkraut
Sauerkraut adalah fermentasi kubis menggunakan bakteri asam laktat sehingga beras masam. Kubis
dibersihkan dari bagian yang hijau, rusak dan kotor, dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar + 1
mm. Irisan kubis ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki atau wadah kemudian ditambahkan
larutan garam 2,25% dan diaduk serata mungkin. Bakteri yang memulai fermentasi adalah
Leuconostoc mesenteroides dan dilanjutkan oleh Lacotabacillus brevis, Lb. plantarum dan
Pediococcus cerevisiae. Suhu optimal untuk fermentasi ini adalah 25 30C dengan waktu 2 3
minggu. Suhu di atas 30C mengakibatkan produksi asam berlebihan sedang jika suhu kurang dari
25C sering muncul flavor dan warna yang tidak diharapkan serta waktu fermentasi menjadi sangat
lama.


Sauerkraut
Sauerkraut pada dasarnya adalah kobis asam, yaitu produk bahan pangan hasil fermentasi sayuran.
Kobis dibersihkan dari bagian yang hijau, rusak atau yang kotor, dicucui dan kemudian diiris kecil-
kecil selebar 1 mm. bagian tengan (core) kobis dapat dibuang atau dibiarkan sebelum pemotongan
kecil-kecil. Irisan kobis ini kemudian dimasukkan kedalam tempat atau tangki yang selanjutnya
ditambahkan 2,25% garam dan diaduk serata mungkin. Cairan akan diserap keluar dari irisan-irisan
kobis segera sesudah garam ditambahkan, dan larutan garam mulai terbentuk yang dapat menutupi
irisan-irisan kobis. Tangki kemudian ditutup dengan lembarab plastik yang cukup lebar untuk
menutupi juga bagian tepi dari tong. Air dimasukkan kedalam lembaran ini yang berfungsi sebagai
pemberat dan penutup yang efektif. Berat dari pada air pada penututp menyebabkan irisan kobis
terendam. Tidak tercelupnya kobis dalam larutan garam selama fermentasi mengakibatkan
pertumbuhan khamir atau kapang pada permukaan yang menimbulkan flavor yang tidak diinginkan
yang dapat massuk ke dalam seluruh sauerkraut menghasilkan produk yang berwarna lunak dan
gelap.
Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat
untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat di permukaan daun-daun kobis. Garam
bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organism
yang tidak diinginkan dan menunda pelunakkan jaringan-jaringan kobis yang disebabkan oleh kerja
enzim. Kadar garam yang cukup memungkinkan pertumbuhan serangkaian bakteri asam laktat dalam
urutannya yang alamiah dan menghasilkan kraut dengan imbangan garam-garam yang tepat. Jumlah
garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakkan jaringan, tetapi juga kurang
menfhasilkan flavor. Terlalu banyak garam menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna
menjadi gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir.
perkembangan asam dan perubahan-perubahan bakteri selama fermentasi sauerkraut diawali
dengan pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides kemudian dilanjutkan oleh jenis jenis yang lebih
tahan terhadap asam yaitu Lactobacillus brevis, Lactobacillus plantarum, dan Pediococcus
cereviseae. Suhu mempengaruhi kecepatan fermentasi, perkembangan jenis-jenis mikroorganisme
yang berbeda dan mutu produk. Suhu diantara 25 - 30 merupakan suhu optimal untuk mutu produk
dan fermentasi yang sempurna dapat terjadi dalam jangka waktu 2 3 minggu. Suhu diatas 30 C
cenderung untuk member kesempatan tumbuh bakteri-bakteri homofermentatif pediococcus
cereviseae dan Lactobacillus plantarum dan produk dengan flavor kurang dan terlalu asam dapat
dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai