Anda di halaman 1dari 115

LAPORAN PRAKTIKUM

BAB I
PENGAWASAN MUTU TEPUNG
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Pengawasan
Mutu Pangan
Asisten : Salma Shafira Fatin

Oleh :
Fitria Selsy Indriani
(B.1710301)

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2020
1. Tujuan
Untuk mengetahui kualitas mutu tepung.

2. Alat dan Bahan


 Alat : Ayakan, Timbangan, Oven, Desikator, Gegep, pH meter, Beaker
Glass, Wadah, Sendok, Kertas Putih.
 Bahan : Tepung Tapioka, Aquadest, HCl 0,1 N.

3. Cara Kerja
 Uji Derajat Kehalusan

 Uji Derajat Bersih


 Uji Kadar Air

 Uji Keasaman
4. Hasil Pengamatan
Derajat Kadar
No. Sampel Derajat Bersih Keasaman
Kehalusan Air
1. Tepung  Bobot awal  Bobot awal = 25 gr 13,438 %  pH awal = 7
Tapioka 1 U1 = 100 gr  Benda asing =  ml HCl 0,1 N
 Setelah Ada, seperti titik yang dibutuhkan
ayak = 98,5 hitam (debu) untuk menjadi
gr pH 3 = 11 ml
2. Tepung  Bobot awal  Bobot awal = 25 gr 13, 42 %  pH awal = 5
Tapioka 1 U2 = 100 gr  Benda asing =  ml HCl 0,1 N
 Setelah Ada, seperti titik yang dibutuhkan
ayak = 99,8 hitam (debu) untuk menjadi
gr pH 3 = 7,5 ml
3. Tepung  Bobot awal  Bobot awal = 25 gr 13, 58 %  pH awal = 5
Tapioka 2 U1 = 100 gr  Benda asing =  ml HCl 0,1 N
 Setelah Ada, seperti titik yang dibutuhkan
ayak = 98,8 hitam (debu) untuk menjadi
gr pH 3 = 8 ml
4. Tepung  Bobot awal  Bobot awal = 25 gr 12, 21 %  pH awal = 7
Tapioka 2 U2 = 100 gr  Benda asing =  ml HCl 0,1 N
 Setelah Ada, seperti titik yang dibutuhkan
ayak = 99,6 hitam (debu) untuk menjadi
gr pH 3 = 9,5 ml

5. Pembahasan
 Berdasarkan Data Pengamatan
Dari hasil praktikum yang sudah dilakukan dengan menggunakan
sampel 2 sampel tepung tapioka dengan 2 kali ulangan (duplo), didapatkan
hasil pada derajat kehalusan, bobot tepung yang lolos ayakan adalah : 98,5
gr (1 U1) ; 99,8 gr (1 U2) ; 98,8 gr (2 U1) ; dan 99,6 gr (2 U2). Selain itu,
didapatkan juga hasil derajat bersih pada semua tepung dan semua ulangan
yaitu adanya benda asing seperti titik hitam yang merupakan debu. Pada
uji kadar air didapatkan hasil : 13,438 % (1 U1) ; 13,42 % (1 U2) % ; 13,
58 % (2 U1) ; 12,21 % (2 U2). Pada uji keasaman terlebih dahulu pH
tepung diukur dan dicatat, kemudian ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH
tepung berubah menjadi 3, berikut ini adalah hasilnya : pH awal 7, jumlah
ml HCl 11 ml (1 U1) ; pH awal 5, jumlah ml HCl 7,5 ml (1 U2) ; pH awal
5, jumlah ml HCl 8 ml (2 U1) ; dan pH awal 7, jumlah ml HCl 9,5 ml (2
U2).

 Perbandingan Hasil Dengan SNI Tapioka (SNI 01-3451-1994)

Dari semua sampel yang digunakan, memiliki bentuk serbuk halus,


bau normal, warna putih khas tapioka. Pada bagian analisis kimia, hanya
dilakukan analisis pada kadar air saja. Hasil yang didapatkan dari analisis
kadar air adalah : 13,438 % (1 U1) ; 13,42 (1 U2) % ; 13,58 % (2 U1) ;
12,21 % (2 U2). Hasil ini sudah sesuai dengan syarat mutu Tapioka
menurut SNI 01-3451-1994 karena tercantum syarat mutu tapioka adalah
memiliki kadar air maksimal 17% dan hasil dari analisis kadar air pada
sampel yang digunakan kurang dari 17% sehingga sudah sesuai dengan
SNI 01-3451-1994.
 Penggolongan Mutu Berdasarkan SNI Tapioka (SNI 01-3451-1994)
Pada hasil praktikum ini yang dijadikan sebagai acuan pada SNI 01-
3451-1994 adalah kadar air. Hasil yang didapatkan dari analisis kadar air
adalah : 13,438 % (1 U1) ; 13,42 (1 U2) % ; 13,58 % (2 U1) ; 12,21 % (2
U2). Hasil tersebut sudah sesuai dengan SNI 01-3451-1994 karena kurang
dari 17%. Pada penggolongan mutu, tapioka yang digunakan bisa saja
masuk kedalam golongan Mutu I, Mutu II, atau Mutu III. Hal ini
dikarenakan syarat mutu pada golongan tersebut sama-sama membatasi
kadar air maksimal adalah 17%. Belum dapat diketahui secara pasti masuk
kedalam golongan mutu mana karena belum dilakukan analisis kadar abu,
serat dan kotoran (hasil persentase), derajat putih, kekentalan, derajat
asam, dan kadar HCN. Pada bagian pengamatan benda asing pada
praktikum ini memang terdapat kotoran yang berupa debu, namun uji ini
hanya dilakukan secara kualitatif, bukan kuantitatif. Uji derajat asam juga
dilakukan menggunakan HCl 0,1 N bukan NaOH 1 N.

 Perbedaan Tepung dan Pati


 Berdasarkan Pengertian
Tepung merupakan partikel padat yang berbentuk butiran halus
hasil pengolahan padi-padian, umbi-umbian, akar-akaran, atau
sayuran. Pati merupakan karbohidrat kompleks yang berwujud putih,
tawar, dan tidak larut dalam air yang merupakan bagian utama
tumbuhan hasil dari proses penyimpanan glukosa berlebih dalam
jangka panjang.
 Berdasarkan Cara Pembuatan
Tepung dibuat melalui proses penyawutan, pengeringan, dan
penggilingan bahan bahan yang bisa di buat tepung diantarannya biji-
bijian, umbi-umbian, dan lain-lain. Misalnya saja pada pembuatan
tepung yang berasal dari umbi-umbian, terlebih dahulu umbi dibuang
kulitnya dan dibersihkan, kemudian dipotong-potong tipis, lalu di
oven atau dijemur hingga kering. Setelah itu, baru bisa digiling atau
dihaluskan hingga menjadi tepung. Sehingga, dari hasil proses
pembuatan ini didapatkan tepung yang masih kaya akan serat lemak
dan protein.
Sedangkan, pada proses pembuatan pati terlebih dahulu bahan
harus direndam dengan natrium metabisulfite, diparut, diperas,
diendapkan, hasil endapan disaring, dikeringkan. Misalnya saja pada
pembuatan pati umbi-umbian, terlebih dahulu umbi dibuang kulitnya
dan dibersihkan. Lalu, umbi direndam dengan natrium metabusulfit
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya browning ketika
pengolahan. Setelah itu, umbi diparut dan kemudian parutan dibilas
dengan air dan diperas. Hasil parutan tersebut lalu diendapkan selama
beberapa jam. Hasil endapan disaring dan kemudian dijemur atau di
oven hingga kering. Dari hasil proses pembuatan ini didapatkan pati
yang terdiri dari pati tanpa lemak, serat, dan protein, serta karbohidrat
non pati.
 Berdasarkan Tekstur dan Warna
Pati tampak seperti bubuk putih, tawar, serta teksturnya lebih
halus / licin sedangkan tepung sedikit lebih berwarna, memiliki flavor,
serta teksturnya lebih kasar. Akibat sifat fisik yang berbeda,
penggunaan pati dan tepung dalam pemrosesan pangan pun berbeda.
 Berdasarkan Sifat Dalam Adonan
Proses pembuatan yang berbeda pada tepung dan pati
menyebabkan sifat-sifat tepung dan pati dalam adonan juga berbeda.
Tepung lebih mudah tercampur dalam air dingin dibanding pati. Saat
terkena air panas atau dimasak dengan air sampai mendidih, pati akan
membentuk gel yang kental dan bening, dimana kejadian ini secara
ilmiah disebut “gelatinisasi”. Karena sifatnya yang dapat mengental
setelah pemasakan, pati dapat digunakan sebagai bahan pengental
untuk beberapa produk makanan. Pati biasanya digunakan sebagai
bahan perekat atau pengental dalam proses pembuatan makanan,
sedangkan tepung biasa digunakan untuk membuat roti, kue, dan
sejenisnya.
 Fungsi Pengawasan Mutu
Kegiatan pengawasan mutu mencakup kegiatan menginterpretasikan
dan mengimplementasikan rencana mutu. Rangkaian kegiatan ini terdiri
dari pengujian pada saat sebelum dan sesudah proses produksi yang
dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian produk terhadap persyaratan
mutu. Kegiatan pengawasan mutu suatu industri pangan mencakup mutu
yang dimonitor sejak dari tahapan yang melibatkan bahan mentah hingga
produk akhir. Pengawasan mutu pada dasarnya adalah menganalisa dan
mengenali penyebab keragaman produk dankemudian melakukan tindakan
perbaikan terhadap proses produksi agar dicapai produk yang bermutu
baik dan seragam.
Konsep pengawasan mutu tercipta untuk mengatasi penyimpangan
mutu pada produk sehingga tetap dapat menghasilkan komoditas dengan
kualitas atau mutu yang kompetitif baik dipasar lokal atau global. Tujuan
umum dari pengawasan mutu adalah menjaga standar mutu yang telah
ditetapkan bahkan dapat terus mengembangkan mutu yang unggul.
Berikut ini adalah fungsi-fungsi lainnya dari pengawasan mutu :
1. Mengendali dan memonitor terjadinya penyimpangan mutu produk
2. Memberikan peringatan dini sehingga dapat dicegah terjadinya
penyimpangan mutu produk lebih lanjut.
3. Memberi petunjuk waktu yang tepat perlunya segera dilakukan
tindakan koreksi untuk meluruskan proses yang menyimpang
4. Mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk.
Mengacu Kadarisman (1994), sesuai dengan standar ISO 9000, maka
kegiatan pengendalian memiliki fungsi antara lain:
1. Membantu dalam membangun pengendalian mutu pada berbagai titik
dalam proses produksi
2. Memelihara dan mengkalibrasiperalatan pengendalian proses
3. Meneliti cacat yang terjadi dan membantu memecahkan masalah
mutuselama produksi
4. Melaksanakan pengendalian mutu terhadap bahan yang diterima
5. Mengoperasikan laboratorium uji untuk melaksanakan uji dan analisa
6. Mengorganisasikan inspeksi pada setiap tahap proses dan spot checks
bilamana diperlukan
7. Melaksanakan inspeksi akhir untuk menilai mutu produk akhir dan
efektivitas pengukuran pengendalian mutu
8. Memeriksa mutu kemasan untuk memastikan produk mampu
menahan dampak transportasi dan penyimpanan
9. Melakukan uji untuk mengukur dan menganalisa produk yang
diterima akibat tuntutan konsumen
10. Memberikan umpan balik data cacat dan tuntutan konsumen kepada
bagian rekayasa mutu.

 Perbedaan Amilosa dan Amilopektin


No. Dasar Amilosa Amilopektin
Perbandingan
1. Deskripsi Amilosa adalah polimer rantai Amilopektin adalah polimer rantai
D-glukosa yang tidak bercabang. bercabang dari unit D-glukosa.
2. Tes Yodium Amilosa memberikan warna biru Amilopektin memberi warna coklat
/ hitam gelap ketika larutan kemerahan ketika larutan yodium
yodium ditambahkan. ditambahkan.
3. Kelarutan Amilosa kurang larut dalam air. Lebih larut dalam air.
4. Reaksi Dengan Amilosa tidak membentuk gel Amilopektin membentuk gel ketika
Air Panas ketika air panas ditambahkan. air panas ditambahkan ke dalamnya.
5. Persentase Merupakan sekitar 20-30% dari Amilopektin merupakan sekitar 70-
Dalam Pati pati. 80% dari pati.
6. Hidrolisis Amilosa dapat dihidrolisis Amilopektin tidak dapat dihidrolisis
dengan enzim α amilase dan β dengan enzim α amilase dan β
amilase sepenuhnya. amilase sepenuhnya.
7. Keterkaitan Amilosa memiliki ikatan α 1-4 Amilopektin memiliki ikatan α 1-4
Glikosidik glikosidik. glikosidik dan α 1-6 glikosidik.
8. Struktur Amilosa memiliki struktur rantai Amilopektin memiliki struktur
lurus. bercabang.
9. Konten energi Amilosa merupakan sistem Amilopektin hanya menyimpan
penyimpanan yang bagus untuk sedikit energi.
energi.
10. Unit glukosa Amilosa memiliki 300 sampai Amilopektin memiliki 2000 sampai
dengan beberapa ribu unit dengan 200.000 unit glukosa.
glukosa.

 Hal yang Menyebabkan Keasaman Pada Tepung


Hal yang menyebabkan keasaman pada tepung adalah semakin
tingginya kandungan asam lemak yang terdapat didalamnya. Biasanya, hal
ini disebabkan karena tepung sudah disimpan lama. Dari segi kualitas,
semakin asam tepung maka akan semakin bagus. Keasaman juga
dipengaruhi oleh proses pembuatan ketika pati diendapkan (pada
pembuatan pati).

 Fungsi Uji Keasaman


Uji keasaman penting dilakukan pada tepung karena keasaman
merupakan salah satu parameter yang dapat mendeteksi umur simpan
tepung. Semakin tinggi tingkat keasaman dari tepung, maka tepung terigu
tersebut telah lama disimpan. Hal ini dikarenakan yang dihitung sebagai
keasaman adalah asam lemak yang terkandung didalam tepung.

6. Kesimpulan
Pengawasan mutu mempunyai tujuan untuk menjaga standar mutu yang
telah ditetapkan bahkan dapat terus mengembangkan mutu yang unggul. Dari
semua sampel yang digunakan, memiliki bentuk serbuk halus, bau normal,
warna putih khas tapioka. Pada bagian analisis kimia, hanya dilakukan analisis
pada kadar air saja. Hasil yang didapatkan dari analisis kadar air adalah :
13,438 % (1 U1) ; 13,42 (1 U2) % ; 13,58 % (2 U1) ; 12,21 % (2 U2). Hasil ini
sudah sesuai dengan syarat mutu Tapioka menurut SNI 01-3451-1994 karena
tercantum syarat mutu tapioka adalah memiliki kadar air maksimal 17% dan
hasil dari analisis kadar air pada sampel yang digunakan kurang dari 17%
sehingga sudah sesuai dengan SNI 01-3451-1994.
Keasaman merupakan salah satu parameter yang dapat mendeteksi umur
simpan tepung. Semakin tinggi tingkat keasaman dari tepung, maka tepung
terigu tersebut telah lama disimpan. Hal ini dikarenakan yang dihitung sebagai
keasaman adalah asam lemak yang terkandung didalam tepung. Amilosa dan
amilopektin dalam tepung mempunyai perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. (1994). SNI Tapioka (SNI 01-3451-1994). Tersedia :


https://bsn.go.id (Diakses pada 16/06/20)

Benita, A. M. (2016). Jangan Sampai Salah, Pati dan Tepung itu Beda. Tersedia :
https://panganpedia.com/beda-tepung-dan-pati/ (Diakses pada 16/06/20)

Bina Nusantara. (2019). Pati atau Tepung? Jangan Salah Kaprah! Tersedia :
https://student-activity.binus.ac.id/himfoodtech/2019/03/pati-atau-tepung-
jangan-sala-kapra/ (Diakses pada 16/06/20)

Hartanto, E. S. (2012). Kajian Penerapan SNI Produk Tepung Terigu Sebagai


Bahan Makanan. Jurnal Standardisasi Vol. 14, No. 2, Hal 164 - 172.

Mamuaja, C. F. (2016). Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan. Manado :


Universitas Sam Ratulangi.

Sridianti. (2019). Persamaan, Perbedaan Amilosa dan Amilopektin. Tersedia :


https://www.sridianti.com/6-perbedaan-amilosa-dan-amilopektin.html
(Diakses pada 16/06/20)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air
No. Sampel Kadar Air
1. Tepung Tapioka 1  a (berat cawan) = 4,0239 gr
U1  b (berat sampel ) = 5,0500 gr
 c (berat cawan + sampel setelah oven) = 8,3700 gr
 % kadar air = b – (c – a) / b x 100 %
= 5,0500 gr – (8,3700 gr – 4,0234 gr) / 5,0500 gr x 100 %
= 13,4386 %

2. Tepung Tapioka 1  a (berat cawan) = 3,8196 gr


U2  b (berat sampel ) = 5,0455 gr
 c (berat cawan + sampel setelah oven) = 8,1878 gr
 % kadar air = b – (c – a) / b x 100 %
 = 5,0455 gr – (8,1878 gr – 3,8196 gr) / 5,0455 gr x 100 %
= 13,42 %

3. Tepung Tapioka 2  a (berat cawan) = 4,7195 gr


U1  b (berat sampel ) = 5,0090 gr
 c (berat cawan + sampel setelah oven) = 9,0482 gr
 % kadar air = b – (c – a) / b x 100 %
 = 5,0090 gr – (9,0482 gr – 4,7195 gr) / 5,0090 gr x 100 %
= 13,58%

4. Tepung Tapioka 2  a (berat cawan) = 3,8047 gr


U2  b (berat sampel ) = 5,0579 gr
 c (berat cawan + sampel setelah oven) = 8,2246 gr
 % kadar air = b – (c – a) / b x 100 %
 = 5,0579 gr – (8,2246 gr – 3,8047 gr) / 5,0579 gr x 100 %
= 12,21 %
Lampiran 2. Foto Pengamatan
Derajat
No. Sampel Derajat Bersih Kadar Air Keasaman
Kehalusan
1. Tepung
Tapioka
1 U1

(sebelum diayak)
(sebelum 1 jam)
(hasil akhir
tepung+cawan yang
sudah dioven)

(hasil uji keasaman


tepung)

(sesudah 1 jam)
(sesudah diayak)
2. Tepung
Tapioka
1 U2

(hasil akhir
(sebelum diayak) (sesudah 1 jam) tepung+cawan yang
sudah dioven)
(hasil uji keasaman
tepung)

(sesudah diayak)
3. Tepung
Tapioka
2 U1

(hasil uji keasaman


tepung)
(hasil akhir
(sebelum diayak)
(sesudah 1 jam) tepung+cawan yang
sudah dioven)

(sesudah diayak)
4. Tepung
Tapioka
2 U2

(hasil akhir
(sesudah 1 jam) tepung+cawan yang
(sesudah diayak)
sudah dioven) (hasil uji keasaman
tepung)
LAPORAN PRAKTIKUM
BAB II
PENGAWASAN MUTU BIJI-BIJIAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Pengawasan
Mutu Pangan
Asisten : Salma Shafira Fatin

Oleh :
Fitria Selsy Indriani
(B.1710301)

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2020
1. Tujuan
Untuk mengetahui kualitas mutu biji-bijian serta mengetahui apa saja
kerusakan yang terjadi pada biji-bijian.

2. Alat dan Bahan


 Alat : Wadah, Neraca Analitik
 Bahan : Beras dan Kacang Hijau

3. Cara Kerja
 Beras

 Kacang Hijau
4. Hasil Pengamatan
 Sampel Beras
No. Bobot Bobot dan Bobot dan Bobot dan Bobot dan Bobot dan
Awal Persentase Persentase Persentase Persentase Persentase
Menir Patah Kuning Gabah Benda Asing
1. 25 gr  Bobot beras  Bobot  Bobot  Bobot  Bobot
menir = beras beras gabah = 0 benda asing
44,8324 gr patah = kuning = gr = 0 gr
 Persentase = 2,0992 gr 2,0992 gr  Persentase  Persentase
179,329 %  Persentase  Persentase =0% =0%
 (Terdapat = 8,3968 = 8,3968 %
kesalahan %
penimbangan
sehingga
hasilnya besar)
2. 25 gr  Bobot beras  Bobot  Bobot  Bobot  Bobot
menir = 5,1 gr beras beras gabah = 0 benda asing
 Persentase = patah = kuning = gr = 0 gr
0,204 % 0,6 gr 0,1848 gr  Persentase  Persentase
 Persentase  Persentase = 0% = 0%
= 0,024% = 0,0073 %

 Sampel Kacang Hijau


No. Bobot Bobot dan Bobot dan Bobot dan Bobot dan Persentase
Awal Persentase Persentase Belah Persentase Benda Asing
Rusak Keriput
1. 25 gr  Bobot butir  Bobot butir  Bobot butir  Bobot benda asing = 0
rusak = 0,7 gr belah = 0,1070 keriput = 0,7 gr
 Persentase = gr gr  Persentase = 0 %
2,8 %  Persentase =  Persentase =
0,420 % 2,8 %
2. 25 gr  Bobot butir  Bobot butir  Bobot butir  Bobot benda asing = 0
rusak = 0,2423 belah = 0,0587 keriput = 0,9 gr
gr gr gr  Persentase = 0 %
 Persentase =  Persentase =  Persentase =
0,9728 % 0,2348 % 3,6 %

5. Pembahasan
 Berdasarkan Data Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel beras 1 didapatkan hasil
bobot beras menir 44,8324 gr dan persentasenya adalah 179,329 %. Hasil
ini terlalu besar mengingat bobot awal beras yang digunakan saja hanya 25
gr. Hal ini dikarenakan kesalahan praktikan ketika sedang melakukan
penimbangan karena menimbang sekaligus dengan menggunakan kaca
arloji (tidak di tare terlebih dahulu) sehingga bobot kaca arloji yang
ditimbang pada neraca analitik ikut terhitung bersama dengan bobot beras
menir dan juga mempengaruhi persentasenya. Hasil bobot beras patah
adalah 2,0992 gr dan persentasenya 8,3968 %. Hasil bobot beras kuning
adalah 2,0992 gr dan persentasenya 8,3968 %. Bobot gabah dan bobot
benda asing 0 gr sehingga persentasenya 0%.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel beras 2 didapatkan hasil
bobot beras menir adalah 5,1 gr dan persentasenya adalah 0,204 %. Hasil
bobot beras patah adalah 0,6 gr dan persentasenya 0,024%. Hasil bobot
beras kuning adalah 0,1848 gr dan persentasenya 0,0073 %. Bobot gabah
dan bobot benda asing 0 gr sehingga persentasenya 0%.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel kacang hijau 1 didapatkan
hasil bobot butir rusak adalah 0,7 gr dan persentasenya 2,8 %. Hasil pada
bobot butir belah adalah 0,1070 gr dan persentasenya 0,420 %. Hasil pada
bobot butir keriput adalah 0,7 gr dan persentasenya 2,8 %. Hasil pada
bobot benda asing 0 gr dan persentasenya 0 %.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel kacang hijau 2 didapatkan
hasil bobot butir rusak adalah 0,2423 gr dan persentasenya 0,9728 %.
Hasil pada bobot butir belah adalah 0,0587 gr dan persentasenya 0,2348
%. Hasil pada bobot butir keriput adalah 0,9 gr dan persentasenya 3,6 %.
Hasil pada bobot benda asing 0 gr dan persentasenya 0 %.

 Faktor Penyebab Kerusakan Pada Beras (Berdasarkan Parameter


yang Diamati)
 Beras Menir dan Beras Patah
Timbulnya beras patah dan menir terutama terjadi pada proses
penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk
melepaskan bagian bekatul. Selain itu, apabila kadar air pada gabah
yang terlalu rendah (dibawah 13%) menyebabkan butiran gabah retak
sehingga banyak butir patah ketika digiling. Selain itu, pada kadar air
yang tinggi, beras relatif lunak dan akan menyebabkan beras menjadi
mudah patah, sehingga meningkatkan jumlah butir patah saat
penyimpanan. Bisa juga disebabkan oleh jenis mesin pengupas kulit
gabah (dehusker) dan mesin penyosoh (polisher) yang kurang optimal.
Pengeringan yang kurang merata, akan menyebabkan timbulnya
retak-retak pada gabah dan sebaliknya gabah yang terlalu kering akan
mudah pecah tatkala digiling. Hal ini akan berdampak pada hasil beras
yang bisa menjadi menir atau patah.
 Beras Kuning
Beras menguning disebabkan karena tumbuhnya jamur selama
penyimpanan. Tumbuhnya jamur menyebabkan meningkatnya butir
kuning pada setiap jenis beras selama penyimpanan. Jika dibiarkan
lebih lama lagi, beras berubah menjadi kehitaman, rusak dan
membusuk.
 Gabah
Adanya gabah pada beras bisa dipengaruhi oleh kadar air gabah
yang masih tinggi (berkisar 22-25% basis basah) sehingga
menyebabkan kulitnya masih cukup basah dan sukar terkupas. Oleh
sebab itu, diperlukan pengeringan agar kadar air pada gabah bisa
berkurang. Penggilingan gabah untuk menjadi beras dimulai dengan
proses pemecahan dan pengupasan kulit sekam dan dilakukan
penyosohan. Apabila proses tersebut dan mesin yang digunakan
kurang optimal maka bisa berdampak pada masih adanya gabah pada
hasil beras nantinya.
 Benda Asing
Pada hasil yang diamati terdapat benda asing (berupa kotoran
titik hitam yang didguga merupakan debu). Hal ini bisa dipengaruhi
oleh faktor kebersihan baik itu ketika pengolahan beras hingga
penyimpanan beras.

 Faktor Penyebab Kerusakan Pada Kacang Hijau (Berdasarkan


Parameter yang Diamati)
 Butir Rusak
Butir kacang hijau yang rusak bisa disebabkan oleh serangan
hama. Hama pada tanaman kacang hijau bisa menyerang mulai dari
benih yang baru ditanam, ketika benih berkecambah, saat tanaman
berbunga hingga tanaman kacang hijau berproduksi. Serangan hama
kacang hijau menyebabkan kerusakan pada benih yang belum tumbuh,
kerusakan daun, kerusakan batang, dan kerusakan polong. Selain itu,
bisa juga dipengaruhi ketika proses pemanenan (umur panen dan
waktu panen, cara panen, dan periode panen) yang kurang sesuai dan
pengolahan pasca panen (pengeringan polong, perontokan,
pembersihan kotoran, pengeringan biji, pengemasan, dan
penyimpanan) yang kurang baik.
 Butir Belah
Butir belah bisa disebabkan oleh proses pengeringan polong
yang kurang optimal. Pada proses perontokan biji dari polong juga
bisa berdampak pada pecahnya biji apabila dilakukan tidak benar.
Penyimpanan yang tidak benar juga akan berpengaruh pada hadirnya
butir belah pada kacang hijau.
 Butir Keriput
Salah satu penyebab yang bisa membuat biji kacang hijau
menjadi keriput adalah adanya serangan penyakit kudis (scab).
Apabila sudah menyerang parah pada tanaman kacang hijau, akan
berdampak pada butir yang menjadi keriput. Waktu pemanenan yang
lebih awal akan berdampak pada adanya banyak polong yang masih
belum tua dengan kadar air polong dan biji masih tinggi sehingga
menghasilkan biji keriput.
 Benda Asing
Adanya benda asing pada butir kacang hijau bisa disebabkan
ketika proses pembersihan kotoran yang kurang optimal. Selesai
perontokan biji, selanjutnya dilakukan pembersihan biji dari kotoran.
Pembersihan kotoran bertujuan untuk membersihkan biji dari kotoran
(kulit polong, kerikil, dan lain sebagainya), meningkatkan daya
simpan biji, dan meningkatkan kualitas biji. Pada praktikum ini tidak
ditemukan benda asing pada kacang hijau.

 Perbandingan Dengan SNI


 Beras (SNI 01-6128-2008)

Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel beras 1 didapatkan hasil


bobot beras menir 44,8324 gr dan persentasenya adalah 179,329 % (karena
kesalahan praktikan). Hasil bobot beras patah adalah 2,0992 gr dan
persentasenya 8,3968 %. Hasil bobot beras kuning adalah 2,0992 gr dan
persentasenya 8,3968 %. Bobot gabah dan bobot benda asing 0 gr
sehingga persentasenya 0%. Karena terjadi kesalahan oleh praktikan,
bobot beras menir belum diketahui secara pasti sehingga belum bisa
dibandingkan dengan SNI. Sedangkan, hasil persentase beras patah <5%
(sesuai dengan Mutu II), persentase beras kuning <3% (sesuai dengan
Mutu IV), persentase butir gabah dan benda asing 0% (sesuai dengan
Mutu I dan II). Mutu sampel beras 1 belum diketahui secara pasti karena
adanya kesalahan penimbangan pada beras menir dan hasil lainnya yang
berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel beras 2 didapatkan hasil
bobot beras menir adalah 5,1 gr dan persentasenya adalah 0,204 %. Hasil
bobot beras patah adalah 0,6 gr dan persentasenya 0,024%. Hasil bobot
beras kuning adalah 0,1848 gr dan persentasenya 0,0073 %. Bobot gabah
dan bobot benda asing 0 gr sehingga persentasenya 0%. Persentase beras
menir <1% (sesuai dengan Mutu III), persentase beras patah <5% (sesuai
dengan Mutu II), persentase beras kuning <1% (sesuai dengan Mutu III),
persentase butir gabah dan benda asing 0% (sesuai dengan Mutu I dan II).
Mutu sampel beras 2 belum bisa diketahui secara pasti karena hasil yang
berbeda-beda.
 Kacang Hijau (SNI 01-3923-1995)

Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel kacang hijau 1 didapatkan


hasil bobot butir rusak adalah 0,7 gr dan persentasenya 2,8 %. Hasil pada
bobot butir belah adalah 0,1070 gr dan persentasenya 0,420 %. Hasil pada
bobot butir keriput adalah 0,7 gr dan persentasenya 2,8 %. Hasil pada
bobot benda asing 0 gr dan persentasenya 0 %. Hasil persentase butir rusak
<1% (sesuai dengan Mutu I), persentase butir belah <1% (sesuai dengan
Mutu I), persentase butir keriput <4% (sesuai dengan Mutu II), persentase
kotoran/benda asing 0% (sesuai dengan Mutu I). Hasil yang dominan pada
Mutu I sehingga disimpulkan sampel kacang hijau 1 masuk kedalam Mutu
I.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel kacang hijau 2 didapatkan
hasil bobot butir rusak adalah 0,2423 gr dan persentasenya 0,9728 %.
Hasil pada bobot butir belah adalah 0,0587 gr dan persentasenya 0,2348
%. Hasil pada bobot butir keriput adalah 0,9 gr dan persentasenya 3,6 %.
Hasil pada bobot benda asing 0 gr dan persentasenya 0 %. Hasil persentase
butir rusak <1% (sesuai dengan Mutu I), persentase butir belah <1%
(sesuai dengan Mutu I), persentase butir keriput <4% (sesuai dengan Mutu
II), persentase kotoran/benda asing 0% (sesuai dengan Mutu I). Hasil yang
dominan pada Mutu I sehingga disimpulkan sampel kacang hijau 1 masuk
kedalam Mutu I.

 Alasan Mengapa Gabah Padi Dijemur Sampai Kering


Pengeringan gabah padi bertujuan untuk menurunkan kadar air
sehingga padi dapat disimpan lama, daya kecambah dapat dipertahankan,
mutu gabah padi dapat dijaga agar tetap baik (tidak kuning, tidak
berkecambah dan tidak berjamur), memudahkan proses penggilingan dan
untuk meningkatkan rendemen serta menghasilkan beras gilingan yang
baik.
Pengeringan merupakan salah satu kegiatan pascapanen yang penting,
dengan tujuan agar kadar air gabah aman dari kemungkinan
berkembangbiaknya serangga dan mikroorganisme seperti jamur dan
bakteri. Pengeringan harus sesegera mungkin dimulai sejak saat dipanen.
Apabila pengeringan tidak dapat dilangsungkan, maka usahakan agar
gabah padi yang masih basah tidak ditumpuk tetapi ditebarkan untuk
menghindarkan dari kemungkinan terjadinya proses fermentasi.
Pengeringan akan semakin cepat apabila ada pemanasan, perluasan
permukaan gabah padi dan aliran udara. Adapun tujuan pengeringan
disamping untuk menekan biaya transportasi juga untuk menurunkan kadar
air dari 23-27 % menjadi 14%, agar dapat disimpan lebih lama serta
menghasilkan beras yang berkualitas baik.
Proses pengeringan gabah padi sebaiknya dilakukan secara merata,
perlahan-lahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang
kurang merata, akan menyebabkan timbulnya retak-retak pada gabah dan
sebaliknya gabah yang terlalu kering akan mudah pecah tatkala digiling.
Sedangkan dalam kondisi yang masih terlalu basah disamping sulit untuk
digiling juga kurang baik ditinjau dari segi penyimpanannya karena akan
gampang terserang hama gudang, cendawan, dan jamur.

 Alasan Mengapa Pada Kacang Hijau Terdapat Kapang


Kerusakan pada saat pengupasan polong dapat memicu kontaminasi
kapang. Selain itu, waktu panen yang terlalu awal menyebabkan hasil butir
kacang hijau tidak optimal karena banyak polong yang masih belum tua
dengan kadar air polong dan biji masih tinggi sehingga menghasilkan biji
keriput. Biji keriput pada polong yang masih belum masak berpotensi
terkontaminasi kapang. Sebaliknya, panen terlambat menyebabkan banyak
polong tua yang tertinggal akibat tangkai polong sudah rapuh, sehingga
menyebabkan kehilangan hasil hingga lebih dari 50% dibandingkan panen
optimal.
Biji kacang hijau yang dalam kondisi masih terlalu basah (karena
pengeringan kurang optimal) disamping berdampak pada bisa rusak dan
pecahnya biji juga dari segi penyimpanannya karena akan mudah terserang
hama dan kapang.

 Alasan Mengapa Kacang Hijau Bisa Mengkerut (Keriput)


Salah satu penyebab yang bisa membuat biji kacang hijau menjadi
keriput (mengkerut) adalah adanya serangan penyakit kudis (scab).
Apabila sudah menyerang parah pada tanaman kacang hijau, akan
berdampak pada butir yang menjadi keriput. Waktu pemanenan yang lebih
awal akan berdampak pada adanya banyak polong yang masih belum tua
dengan kadar air polong dan biji masih tinggi sehingga menghasilkan biji
keriput.

 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Biji-Bijian


 Perlakuan Budidaya
Perlakuan budidaya yang dapat mempengaruhi mutu hasil
panennya antara lain adalah teknik budidaya, penggunaan bahan-
bahan seperti pupuk, obat-obatan. Perlakuan tersebut biasanya akan
tampil dalam jumlah produksi, ukuran besar kecilnya hasil atau
produknya.
 Umur Panen
Pemanenan dapat dilakukan sebelum matang, atau saat matang
atau telah tua/masak. Kapan saatnya dipanen yang dianggap tepat
tergantung dari jenis komoditasnya dan atau panjang pendeknya rantai
pemasaran. Pemanenan yang kurang tepat dapat berdampak pada
menurunnya mutu.
 Karakteristik Fisik
Karakteristik fisik hasil panen akan mempengaruhi bentuk dan
ukuran berat atau volume. Konsumen tertentu memiliki penerimaan
(aseptabilitas) tertentu, mempertimbangkan karakteristik fisik di atas.
Bentuk dan ukuran berat dan volume serta warna yang seragam lebih
menjadi pilihan konsumen.
Biji-bijian setelah dipanen biasanya disortir untuk memperoleh
keseragaman dalam satu atau beberapa hal tertentu, misalnya ukuran
berat, keseragaman bentuk, warna, dan lain sebagainya. Sortasi dapat
dilakukan pula dengan tujuan untuk memperoleh keutuhan secara fisik
(tidak cacat), yang disebabkan oleh adanya serangan hama atau
penyakit sebelum panen atau sebelum disortasi. Pada komoditas biji-
bijian, keseragaman bentuk, ukuran, dan tingkat kematangan biji
sangat dipentingkan. Pada beras, mutu beras dibedakan menjadi :
beras kepala, beras pecah (broken), dan menir.
 Karakteristik Fisiologis
Mutu biji-bijian akan dapat mengalami penyimpangan sebagai
akibat kegiatan fisiologis dari komoditas tersebut, terutama akan cepat
tampak perubahannya pada komoditas yang bersifat cepat rusak.
 Kontaminasi Biologis / Mikrobiologis
Penanganan yang kurang baik setelah dipanen dapat
mengakibatkan terjadinya kontaminasi dengan hama dan penyakit
tertentu, yang selanjutnya dapat merubah kondisi atau tingkat
kesegaran atau kesempurnaan biji-bijian. Mikrobia adalah penyebab
yang paling banyak terjadi yang akan mengakibatkan penyimpangan
mutu.
 Perlakuan Fisik dan Mekanis
Perlakuan fisik dan mekanis yang kurang tepat dapat berdampak
pada hasil biji-bijian yang menjadi kurang baik dan kurang sesuai
dengan standar yang sudah ditetapkan. Dari perlakuan yang kurang
tepat misalnya bisa menyebabkan biji-bijian menjadi cacat, rusak, dan
lain sebagainya.
 Perlakuan Kimia
Penggunaan bahan-bahan kimia baik sebelum ataupun sesudah
panen, seringkali meninggalkan residu pada biji-bijian. Residu kimia
banyak yang bersifat racun, yang tentunya akan berdampak pada
gangguan kesehatan manusia.
 Kandungan
Kandungan yang kerap kali mempengaruhi mutu biji-bijian yang
paling penting adalah kadar air. Kadar air berkaitan erat dengan masa
simpan biji-bijian nantinya. Biasanya, semakin tinggi kadar air yang
terkandung didalam biji-bijian maka akan semakin mudah untuk
rusak.

6. Kesimpulan
Kualitas mutu biji-bijian dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu perlakuan
budidaya, umur panen, karakteristik fisik, fisiologis, dan biologis, perlakuan fisik
dan mekanis, perlakuan kimia, serta kandungan. Pada biji-bijian terdapat berbagai
jenis kerusakan misalnya, seperti biji pecah, cacat, menguning, dan lain
sebagainya. Dari hasil praktikum yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
mutunya berbeda-beda berdasarkan parameter yang diamati. Dengan dilakukan
pengawasan mutu diharapkan bisa menghasilkan biji-bijian dengan kualitas mutu
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U. (2015). Penanganan Padi. Tersedia :


http://web.ipb.ac.id~usmanahmad/Penangananpadi.html (Diakses pada
16/06/2020)

Azzamy. (2015). Mengendalikan Hama Tanaman Kacang Hijau. Tersedia :


https://mitalom.com/mengendalikan-hama-tanaman-kacang-hijau/
(Diakses pada 16/06/2020)

Badan Standarisasi Nasional. (1995). Kacang Hijau (SNI 01-3923-1995). Tersedia


: dari https://www.bsn.go.id (Diakses pada 16/06/2020)

Badan Standarisasi Nasional . (2008). Beras (SNI SNI 01-6128-2008). Tersedia :


https://www.bsn.go.id (Diakses pada 16/06/2020)

Cahyono, B. (2017). Kacang Hijau (Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani).
Semarang: CV. Aneka Ilmu.

Inayatulhusni. (2016). Panen dan Pasca Panen Kacang Hijau. Tersedia :


https://inayatulhusni2a.wordpress.com/2016/11/29/panen-dan-pasca-
panen-kacang-hijau/ (Diakses pada 16/06/2020)

Rachmawan, O. (2001). Pengelompokkan dan Penyimpangan Hasil Pertanian.


Tersedia : http://mirror.unpad.ac.id/orari/pendidikan/materi-
kejuruan/pertanian/pengendalianmutu/pengelompokkan_dan_penyimpang
an_mutu_hasil_pertanian.pdf (Diakses pada 16/06/2020)

Setyawan, B. H. (2011). Pengaruh Penyimpanan Terhadap Kualitas Beras :


Perubahan Sifat Fisik Selama Penyimpanan. Tersedia :
https://core.ac.uk/download/pdf/11735128.pdf (Diakses pada 16/06/2020)

Widura, A. (2011). Laporan Praktikum Penggilingan Padi. Tersedia :


https://aryaagh.wordpress.com/tag/beras-menir/ (Diakses pada
16/06/2020)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Kerusakan Biji-Bijian
No. Sampel Kadar Air
1. Beras  Bobot awal = 25 gr
1  % beras menir = 44,8324 gr / 25 x 100 % = 179,3296 %
(Terjadi kesalahan oleh praktikan ketika penimbangan
sehingga hasil tidak sesuai)
 % beras patah = 2,0992 gr / 25 x 100 % = 8,3968 %
 % beras kuning = 0,1599 gr / 25 x 100 % = 0,6396 %
 % gabah = 0 gr / 25 x 100 % = 0 %
 % benda asing = 0 gr / 25 x 100 % = 0 %
2. Beras  Bobot awal = 25 gr
2  % beras menir = 5,1 gr / 25 x 100 % = 0,204 %
 % beras patah = 0,6 gr / 25 x 100 % = 0,024 %
 % beras kuning = 0,1848 gr / 25 x 100 % = 0,0073 %
 % gabah = 0 gr / 25 x 100 % = 0 %
 % benda asing = 0 gr / 25 x 100 % = 0 %
3. Kacang Hijau  Bobot awal = 25 gr
1  % butir rusak = 0,7 gr / 25 x 100 % = 2,8 %
 % beras belah = 0,1070 gr / 25 x 100 % = 0,420 %
 % beras keriput = 0,7 gr / 25 x 100 % = 2,8 %
 % benda asing = 0 gr / 25 x 100 % = 0 %
4. Kacang Hijau  Bobot awal = 25 gr
2  % butir rusak = 0,2432 gr / 25 x 100 % = 0,9728 %
 % beras belah = 0,0587 gr / 25 x 100 % = 0,2348 %
 % beras keriput = 0,9 gr / 25 x 100 % = 3,6 %
 % benda asing = 0 gr / 25 x 100 % = 0 %
Lampiran 2. Foto Pengamatan
Bobot awal
No. Sampel Bobot Kerusakan
(25 gr)
1 Beras 1

(bobot menir) (bobot patah) (bobot kuning)


*note : pada penimbangan bobot beras menir terjadi
kesalahan penimbangan karena tidak di tare, sehingga
hasilnya besar.
2 Beras 2

(bobot menir) (bobot patah) (bobot kuning)

3 Kacang
Hijau 1

(kacang ijo rusak) (kacang ijo keriput)


*note : foto kacang ijo belah tidak ada
4 Kacang *note : foto
Hijau 2 sampel kacang
hijau bobot awal
tidak ada

(kacang ijo rusak) (kacang ijo keriput) (kacang ijo belah)


LAPORAN PRAKTIKUM
BAB IV
PENGAWASAN MUTU HOLTIKULTURA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Pengawasan
Mutu Pangan
Asisten : Salma Shafira Fatin

Oleh :
Fitria Selsy Indriani
(B.1710301)

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2020
1. Tujuan
Untuk mengetahui penanganan yang baik untuk produk holtikultura.

2. Alat dan Bahan


 Alat : Pisau, Penggaris, Jangka Sorong, dan Talenan.
 Bahan : Wortel dan Nanas.

3. Cara Kerja
 Wortel

Tambahan : Diameter yang diukur adalah diameter atas, tengah, ujung bawah,
dan dilakukan pengukuran panang.

 Nanas
Tambahan : Dilakukan penimbangan bobot awal dan penimbangan bobot
setelah dikupas.

4. Hasil Pengamatan
 Sampel Wortel
a) Sampel Wortel A
Diameter
Diameter Diameter Kerataan Kerusakan
Ujung Panjang Tekstur Warna
Atas Tengah Permukaan Maksimum
Bawah
4,5 mm 3,4 mm 2,4 mm 15,5 cm Tidak Rata Keras Oranye 0%
(tidak ada
kerusakan

b) Sampel Wortel B
Diameter
Diameter Diameter Kerataan Kerusakan
Ujung Panjang Tekstur Warna
Atas Tengah Permukaan Maksimum
Bawah
2,6 mm 2,5 mm 1,3 mm 16,7 cm Cukup Rata Agak Oranye 0%
lunak, (tidak ada
tidak kerusakan
mengayu

 Sampel Nanas
a) Sampel Nanas A
Warna Aroma Bentuk Kekerasan Gagang dan Mahkota
(Ukuran)
Kuning Khas nanas Seragam Keras (5,0) Terdapat gagang dan
khas nanas mahkota (satu, utuh, rapi,
dan berukuran normal)

Diameter Bobot Bobot Setelah Kotoran Kebusukan Kerusakan


Awal Pengupasan Maksimal Maksimal
9 cm 878,6 gr 424,0 gr Bebas 0% 0%
(tidak ada (tidak ada
kebusukan) kerusakan)

a) Sampel Nanas B
Warna Aroma Bentuk Kekerasan Gagang dan Mahkota
(Ukuran)
Kuning Normal Seragam Keras (2,3) Terdapat gagang dan
khas nanas mahkota (satu, utuh, rapi,
dan berukuran normal)

Diameter Bobot Bobot Setelah Kotoran Kebusukan Kerusakan


Awal Pengupasan Maksimal Maksimal
3,5 cm 557,3 gr 279,9 gr Bebas 0% 0%
(tidak ada (tidak ada
kebusukan) kerusakan)

5. Pembahasan
 Berdasarkan Data Pengamatan
 Wortel
Dari hasil praktikum yang sudah dilakukan, didapatkan hasil untuk
sampel Wortel A : Diameter atas 4,5 mm, diameter ujung bawah 2,4 mm,
panjang 15,5 cm, permukaan tidak rata, tesktur keras, dan warna oranye.
Sedangkan, pada sampel Wortel B mempunyai hasil : Diameter
atas 2,6 mm, diameter tengah 2,5 mm, diameter ujung bawah 1,3 mm,
panjang 16,7 cm, permukaan cukup rata, tekstur agak lunak dan tidak
mengayu, serta warna oranye. Untuk tingkat kerusakan dari kedua jenis
wortel yang digunakan yaitu 0% (tidak ada kerusakan).
 Nanas
Dari hasil praktikum yang sudah dilakukan, didapatkan hasil untuk
sampel Nanas A : warnanya kuning khas nanas, aroma khas nanas, bentuk
seragam, keras (5,0), terdapat gagang dan mahkota (satu, utuh, rapi, dan
normal), diameter 9 cm, bobot awal 878,6 gr, bobot setelah pengupasan
424,0 gr, bebas dari kotoran, dan kebusukan serta kerusakan 0% (tidak
ada).
Sedangkan, pada sampel Nanas B : warnanya kuning khas nanas,
aroma khas nanas, bentuk seragam, keras (2,3), terdapat gagang dan
mahkota (satu, utuh, rapi, dan normal), diameter 3,5 cm, bobot awal 557,3
gr, bobot setelah pengupasan 279,9 gr, bebas dari kotoran, dan kebusukan
serta kerusakan 0% (tidak ada).

 Perbandingan Dengan SNI


 Wortel (SNI 01-3163-1992)

Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan, dapat dikatakan


bahwa Sampel Wortel A dan Wortel B termasuk dalam Mutu I karena
ciri-ciri pengamatan yang didapatkan masuk kedalam Mutu I.
 Nanas (SNI 3166:2009)
Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan, dapat dikatakan
bahwa Sampel Nanas A dan Nanas B termasuk dalam Kelas Super karena
ciri-ciri pengamatan yang didapatkan masuk kedalam Kelas Super.

 Penyebab Kerusakan Pada Buah Nanas


Kerusakan buah nanas dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik.
Faktor biotik berupa serangan mikroba dan serangga, sedangkan faktor abiotik
disebabkan oleh pengaruh internal dan eksternal. Pengaruh internal berupa
proses metabolisme seperti aktivitas enzim dan respirasi, sedangkan faktor
eksternal mencakup suhu, mekanis, cahaya, kelembapan, dan kerusakan
mekanis.
Kerusakan nanas dapat terjadi pada saat prapanen, pascapanen,
pengolahan, dan penyimpanan. Kerusakan prapanen dapat muncul dari kebun,
yaitu adanya serangan hama kutu putih (mealybug) yang merupakan hama
utama pada perkebunan nanas. Serangan mealy bug menyebabkan
penampakan buah tidak menarik (berlubang, kusam) dan keberadaannya dapat
memacu infeksi mikroorganisme yang dapat menyebabkan buah membusuk.
Serangan ini terjadi dikebun, namun dapat bertahan dan berkembang selama
penyimpanan jika kondisi penyimpanannya sesuai. Serangan dapat dicegah
dengan menjaga sanitasi kebun dan merendam ujung batang bekas
pemotongan dalamlarutan fungisida segera setelah panen.
Laju respirasi menandai laju perubahan komposisi bahan tanaman dan
umumnya menjadi indikasi ketahanan umur simpannya. Laju respirasi buah
dapat dipacu oleh peningkatan suhu sehingga mengakibatkan degradasi bahan
berlangsung lebih cepat. Proses respirasi juga meningkat jika buah mengalami
pelukaan atau pemotongan. Pelukaan atau pemotongan akan meningkatkan
aktivitas metabolisme, dekomparte-mentalisasi enzim dan substrat sehingga
menyebabkan terjadinya pencokelatan (browning), pelunakan, dan off-flavor.
Proses pemotongan dapat meningkatkan laju respirasi dan produksi
etilen dalam beberapa menit dan menurunkan umur simpan dari 12 minggu
menjadi hanya 13, hari meski pada suhu yang optimal. Akumulasi etilen
nanas potong terdeteksi mulai hari ketiga pada penyimpanan suhu 10 o C dan
pada hari keempat pada suhu 4 o C, dan terus meningkat hingga pada hari
kesepuluh. Akhir umur simpan nenas potong komersial ditandai dengan
peningkatan laju respirasi yang tajam dan produksi etilen.
Kerusakan buah nanas ditandai dengan terjadinya perubahan warna,
berkurangnya aroma, munculnya bau, kehilangan vitamin C, pelunakan, dan
perubahan tekstur. Perubahan warna yang menandai kerusakan nanas di
antaranya adalah pencokelatan. Pencokelatan dapat disebabkan oleh reaksi
enzimatis dan non-enzimatis.
Pencokelatan internal muncul selama penyimpanan, terutama jika
disimpan pada suhu rendah dalam jangka waktu lama. Kerusakan ini sering
dikaitkan dengan chilling injury. Jenis nenas hijau mudah mengalami chilling
injury jika disimpan pada suhu dibawah 10 o C, sedangkan untuk nenas
Smooth Cayenne pada suhu di bawah 7 o C.Chilling injury pada nenas dapat
dikenali dengan ciri-ciri antara lain warna kulit tidak dapat berubah dari hijau
ke kuning, kulit yang kuning berubah menjadi cokelat, bagian mahkota buah
mengering, layu dan pudar, dan jaringan internal tampak berair. Nanas potong
mengalami perubahan warna menjadi lebih cokelat dan warna kuningnya
berkurang selama penyimpanan 6 hari pada suhu 4 o C karena aktivitas enzim
polifenoloksidase yang membentuk pigmen melanin.
Faktor biotik penyebab kerusakan pascapanen meliputi serangan
mikroorganisme baik jamur, bakteri, maupun khamir. Jamur Thielaviopsis
dapat menyerang nenas utuh pada saat di kebun maupun selama penyimpanan
dan menyebabkan busuk hitam atau black rot. Serangan dapat terjadi melalui
ujung batang, yang jika dibiarkan dapat menyebar ke bagian dalam buah.
Jaringan bagian dalam buah menjadi lunak, hitam, berair, danmengeluarkan
bau. Penyakit ini dapat dicegah dengan menggunakan campuran fungisida
benomil dan 3% lilin. Selain fungisida, aplikasi agen pengendali hayati
Trichoderma asperellum dapat mengendalikan penyakit ini.
Bakteri mesofilik, kapang, dan khamir juga ditemukan pada buah
nenas potong yang disimpan. Bakteri mesofilik, bakteri psikrofilik, kapang,
dan kamir menjadi pembatas umur simpan nanas potong segar kultivar Gold
yang dikemas dan disimpan pada suhu 5 o C.
Faktor eksternal seperti suhu, kelembapan, dan proses pengolahan
juga dapat menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu nanas. Nanas adalah
buah berkadar air tinggi, sehingga jika disimpan pada suhu tinggi atau
kelembapan rendah maka buah mudah menjadi kisut karena terjadi
penguapan. Buah nanas yang dihamparkan pada suhu ruang mengalami susut
pascapanen hingga 35,1%, sedangkan yang disimpan pada suhu 15 o C susut
panennya hanya 15% setelah 21 hari penyimpanan. Nanas potong kemasan
yang dijual di pasar swalayan dalam lemari berpendingin, umur simpannya
hanya 23 hari karena pencokelatan dan akumulasi cairan dalam kemasan.
Proses pengolahan seperti pemanasan dapat menyebabkan degradasi warna jus
akibat reaksi pencokelatan non-enzimatis, reaksi Maillard, dan destruksi
pigmen. Pemanasan berupa blanching dan pengeringan udara panas juga dapat
menurunkan kandungan komponen bioaktif antosianin nanas.

 Penyebab Kekerasan Pada Wortel yang Berbeda


Umbi wortel dinyatakan keras apabila umbi tidak lunak, lentur atau
keriput. Faktor yang menyebabkan menurunnya nilai kekerasan pada buah-
buahan dan sayur-sayuran selama penyimpanan adalah hilangnya tekanan
turgor, perombakkan pati menjadi glukosa dan degradasi dinding sel.
Peningkatan kekerasan disebabkan oleh penguapan air-air sel yang
menyebabkan sel menjadi menciut, ruang antar sel menyatu dan zat pektin
yang berada pada ruang antar sel akan saling berikatan.
Selama dalam penyimpanan wortel akan terus kehilangan air, dan
akan terjadi perubahan sifat fisik. Penyimpanan yang dilakukan pada produk
menyebabkan terjadinya perubahan kekerasan. Kekerasan hasil pertanian
menurun karena hemiselulosa dan protopektin terdegradasi. Protopektin
menurun jumlahnya karena berubah menjadi pektin yang bersifat larut dalam
air. Perubahan tekstur hasil pertanian selama penyimpanan terutama
disebabkan perubahan lamela tengah dan dinding sel primer yang disebabkan
enzim pendegradasi serta pelarutan materi pektin. Kondisi ini mendorong
pemisahan sel dan berkurangnya ketahanan terhadap tekanan dari luar.

6. Kesimpulan
Nanas dan wortel merupakan produk holtikultura yang mudah rusak karena
mengandung kadar air yang cukup tinggi. Kerusakannya bisa disebabkan oleh
berbagai hal, mulai dari faktor biotik berupa serangan mikroba dan serangga,
sedangkan faktor abiotik disebabkan oleh pengaruh internal dan eksternal. Dari
hasil yang praktikum yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel
wortel masuk kedalam Mutu I dan sampel nanas masuk kedalam Kelas Super.
Kerusakan buah nanas dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik.
Faktor biotik berupa serangan mikroba dan serangga, sedangkan faktor abiotik
disebabkan oleh pengaruh internal dan eksternal. Pengaruh internal berupa proses
metabolisme seperti aktivitas enzim dan respirasi, sedangkan faktor eksternal
mencakup suhu, mekanis, cahaya, kelembapan, dan kerusakan mekanis.
Faktor yang menyebabkan menurunnya nilai kekerasan pada buah-buahan
dan sayur-sayuran selama penyimpanan adalah hilangnya tekanan turgor,
perombakkan pati menjadi glukosa dan degradasi dinding sel. Peningkatan
kekerasan disebabkan oleh penguapan air-air sel yang menyebabkan sel menjadi
menciut, ruang antar sel menyatu dan zat pektin yang berada pada ruang antar sel
akan saling berikatan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. (2009). Nanas (SNI 3166:2009). Tersedia :


Https://www.bsn.go.id (Diakses pada 18/06/20)
Badan Standararisasi Nasional. (2014). Wortel (SNI 01-3163-1992). Tersedia :
Https://www.bsn.go.id (Diakses pada 18/06/20)
Harnanik, S. (2013). Perbaikan Mutu Pengolahan Nenas Dengan Teknologi Olah
Minimal dan Peluang Aplikasinya di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian
Vol. 32, No. 2, 67-75.
Natalia, D. (2019). Kenali Penyakit Pada Tanaman Nenas dan Pengendaliannya
di Kabupaten Ogan Ilir. Tesedia :
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/74115/kenali-penyakit--pada-
tanaman-nenas-dan-pengendaliannya-di-kabupaten-ogan-ilir/
(Diakses pada 18/06/20)
Unila. (2017). Tanaman Wortel. Tersedia :
http://digilib.unila.ac.id/12454/3/bab%20II.pdf
(Diakses pada 18/06/20)
Wisudawati, P. (2012). Pembekuan Wortel. Tersedia :
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/57964/5/BAB%20I
V.%20HASIL%20DAN%20PEMBAHASAN.pdf
(Diakses pada 18/06/20)
Yani, A. P. (2011). Penurunan Mutu Buah Nanas Dalam Kemasan Setelah
Transportasi Darat. Bogor: IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Pengamatan
No. Sampel Pengamatan
1. Wortel A *note : untuk sampel wortel A tidak ada fotonya
2. Wortel B

(bobot total) (diameter tengah, atas, bawah) (panjang)


3. Nanas A

(nanas utuh, pengamatan (bobot awal) (bobot setelah pengupasan)


gagang dan mahkota)
4. Nanas B

(nanas utuh) (mahkota) (gagang) (nanas kupas)


LAPORAN PRAKTIKUM
BAB V
PENGAWASAN MUTU KECAP
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Pengawasan
Mutu Pangan
Asisten : Salma Shafira Fatin

Oleh :
Fitria Selsy Indriani
(B.1710301)

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2020
1. Tujuan
Untuk mengetahui kualitas dari berbagai merk kecap dan mengetahui berbagai
jenis kecap.

2. Alat dan Bahan


 Alat : Gelas Erlenmeyer, Pipet, Pengaduk, dan Refraktometer.
 Bahan : Kecap Manis dan Kecap Asin.

3. Cara Kerja
 Keadaan Fisik

 Keadaan Isi
 Kadar Gula

4. Hasil Pengamatan
 Kecap Manis
a) Sampel Kecap Manis A (Bango)
 Keadaan Fisik
1. Label
2. Merk
3. Logo Halal
4. Nama PT pembuat beserta alamat
5. Nama PT penyalur beserta alamat
6. Barcode
7. Komposisi
8. Nilai gizi
9. Saran penyimpanan
10. Best before
11. Kode produksi
12. Customer service
13. Logo bahan kemasan
14. Logo buang sampah pada tempatnya
15. Logo BPOM RI
16. Isi bersih kemasan

 Keadaan Isi
Warna Rasa Aroma Bentuk
Normal / Hitam Normal / Manis Normal / Khas Normal /
pekat (++++) kecap manis Kental (++++)
(++++) (++++)

 Kadar Gula (Duplo)


Pengukuran I Pengukuran II
15,8 0 Brix 15,8 0 Brix

b) Sampel Kecap Manis B (ABC)


 Keadaan Fisik
1. Barcode
2. No BPOM RI MD 257213012021
3. Komposisi
4. Best before
5. Isi bersih 135 ml
6. Logo halal
7. Merk
8. Saran penyimpanan
9. Customer service
10. Nilai gizi
11. Logo bahan kemasan
12. Nama PT pembuat beserta alamat

 Keadaan Isi
Warna Rasa Aroma Bentuk
Normal / Hitam Normal / Manis Normal / Khas Normal /
pekat (++++) kecap manis Kental (++++)
(++++) (++++)

 Kadar Gula
Pengukuran I Pengukuran II
18,8 0 Brix 18,8 0 Brix

 Kecap Asin
c) Sampel Kecap Asin A (ABC)
 Keadaan Fisik
1. Merk (Kecap Asin ABC)
2. Berat bersih 133 ml
3. BPOM RI MD 257213004021
4. Produsen : PT. Heinz ABC Indonesia, Pasuruan
5. Best before 24/12/21 02:43
6. Logo halal MUI
7. Komposisi : Sari kacang kedelai (64%) (mengandung gandum
(3,8%)), air, garam, gula, penguat rasa (mononatrium glutamat dan
inosinat guanilat), pengawet natrium benzoat
8. Customer care
9. Nilai gizi
10. Logo bahan kemasan

 Keadaan Isi
Warna Rasa Aroma Bentuk
Normal / Hitam Normal / Asin Normal / Khas Normal / Cair
(++++) (++++) Kecap Asin (++++)
(++++)

 Kadar Gula
Pengukuran I Pengukuran II
3,0 0 Brix 3,0 0 Brix
d) Sampel Kecap Asin B (Indofood)
 Keadaan Fisik
1. Merk (Kecap Asin Indofood)
2. Berat bersih 140 ml
3. BPOM RI MD 257210130161
4. Produsen : PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, Bekasi
5. Best before 25/04/25
6. Logo halal MUI
7. Komposisi : Sari kedelai, air, sirup, fruktosa, garam, perisa sintetik
(mengandung antioksidan tokoferol), penguat rasa (dinatrium
inosinat dan guanilat)
8. Customer care
9. Nilai gizi
10. Logo bahan kemasan

 Keadaan Isi
Warna Rasa Aroma Bentuk
Normal / Hitam Normal / Asin Normal / Khas Normal / Cair
(++++) (++++) Kecap Asin (++++)
(++++)

 Kadar Gula
Pengukuran I Pengukuran II
9,5 0 Brix 9,5 0 Brix

5. Pembahasan
 Berdasarkan Data Pengamatan
 Kecap Manis A (Bango) dan Kecap Manis B (ABC)
Pada keadaan fisik dari kemasan kecap manis bango dan kecap
manis ABC sudah cukup lengkap informasi yang dicantumkan. Kedua
jenis kecap ini mempunyai keadaan isi yang sama, yaitu warna normal /
hitam pekat (++++), rasa normal / manis (++++) dan aroma normal /
khas kecap manis (++++), serta bentuk yg normal / kental (++++).
Kadar gula dari kecap manis bango adalah 15,8 0 Brix dan kadar gula
dari kecap manis ABC adalah 18,8 0 Brix.
 Kecap Asin A (ABC) dan Kecap Asin B (Indofood)
Pada keadaan fisik dari kemasan kecap asin ABC dan kecap
asin Indofood sudah cukup lengkap informasi yang dicantumkan.
Kedua jenis kecap ini mempunyai keadaan isi yang sama, yaitu warna
normal / hitam (++++), rasa normal / asin (++++) dan aroma normal /
khas kecap asin (++++), serta bentuk yg normal / cair (++++). Kadar
gula dari kecap asin ABC adalah 3,0 0 Brix dan kadar gula dari kecap
asin Indofood adalah 9,5 0 Brix.

 Perbandingan Dengan SNI


 Kecap Manis (SNI 3543.1:2013)
Pada perbandingan kecap manis yang diamati dengan SNI
3543.1:2013, parameter yang digunakan adalah bau dan rasa pada
bagian keadaan isi. Hasilnya adalah normal dan khas. Sampel kecap
manis A (Bango) dan kecap manis B (ABC) sudah memenuhi kriteria
persyaratan mutu kecap manis yang baik menurut SNI 3543.1:2013.
 Kecap Asin (SNI 3543.2:2013)

Pada perbandingan kecap asin yang diamati dengan SNI


3543.2:2013, parameter yang digunakan adalah bau dan rasa pada
bagian keadaan isi. Hasilnya adalah normal dan khas. Sampel kecap
asin A (ABC) dan kecap asin B (Indofood) sudah memenuhi kriteria
persyaratan mutu kecap asin yang baik menurut SNI 3543.2:2013.

 Jenis-Jenis Kecap
1. Kecap Jepang
Kecap jepang terbuat dari proses fermentasi gandum dan dikenal juga
dengan nama nama Shoyu. Sekilas, kecap jenis ini memiliki rasa yang
hampir mirip dengan kecap asin. Kecap Jepang terdiri dari dua jenis, yaitu
kecap Koikuchi dan kecap Usukhuci. Jenis satunya memiliki warna yang
lebih pekat serta aroma yang sangat kuat dan satunya lebih cerah.
2. Saus Teriyaki
Kecap ini biasa diaplikasikan untuk memasak makanan ala Jepang.
Baik itu yang prosesnya dibakar atau dipanggang. Karena rasa dari
masakan tersebut akan lebih enak jika direndam dengan kecap ini terlebih
dahulu. Adapun jenis bahan yang digunakan untuk membuat saus ini
adalah kecap Jepang, gula dan sake.
3. Kecap Ikan
Kecap ini dibuat dari olahan fermentasi ikan, kerang, udang atau
cumi-cumi yang ditambahkan dengan garam. Kecap ini di Indonesia
dikenal sebagai kecap petis dari udang. Fungsi dan kegunaan dari kecap
ini adalah untuk menambahkan rasa harum pada makanan. Saat
diaplikasikan, akan memberikan aroma ikan dan rasa yang asin.
4. Kecap Manis
Kecap ini dibuat dari berbagai campuran rempah alami dan fermentasi
dari biji kedelai hitam yang kemudian ditambah dengan bahan lainnya.
Seperti namanya, kecap ini akan terasa manis saat dicoba. Di samping itu,
warnanya cenderung hitam pekat.
Cita rasa pada kecap manis ini juga terbilang cukup gurih. Bisa
digunakan untuk mengolah aneka masakan mulai dari tumis, ayam goreng
dan berbagai jenis masakan lain. Khususnya masakan yang ingin dibuat
manis.
5. Kecap Jamur
Seperti namanya, kecap ini dibuat secara khusus dari bahan jamur.
Kemudian diberi tambahan aneka bahan yang lain agar cita rasanya
semakin sempurna saat dimasukkan ke dalam masakan. Kecap jamur
adalah jenis kecap yang banyak diaplikasikan pada masakan Cina. Salah
satu alasannya adalah karena kecap ini cocok untuk para vegetarian.
6. Kecap Inggris
Kecap ini umum dipakai untuk memasak ikan bakar atau daging.
Dilengkapi dengan tekstur yang encer dengan warna yang gelap. Terbuat
dari bahan-bahan terbaik seperti cabai, kecap asin, air, asam Jawa, gula
jagung, bawang, molase, cuka, bawang merah, cengkeh dan bawang
bombay. Kandungan gizi yang terdapat di dalam kecap Inggris ini
tergolong tinggi. Beberapa kandungannya adalah vitamin C, kalsium,
fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, lemak, karbohidrat, protein dan
beberapa kandungan penting lainnya yang sangat diperlukan oleh tubuh.
7. Kecap Asin
Kecap ini dibuat dari bahan kedelai pilihan yang kemudian
dicampurkan dengan garam. Namun, porsi garamnya dibuat lebih banyak.
Campuran lain dari kecap ini adalah ikan laut. Sementara ciri khas dari
kecap ini adalah ia cenderung lebih terang dari kecap yang lain. Jenisnya
juga lebih encer.
8. Saus Tiram
Bahan yang digunakan untuk membuatnya adalah karamel, rempah
dan fermentasi bahan ikan. Apabila dibandingkan dengan kecap manis,
kecap jenis ini memang terkenal lebih kental. Sangat cocok untuk
diaplikasikan saat memasak tumis dan sebagainya.

 Perbedaan Kecap Manis dan Kecap Asin


 Berdasarkan Pembuatannya
 Kecap Manis : Kecap manis terbat dari garam, gula, air, kelapa dan
kacang kedelai hitam yang sudah difementasikan selama beberapa
bulan. seperti namanya kecap manis, rasa kecap ini adalah manis dan
menjadi jenis kecap yang paling sering digunakan dalam masakan
Nusantara, seperti mi goreng, sate, tongseng, semur, dan nasi goreng.
 Kecap Asin : Dalam pembuatan kecap asin pertama – tama kacang
kedelai hitam difermetasikan sampai berupa seperti tempe kedelai,
kemudian dikeringkan dan direndam dalam larutan garam. Kadar
garam yang digunakan saat fermentasi cukup tinggi, yaitu sekitar 15
sampai 20% sehingga mampu menghasilkan rasa asin dan sedikit
asam. Dan meskipun sama – sama terbuat dari kacang kedelai hitam
seperti kecap manis, tetapi kecap asin memiliki bentuk yang lebih
encer jika dibandingkan dengan kecap manis.
 Berdasarkan Kegunaannya
 Kecap Manis : Manfaat kecap manis untuk masakan adalah utnuk
menambah cita rasa yang khas dengan rasa manis tanpa harus takut
menderita diabetes, menjadi pewarna hitam makanan sehingga mampu
meningkatkan selera makan, dan menjadi bahan sambal kecap yang
cocok digunakan sebagai teman makan.
 Kecap Asin : Kecap asin memiliki manfaat utama sebagai bumbu
masakan pengganti garam. Menggunakan kecap asin sebagai
pengganti garam akan mengurangi risiko darah tinggi. Kecap asin
biasanya dikemas dalam botol sehingga mudah untuk disimpan.
 Berdasarkan Jenis Masakan yang Cocok
 Kecap Manis : Masakan yang cocok diberikan kecap manis adalah
nasi goreng, tempe tahu bacem, ayam goreng mentega, sate telur
puyuh, ayam kungpao, ayam kecap, semur, bakso, soto, ayam bakar
kecap, sapi lada hitam, dan juga mie ayam.
 Kecap Asin : Kecap asin paling cocok digunakan untuk masakan
seperti sayur tumis, nasi goreng, serta berbagai macam masakan
China, misalnya mie goreng seafood, capcay, cah kalian, dan
sebagainya.

 Perbedaan Fermentasi Koji dan Moromi


 Koji
Keterlibatan mikroorganisme terjadi pada tahap pembuatan koji
dengan menggunakan jamur Aspergillus oryzae. Kedelai yang telah
diinokulasi jamur tersebut didiamkan pada suhu 25°C selama 3 – 5 hari, di
mana dalam 3 hari jamur tersebut menghasilkan enzim proteinase dan
amilase. Dalam proses pembuatan koji dihasilkan pula glukosa dan asam-
asam amino. Di antara beberapa jenis asam amino yang terbentuk, salah
satunya adalah asam glutamat yang akan memberikan cita rasa kecap yang
gurih. Total nitrogen pada koji dapat meningkat setelah 20 – 70 jam
inkubasi. Di sisi lain pada awal proses fermentasi dapat terbentuk juga
amonia bebas yang kemudian kandungannya semakin meningkat setelah 40
– 50 jam. Proses proteolisis pada kedelai menjadi asam amino terjadi pada
proses fermentasi koji dengan waktu 48 – 72 jam.
 Moromi
Proses pembuatan moromi, kedelai yang telah tertutupi oleh jamur
atau koji, dimasukkan ke dalam larutan garam NaCl 18% – 20% , kemudian
diinokulasi pada suhu kamar (25 – 30°C) selama 3 sampai 12 bulan. Enzim
proteolitik yang dihasilkan oleh jamur pada koji yang terdapat pada media
tidak semuanya dapat dihambat oleh konsentrasi garam yang tinggi,
sehingga proses proteolisis sejak tahap koji terus berlangsung hingga tahap
moromi, kerena hadirnya Lactobacillus dan ragi kedelai atau
Saccharomyces rouxii.
Awalnya tahap fermentasi ini dapat menghasilkan asam laktat,
kemudian setelah pH medium turun menjadi 5, terjadilah proses fermentasi
yang melibatkan Saccharomyces rouxii. Ragi ini dapat tumbuh ketika pH
asam pada tahap pembentukan moromi. Saccharomyces rouxii yang
diisolasi dari moromi adalah ragi utama yang terlibat dalam pembentukan
aroma kecap yang difermentasi. Asam laktat yang dihasilkan pada tahap
moromi dapat mencegah kebusukan dan membuat bubur kedelai menjadi
asam. Selama tahap moromi dihasilkan cairan yang mana cairan tersebut
adalah kecap.

 Penyebab Tekstur Kecap Manis Kental


Tekstur kecap manis kental karena adanya penambahan gula merah.
Gula merah pun ada dua jenis, gula jawa atau gula aren. Beda gula jawa dan
gula aren adalah bahan pembuatnya. Gula jawa dibuat dari nira pohon kelapa,
sementara gula aren dibuat dari nira pohon aren.
Gula terbuat dari molekul-molekul yang berukuran relatif besar. Pada
suhu ruangan, molekul-molekul saling terikat membentuk padatan, sehingga
hanya sedikit muatan listrik pada molekul yang tersingkap keluar pada setiap
kristal gula. Dan karena zat padat tidak dapat mengalir, maka hanya beberapa
muatan saja yang dapat berada cukup dekat dengan permukaan untuk merekat
padanya, yang mana tidaklah cukup untuk membuat kristal gula seluruhnya
melekat ke permukaan.
Namun, ketika kristal gula dicampurkan ke dalam air, molekul-
molekulnya saling melepas tautan dan beralih terikat pada molekul air. Hanya
ketika semakin banyak gula ditambahkan ke air, gula menjadi saling melekat
kembali. Dan disinilah dimana campuran gula dan air ini menjadi bersifat
lengket, karena molekul-molekul besar gula tidak dapat menggelincir satu
sama lain seperti yang dapat mudah terjadi pada molekul-molekul air, yang
mana inilah yang menyebabkan kecap manis bersifat tebal dan kental.

 Penyebab Kadar Gula Setiap Kecap Berbeda


Penyebab kadar gula yang berbeda dari kecap yang berbeda tentunya
ditentukan oleh kandungan dari kecap itu sendiri. Kadar gula merupakan
jumlah kandungan gula yang terkandung didalam suatu bahan. Pada praktikum
ini dilakukan pengukuran kadar gula dengan menggunakan reftaktometer.
Kadar gula kecap manis pasti akan lebih tinggi daripada kadar gula kecap asin.
Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan kecap manis menggunakan hasil
fermentasi kedelai yang ditambah dengan gula merah, sedangkan pada kecap
asin menggunakan kedelai yang difermentasi garam. Gula merah merupakan
salah satu jenis gula yang memiliki kadar gula yang cukup tinggi sehingga
berpengaruh terhadap kadar gula produk yang dibuat menggunakannya, salah
satunya adalah kecap manis.

6. Kesimpulan
Kecap manis dan kecap asin merupakan produk yang terbuat dari fermentasi
kedelai dan sering digunakan untuk penyedap rasa. Dari hasil praktikum yang
sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kecap manis Bango dan ABC sudah
sesuai dengan SNI. Begitupun dengan kecap asin ABC dan Indofood.
Terdapat 2 jenis fermentasi, yaitu koji dan moromi. Perbedaan kecap manis
dan kecap asin secara umum adalah kecap manis terbuat dari kedelai yang
difermentasi dan bahan-bahan lain serta penambahan gula merah, sedangkan
kecap asin terbuat dari kedelai fermentasi garam. Proses pembuatan ini
mempengaruhi karakteristik akhir produk. Kecap manis lebih kental dari kecap
asin karena dibuat menggunakan gula merah. Penyebab perbedaan kadar gula dari
kedua kecap tersebut adalah karena adanya penggunaan gula merah pada kecap
manis.
DAFTAR PUSTAKA

Ainur, R. (2020). Mengapa Sirup dan Kecap Lengket? Apakah Dicampur Lem?
Tersedia : https://saintif.com/sirup-kecap- lengket/ (Diakses pada 18/06/20)
Jeko. (2019). 8 Jenis Kecap untuk Memasak. Tersedia :
https://blog.pesansembako.com/8-jenis-kecap-untuk-memasak/ (Diakses
pada 18/06/20)
Badan Standarisasi Nasional. (2013). Kecap kedelai – Bagian 1 : Manis (SNI
3543.1:2013). Tersedia : Https://www.bsn.go.id (Diakses pada 18/06/20)
Badan Standarisasi Nasional. (2013). Kecap kedelai – Bagian 2 : Asin (SNI
3543.2-2013). Tersedia : Https://www.bsn.go.id (Diakses pada 18/06/20)
Purba, D. (2017). Jangan Sampai Keliru, Ketahui Perbedaan Kecap Manis,
Kecap Asin, dan Kecap Ikan Untuk Masakan. Tersedia :
https://www.ikoma.co.id/ikomalife/jangan-sampai-keliru-ketahui-
perbedaan-kecap-manis-kecap-asin-dan-kecap-ikan-untuk-masakan.html
(Diakses pada 18/06/20)
Tanjung, R. (2008). Tinjauan Pustaka Kecap. Tersedia :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/144/jtptunimus-gdl-ratnatanju-7161-
3-babii.pdf (Diakses pada 18/06/20)
Wulandari, A. G. (2018). Pengaruh Lama Fermentasi Moromi Terhadap Kualitas
Filtrat Sebagai Bahan Baku Kecap. Bogor: IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Pengamatan
No. Sampel Pengamatan
1. Kecap Manis
A (Bango)

(keadaan fisik) (keadaan isi) (pengujian kadar gula)


2. Kecap Manis
B (ABC)

(keadaan fisik dan pengujian kadar gula)


*note : foto keadaan isi tidak ada
3. Kecap Asin
A (ABC)

(keadaan fisik)
*note : foto keadaan isi dan kadar gula tidak ada
4. Kecap Asin
B (Indofood)

(kadar gula kecap asin)


*note : foto keadaan fisik dan keadaan isi tidak ada
LAPORAN PRAKTIKUM
BAB VII
PENGAWASAN MUTU MAKANAN KALENG
(CORNED BEEF DAN SARDIN SAUS TOMAT)
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Pengawasan
Mutu Pangan
Asisten : Salma Shafira Fatin

Oleh :
Fitria Selsy Indriani
(B.1710301)

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2020
1. Tujuan
Untuk mengetahui kualitas dari berbagai jenis makanan kaleng corned beef dan
sardin dari berbagai merk.

2. Alat dan Bahan


 Alat : Wadah, timbangan, pisau, sendok.
 Bahan : Corned Beef dan Sardin.

3. Cara Kerja
 Keadaan Kaleng

 Keadaan Isi
 Bobot Bersih dan Bobot Tuntas

4. Hasil Pengamatan
 Corned Beef
 Corned Beef A (Pronas)
a) Keadaan Kaleng
 Keadaan kaleng : tidak ada penyok, bocor, kembung, noda, dan lipatan.
 Bagian informasi kaleng :
1. Merk (Pronas)
2. Logo Halal MUI
3. BPOM RI MD 539522024004
4. Produsen : PT Canning Indonesian Products, Denpasar
5. Best before : 19/05/22
6. Informasi nilai gizi dan AKG
7. Petunjuk penyimpanan
8. Komposisi : Protein nabati, daging sapi (28%), air, terigu, garam, gula
(mengandung pengawet sulfit), bumbu-bumbu penstabil Natrium tripolifosfat,
penguat rasa monatrium glutamat, antioksidan (Natrium eritrorbat, Asam
askorbat), pengawet Natrium nitrit.

b) Keadaan Isi
Bentuk Rasa Aroma Warna Tesktur
Utuh Khas daging, Khas corned Merah Padat
gurih beef / aroma kecoklatan
daging

c) Bobot Bersih dan Bobot Tuntas


 Bobot tuntas : 249,1 gr
 Bobot bersih : 198,0 gr
 % Bobot tuntas
= Bobot tuntas / bobot bersih x 100%
= 249,1 gr / 198, 0 gr x 100%
=125,8080 %

 Corned Beef B (Cip)


a) Keadaan Kaleng
 Keadaan kaleng : tidak ada penyok, bocor, kembung, noda, dan lipatan.
 Bagian informasi kaleng :
1. Merk (Cip)
2. Logo Halal MUI
3. BPOM RI MD
4. Produsen
5. Best before
6. Barcode
7. SNI
8. Informasi nilai gizi dan AKG
9. Petunjuk penyimpanan
10. Komposisi : Daging sapi 40%, protein kedelai, jamur dan minyak nabati,
tepung tapioka, bumbu-bumbu, garam, gula, penguat rasa (mononatrium
glutamat), penstabil (natrium tripolifosfat), pengawet natrium nitrit.

b) Keadaan Isi
Bentuk Rasa Aroma Warna Tesktur
Utuh Khas daging, Khas corned Coklat Padat
kurang gurih beef / aroma
daging

c) Bobot Bersih dan Bobot Tuntas


 Bobot tuntas : 243,6 gr
 Bobot bersih : 194,6 gr
 % Bobot tuntas
= Bobot tuntas / bobot bersih x 100%
= 243,6 gr / 194,6 gr x 100%
=125,1798 %

 Sardin
 Sardin A (ABC)
a) Keadaan Kaleng
 Keadaan kaleng : Ada goresan, tidak penyok, tidak berkarat, tidak bocor, tidak
kembung, tidak ada noda
 Bagian informasi kaleng :
1. Merk (Sardin ABC Tomat)
2. Logo halal
3. Logo SNI
4. Informasi nilai gizi dan AKG
5. Logo BPOM RI MD 543909114013
6. Komposisi : Ikan sardin, saus tomat, gula, garam, bawang putih, bawang merah
b) Keadaan Isi
Bentuk Rasa Aroma Warna Tesktur
Utuh / Khas ikan Khas ikan Oranye Empuk
Panjang sardin, saus sardin kemerahan
memipih gurih khas
tomat

c) Bobot Tuntas
 Bobot tuntas : 103,4 gr
 Bobot bersih : 209,0 gr
 % Bobot tuntas
= Bobot tuntas / bobot bersih x 100%
= 103,4 / 209,0 gr x 100%
= 49,4736 %

 Sardin B (Botan)
a) Keadaan Kaleng
 Keadaan kaleng : Sedikit penyok, sedikit goresan, tidak berkarat, tidak bocor,
tidak kembung, tidak ada noda
 Bagian informasi kaleng :
1. Merk (Botan)
2. Logo halal
3. Logo SNI
4. Logo MD
5. Informasi nilai gizi dan AKG
6. Komposisi : Ikan sardin, saus tomat, air, penstabil dipatifosfat terasetilasi,
garam.

b) Keadaan Isi
Bentuk Rasa Aroma Warna Tesktur
Utuh / Khas ikan Khas ikan Oranye Lembut
Panjang sardin, saus sardin kemerahan
memipih gurih khas
tomat

c) Bobot Utuh
 Bobot tuntas : 104,2 gr
 Bobot bersih : 207,5 gr
 % Bobot tuntas
= Bobot tuntas / bobot bersih x 100%
= 104,2 / 207,5 gr x 100%
= 50,21 %

5. Pembahasan
 Berdasarkan Data Pengamatan
 Corned Beef
Berdasarkan hasil pengamatan pada Corned A (Pronas) dan
Corned B (Cip) didapatkan hasil pada kaleng tidak ada penyok,
bocor, kembung, noda, dan lipatan. Kemudian, dari segi label yang
tercantum pada kemasan pun cukup lengkap. Selain itu, pada hasil
pengamatan keadaan isi juga kedua sampel hampir mempunyai
karakteristik yang sama, hanya saja yang membedakannya adalah
parameter warna (untuk pronas memiliki warna merah kecoklatan,
sedangkan untuk cip memiliki warna coklat). Kedua produk
mempunyai bobot utuh dan bobot bersih yang berbeda. Hasil % bobot
utuh pada kedua sampel corned beef menghasilkan hasil yang sangat
besar karena terjadinya kesalahan perhitungan oleh praktikan.
 Sardin
Berdasarkan hasil pengamatan pada Sardin A (ABC) dan Sardin
B (Botan) didapatkan hasil pada kaleng tidak penyok, tidak berkarat,
tidak bocor, tidak kembung, tidak ada noda, hanya saja ada goresan
(pada sardin ABC) dan ada sedikit penyok (pada sardin Botan).
Kemudian, dari segi label yang tercantum pada kemasan pun cukup
lengkap. Selain itu, pada hasil pengamatan keadaan isi juga kedua
sampel hampir mempunyai karakteristik yang sama, hanya saja yang
membedakannya adalah parameter tekstur (pada sardin ABC
teksturnya empuk, pada sardin Botan teksturnya lembut). Kedua
produk mempunyai bobot utuh dan bobot bersih yang berbeda.

 Perbandingan Dengan SNI


 Corned Beef (SNI 01-3775-2006)

Parameter yang dibandingkan dengan SNI 01-3775-2006 adalah


keadaan kemasan, warna, dan bau. Kedua jenis sampel corned beef
(Pronas dan Cip) sudah memenuhi kriteria SNI 01-3775-2006 karena
pada warna dan baunya normal, kemudian pada keadaan kemasannya
normal (kemasan kaleng, tidak bocor, tidak kembung, dan tidak
berkarat).

 Sardin (SNI 01-3548-1994)


Parameter yang dibandingkan dengan SNI 01-3548-1994 adalah
keadaan kaleng, keadaan isi, media (jenis : saus tomat), dan % bobot
tuntas (min. 70%). Dari segi keadaan kaleng, keadaan isi, dan media
sampel Sardin A dan B (ABC dan Botan) sudah memenuhi kriteria SNI
01-358-1994 karena keadaan kaleng normal, keadaan isi normal, dan
media menggunakan saus tomat. Untuk % bobot tuntas pada sardin ABC
adalah 49,4736 %, sedangkan pada sardin Botan adalah 50,21%. Pada
hasil bobot tuntas belum memenuhi kriteria SNI 01-3548-1994 karena
kurang dari 70%.

 Faktor yang Mempengaruhi Warna Saus dan Ikan Pada Sardin


 Warna ikan : Yang membedakan ikan sardin pada produk yang satu
dengan yang lainnya adalah kemungkinan dari penggunaan ikan yang
digunakan, kandungan ikan, dan proses pemasakan. Ikan sardin sendiri
mempunyai warna perak dengan sedikit corak kehijauan, namun tidak
semuanya seperti itu. Selain itu, proses pemasakan juga berdampak
pada berubahnya warna daging. Yang mana hal ini bisa terdapat
perbedaan pada suhu dan lama pemasakan yang dilakukan pada produk.
 Warna saus : Yang membedakan warna saus pada produk-produk ikan
sardin adalah karena bahan yang digunakan untuk membuat saus itu
sendiri. Bahan yang digunakan biasanya cabai, tomat, dan bawang.
Semakin banyak penggunaan cabai dan tomat maka warna saus akan
menjadi semakin pekat.

 Cemaran Pada Makanan Kaleng


 Cemaran Fisik : Misalnya seperti rambut, potongan kuku, potongan
kayu dan benda asing lainnya, serta serangga.
 Cemaran Kimia : Misalnya seperti cemaran logam berat (contoh :
aflatoksin, kadmium, merkuri, timah putih, timbal, arsen).
 Cemaran Biologis : Misalnya Thermofilik spore-forming bacteria
(bakteri thermofilik pembentuk spora), Mesophilic spore-forming
bacteria (Bakteri mezophilik pembentuk spora), Non-spore-forming
bacteria, Yeast (khamir), dan Mold (kapang).

 Kerusakan Pada Makanan Kaleng


 Kerusakan pada kemasan makanan kaleng :
 Kembung
Kondisi kaleng yang kembung bisa terjadi karena reaksi antara
produk asam yang dikemas dengan kondisi kaleng yang cacat. Makanan
yang tergolong berkadar asam tinggi, misalnya jus buah-buahan.
Sementara yang kadar asamnya rendah antara lain jamur, asparagus, bit,
kentang, dan kacang-kacangan. Selain itu, kembung bisa pula karena
jenis kaleng yang digunakan tak sesuai dengan produk yang dikemas.
Jika dibuka, produk tampak normal, tapi warnanya terkadang berubah
pucat. Pada kondisi lain, kembung bisa juga disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme yang menghasilkan CO 2 dan H2 . Akibat pembentukan
gas ini, tekanan dalam kaleng menjadi tinggi sehingga kaleng
menggembung yang lama-lama bisa pecah.
 Penyok
Kondisi ini bisa terjadi karena benturan, jatuh, atau tertindih.
Kaleng yang penyok sedikit (tak sampai membentuk sudut) biasanya
tidak mengalami kerusakan isi. Namun, jika membentuk sudut,
dikhawatirkan lapisan timahnya rusak sehingga kaleng bereaksi dengan
produk, terutama yang berasam tinggi.
 Karat
Ini terjadi karena adanya reaksi antara kaleng dengan senyawa
lain yang bersifat korosif. Pada kasus yang ringan, perkaratan terjadi
pada tutup kaleng, sambungan kaleng, atau bagian luar saja. Pada kasus
berat dapat terjadi pada seluruh bagian luar kaleng. Karat yang belum
merusak bagian dalam sebenarnya tidak berbahaya. Akan tetapi, bila
sudah timbul lubang, meski kecil dan sulit dideteksi, ada kemungkinan
mikroba sudah menyelusup ke dalamnya.
 Kerusakan didalam makanan kaleng :
 Stack berning
Ini terjadi karena proses pendinginan yang tidak sempurna atau
dilakukan penyimpanan dalam keadaan masih panas. Akibatnya,
makanan menjadi lunak, kadang-kadang berair, berwarna gelap, dan
cita rasanya tak enak. Kaleng bagian dalam tampak tidak cerah. Produk
ini tidak layak dimakan, meski belum tentu berbahaya.
 Flat sour
Ditandai dengan bau asam yang disebabkan oleh aktivitas spora
bakteri tahan panas yang tidak mati selama proses sterilisasi.
Berkembangnya spora bakteri itu bisa juga disebabkan oleh proses
pengolahan atau pengalengan yang tidak sempurna, dan sanitasi yang
buruk. Keadaan ini seringkali menyebabkan kebusukan.
 Perubahan warna
Secara kimia, perubahan warna bisa disebabkan oleh pecahnya
senyawa protein (pada makanan dengan kandungan protein tinggi,
seperti kornet) dalam proses sterilisasi, kemudian bereaksi dengan
logam kaleng dan membentuk senyawa besi athoge. Bisa juga karena
aktivitas Clostridium nigrificans, bakteri anaerob pembentuk spora
yang bersifat proteolitik. Bakteri ini memproduksi H2 S sehingga
makanan menjadi busuk dan berwarna hitam.

6. Kesimpulan
Daging sapi dan ikan sardin merupakan pangan yang cukup mudah rusak
karena terbuat dari bahan hewani yang tinggi akan protein dan kadar air. Oleh
sebab itu, dilakukan pengolahan dengan menjadikannya makanan kaleng menjadi
bentuk corned beef dan sardin kaleng. Namun, dengan sudah diolah menjadi
bentuk baru bukan berarti bisa terbebas dari kerusakan. Pasalnya, makanan kaleng
juga dapat rusak akibat faktor-faktor tertentu, misalnya karena ada cemaran fisik,
kimia, dan biologis. Selain itu, kaleng juga bisa rusak menjadi kembung, penyok,
dan berkarat. Isi dalam kaleng pun bisa rusak dengan ditujukkan oleh terjadinya
stack berning, flat sour, dan perubahan warna, serta perubahan lainnya.
Kedua jenis sampel corned beef (Pronas dan Cip) sudah memenuhi kriteria
corned beef yang baik menurut SNI 01-3775-2006 . Sedangkan pada sampel
sardin (ABC dan Botan) keadaan kaleng, keadaan isi, media (jenis : saus tomat)
sudah sesuai dengan kriteria SNI 01-3548-1994, sedangkan pada hasil % bobot
tuntasnya kedua sampel tersebut belum sesuai standar karena kurang dari 70%.
Perbedaan warna ikan sardin dan sausnya dipengaruhi oleh jenis ikan yang
digunakan, kandungan ikan, proses pemasakan, bumbu yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Adinta, A. (2018). Pembuatan Sarden. Tersedia :


https://brainly.co.id/tugas/26306667 (Diakses pada 20/06/20)

Badan Standarisasi Nasional. (2006). Corned Beef (SNI 01-3775). Tersedia :


Https://www.bsn.go.id (Diakses pada 20/06/20)

Badan Standarisasi Nasional. (1994). Ikan Sardin Kaleng (SNI 01-3548-1994).


Tersedia : Https://www.bsn.go.id (Diakses pada 20/06/20)

BPOM RI. (2012). Pedoman Kriteria Cemaran pada Pangan Siap Saji dan
Pangan Industri Rumah Tangga. Tersedia :
https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/pedoman/Buku_Pedoman_PJA
S_tentang_Cemaran.pdf (Diakses pada 20/06/20)

Harliani, M. F. (2015). Hasil Praktikum Pengawasan Mutu Makanan Uji


Mikrobiologis Ikan Sarden. Tersedia :
https://www.academia.edu/19741296/PMM_LAPORAN_IKAN_SARDE
N_KEL_6 (Diakses pada 20/06/20)

Pratiwi, R. (2004). Aspek Mikrobiologi Produk Makanan Kaleng. Tersedia :


https://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/a_rika_pratiwi.pdf (Diakses
pada 20/06/20)

Wahyuni, M. N. (2011). Makanan Kaleng. Tersedia :


http://miuwbangget.blogspot.com/2011/04/makanan-kaleng.html (Diakses
pada 20/06/20)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Pengamatan
No. Sampel Pengamatan
1. Corned Beef
A (Pronas)

(bobot kotor corned pronas) (bobot isi corned)


2. Corned Beef
B (Cip)

(bobot kotor corned cip) (bobot isi corned)


3. Sardin A
(ABC Tomat)

(bobot kotor sardin ABC) (bobot ikan sardin)


4. Sardin B
(Botan)

(bobot kotor sardin Botan) (bobot ikan sardin)


LAPORAN PRAKTIKUM
BAB VIII
PENGAWASAN MUTU BISKUIT
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Pengawasan
Mutu Pangan
Asisten : Salma Shafira Fatin

Oleh :
Fitria Selsy Indriani
(B.1710301)

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2020
1. Tujuan
Untuk mengetahui mutu dari berbagai jenis biskuit, crackers, cookies, dan
wafer.

2. Alat dan Bahan


 Alat : Wadah, timbangan.
 Bahan : Nissin crispy crackers, Roma marie susu, Saltcheese crackers,
Regal marie biscuits, Goodtime cookies, Richeese nabati wafer, Chips
ahoy cookies, Tango wafer.

3. Cara Kerja

4. Hasil Pengamatan
 CRACKERS
 Nissin crispy crackers
 Keadaan Fisik
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak
2. Merk : Nissin crispy crackers
3. BPOM RI MD 235511046020
4. Produsen : PT Nissin Biskuit ndonesia
5. Logo SNI
6. Logo Halal MUI
7. Berat bersih 225 gr
8. Best before : 21/04/20
9. Kode produksi : N.10172
10. Barcode
11. Komposisi : Tepung terigu, lemak nabati (mengandung antioksidan TBHQ),
gula, keju (mengandung pengawet asam sorbat, nisin, pewarna arato Cl
75120), susu bubuk, pengembang (amonium bikarbonat dan natrium
bikarbonat), garam, pengemuls lesitin kedelai, perisa identik alam barbeque,
penguat rasa (MSG), perisa artifisial keju, pewarna tartrazin Cl 19140.

 Organoleptik
Warna Rasa Aroma Tekstur Bentuk
Kuning Asin keju Tercium Renyah Tipis, persegi
kecoklatan aroma gurih (berongga) panjang
BBQ

 Saltcheese crackers
 Keadaan Fisik
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak.
2. Merk : Saltcheese Crackers Khong Guan
3. Logo Halal
4. BPOM RI MD
5. Produsen
6. Expired date
7. SNI
8. Informasi nilai gizi dan AKG
9. Netto
10. Barcode
11. Logo PT
12. Informasi alergi
13. Komposisi : Minyak nabati, lemak reroti, gula, susu bubuk, keju, garam,
lemak hewani, pengembang, perisa sintetik, penguat rasa mononatrium
glutamat, pewarna makanan tartrazin.

 Organoleptik
Warna Rasa Aroma Tekstur Bentuk
Kuning Khas keju Khas keju Renyah Pipih panjang

 BISKUIT MANIS
 Roma marie susu
 Keadaan Fisik
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak.
2. Merk : Roma Marie Susu
3. Berat bersih : 115 gr
4. BPOM RI MD 235631109050
5. Produsen : PT. Mayora Indah Tbk
6. Logo Halal MUI
7. Best before : April 2021
8. Kode produksi : 1326TNG221040811
9. Barcode
10. Informasi nilai gizi dan AKG
11. Komposisi : Tepung terigu (60,52%), gula, minyak nabati (mengandung
antioksidan BHA), susu bubuk (1,18%), whey bubuk, ekstrak malt,
pengembang garam, pengemulsi lesitin kedelai, sirup glukosa, mentega,
perisa identik alami vanili, vitamin D.

 Organoleptik
Warna Rasa Aroma Tekstur Bentuk
Kecoklatan Terasa susu Tercium Renyah Bulat, agak
aroma susu padat

 Regal marie biscuits


 Keadaan Fisik
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak
2. Merk : Regal marie biscuits
3. Logo halal
4. BPOM
5. Netto
6. Tempat produksi
7. Tanggal kadaluarsa
8. Merk
9. SNI
10. Barcode
11. Komposisi : Tepung terigu, gula pasir, susu bubuk, mentega, lemak reroti,
telur ayam, sirup glukosa, pengembang garam.

 Organoleptik
Warna Rasa Aroma Tekstur Bentuk
Coklat Khas susu, Khas susu Renyah Utuh, bulat
manis

 COOKIES
 Goodtime cookies
 Keadaan Fisik
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak
2. Merk : Goodtime cookies
3. Logo halal
4. BPOM
5. Tempat produksi
6. Tanggal kadaluarsa
7. SNI
8. Komposisi : Tepung terigu, choco chips, gula, lemak roti, susu bubuk full
cream, whey bubuk, sirup fruktosa, kuning telur.

 Organoleptik
Warna Rasa Aroma Tekstur Bentuk
Coklat muda Manis Khas coklat Renyah Utuh, bulat
dan susu

 Chips ahoy cookies


 Keadaan Fisik
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak
2. Merk : Chips ahoy cookies
3. Logo halal
4. Berat bersih
5. SNI
6. Informasi nilai gizi dan AKG
7. BPOM RI MD
8. Komposisi : Tepung terigu, coklat chips, gula, minyak nabati, sirup fruktosa,
pengembang amonium dan natrium bikarbonat, garam, bubuk whey, perisa
sintetik vanila, pewarna karamel MS 150 D.

 Organoleptik
Warna Rasa Aroma Tekstur Bentuk
Coklat muda Manis khas Khas coklat Renyah Bulat
coklat

 WAFER
 Richeese nabati wafer
 Keadaan Fisik
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak
2. Merk : Richeese nabati wafer
3. Logo halal
4. BPOM
5. Tempat produksi
6. Tanggal kadaluarsa
7. SNI
8. Komposisi : Tepung terigu, gula, minyak nabati, pewarna kuning, pengemulsi
kedelai, garam, pengembang natrium, gandum, susu, telur, kacang hazel,
kacang tanah.

 Organoleptik
Warna Rasa Aroma Tekstur Bentuk
Oranye dan Manis sedikit Khas keju dan Renyah Persegi
putih asin susu panjang

 Tango wafer
 Keadaan Fisik
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak
2. Merk : Tango wafer
3. Logo halal
4. Berat bersih
5. SNI
6. Informasi nilai gizi dan AKG
7. BPOM RI MD
8. Komposisi : Tepung terigu, gula, minyak nabati, lemak roti, keju bubuk,
garam, pengemulsi lesitin kedelai, pati modifikasi, whey bubuk, susu skim
bubuk, pengembang, perisa sintetik keju, pewarna sintetis keju FCFl 15985,
pewarna alami kurkumin.

 Organoleptik
Warna Rasa Aroma Tekstur Bentuk
Putih dan Khas keju Khas keju Renyah Persegi
oranye panjang
5. Pembahasan
 Berdasarkan Data Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pada keseluruhan sampel (biskuit
manis, crackers, wafer, dan cookies) didapatkan hasil pada kemasan fisik
baik, tidak ada bocor, atau rusak. Kemudian, dari segi label yang
tercantum pada kemasan pun cukup lengkap. Selain itu, pada hasil uji
organoleptik, masing-masing sampel sudah memenuhi kriteria norma dan
baik untuk masing- masing jenisnya tersendiri.
 Perbandingan Dengan SNI Biskuit (SNI 2973:2011)
Digunakan SNI 2973:2011 untuk membandingkan hasil sampel
Biskuit Manis, Crackers, Wafer, dan Cookies. Hal ini dikarenakan
pada SNI 2973:2011 tercakup ruang lingkup untuk Biskuit Manis,
Crackers, Wafer, dan Cookies sehingga dapat digunakan untuk
keseluruhan sampel tersebut. Parameter yang digunakan untuk
membandingkan dengan SNI 2973:2011 adalah bau, rasa, warna.
Keseluruhan sampel biskuit, crackers, wafer, dan cookies sudah
memenuhi kriteria SNI 2973:2011 karena mempunyai hasil yang
normal.

 Perbedaan Biskuit, Crackers, Wafer, dan Cookies


 Biskuit Manis atau Biskuit Keras
Merupakan biskuit dengan rasa manis yang dibuat dari adonan keras,
berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur
padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.
 Biskuit Asin atau Crackers
Merupakan biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses
fermentasi, berbentuk pipih yang rasanya asin dan relatif renyah, seta bila
dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis
 Wafer
Merupakan biskuit dari adonan cair, dengan pori-pori kasar, relatif
renyah, dan penampang potongannya berongga-rongga.
 Cookies
Merupakan biskuit yang dibuat dari adonan lunak, dengan kadar
lemak yang tinggi, relatif renyah dan apabila dipotong maka penampang
potongannya bertekstur kurang padat.

 Alasan Mengapa Pada Pembuatan Crackers Adonan Perlu Dilubangi


Ketika crackers akan dipanggang, adonan crackers diletakkan di atas
pemanggang dan nanti adonan akan mengembang. Pada proses pemanggang
tersebut terjadi penguapan. Akan tetapi, jika tekanan terlalu tinggi saat proses
penguapan tersebut dapat mengakibatkan crackers menjadi hancur dan
bentuknya tidak menarik untuk dilihat.
Akibat proses penguapan yang terlalu tinggi itulah yang menyebabkan
crackers menjadi rusak. Oleh karena itu, adonan crackers perlu dilubangi
terlebih dahulu supaya uap-uap panas yang terperangkap di dalam adonan
crackers bisa keluar melalui lubang-lubang yang sudah dibuat sebelumnya.
Semakin tipis crackers yang dibuat, maka lubangnya semakin banyak. Hal ini
dikarenakan semakin tipis adonan maka semakin mudah crackers untuk rusak
atau hancur.

 Penyimpanan Biskuit yang Baik


Simpan biskuit pada tempat tertutup yang rapat agar tidak ada oksigen
masuk yang dapat menyebabkan biskuit menjadi melempem, selain itu
hindarkan biskuit dari kondisi penyimpanan yang lembab karena dapat
merusak tekstur biskuit, simpan pada suhu dingin agar lebih awet.
6. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa keseluruhan sampel (biskuit manis, crackers,
wafer, dan cookies) mempunyai karakteristik fisik baik, tidak ada bocor, atau
rusak. Kemudian, dari segi label yang tercantum pada kemasan pun cukup
lengkap. Selain itu, pada hasil uji organoleptik, masing-masing sampel sudah
memenuhi kriteria norma dan baik untuk masing-masing jenisnya tersendiri.
Keseluruhan sampel biskuit, crackers, wafer, dan cookies sudah memenuhi
kriteria biskuit, crackers, wafer, dan cookies yang baik menurut SNI 2973:2011
karena mempunyai hasil bau, rasa, dan warna yang normal.
Biskuit manis, crackers, wafer, dan cookies mempunyai karakteristiknya
tersendiri. Pada adonan crackers perlu dilubangi terlebih dahulu supaya uap-uap
panas yang terperangkap di dalam adonan crackers ketika dipanggang bisa keluar
melalui lubang-lubang agar crackers tidak hancur atau rusak.
DAFTAR PUSTAKA

Albertus, A. (2019). Mengapa Biskuit dan Crackers Berlubang? Tersedia :


https://axemore.com/mengapa-biskuit-berlubang/ (Diakses pada 20/06/20)

Badan Standarisasi Nasional. 2011. Biskuit (SNI 2973:2011). Tersedia :


Https://www.bsn.go.id (Diakses pda 20/06/20)

Ina, P. T. (2015). Biskuit. Tersedia : https://docplayer.info/111328754-Biskuit-


oleh-putu-timur- ina.html (Diakses pada 20/0/20)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Pengamatan
No. Sampel Pengamatan
1 Nissin Crispy
Crackers

2 Saltcheese
*note : foto saltcheese crackers tidak ada
Crackers
3 Roma Marie
Susu

4 Regal Marie
Biscuits

5 Goodtime
*note : foto goodtime cookies tidak ada
Cookies
6 Chips Ahoy
Cookies

7 Richeese
*note : foto richeese nabati wafer tidak ada
Nabati Wafer
8 Tango Wafer
LAPORAN PRAKTIKUM
BAB IX
PENGAWASAN MUTU BIHUN DAN MI KERING
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Pengawasan
Mutu Pangan
Asisten : Salma Shafira Fatin

Oleh :
Fitria Selsy Indriani
(B.1710301)

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2020
1. Tujuan
Untuk mengetahui mutu dari berbagai jenis bihun dan mie kering.

2. Alat dan Bahan


 Alat : Wadah, timbangan, beaker glass, hotplate.
 Bahan : Mie telur, mie instant, sohun, dan bihun.

3. Cara Kerja
 Bihun dan Sohun
 Keadaan kemasan dan produk

 Daya tahan
 Mie Kering dan Mie Instant
 Penampakan Umum dan Adanya Benda-Benda Asing

 Uji Kematangan Mie

 Keutuhan
4. Hasil Pengamatan
 Mie Telur
 Penampakan umum dan adanya benda-benda asing
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak
2. Merk : Mie telur cap 3 ayam
3. Berat bersih : 200 gr
4. BPOM RI MD 251409105002
5. Produsen : PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
6. Logo halal
7. Best before : 15/01/21
8. Kode produksi : CKB 4330115 B
9. Informasi nilai gizi dan AKG
10. Petunjuk penyiapan
11. Saran penyajian
12. Barcode
13. Nomor layanan konsumen
14. Logo jenis kemasan plastik
15. Komposisi : Tepung terigu (74%), Tepung tapioka, garam, penstabil (nabati
dan fosfat), tepung telur (0,2%), pengatur keasaman, penguat rasa (dinatrium
inosinat dan guaninat), pewarna makanan sintetik tartrazin Cl 19140.
16. Tidak terdapat benda-benda pencemar

 Uji Kematangan Mie


Warna Rasa Aroma Tekstur Tingkat
Kelicinan
Kuning Gurih Khas mie telur Kenyal Licin

 Keutuhan
 U (Bobot mie utuh) : 200,5 gr
 R (Bobot remah-remah mie) : 8,3 gr
 % Keutuhan
= U / (R+U) x 100%
= 200,5 gr / (8,3 gr + 200,5 gr) x 100%
= 96, 0249%

 Mie Instant
 Penampakan umum dan adanya benda-benda asing
1. Keadaan fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak
2. Merk : Indomie mie instant
3. Logo halal
4. Logo SNI
5. Berat bersih
6. Produsen
7. Expired date
8. Cara penyajian
9. Informasi nilai gizi dan AKG
10. Layanan konsumen
11. Alergen
12. Barcode
13. Komposisi : Tepung terigu, minyak nabati, tepung tapioka, garam, pengatur
keasaman, penstabil

 Uji Kematangan Mie


Warna Rasa Aroma Tekstur Tingkat
Kelicinan
Kuning Normal Khas tepung Kenyal Licin
(mie)

 Keutuhan
 U (Bobot mie utuh) : 85 gr
 R (Bobot remah-remah mie) : 1,3 gr
 % Keutuhan
= U / (R+U) x 100%
= 85 gr / (1,3 gr + 85 gr) x 100%
= 98, 4936%

 Bihun
 Keadaan kemasan dan produk
1. Keadaan kemasan : fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak,
2. Komposisi : Pati kacang hijau

Warna Aroma Tekstur


Putih Normal, tidak berbau Keras

 Daya tahan
1. Bihun tetap utuh
2. Air rendaman menjadi keruh

 Sohun
 Keadaan kemasan dan produk
1. Keadaan kemasan : fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak.
2. Label : Merk, informasi nilai gizi, saran penyajian, logo halal, AKG, berat
bersih, izin edar, expired date
3. Komposisi : pati jagung

Warna Aroma Tekstur


Putih kekuningan Normal, tidak berbau Alot

 Daya tahan
1. Bihun tetap utuh
2. Air tidak keruh

5. Pembahasan
 Berdasarkan Data Pengamatan
 Mie Kering
Berdasarkan hasil pengamatan pada kemasan sampel mie kering
didapatkan hasil fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak.
Kemudian, dari segi label yang tercantum pada kemasan pun cukup
lengkap. Pada uji kematangan mie kering didapatkan hasil warna kuning,
rasa gurih, aroma khas mie telur, tekstur kenyal, dan licin. Karakteristik
tersebut termasuk dalam kategori normal dan sudah memenuhi syarat mie
kering yang baik. % keutuhan mie kering adalah 96,0249%.

 Mie Instant
Berdasarkan hasil pengamatan pada kemasan sampel mie kering
didapatkan hasil fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak.
Kemudian, dari segi label yang tercantum pada kemasan pun cukup
lengkap. Pada uji kematangan mie kering didapatkan hasil warna kuning,
rasa normal, aroma khas tepung (mie), tekstur kenyal, dan licin.
Karakteristik tersebut termasuk dalam kategori normal dan sudah
memenuhi syarat mie instant yang baik. % keutuhan mie instant adalah
98,4936%.

 Bihun
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel bihun didapatkan hasil
fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak. Kemudian, dari segi label
yang tercantum pada kemasan pun cukup lengkap. Bihun terbuat dari pati
kacang hijau. Warna bihun putih, aroma normal dan tidak berbau, tekstur
keras. Pada uji daya tahan memiliki hasil bihun tetap utuh dan air
rendaman menjadi keruh.

 Sohun
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel sohun didapatkan hasil
fisik kemasan baik, tidak ada bocor, atau rusak. Kemudian, dari segi label
yang tercantum pada kemasan pun cukup lengkap. Sohun terbuat dari pati
jagung. Warna sohun kekuningan, aroma normal dan tidak berbau, tekstur
alot. Pada uji daya tahan memiliki hasil sohun tetap utuh dan air rendaman
tidak keruh.

 Perbandingan Dengan SNI


 Mie Kering (SNI 01-2947-1996)

Parameter yang dibandingkan dengan SNI 01-2947-1996 adalah bau,


warna, dan rasa. Hasil pengamatan pada sampel mie kering pada
parameter bau, warna, dan rasa mempunyai hasil yang normal. Tidak
terdapat benda asing. Sehingga, sampel mie kering yang diamati sudah
sesuai dengan kriteria mie kering yang baik pada SNI 01-2947-1996.

 Mie Instant (SNI 3351:2012)


Parameter yang dibandingkan dengan SNI 3351:2012 adalah bau,
warna, rasa, tekstur, benda asing, dan keutuhan. Hasil pengamatan pada
sampel mie instant pada parameter bau, warna, rasa dan tekstur
mempunyai hasil yang normal dan sudah sesuai dengan kriteria. Tidak
terdapat benda asing dan % keutuhannya adalah 98, 4936% (batas
min.90%). Hasil tersebut juga sudah sesuai dengan kriteria. Sehingga,
sampel mie instant yang diamati sudah sesuai dengan kriteria mie instant
yang baik pada SNI 3351:2012.

 Bihun (SNI 7621:2011)


Parameter yang dibandingkan dengan SNI 7621:2011 adalah bau dan
warna. Hasil pengamatan pada sampel bihun pada parameter bau dan
warna mempunyai hasil yang normal dan putih kekuningan, sehingga
sampel bihun sudah sesuai dengan kriteria bihun yang baik menurut SNI
7621:2011.

 Sohun (SNI 01-3723-1995)

Parameter yang dibandingkan dengan SNI 01-3723-1995 adalah bau,


rasa, warna, dan uji tahan bentuk. Hasil pengamatan pada sampel bihun
pada parameter bau dan warna mempunyai hasil yang normal, selain itu
pada uji tahan bentuk menghasilkan sohun yang tidak hancur setelah
direndam didalam air selama 10 menit, sehingga sampel sohun yang
diamati sudah sesuai dengan kriteria sohun yang baik menurut SNI 01-
3723-1995.

 Perbedaan Proses Pembuatan Mie Instant dan Mie Kering


Berikut ini adalah proses pembuatan mie instant dan mie kering (hal
yang membedakannya berada pada proses mixing yang mana mie
kering biasanya dicampur telur, dan pada proses pengeringan mie
instant dilakukan frying dengan minyak dan mie kering dilakukan
pengeringan oven, serta pada proses packing karena mie instant
dipack bersama dengan bumbu dan mie kering hanya mie saja) :
1. Pencampuran (Mixing)
Mixing adalah proses pencampuran bahan yang digunakan dalam
pembuatan mie instan. Dengan tujuan untuk mendapatkan lama mixing
yang sempurna. Karena mixing yang berlebihan akan merusak susunan
gluten dan adonan akan semakin panas, dan apabila mixing kurang dapat
menyebabkan adonan kurang elastis sehingga menyebabkan volume mie
menjadi sangat kurang dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.
Bahan – bahan yang dicampur antara lain tepung terigu, tepung tapioka
atau pati, alkali (maksimal 35%) dan air. Proses pencampuran dilakukan
pada suhu 35-37 o C. Mixing dilakukan dengan mixer, selama 14 menit
secara bertahap. Pada pembuatan mie kering bisa ditambahkan telur
sehingga biasa disebut mie telur. Lalu, adonan diistirahatkan untuk
menyeragamkan penyebaran air dan mengembangkan gluten
2. Pelempengan (Sitting) dan Pembelahan (Slitting)
Pressing merupakan proses pembentukan lembaran adonan dengan
ketebalan tertentu, sedangkan slitting merupakan proses pembelahan
lembaran adonan menjadi pilinan mie dengan diameter tertentu. Adonan
mie dari mixer selanjutnya ditampung oleh feeder DCM (Dough
Compoung Machine). Kemudian dipress oleh dough presser menjadi dua
lembar adonan. Dan selanjutnya ditangkap oleh roll press untuk dipress
menjadi selembar adonan dengan ketebalan yang lebih rendah dari
sebelumnya.
3. Pengukusan (Steaming)
Steaming adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan uap air
panas (98o C) sebagai media penghantarnya. Untaian mie yang telah
ditangkap oleh Waving Net Conveyor selanjutnya dilewatkan melalui
steam box dengan menggunakan mesin Boiler.
Steaming digunakan untuk mendukung proses terjadinya gelatinisasi
gluten. Dengan beberapa tahap proses gelatinisasi yaitu pembasahan, tahap
gelatinisasi dan tahap solidifikasi. Pada tahap pembasahan mie bersifat
mudah putus. Pada tahap gelatinisasi mie akan mengalami gelatinisasi
dengan penetrasi panas ke dalam mie dan bersifat agak lentur. Pada tahap
soliditasi permukaan mie terjadi penguapan dan membentuk lapisan film
tipis sehingga menjadi halus dan kering yang menyebabkan sifat mie jadi
solid.
4. Pemotongan (Cutting)
Cutting merupakan proses pemotongan untaian mie menjadi blok
mie yang mempunyai ukuran tertentu dengan standar berat dan ukuran mie
tergantung dari jenis mie. Mie yang telah dipotong kemudian dilipat
dengan cangkulan sehingga menghasilkan 2 blok mie yang sama panjang
dan simetris lipatannya.
5. Penggorengan (Frying) Untuk Mie Instan dan Pengeringan Dengan
Oven Untuk Mie Kering (PROSES YANG MEMBEDAKAN MIE
INSTAN DAN MIE KERING)
 Proses Frying pada Mie Instan : Frying merupakan salah satu metode
pengawetan bahan pangan. Prinsip frying adalah mengeringkan mie
basah dengan media minyak goreng pada suhu tinggi sehingga
diperoleh mie dengan kadar air dan minyak tertentu dan dipatkan mie
yang matang, kering dan awet. Metode frying digunakan adalah deep
fat frying dimana seluruh bagian terendam oleh minyak selama
dilakukan proses frying dengan temperature 150 o C selama 3 menit.
 Proses Pengeringan Pada Mie Kering : Proses pengeringan bertujuan
untuk menurunkan kadar air mie. Pada pembuatan mie kering, mie yang
sudah dikukus kemudian dikeringkan dengan oven hingga kadar airnya
10%. Proses ini bertujuan untuk membentuk lapisan tipis protein yang
memungkinkan peningkatan kestabilan permukaan mie selama
perebusan untuk konsumsi.
6. Pendinginan (Cooling)
Cooling merupakan proses penurunan suhu mie, selama 1 menit
dengan cara melewatkan mie dalam cooling box yang berisi fan. Udara
untuk fan bersumber dari udara luar ruang produksi (udara bebas) sehingga
fan dilengkapi filter untuk menyaring polutan. Suhu mie setelah cooling
adalah kurang dari 45o C dan kemudian ditangkap oleh konveyor untuk
selanjutnya dikemas.
7. Pengemasan (Packing)
Packing merupakan proses pembungkusan mie dan
seasoningnya (untuk mie instant) dan mie saja (untuk mie kering)
dengan kemasan, dengan meliputi dua tahap yaitu packing dengan etiket
dan dengan karton.

 Pendapat Mengenai Air Dari Hasil Pemasakan Mie Instant


Menurut saya, air mie instant perlu untuk dibuang dan diganti dengan
yang baru. Hal ini karena ketika pembuatan mie instant digunakan beberapa
bahan kimia, pengawet, perasa, dan ketika proses pembuatan dilakukan frying
dengan menggunakan minyak. Ketika mie direbus, bahan-bahan kimia
tersebut akan sedikit larut (walaupun tidak semuanya) dan minyak yang
digunakan untuk menggoreng pada proses frying pun akan ikut larut sehingga
air rebusan mie menjadi keruh.
Walaupun dikatakan pada air rebusan mie terkandung beberapa vitamin
dan mineral dari tepung yang digunakan atau bahan lainnya, namun saya
pribadi lebih memilih untuk membuang air rebusan tersebut. Karena saya
tidak ingin terlalu banyak mengonsumsi bahan kimia dan minyak yang
terlarut pada hasil air rebusan mie. Ada berbagai penyakit yang bisa
ditimbulkan apabila mengonsumsi bahan tersebut dalam jumlah banyak baik
itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang, maka saya pribadi lebih
memilih untuk membuang air tersebut. Untuk menambah vitamin pada mie,
saya lebih memilih untuk menambahkannya dengan sayur ketika
mengonsumsinya ketimbang harus mempertahankan vitamin yang terdapat di
hasil air rebusan mie. Saya akan mengimbangi konsumsi mie dengan sayur
dan makanan bergizi lain.

 Tujuan Uji Daya Tahan Bihun


Uji daya tahan bihun dilakukan untuk mengetahui kualitas
bihun yang dipengaruhi oleh kemampuannya menyerap air. Perubahan
tekstur pada bihun terjadi karena granula pati yang terdapat pada
produk- produk tersebut menyerap air dan membengkak dalam
jumlah yang terbatas sehingga pertambahan volume pada produk
tersebut relatif kecil. Pengembangan granula pati inilah yang
menyebabkan berubahnya tekstur bihun karena kadar air pada
produk tersebut bertambah. Berubahnya warna air dapat disebabkan
oleh penggunaan tepung pada pembuatan produk tersebut. Selain
itu, zat- zat pengotor juga dapat menyebabkan air untuk merendam
produk menjadi keruh

6. Kesimpulan
Sampel mie kering yang diamati sudah sesuai dengan kriteria mie kering yang
baik pada SNI 01-2947-1996. Sampel mie instant yang diamati sudah sesuai
dengan kriteria mie instant yang baik pada SNI 3351:2012. Sampel bihun yang
diamati sudah sesuai dengan kriteria bihun yang baik menurut SNI 7621:2011.
Sampel sohun yang diamati sudah sesuai dengan kriteria sohun yang baik menurut
SNI 01-3723-1995.
Secara umum, proses pembuatan mie baik itu mie kering maupun mie instant
meliputi : Pencampuran (Mixing), Pelempengan (Sitting) dan Pembelahan
(Slitting), Pengukusan (Steaming), Pemotongan (Cutting), Pengeringan,
Pendinginan (Cooling), Pengemasan (Packing). Hal yang membedakannya adalah
pada proses pencampuran mie kering ditambahkan telur sehingga kerap disebut
sebagai mie telur, pada proses pengeringan mie instant dilakukan dengan cara
frying dengan minyak sedangkan pada mie kering dilakukan dengan cara
pengovenan, dan pada proses packing mie instant dilengkapi dengan bumbu. Air
rebusan mie instant sebaiknya dibuang agar bahan kimia dan minyak hasil
penggorengan tidak ikut terkonsumsi seluruhnya. Uji daya tahan bihun dilakukan
untuk mengetahui kualitas bihun yang dipengaruhi oleh kemampuannya menyerap
air.
DAFTAR PUSTAKA

Aristy, A. (2017). Daya Tahan. Tersedia :


https://www.academia.edu/17575202/Daya_Tahan (Diakses pada
20/06/20)

Badan Standarisasi Nasional. (1995). Sohun (SNI 01-3723-1995). Tersedia :


Https://bsn.go.id (Diakses pada 20/06/20)

Badan Standarisasi Nasional. (1996). Mie Kering (SNI 01-2974-1996). Tersedia :


Https://bsn.go.id (Diakses pada 20/06/20)

Badan Standarisasi Nasional. (2011). Bihun (SNI 7621:2011). Tersedia :


Https://bsn.go.id (Diakses pada 20/06/20)

Badan Standarisasi Nasional. (2012). Mie Instan (SNI 3351:2012). Tersedia :


Https://bsn.go.id (Diakses pada 20/06/20)

Broken, L. (2012). Pembuatan Mie Instan. Tersedia :


https://lordbroken.wordpress.com/2012/03/19/pembuatan-mie-instan-2/
(Diakses pada 20/06/20)

Ina, P. T. (2015). Mie. Tersedia : https://docplayer.info/111328754-Mie-oleh-


putu-timur- ina.html (Diakses pada 20/06/20)

Kartika, E. (2010). Pembuatan Mie Kering Dengan Penambahan Tepung Daging


Sapi. Bogor: IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Pengamatan
No. Sampel Pengamatan
1 Mie Telur

(bobot utuh (bobot remah-remah) (bobot 25 gr untuk uji


dan keadaan kemasan) kematangan)
2 Mie Instant

(bobot utuh) (bobot 25 gr untuk uji kematangan)


*note : foto remah-remah dan keadaan kemasan mie instant tidak ada
3 Sohun

(sampel sohun) (hasil uji ketahanan pada sohun)


*note : foto keadaan kemasan tidak ada
4 Bihun

(keadaan kemasan dan isi bihun) (hasil uji ketahanan pada bihun)

Anda mungkin juga menyukai