Anda di halaman 1dari 12

Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

Slowly Digestible Starch –


Struktur dan Implikasi Kesehatannya:
Review

U. Lehmann*,1 and F. Robin1


Nestlé Research Center, Department of Food Science, PO Box 44, Vers-chez-les-Blanc,
CH-1026 Lausanne, Switzerland (Tel.: +41 21 785 8672; fax: +41 21 785 8554; e-mail:
undine.lehmann@rdls.nestle.com)

Pati – karbohidrat utama dalam nutrisi manusia – menunjukkan jajaran sifat yang
diinginkan secara teknologi. Kualitas nutrisinya, secara pasti, didasarkan pada struktur dan
pemprosesannya. Digestibility (ke-dapat-dicernaan) pati dalam usus kecil manusia dapat
berubah-ubah dari dapat dicerna secara cepat sampai tidak dapat dicerna sama sekali.
Walaupun begitu, sifat struktur dari fraksi pati intermediet dengan digestibility lambat dan
keuntungan potensialnya terhadap kesehatan, kurang dimengerti dengan baik. Berikut
review pokok-pokok pengetahuan baru tentang struktur-struktur pati yang menyebabkan
digestibility-nya lambat dan menggali implikasi-implikasinya dalam kesehatan.

Pendahuluan
Pati – karbohidrat utama dalam nutrisi manusia – merupakan komponen utama
dalam pangan asal tumbuhan yang menunjukkan jajaran sifat yang diinginkan secara
teknologi; berhubungan khusus dengan kemampuan teksturnya.
Kualitas nutrisi pati, secara pasti, didasarkan pada pemprosesan dan tahapannya.
Perombakan glukosa sebagai energi untuk tubuh dan timeline pencernaannya adalah sifat
fisiologi utama pati. Digestibility pada usus kecil manusia dapat dimodifikasi dari
pencernaan cepat – berupa partikel dalam produk hidrolisis pati – sampai tak dapat dicerna
(pati resisten) (Englyst, Kingman, & Cummings, 1992). Satu dari faktor-faktor pengebab
digestibility pati dan respon fisiologinya didasarkan pada rasio amilosa dan amilopektin
(Behall, Scholfield, & Canary, 1988). Secara umum, pati dengan jumlah amilosa tinggi
digunakan sebagai sumber resistant starch (RS) yang tergelatinisasi penuh menjadi waxy
pati sebagai rapidly digestible starch (RDS). Tester, Karkalas, & Qi (2004) meninjau
struktur ati dan digestibility-nya dengan target optimasi pencernaannya. Klasifikasi,
perkembangan, investigasi fisikokimia dan efeknya terhadap kesehatan dari RS telah
ditinjau oleh yang lain (Champ, 2004; Sajilata, Singhal, & Kulkarni, 2006). Bagaimanapun
juga, sifat struktur dari fraksi intermediet pati dengan digestibility lambat dan manfaat
potensial terhadap kesehatannya tidak demengerti dengan baik. Slowly digestible starch
(SDS), seperti pati jagung asli, menunjukkan keuntungan dalam peningkatan secara lambat
dari kadar glukosa darah postprandial, dan menahan kadar glukosa darah membentuk RDS
yang naik turun dengan cepat, sebagian di bawah standar (lihat gambar 1). Tambahan,
hormon dan respon metabolik bergabung dalam glikemia postprandial dan berbeda
dibandingkan RDS. Ini dapat memiliki implikasi untuk kinerja fisik dan mental, rasa
kenyang dan manajemen diabetes. Meskipun dirancang dengan baik studi klinis yang
menyelidiki hubungan antara struktur pati, penyerapan glukosa dan manfaat fisiologis yang
terbatas, ada alasan kuat untuk percaya bahwa SDS menawarkan berbagai macam manfaat
kesehatan karena kestabilan dan pengaruh pertahanan pada tingkat glukosa darah. Manfaat
lain dari produk kaya SDS adalah dampak moderatnya pada Glycemic Index (GI). Data
klinis menunjukkan bahwa diet GI rendah erat kaitannya dengan penurunan risiko diabetes
dan penyakit cardivascular (Jenkins et al., 2002).
1
* Penulis gabungan
Penulis yang berkontribusi bersama terhadap review ini
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

Sejauh ini tidak ada produk SDS tersedia secara komersial di pasaran. Namun,
slowly digestible carbohydrates (SDC) baru seperti Isomaltulose / Palatinose ®, yang
diklaim lambat dan mempertahankan kadar glukosa darah setelah konsumsi, telah
dikomersialisasikan. Dibandingkan dengan SDS, kedua kandungan target mempunyai
keuntungan fisiologi yang sama. Namun, sifat fungsional dan aplikasi potensial, baik SDS
maupun SDC, sangat lah berbeda. Tinjauan ini menyoroti pengetahuan saat ini tentang
struktur pati yang mengakibatkan lambatnya digestibility pati dan menggali implikasinya
terhadap kesehatan.

Pencernaan pati pada manusia


Pada manusia, pati dan turunannya dicerna dalam beberapa tahap. Di dalam mulut,
kontak dengan air liur α-amilase, rantai polimer pati dipecah menjadi oligosakarida lebih
pendek.

Gambar 1. Efek cepat lambat dicernanya pati dalam tingkat glukosa darah
pada sukarelawan sehat (pemberian 35 g karbohidrat yang tersedia artinya
22 subjek (Millon, 2004)).

Begitu memasuki usus, sebagian materi yang dicerna lebih lanjut dihidrolisis oleh
α-amilase pankreas (1,4-α-D-glukan glucanogydrolase, EC 3.2.1.1). Laju reaksi awal
hidrolisis ini menurun dengan meningkatnya derajat percabangan polisakarida, terutama
karena hambatan sterik (Park & Hollings, 1994). Produk utama yang dihasilkan, maltosa
dan dekstrin bercabang, dikonversi menjadi glukosa oleh enzim maltosa pembersih-
glukoamilase dan sucrase-isomaltase dan kemudian memasuki aliran darah.

Klasifikasi pati menurut digestibility dan pengukuran SDS-nya


Pengukuran pencernaan karbohidrat secara in vivo menargetkan penentuan indeks
glisemik sebagai indikator yang berpengaruh pada tingkat glukosa darah (Jenkins et al
2002.,) atau, pada tingkat lebih rendah, distribusi karbohidrat dicirikan dengan isotop stabil
(Vonk et al. , 2000). Penentuan karbohidrat digestibility secara in vitro untuk memprediksi
respon glisemik bahan atau makanan kompleks sangat menarik karena evaluasi in vivo
bersifat invasif, intensif-tenaga kerja dan mahal. Pada tahun 1998, Schweizer, Reimann,
dan Würsch menerbitkan metode enzimatic untuk mengukur tingkat pencernaan makanan
berpati secara in vitro, cara baru untuk menghitung digestion indices (DI) dan
hubungannya dengan respon in vivo. Demikian pula, salah satu metode yang paling banyak
digunakan untuk menganalisis kinetik pencernaan pati diterbitkan oleh Englyst et al.
(1992). Beberapa langkah, yang mensimulasikan pencernaan enzimatik in vivo pati di
dalam perut dan usus kecil, telah diaplikasikan dan timeline pelepasan glukosa diukur.
Fraksi pati (lihat Tabel 1) didefinisikan sebagai:
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

RDS: jumlah glukosa dilepaskan setelah 20 menit,


SDS: jumlah glukosa dirilis antara 20 dan 120 hidrolisis menit, dan
RS: pati total dikurangi jumlah glukosa dibebaskan dalam waktu 120 menit hidrolisis
(Englyst et al., 1992).
Tabel 1. Klasifikasi Pati (diadaptasi dari Englyst et al., 1992)
Fraksi Pati Rapidly Slowly digestible Resisrant starch (RS) tipe 1-4
digestible starch (SDS)
starch (RDS))
Timeline Dalam 20 menit; 20-120 min; usus kecil > 120 menit, tidak di usus
pencernaan (in mulut dan usus kecil, tapi di kolon
vitro) / tempat kecil
Contoh Makanan yang Waxy pati jagung asli, Kentang mentah, roti basi
baru dimasak padi-padian, polong-
polongan
Jumlah (g/100 g Kentang rebus Jawawut Rebus: 28 Pati kentang mentah: 75
bahan kering) panas: 65
Sifat fisiologi Sumber energi Sumber energi lambat Pengaruh terhadap kesehatan
Utama yang cepat dan tertahan, dan usus (misalnya prebiotik,
glukosa darah tertahan fermentasi butirat dengan efek
hipotesis anti-cancerogenic)
Struktur Terutama amorf Amorf / kristal Tergantung pada jenis,
(tak berbentuk) utamanya kristal

Kebanyakan penyelidikan yang menemukan hubungan baik antara hasil dari


metode Englyst dan respon in vivo terhadap kesehatan subjek dan pasien Ileostomy yang
berhubungan dengan GI, membuktikan kecocokannya sebagai penyaring untuk
memprediksikan respon fisiologis (Englyst, Vinoy, Englyst, & Lang, 2003). Beberapa
penulis tidak melaporkan korelasi yang baik antara Englyst in vitro dan data rat in vivo,
tapi mengkonfirmasi kecocokan metode untuk tingkat kerelatifan pangan (Bauer, Murphy,
Wolf, & Fahey, 2003). Alternatif metode hidrolisis in vitro diterima, beda dalam pilihan
dan konsentrasi enzim, dan perlakuan dan timeline pencernaan (McCleary, McNally, &
Rossiter, 2002). Hal tersebut memperlihatkan perbedaan nyata pada digestibility pati.

Dampak struktur granular pati asli terhadap digestibility


Pada umumnya, pati dikonsumsi setelah pengolahan. An excess of water and high
temperature during processing results in starch gelatinisation and destroys its granulas
structure. Kelebihan air dan suhu tinggi selama pengolahan menyebabkan gelatinisasi dan
menghancurkan struktur granulanya. Namun, dalam beberapa produk makanan dengan
kelembaban rendah seperti biskuit, struktur granular pati dapat dipertahankan (Englyst et
al., 2003).
Granula pati memiliki struktur kompleks dan semicristalin tinggi. Rincian lebih
lanjut tentang struktur komposisi pati dan bagus bisa ditemukan di tempat lain (Buléon,
Colonna, & Planchot, 1998; pemberani, Bouchet, & Baldwin, 1997; gagah, Bouchet,
Buléon, & perez, 1002; Oates 1997; tester et al., 2004).
Hidrolisis pati asli dapat sangat bervariasi, tergantung pada interaksi berbagai
faktor, tetapi biasanya dihubungkan dengan asal botani, yang menentukan morfologi dan
organisasi kristalnya (Tester et al., 2004). Ini menawarkan alat untuk mempengaruhi
digestibility oleh breeding research dan pemilihan varietas yang sesuai.
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

Pencernaan granula pati adalah proses yang kompleks, yang meliputi tahapan yang
berbeda: difusi enzim terhadap substrat dengan dampak porositas substrat; adsorpsi enzim
untuk bahan berpati, dan bentuk hidrolitiknya (Colonna, leloup , & Buléon, 1992).
Difusi α-amilase ke dalam substrat dianggap sebagai langkah penting dari
hidrolisis. Interactions of starch with fiber, protein and other food components can prevent
effective diffusion and adsorption of the enzyme (Colonna et al., 1992). Interaksi pati
dengan serat, protein dan komponen makanan lainnya dapat mencegah difusi efektif dan
adsorpsi enzim (Colonna et al., 1992). Sebelumnya, hidrolisis pati dianggap sebagai
starting dari permukaan granul tersebut. Namun, ditemukan bahwa sereal pati asli seperti
jagung dan sorgum mengandung pori-pori perifer (lihat Gambar 2D) dan saluran-saluran,
yang memungkinkan penetrasi α-amilase, yang mengakibatkan mekanisme hidrolisis dari
dalam-keluar (Benmoussa, Suhendra, Aboubacar, & Hamaker , 2004; Fannon, Hauber, &
BeMiller, 1992). Sebaliknya, kentang dan pati tipe-B lainnya dicerna oleh exocorrosion,
mulai dari permukaan pati (Gallant et al., 1997). Hal ini dapat menjelaskan digestibility
sereal pati lebih tinggi dibandingkan dengan pati umbi, seperti kentang (Benmoussa et al.,
2004; Fannon et al., 1992). Ukuran partikel pati dan rasio luas permukaan pati memainkan
peranan penting dalam hidrolisis (Colonna et al., 1992). Granula yang lebih kecil
menunjukkan kerentanan enzimatik tinggi tanpa memperhatikan asal tumbuhannya
(Franco, do Rio Preto, & Ciacco, 1992). Permukaan yang besar dan halus, bersama dengan
sifat supramolekul spesifik, menjelaskan resistensi granula kentang terhadap pencernaan
enzimatik (Oates, 1997). Gambar 2A-C menggambarkan struktur granula dari pati kaya
RDS (tepung gandum), SDS (waxy pati jagung), dan RS (pati kentang).

Gambar 2. Scanning mikrograf elektron granula pati dari (A) kentang, (B) gandum, (C) jagung, perbesaran
600 x (Gaillard, 1987), dan (D) permukaan pori-pori waxy granula pati jagung (Fannon et al., 1992).

Pada tingkat molekular, struktur kristal, dan kumpulan fase amorf mempengaruhi
kerentanan enzimatik (Colonna et al., 1992). Rasio amilosa dan amilopektin merupakan
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

faktor lain yang mempengaruhi digestibility sejak adanya hubungan α-1,6 yang
menghambat α-amilosis (Taman & Hollings, 1994).
Gallant et al. (1992) mengusulkan pencernaan yang disukai bagian amorf dan
menyatakan, bahwa heliks ganda tidak dapat dicerna kecuali bila bentuknya terpilin.
Namun, lebih baru, Zhang, Ao, dan Hamaker (2006) menunjukkan pencernaan bagian
amorf dan kristal dan mekanisme pencernaan didalam-keluar dan side-by-side. It was
hyphotesised that although the amorphous regions are more susceptible to hydrolisis, they
are densely packed and arranged tightly to the crystalline regions, which inhibit a favored
hydrolysis. Hal tersebut dihipotesiskan bahwa meskipun bagian amorf lebih rentan
terhadap hidrolisis, strukturnya padat dan teratur ketat ke daerah kristalin, yang
menghambat hidrolisis.
The arrangement an A-type or B-type crytallites markedly influences digestibility.
Susunan kristal tipe-A atau tipe-B secara nyata mempengaruhi digestibility. Secara umum,
perbandingan kerentanan yang tinggi kristalit tipe-A untuk hidrolisis dengan kristalit tipe-B
telah dilaporkan (Jane, Wong & McPherson, 1997; Srichuwong, Sunarti, Mishima, Isono,
& Hisamatsu, 2005; Zhang, Venkatachalam, & Hamaker , 2006). Tipe-A dan tipe-B (lihat
Gambar 3) berbeda dalam struktur yang heliks ganda dan kandungan airnya (Imberty,
Buléon, Tran, & perez, 1991; Wu & Sarko, 1978). Heliks ganda yang lebih pendek dan
interior kristalit pada pati tipe-A lebih mudah dicerna dan menunjukkan jumlah RDS dan
SDS yang tinggi dibandingkan dengan pati tipe-B, yang sering mengandung jumlah RS
yang tinggi (Jane et al., 1997). Unit rantai panjang amilopektin dikorelasikan dengan
digestibility; proporsi unit rantai panjang amilopektin dengan derajat polimerisasi (DP) 8-
12 dan DP 16-26 secara positif dan negatif berkorelasi dengan hidrolisis, berturut-turut
(Srichuwong et al., 2005). Bentuk rantai yang lebih panjang lagi dan heliks lebih stabil,
yang lebih stabil dengan ikatan hidrogen, didistribusikan ke seluruh daerah kristal dan
menyebabkan penurunan digestibility.

Gambar 3. Susunan double heliks tipe-A dan tipe-B kristalit


pada granula pati (Wu & Sarko, 1978).

Secara umum, dapat dinyatakan bahwa pati umbi lebih tahan terhadap hidrolisis
enzimatik daripada pati sereal, dikarenakan tingginya permukaan granula, sifat
permukaannya, ikatan antar pati sereal dan pengaturan supramolekulnya. Sejumlah besar
resisten pati yang terdapat pada umbi-umbian, di sebagian kentang dan pada buah-buahan
seperti pisang, telah dilaporkan baik secara in vitro (Englyst et al., 1992) maupun in vivo
(Faisant et al., 1995). Pati jagung kaya amilosa (Hi-maize ® starch) juga memiliki jumlah
RS yang tinggi. Digestibility yang tinggi ditemukan pada pati sereal seperti padi, gandum
dan barley (Weurding, Veldman, Veen, van der Aar, & Verstegen, 2001). Digestibility
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

intermediet, berisi jumlah SDS dari medium ke tinggi, dilaporkan sebagai pati jagung asli
yang normal (Axelsen, Arvidsson, Lonnroth, & Smith, 1999), waxy pati (Weurding et al.,
2001), millet dan sorgum (Benmoussa et al., 2004), serta polong-polongan (Hoover &
Zhou, 2003; Weurding et al., 2001). Pada millet, sorgum dan pati legum, salah satu aspek
yang memperlampat digestibility dapat dikaitkan dengan interaksinya dengan protein, yang
membentuk jaringan pelindung di sekitar granula tersebut.

Dampak modifikasi fisikokimia digestibility pati

Perlakuan hidrotermal dengan retensi struktur granular dan


pengaruhnya terhadap pembentukan SDS
Pemanasan dan heat-moisture treatment (HMT) adalah dua perlakuan hidrotermal,
yang memodifikasi sifat fisikokimia pati, sehingga mempertahankan struktur granular dan
birefringence. Annealing melibatkan inkubasi granula pati asli pada kadar air berlebih (>
60% b/b) atau pada kadar air menengah (40-55% b/b), sedangkan HMT dilakukan pada
kadar rendah air (umumnya di bawah 35% air b / b). Kedua perlakuan dilakukan antara
suhu transisi gelas pati dan suhu gelatinisasi. Nilai-nilai ini tergantung pada kondisi
kelembaban tertentu yang digunakan selama perawatan (Jacobs & Delcour, 1998a; Stute,
1992). Pemanasan dan HMT menyebabkan modifikasi sifat fungsional pati berbeda,
termasuk perubahan signifikan serapan air, kristalinitas granul, penambahan volume,
solubilitas, viskositas, sifat penyisipan dan karakteristik gelatinisasi, yang telah dikaji oleh
beberapa penulis (Jacobs & Delcour, 1998a; tester & Debon, 2000).
Kedua perlakuan juga telah banyak digunakan untuk memodifikasi sifat gizi pati, terutama
untuk menentukan pati resistant (Sajilata et al., 2006). Hasil yang berbeda dalam hal
kinetika hidrolisis diperoleh untuk kedua teknik tergantung pada sumber botani, waktu,
dan perlakuan suhu (Jacobs & Delcour, 1998a; Tester & Debon, 2000).
Beberapa penulis telah melaporkan dampak pemanasan dan HMT pada pembentukan SDS.
Berdasarkan pada suhu dan kelembaban hasil perlakuan hidrotermal, digestibility pati
kentang meningkat dan SDS yang terkandung bisa dua kali lipat dibandingkan dengan pati
mentah (Shin, Kim, Ha, Lee, & Moon, 2.005). Niba (2003) menyelidiki pengaruh
perlakuan panas, waktu dan suhu penyimpanan terhadap digestibility berbagai tepung
(jagung, kentang, cocoyam, pisang, ubi, dan beras). Digestibility cocoyam, jagung, kentang
dan beras meningkat setelah pengolahan sedangkan tepung plaintain menurun. Untuk
semua tepung, tingkat SDS meningkat dibandingkan dengan terigu mentah. Penyimpanan
pada suhu kamar menurunkan tingkat SDS secara signifikan kecuali pada tepung plaintain
dan umbi, penyimpanan beku meningkatkan tingkat SDS pada jagung, kentang dan tepung
ubi dan penurunan pada tepung cocoyam (Niba, 2003). Perlakuan HMT pati beras pada
suhu meleleh menunjukkan pola pencernaan lebih lambat dari pati asli (Anderson, Guraya,
James, & Salvaggio, 2002).
Perubahan fisik yang terjadi selama perlakuan pemanasan dan HMT pada tingkat
molekul telah ditelaah oleh beberapa penulis (Jacobs, Eerlingen, Spaepen, Grobet, &
Delcour, 1998b; Tester & Debon, 2000). Beberapa artikel telah mencoba menghubungkan
modifikasi struktural yang menghasilkan perubahan digestibility pati. Misalnya, gangguan
pada heliks ganda di bagian amorf dan meningkatnya tingkat interaksi antara rantai
amilosa dapat menjelaskan peningkatan digestibility terhadap annealing gandum dan pati
kacang (Jacobs et al., 1998b), dan perlakuan HMT pada singkong, talas dan pati cocoyam
baru (Gunaratne & Hoover, 2002). Penurunan digestibility lentil dan gandum
(annealing)dan lentil, oat dan gandum (HMT) dikaitkan dengan peningkatan tingkat
interaksi di daerah amorf dan / atau peningkatan pembentukan kristalit (Hoover &
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

Vasanthan, 1994a, 1994b ). Crystalline perfection yang lebih tinggi juga diamati pada
annealing pati singkong. Namun, kerentanan pati dengan aktivitas enzimatik meningkat.
Terbentuknya retakan atau pori-pori di permukaan pati selama perlakuan, memfasilitasi
penetrasi enzim dari permukaan ke bagian dalam granula, dapat menjelaskan hasilnya (de
Oliveira-Serrano & Landi-Franco, 2005).
Gangguan kristal dalam perlakuan HMT umbi dan pati akar dari tipe-B atau tipe-C ke
struktur seperti tipe-A parsial menyebabkan peningkatan pengamatan digestibility (Hoover
& Vasanthan, 1994a). Hal ini juga dapat menjelaskan tingkatan pengukuran kandungan
SDS pada perlakuan terhadap pati ubi jalar (Shin et al., 2005). Perkembangan kristalin baru
di daerah amorf melalui interaksi rantai amilosa atau pembentukan kompleks amilosa-lipid
kristal dapat menyebabkan penurunan kerentanan enzim dengan perlakuan-HMT pati
jagung (Hoover & Manuel, 1996). Peningkatan interaksi antara rantai amilosa atau rantai
amilosa-amilopektin dengan kristalinitas relatif tidak berubah diamati pada HMT tepung
kacang pigeon. Namun, meningkatnya digestibility dapat dihubungkan dengan kemudahan
aksesibilitas amilase pada interior granula (Hoover, Swamidas, & Vasanthan, 1993).
Pembentukan comleks amilosa-lipid di pati barley (annealing) (Lorenz & Kulp, 1984) dan
pada lentil, oat dan gandum (HMT) (Hoover & Vasanthan, 1994a) dapat menyebabkan
modulasi digestibility; ditunjukkan dengan kompleks ini memiliki digestibility in vitro
lebih lambat (Holm et al., 1983). Di sisi lain, amilosa-lipid kompleks mencegah retrogadasi
dan karena itu meningkatkan digestibility pati yang disimpan. Data in vivo menunjukkan
bahwa kompleks amilosa-lipid dihidrolisis dan diserap dalam waktu 120 menit dalam
tingkat yang sama tapi agak lebih lambat daripada pati tak kompleks(Holm et al., 1083).
Dapat disimpulkan bahwa efek perlakuan hidrotermal pada digestibility pati sangat
kompleks dan potensinya untuk menghasilkan SDS tergantung pada sumber botani dan
kondisi perlakuan.

Rekristalisasi pati dan pengaruhnya pada formasi SDS


Gelatinisasi pati kaya amilosa, atau linearisasi amilopektin dengan enzim
debranching, yang diikuti retrogradasi atur, secara luas telah digunakan untuk menentukan
resisten pati (Lehmann, Jacobasch, & Schmiedl, 2002; Sajilata et al., 2006). Beberapa
penulis juga menginvestigasi hidrotermal dan perlakuan enzimatik pati untuk menunjukkan
formasi SDS. Ilustrasi rantai pati terretrogradasi dan susunan material amorf, yang
menentukan formasi SDS, ditampilkan pada gambar 4.

Gambar 4. Struktur gel amilosa sebagai ciri struktural rekristalisasi SDS


(diadaptasi dari Leloup, Colonna, Ring, Roberts, & Wells, 1992).
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

Efek konsentrasi pululanase, waktu hidrolisis dan suhu pendinginan pada SDS
terdiri dari non-waxy dan waxy pati beras telah dilaporkan (Guraya, James, & Champagne,
2001b). Adanya amilosa dan derajat debranching secara kuat mempengaruhi kinetika
hidrolisis pati. Debranching waxy pati dihasilkan pada formasi rantai amilosa pendek,
menyerupai formasi double helix yang teragregasi pada kristal teratur selama pendinginan.
Kristalit tersebut resisten pada pencernaan. Secara kontras, adanya rantai amilosa yang
panjang pada pati beras non-waxy mencegah agregasi dan dihasilkan pada formasi silang
selama pendinginan, mendukung terbentuknya materi tinggi daya cerna. Formasi SDS
paling disukai pati debranching parsial. Pendinginan suhu rendah mendukung tahap
nukleasi pada kristalisasi dan formasi SDS, sedangkan suhu tinggi mendukung tahap
propagasi dan pematangan, menghasilkan materi rendah daya cerna. Penulis
menyimpulkan bahwa hasil fraksi SDS mungkin dihasilkan dari formasi tak-sempurna
kristalit tipe-b dengan densitas rendah, yang lebih mudah dicerna (Guraya et al., 2001b).
Efek waktu pendinginan pada digestibility pati juga telah dilaporkan (Guraya, James, &
Champagne, 2001a). Pengadukan selama pendinginan mencegah atau memperlambat
formasi struktur kristal atau susunan double helix dan menyediakan materi lebih digestible.
Pembekuan pada debranching pati dingin tidak memberi efek terhadap digestibility,
padahal dalam ukuran partikelnya berefek. Maksimum SDS 44 % diperoleh dari waxy
beras pati. Tinjauan yang sama diobservasi untuk waxy pati sorghum masak dengan
cabang isoamilase (Shin et al., 2004). Penulis mengkonfirmasi observasi bahwa hasil fraksi
SDS mungkin mengandung sedikit kristalit utuh dan komponen amorf. Maximum SDS
yang diperoleh sebesar 27%. Teknologi tersebut dipatenkan oleh Shi, Cui, Birkett, dan
thatcher (2003) yang menggunakan pati berisi amilosa sebagai material permulaan. SDS
juga secara efisien ditentukan oleh Hamaker dan Han (2004), menggunakan hidrolisis pati
oleh α-amilase, diikuti kristalisasi parsial dari rantai resultan linier.

Modifikasi lainnya untuk menentukan SDS


Efek modifikasi kimia terhadap kinetik pencernaan waxy yang dimasak, waxy
jenuh, pati biasa dan tinggi amilosa telah dilaporkan oleh Wolf, Bauer, dan Fahey (1999).
Penulis mengobservasi tak ada perubahan signifikan pada digestibility oleh cross-linking,
namun eterifikasi, oksidasi dan dekstrinisasi mengurangi tingkat hidrolisis. Meningkatnya
derajat substitusi menurunkan digestibility pati. Bagaimanapun juga, tingkat kecernaan pati
secara tidak signifikan dimodifikasi.
Lambatnya pembebasan glukosa juga diperoleh berdasarkan formasi jaringan tebal antara
beda panjang ikatan amilosa dan pati (Müller & Innerebner, 2005).
Meningkatkan jumlah relatif ikatan α-1,6 dengan menambah enzim percabangan pada pati
merupakan cara lain untuk menentukan SDS.

Penentuan SDS pada matriks pangan


Pelepasan lambat dan absorpsi glukosa dapat dihasilkan dalam matriks makanan
sesuai dengan kondisi pengolahan dan bahan sekitarnya (Würsch, Del Vedovo, &
Koellreutter, 1986). Dalam produk sereal, tingkat gelatinisation pati, terutama yang
dikendalikan oleh tingkat kelembaban dan waktu pemasakan dan temperatur, berpengaruh
terhadap pembentukan SDS (Englyst et al., 2003). Misalnya, dalam adonan roti, meskipun
formasi resistant starch (RS3) dapat terjadi dalam kandungan air yang tinggi selama
pendinginan, sebagian besar pati tergelatinisasi selama pemasakan dan menginduksi pati
rapid digestibility (Bravo, Englyst, & Hudson, 1998). Pada produk serealia hasil ektrusi
seperti sereal sarapan, selain perlakuan panas, tekanan tinggi dan gaya gesek
menghancurkan struktur granular pati dan meningkatkan gelatinisation secara luas,
sehingga lebih tersedia bagi enzim amilolitik (François Le, 1989). Sebaliknya, dalam
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

produk pasta, jaringan protein padat terbentuk, yang membatasi aksesibilitas α-amilase
untuk pati dan membatasi difusi air ke granula, sehingga berkurang sampai batas tertentu
gelatinisasi pati (Colonna et al., 1990; Englyst et al., 1992). Meskipun dalam pasta,
jaringan gluten itu sendiri bukanlah penghalang total α-amilase untuk akses pati (Fardet et
al., 1998), tercipta jaringan berliku-liku tergelatinisasi dan sebagian granula pati utuh dan
juga dapat berinteraksi dengan-α amilase . Selain itu, kondisi perawatan seperti suhu dan
waktu memasak, memodulasi sifat gizi pati dalam matriks (Quatrucci, Acquistucci,
Bruschi, & Salvatorelli, 1997). Dalam beberapa biskuit dengan kelembaban sangat rendah,
selama perawatan, tingkat gelatinisasi berkurang dan sebagian granula utuh dan pati
tergelatinisasi sedikit. Pengawetan sebagian granula utuh menghasilkan kandungan SDS
yang lebih tinggi dibandingkan sereal sarapan dan produk yang dipanggang (Englyst et al.,
2003). Dari banyak sumber makanan dari tanaman, seperti kacang-kacangan dan
minimallu diproses dalam bentuk sereal, granula pati terjebak dalam dinding sel tanaman
(misalnya biji-bijian), yang menghambat degradasinya (Würsch et al., 1986). Kerusakan
struktur granula, misalnya oleh penggilingan, dapat meningkatkan kerentanan terhadap
degradasi enzimatik.
Manajemen kadar glukosa darah, yang merupakan manfaat utama dari SDS, dapat
dicapai melalui sarana selain pengaruh kerentanan pencernaan pati. Memang, bahan
makanan lain menunjukkan bahwa matriks makanan dapat mempengaruhi metabolisme
glukosa melalui regulasi laju pengosongan lambung, profil hormon usus dan penyerapan
glukosa (Berti, Patrizia, Monti, & Porrini, 2004). Efek ini hanya dapat dipelajari secara in
vivo. Sebagai contoh, adanya protein tampaknya merangsang respon insulin yang lebih
tinggi, yang menghasilkan perangkat adsorpsi glukosa lebih cepat sehingga konsentrasi
glukosa darah postprandial lebih rendah (Berti et al., 2004; Gannon, Nuttall, Neil, &
Westphal, 1998; Juntunen et al., 2002). Lemak (kualitas dan kuantitas) juga dapat
mengurangi postprandial glycemia dengan menunjukkan pengosongan lambung bawah
(Cecil, Francis, & Read, 1999) dan, jika diberikan dalam jumlah yang cukup, merangsang
sekresi insulin (Normand et al., 2001). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa serat
larut dapat mengurangi laju pengosongan lambung dengan meningkatkan viskositas
digestate di bagian atas saluran gastrointestinal (Juntunen et al., 2002). Namun, struktur
serat (misalnya gandum) tampaknya lebih penting untuk mengatur metabolisme glukosa
daripada kuantitas serat (Juntunen et al., 2002). Selain itu, struktur matriks makanan
berupa matriks cair atau padat memiliki dampak penting pada respon fisiologis. Komponen
antinutritive seperti inhibitor α-amilase dalam pati leguminosa dapat menghambat
pencernaan (Tormo, Gil-Exojo, Romero de Tejada, & Campillo, 2004). Di dalam
pengujian in vitro, maltosa dan maltotriose dalam konsentrasi tinggi menunjukkan efek
penghambatan pada α-amilase (Colonna et al., 1992).

Efek Fisiologis slowly digestible starches


Studi terbaru tentang manfaat kesehatan SDS terbatas. Selain itu, kebanyakan studi
tidak membuat perbedaan yang tepat antara fraksi pati. Manfaat kesehatan potensial dari
SDS terkait dengan metabolisme glukosa stabil, manajemen diabetes, kinerja mental, dan
rasa kenyang.

SDS dan respon metabolik


Efek metabolisme karbohidrat, dalam partikel glukosa, terkait dengan tingkat
penyerapan karbohidrat setelah dimakan. Suatu pengukuran umum untuk mengatasi efek
tersebut adalah glysemic indices (GI). Indeks glisemik didefinisikan sebagai area tambahan
di bawah kurva respons glukosa darah setelah diberi dalam jumlah standar karbohidrat dari
uji makanan relatif terhadap makanan kontrol (glukosa atau roti putih) (Ludwig, 2002).
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

Informasi tentang respon glisemik pada tipe-tipe porsi makanan yang berbeda dan beban
total glycemic load (GL). Ini didefinisikan sebagai produk dari GI dan diet karbohidrat
total dalam suatu makanan atau cemilan (Salmeron et al., 1997).
Meskipun ada perdebatan berlangsung pada implikasi klinis GI, ia menawarkan
sebuah alat untuk memilih dan mengklasifikasikan makanan sesuai dengan nasib mereka
selama pencernaan (Ludwig, 2002). Jenkins et al. (2002) menyatakan bahwa diet rendah
GI dihubungkan dengan penurunan resiko diabetes dan penyakit cardivascular. Hubungan
positif ditemukan antara diet GI dan resiko kanker usus besar dan payudara (Jenkins et al.,
2002). Slowly digestible starch mempunyai GI medium ke rendah sehingga mengurangi
kadar glisemik dari produk makanan dibandingkan dengan rapidly digestible starch dengan
GI tinggi (Ells, Seal, Kettlitz, Bal, & Mathers, 2005; Englyst et al., 2003).
Beberapa penelitian meneliti respon fisiologis postprandial dengan konsumsi RDS
dan SDS dalam subjek yang sehat dan penderita diabetes tipe 2 (Ells et al., 2005; Seal et
al., 2003). Secara signifikan perubahan glukosa darah yang lebih besar dan lebih cepat,
perubahan insulin dan konsentrasi nonesterified fatty acids (NEFA) diamati setelah
konsumsi RDS, dibandingkan dengan konsumsi SDS. Pengurangan faktor risiko potensial
sindrom metabolik oleh pertukaran RDS oleh SDS diusulkan (Ells et al., 2005). Pada yang
gemuk, subjek insulin-resistant, Harbis et al. (2004) menunjukkan bahwa asupan glukosa
perlahan-lahan yang tersedia menghasilkan peningkatan profil metabolik, khususnya pada
insulinemia postprandial yang lebih rendah, tingkat rendah peredaran triacylglycerols dan
apolipoproteins B-100 dan B-48 pada lipoprotein kaya triasilgliserol. Juga, cepat lambat
pati dicerna berbeda dalam kemampuannya dalam merangsang sekresi hormon incretin
usus. Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) and glucose-dependent insulinotropic polypeptide
(GIP) meningkat pada fase postprandial akhir (180-300 menit) setelah konsumsi SDS. Hal
ini bisa menunjukkan efek SDS yang menguntungkan di fase postprandial lambat,
misalnya berkaitan dengan homeostasis glukosa dan penyimpanan energi (Wachters-
Hagedoorn et al., 2006).

SDS dan diabetes


Salah satu tujuan dalam manajemen diabetes adalah untuk mengurangi
hiperglikemia terkait manajemen makan. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
pengurangan puncak glukosa postprandial, penurunan tahap hipoglikemia, peningkatan
respon lipid, konsentrasi glikosilat hemoglobin dan fruktosamin lebih rendah dan insulin
yang sangat sensitif, merupakanmanfaat dari manajemen diabetes (Wolever, 2003).
Pemberian slowly digestible starch menunjukkan respon metabolik bermanfaat untuk
kondisi ini dan direkomendasikan sebagai pencegahan dan manajemen diabetes (Axelsen
et al., 1999; Ells et al., 2005; Seal et al., 2003). Hal ini menunjukkan bahwa makanan yang
mengandung SDS saat sarapan meningkatkan metabolisme karbohidrat dan menurunkan
kebutuhan insulin-diperlakukan pada pasien diabetes tipe 2 (Golay, Koellreutrer, Bloise,
Assal, & Würsch, 1992). Saat ini, karena kurangnya sumber yang sesuai, pati jagung
mentah sebagai sumber SDS direkomendasikan untuk pasien yang menderita diabetes. Hal
ini dapat meningkatkan respon glisemik pada makanan berikutnya dan mencegah
hipoglikemia malam pada penderita diabetes dengan terapi insulin (Axelsen et al., 1999).
SDS dan kinerja mental
Glukosa adalah bahan bakar utama bagi otak. Hal ini menunjukkan bahwa kadar
gula darah dapat mempengaruhi kinerja mental, terutama untuk tugas-tugas yang lebih
tinggi seperti memori dan tahap kemudian upaya memori panjang (Benton & Nabb,
2003a).
Studi tentang minuman glukosa dibandingkan dengan minuman plasebo sering
menunjukkan pengaruh glukosa yang positif terhadap kesadaran (Korol & Gold, 1998),
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

efek dari makanan kurang konsisten dalam mengevaluasi dampak spesifik macronutrients
terhadap kinerja. Sejumlah data terbatas yang tersedia tentang dampak tingkat penyerapan
karbohidrat pada kinerja kognitif. Sarapan tinggi SDC meniadakan penurunan kinerja dari
pagi dibandingkan dengan karbohidrat yang tersedia dengan cepat. Efek positif
ditunjukkan dengan 7,9 g SDS pada sukarelawan sehat (Benton et al., 2003b). Sebaliknya,
penulis lain tidak bisa mengamati efek yang kuat pada kadar glukosa darah dalam keadaan
sadar sebagai tanggapan terhadap sumber karbohidrat seperti glukosa, bubur kentang atau
gandum, tingkatnya berbeda dalam penyerapan dan respon glukosa darah (Kaplan,
Greenwood, Winocur, & Wolever, 2000). Mereka menyarankan bahwa toleransi glukosa
individu dan fungsi sel beta mungkin faktor penentu tambahan dari efek glukosa pada
kesadaran (Kaplan et al., 2000).
Studi lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki dosis minimal manjur untuk efek-
efek ini sebagai mekanisme yang mendasarinya. Respon metabolik seperti insulin dan
tingkat neurotransmiter memainkan peran penting dalam efek yang diamati (Benton &
Nabb, 2003a).

SDS dan rasa kenyang (satiety)


Konsep bahwa tingkat glukosa darah berasal dari konsumsi karbohidrat adalah
regulator pusat satiety didasarkan pada teori glucostatic regulasi asupan makanan (Mayer,
1953). Teori ini menyatakan bahwa konsentrasi glukosa darah yang rendah memicu
timbulnya rasa ingin makan dan tingkat glukosa darah yang tinggi sinyal satiety.
Campfield dan Smith (2003) meninjau pengetahuan terkini tentang mekanisme regulasi
kompleks antara dinamika glukosa darah dan inisiasi makanan, untuk mendukung fakta
bahwa penurunan glukosa darah mendukung rasa lapar. Additionally, a stable and low
insulin response after meal intake seems to be important for satiety regulation. This would
support the hypothesis of beneficial effects od SDS on satiety. However, studies showing a
positive effect of SDS on satiety are limited. Selain itu, respon insulin yang rendah dan
stabil setelah asupan makanan tampaknya menjadi penting pada regulasi satiety. Hal ini
akan mendukung hipotesis efek menguntungkan dari SDS terhadap satiety. Namun,
penelitian yang menunjukkan efek positif SDS pada satiety terbatas. Leathwood dan Pollet
(1998) melaporkan lapar kembali yang tertunda setelah asupan 25-40 g karbohidrat slow
release dalam bentuk kacang dibandingkan dengan sup kentang yang cepat dicerna.
Dapat disimpulkan bahwa SDS dapat memiliki dampak terhadap pengaruh satiety
pada faktor-faktor seperti glukosa darah postprandial dan tingkat insulin dan respon
metabolik yang dihasilkan. Hal ini juga dapat mempengaruhi viskositas dalam saluran
pencernaan. Namun, satiety juga dipengaruhi oleh mekanisme lebih lanjut seperti efek
pada pengosongan lambung, hormon usus, kontak dengan usus kecil, karakteristik
penyerapan dan konsumsi makanan.

Kesimpulan
Slowly digestible starch adalah fraksi pati dengan lambat tapi terhidrolisis
seluruhnya dalam usus kecil. Keuntungan fisiologisnya dibedakan menjadi rapidly
digestible starch terletak di molekulnya sebagai sumber sustained glukosa dan
menstabilkan efek pada kadar gula darah, sehingga membedakan profil hormonal dan
metabolik. Manfaat dari kondisi ini dapat dihubungkan dengan menagement diabetes dan
efek pada satiety / asupan makanan dan kinerja mental. Studi lebih lanjut diperlukan untuk
memverifikasi manfaat dan dosis minimal untuk menentukan hubungan manfaatnya.
Ada beberapa alasan untuk pencernaan lebih lambat dari pati tertentu termasuk
struktur spesifik dan interaksi dari beberapa faktor. Fitur struktural SDS adalah campuran
optimal bahan amorf dan semicrystalline. Pada kebanyakan kasus, kristalit tipe-A
Trends in food science and technology 18 (2007) 346-355

mendukung pola pencernaan lebih lambat daripada struktur tipe-B. Di antara pati granular,
jagung, dan waxy jagung, sorgum, dan kacang memberikan jumlah yang tinggi SDS,
karena saling mempengaruhi ukuran granul yang optimal, channelisation dan interaksi
dengan protein atau bahan sekitar lainnya, yang menghambat pencernaan efektif.
Selanjutnya, kandungan amilopektin tinggi seperti waxy pati atau jumlah percabangan
yang mendukung pencernaan lambat. Untuk mempertahankan sifat pencernaan lambat pati
asli, struktur granular harus dilindungi dalam matriks pangan, karena dapat hilang dengan
gelatinisasi. Perlakuan hidrotermal dapat meningkatkan jumlah SDS, tergantung pada
sumber botani dan kondisi perawatannya. Sejauh ini, hidrolisis pati dikendalikan terutama
diikuti oleh retrogradation diterapkan untuk mendapatkan SDS.
Produk makanan kaya SDS dapat disampaikan dengan dua cara yang berbeda: baik
dengan menggunakan bahan SDS dan memastikan retensi sifatnya di dalam matriks
makanan ataupun dengan generasi SDS selama proses produksi. Karena struktur SDS
umumnya stabilitas termalnya rendah, penggunaannya dalam industri makanan dibatasi.
Namun, komponen dalam matriks makanan seperti protein atau serat dapat digunakan
untuk melindungi struktur SDS atau untuk membentuk penghalang hidrolisis efektif.
Tantangan bagi industri makanan adalah untuk memberikan produk makanan yang
mendukung kesehatan dengan produk dengan profil pencernaan yang sesuai baik yang
cepat ataupun yang lambat supply energi atau sumber serat diet dan untuk untuk mengatasi
isu stabilitas saat ini atau masalah organoleptik.
Acknowledgment
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Simon Livings, Baltasar Vallès-Pàmies, Jason
Chou, Robert J. Redgwell and Pierre Würshc atas tinjauan naskah dan komentar yang
bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai