Anda di halaman 1dari 18

TUGAS TEKNOLOGI PANGAN HALAL

Analisis Critical Halal Point pada Pembuatan Sosis Sapi

Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah


Teknologi Pangan Halal

OLEH:

Nama dan NPM : 1. M.Ikhsan Prawira (240120180001)


2. Elisa D. Astriani (240120180006)
3. Sandra Ayu Cantika (240120180505)
4. Ana Nadiya AF (240120180506)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI AGROINDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kasih

sayang dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah. Adapun judul dari

Makalah ini adalah “Analisis Critical Halal Point pada Pembuatan Sosis Sapi”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas Matakuliah Teknologi Pangan

Halal Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun,

penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkannya.

Jatinangor, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
I. PENDAHULUAN........................................................................................5
1.1 Latar Belakang 5

1.2 Tujuan 6

II. PEMBAHASAN..........................................................................................7
2.1 Sosis Sapi 7

2.2 Bahan Baku 7

2.3 Daging 8

2.4 Lemak 9

2.5 Garam 10

2.6 Bahan Pengisi dan Bahan Pengikat 10

2.7 Es batu 11

2.8 Bumbu-bumbu 11

2.9 Selongsong Sosis (Casing) 11

2.10 Sifat Mikrobiologis Sosis 12

2.11 Total Plate Count (total mikroba) 12

2.12 Bakteri Asam Laktat 13

2.13 Mold(kapang) 13

2.14 Proses Pembuatan Sosis Sapi 14

2.15 Analisis Resiko Halal Pada Pembuatan Sosis Sapi 17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan atau minuman yang


dijamin kehalalannya cukup tinggi. Untuk itu, pemerintah Indonesia
berkewajiban melindungi masyarakat akan konsumsi makanan yang halal.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UU 1945) memberikan
dasar-dasar konstitusional bagi seluruh warga negara Indonesia dalam menjalani
kehidupan. Dalam menjalankan kehidupan, setiap orang tidak dapat melepaskan
diri dari pengaruh dengan Tuhannya sebagaimana dijumpai secara maknawi
dalam norma filosofi negara, yaitu Pancasila. Setiap warga negara Republik
Indonesia dijamin hak konstitusional oleh UUD 1945 sperti hak asasi manusia,
hak beragama dan beribadat, hak mendapatkan perlindungan hukum dan
persamaan hak dan kedudukan dalam hukum, serta hak untuk memperoleh
kehidupan yang layak termasuk hak untuk mengkonsumsi pangan dan
mengunakan produk lainnya yang dapat menjamin kualitas hidup.
Pemerintahun telah mengatur mengenai hal ini dalam aturan yang telah
berlaku, yakni UU No. 7 Tahun 1998 tentang pangan, UU No. 6 Tahun 1967
tentang ketentuan-ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan dan UU No.
8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pada ayat 1 UU No. 7 tahun 1998
tentang pangan disebutkan setiap orang memproduksi atau memasukkan ke
dalam wilayah Indonesia makanan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label pada kemasan barang yang akan di perdagangkan. Pada ayat
2 disebutkan label, sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 memuat sekurang-
kurangnya keterangan mengenai: a. Nama Produk, b. Daftar bahan yang
digunakan, c. Berat bersih atau isi bersih, d. Nama dan alamat pihak yang
memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, e.
Keterangan tentang halal, f. Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa.
Disamping itu, di dalam al-Qur’an juga yang merupakan pedoman umat
Islam, Allah telah memberikan rambu-rambu yang jelas tentang perintah
makanan. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 168 serta di
dalam surat al-Maidah ayat 88.

2
Karena kebanyakan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam
masalah makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia biologik dan produk
rekayasa genetik yang terjamin kehalalannya menurut syari’at merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari ibadah. Berbagai peraturan perundang-undangan yang
ada mengenai kehalalan produk terutama menyangkut bahan, produk dan proses,
serta pengawasannya belum diatur secara komprehensip. Oleh karena itu,
keberadaan undang-undang tentang jaminan produk halal sangat penting dan
akan memberikan ketentraman batin dalam mengkonsumsi produk yang sesuai
dengan ketentuan syari’at Islam.
Di Indonesia, makanan begitu melimpah dan bervariasi jenisnya termasuk
jenis produk sosis sapi. Hasil olahan daging seperti sosis susah untuk dibedakan
apakah itu daging yang halal atau haram. Konsumen harus waspada dan mawas
diri terhadap makanan siap saji karena beberapa ahli kesehatan berpendapat
bahwa makanan bahwasanya mengandung berbagai pengawet dan beragam jenis
yang sangat bahaya dalam tubuh.
Pada mulanya sosis lebih banyak dikenal di Barat, itu sebabnya masih
banyak nama-nama sosis tersebut yang masih memiliki nama Barat, akan tetapi
sekarang sosis sudah dikenal dimana-mana termasuk di Indonesia. Banyak
produk makanan dan resep masakan Indonesia yang menggunakan sosis, dari
mulai roti isi sosis, tumis mengandung potongan sosis, sop mengandung
potongan sosis, dll. Rasa yang enak dan tekstur sosis yang empuk menjadikan
sosis termasuk makanan yang disukai oleh berbagai kalangan.
Bagi seorang muslim yang mengetahui cara pembuatan sosis yang tidak
pernah terlepas dari penggunaan unsur dari babi baik itu dagingnya, lemaknya,
darahnya, hatinya, dll membuat konsumen waspada. Namun, untungnya sudah
banyak sosis yang dibuat didalam negeri dan telah mendapatkan sertifikat halal
sehingga kita tidak perlu ragu mengkonsumsi sosis yang telah mendapatkan
sertifikat halal ini.
Walaupun demikian, perlu diketahui juga bagaimana cara membuat sosis
dan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya, hal ini agar kita bisa
menyikapi sosis secara tepat sehingga kita bisa terhindar dari mengkonsumsi

3
makanan yang haram sehingga penting diketahui titik kritis kehalalan produk
sosis sapi ini.

I.2 Tujuan

Mengetahui titik kritis kehalalan produk pangan hewani jenis sosis sapi.

4
II. PEMBAHASAN

II.1 Sosis Sapi

MenurutSNI 01-3820-1995, sosis merupakan produk makanan yang


diperoleh dari campuran daging halus (mengadung daging tidak kurang dari 75%)
dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan
tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis.
Ditambahkan oleh Marchello and Robinson (1998) sosis adalah gilingan atau
cacahan daging yang dicampur dengan bahan lainnya dan dimasukkan ke dalam
casing. Salah satu kriteria mutu sosis yang penting dilihat dari kandungan gizinya,
yaitu terdiri atas kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Syarat mutu sosis
daging menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Syarat mutu sosis daging (SNI 01-3820-1995)

II.2 Bahan Baku

Bahan baku pembuatan sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama terdiri dari daging, minyak, es dan garam. Bahan
tambahan terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu dan bahan
makanan lain yang diizinkan (Ridwanto, 2003). Bahan pendukung yang digunakan
untuk pembuatan sosis diantaranya minyak, garam dapur (NaCl), bahan pengisi
(tepung tapioka), bahan pengikat (susu skim), es batu, bumbu (bawang putih,
merica, pala dan gula pasir), selongsong (casing) dan kultur starter Lactobacillus

7
plantarum. Penambahan bahan pada sosis daging kerbau juga berdasarkan hasil
penelitian terdahulu mengenai bahan sosis fermentasi daging sapi yang dilakukan
oleh Arief (2000) yang disajikan pada Tabel 2.2.

II.3 Daging

Daging menurut SNI 01-0366-2000 adalah urat daging yang melekat pada
kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal
dari hewan sehat pada saat dipotong (BadanStandardisasiNasional, 2000). Definisi
daging secara umum adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005).
Karkas kerbau adalah tubuh kerbau sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah
membujur sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan
tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin kerbau jantan atau ambing
kerbau betina yang telah melahirkan dipisahkan dengan ekor (SNI 01- 3933 –
1995). Nilai gizi daging kerbau relatif sama dengan daging sapi, perbedaan
mencolok antara daging kerbau dengan daging sapi, antara lain warna daging
kerbau merah gelap, sedangkan daging sapi merah segar, serat daging kerbau
lebih kasar dan daging sapi lebih halus, daging kerbau mengandung kadar protein
lebih tinggi dan kadar air rendah sedangkan daging sapi kadar proteinnya rendah
dan mengandung kadar air tinggi dan lemak daging kebau berwarna kuning

8
sedangkan lemak daging sapi berwarna putih agak kuning (Murtidjo, 1991).
Soeparno (2005) menambahkan kualitas daging dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu faktor sebelum pemotongan dan setelah pemotongan. Faktor sebelum
pemotongan meliputi genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur
pakan dan zat aditif, sedangkan factor setelah pemotongan meliputi metode
pelayuan, pemasakan, tingkat keasaman daging dan lainlain. Komposisi kimia
daging terdiri dari air 75%, protein 19%, lemak 2.5%, dan substansi bukan protein
terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat, garam organik, substansi nitrogen
terlarut, mineral, dan vitamin (Lawrie, 1995). Hasbullah (2005) menambahkan
komposisi zat
gizi daging kerbau terlihat pada Tabel 2.3.

Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging yang
kurang nilai ekonomisnya, namun harus daging yang masih segar dan tidak
banyak mengandung mikroba misalnya daging skeletal, daging leher, daging
rusuk, daging dada serta daging tetelan (Soeparno, 2005). Daging yang digunakan
untuk pembuatan sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH
sekitar 6,2-6,8 karena pH tersebut protein daging masih belum terlalu banyak
yang terdenaturasi sehingga daya mengikatnya airnya masih bagus (Xiong and
Mikel, 2001).

II.4 Lemak

Sosis pada umumnya mengandung lemak tinggi sekitar 5% dari bahan kering.
Beberapa produk sosis fermentasi lainnya mempunyai kandungan lemak yang
rendah yaitu sekitar 5%. Lemak dengan kandungan asam lemak poli-tidak jenuh

9
dianjurkan karena lemak dengan kandungan asam lemak tidak jenuhnya dapat
mengakibatkan terjadi oksidasi warna sehingga lemak yang mencair
menyebabkan permukaan produk keruh. Akibat lain yang ditimbulkan dari
penggunaan asam lemak tidak jenuh adalah timbulnya bau tengik (Xiong and
Mikel, 2001). Menurut Dewan Standar Nasional dalam SNI 01-3820-1995
kandungan lemak sosis maksimal 25%.

II.5 Garam

Garam memiliki tiga fungsi penting, yaitu meningkatkan cita rasa produk,
pengekstraksi protein dan pengawet. Selain memperbaiki tekstur dan sebagai
pengawet pada produk, menurut Nakai and Modler (2000) garam dalam
pembuatan sosis berfungsi; 1) mengekstraksi protein miofibril dari serabut daging
selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk, 3) memberikan citarasa asin
pada produk dan 4) sebagai antimikroba. Menurut Xiong and Mikel (2001),
umumnya sosis komersial mengandung 1,5-2,5% garam yang ditambahkan.
Garam yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah sodium klorida yang
berfungsi melarutkan dan ekstraksi protein myofibrilar untuk membentuk suatu
ikatan selama pemasakan.

II.6 Bahan Pengisi dan Bahan Pengikat

Pembuatan sosis memerlukan bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan


pengisi bertujuan untuk membentuk tekstur yang padat dan kompak, menstabilkan
emulsi, mengikat air dan memperbaiki sifat adonan.Penambahan bahan pengisi
juga dapat menambah volume bahan sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
Salah satu bahan pengisi yang sering digunakan dalam pengolahan daging adalah
tepung tapioka. Tapioka merupakan sumber karbohidrat yang cukup tinggi dengan
kandungan karbohidrat 86,9 g dalam 100 g bahan.
Bahan pengikat adalah bahan bukan daging yang dapat mengemulsi lemak
dan meningkatkan kapasitas mengikat air. Air dan lemak akan terikat oleh protein
untuk membentuk suatu emulsi. Bahan pengikat yang umum digunakan salah
satunya adalah susu skim dan Isolate Soy Protein (ISP). Susu skim berfungsi

10
sebagai bahan pengisi yang mampu mengikat air pada produk pangan. Selain itu
dapat meningkatkan kapasitas emulsifikasi dan stabilitas emulsi.

II.7 Es batu

Fungsi pemakaian es batu pada produk pengolahan daging bertujuan untuk


menurunkan suhu selama proses cuttering (pencacahan), memperbaiki sifat
fluiditas emulsi sehingga mudah diisi ke dalam selongsong dan mempengaruhi
tekstur pada produk akhir (Hui et al.,2001).Jumlah air yang umum ditambahkan
dalam pembuatan sosis adalah 20-30% dari berat daging dan umumnya air yang
ditambahkan dalam bentuk es (Aberle et al., 2001).

II.8 Bumbu-bumbu

Hui et al.(2001) mengemukakan bahwa bumbu adalah bahan tambahan pangan


yang dihasilkan dari tumbuhan untuk memberikan aroma pada produk tersebut.
Selain itu, bumbu juga mempunyai pengaruh pengawetan terhadap produk daging
olahan karena pada umumnya bumbu mengandung zat yang bersifat bakteristatik
dan antioksidan (Soeparno, 2005). Bumbu atau rempah-rempah yang digunakan
dalam pembuatan sosis probiotik adalah bawang putih, merica, jahe, pala, dan
gula pasir.

II.9 Selongsong Sosis (Casing)

Selongsong atau casing untuk sosis ada dua tipe, yaitu selongsong alami
dan selongsong buatan. Selongsong alami terutama berasal dari saluran
pencernaan ternak, misalnya sapi, babi, domba atau kambing. Selongsong sapi
dapat berasal dari esofagus, usus kecil, usus besar bagian tengah, caecum dan
kandung kencing. Selongsong ternak babi dapat diproses dari bagian usus kecil,
usus besar bagian terminal (caecum atau bung), kandung kencing dan lambung.
Selongsong domba dan kambing umumnya berasal dari usus kecil (Soeparno,
2005). Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme,
sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami. Selongsong yang
digarami kira-kira mengandung 40% garam, dan sebelum digunakan harus dicucii

11
dengan air dingin (Soeparno, 2005). Selongsong buatan memiliki keunggulan
diantaranyaadalah penyimpanan dan pengisiannya yang mudah, dapat disimpan
pada suhu tinggi atau suhu kamar tanpa mengalami kerusakan, tahan lama,
diameter bervariasi, bentuknya serangam dan kemungkinan kontaminasi yang
rendah. Casingsosis yang terbuat dari kolagen memiliki sifat mudah mengkerut,
tembus air dan udara serta tetap menempel pada bahan (Soeparno, 2005).
Casingdalam pembuatan sosis probiotik bertujuan untuk membentuk dan menjaga
stabilitas sosis serta melindungi dari kerusakan kimia seperti oksidasi, mikroba,
atau kerusakan fisik seperti kekeringan.

II.10 Sifat Mikrobiologis Sosis

Mikroorganisme dalam daging dapat berupa bakteri, khamir dan kapang (yeast).
Aktivitas mikroorganisme dalam daging dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan
faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi suhu, kelembaban relatif, oksigen dan
kondisi fisik daging. Sedangkan faktor intrinsik meliputi nutrisi, air, pH, potensi
oksidasi-reduksi, kebutuhan nutrisi dan substansi penghambat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi fermentasi daging adalah faktor endogen dan eksogen. Faktor
endogen yaitu faktor yang mempengaruhi proses fermentasi yang berasal dari
dalam bahan, sedangkan faktor eksogen merupakan faktor yang mempengaruhi
fermentasi yang berasal dari luar bahan dan/atau lingkungan. Contoh faktor
endogen adalah dari bahan dasar yaitu daging, bahan aditif, dan mikrobia. Faktor
eksogen yaitu suhu, kelembaban (RH), pengeringan, pergerakan udara, kandungan
oksigen, dan durasi fermentasi (McLoughlin and Champagne, 1994 dalam
Pramono dkk., 2009).

II.11 Total Plate Count (total mikroba)

Metode kuantitatif (enumerasi) digunakanuntuk mengetahui jumlah mikrobayang


ada pada suatu sampel, umumnya dikenalTotal Plate Count (TPC). Uji TPC ini
menggunakan mediapadat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati
secaravisualdan dihitung, interpretasi hasil berupa angka dalam koloni(cfu) per

12
ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara
tetes dan cara sebar (Sudian, 2008).

II.12 Bakteri Asam Laktat

Menurut Oewehand (1998), peranan bakteri asam laktat dalam fermentasi daging
diduga merupakan gabungan antara produk asam laktat yang dihasilkan
(menurunkan pH), dengan produk metabolit lainnya, antara lain: asam asetat,
hidrogen peroksida, asetaldehide, dan bakteriosin. Produk itu dapat menghambat
bakteri patogen dan pembusuk. Demikian juga bakteri asam laktat dapat
menghambat pertumbuhan bakteri penghasil komponen bioamin. Komponen
bioamin ini dapat menimbulkan alergi bagi yang mengkonsumsinya serta cukup
berbahaya untuk orang yang mempunyai potensi pertumbuhan sel kanker karena
dapat mempercepat stimulant pertumbuhan dalam tubuh (Kalae, 2006). BAL
menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme
gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut akan
menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa
asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme
lainnya. Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu
organisme-organisme yang bersifat homofermentative dan heterofermentative.
Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari
metabolisme gula, sedangkan jenis-jenis heterofermentatif menghasilkan
karbondioksida dan sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan ester
disamping asam laktat (Suprihatin, 2010). Bakteri yang termasuk kelompok BAL
adalahAerococcus, Allococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus,
Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan
Vagococcus(Ali dan Radu, 1998).

II.13 Mold(kapang)

Kapang adalah organisme eukariotik yang tumbuh dengan cara perpanjangan hifa.
Hifa yang terbentuk kadang-kadang bersifat multinukleat dengan diameter 2 – 10
μm. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25 – 30

13
oC tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35 – 37oC atau lebih tinggi.
Pertumbuhan dengan cara perpanjangan hifa juga terjadi pada beberapa khamir
aerobik dan bakteri yang tergolong Actinomycetes seperti Actinomyces,
Streptomyces, dan Nocardia (Suprihatin, 2010).

II.14 Proses Pembuatan Sosis Sapi

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Sosis Sapi

14
Berikut ini merupakan proses pengolahan sosis sapi:
1. Bahan Baku Daging Sapi
2. Thawing

Thowing merupakan proses pelayuan bahan baku, bahan baku disini


menggunakan daging sapi, bilang daging tersebut beku maka harus melalui
proses thowing
3. Cutting

Cutting adalah proses pemotongan bahan menjadi lebih kecil, daging sapi
harus di perkecil ukurannya untuk memudahkan proses pengolahan bahan
baku.
4. Trimming

Trimming adalah proses pemotongan dengan menghilangkan bahan bagian


yang tidak diinginkan, misalkan memisahkan daging dari tulang.
5. Grinding

Grinding adalah pemotongan bahan baku daging menjadi bagian kecil atau
menjadi lebih halus untuk mempermudah proses pencampuran bahan bahan
yang akan di mixing.
6. Curring

Curing adalah proses penambahan bahan baku kombinasi seperti garam, bahan
pengawet dan sebagainya
7. Cutting dan Mixing

Mixing adalah proses pencampuran bahan bahan yang akan digunakan atau
diproses
8. Penambahan es, emulsifier, emulsi, dan pewarna
9. Pemasukan bumbu
10.Pencetakan pasta sosis sapi
11.Pemvacuman

Vacuum adalah proses menghilangkan udara dalam suatu bahan ketika


dikemas
12.Stuffing (Selongsong Sosis)

Stuffing merupakan hasil proses berupa pasta yang akan dimasukan kedalam
selongsong

15
13.packing
14.Pengeringan, pengasapan, dan pemasakan
15.Cooling

16. Cooling merupakan proses pendinginan dengan menggunakan suhu 0-5oC


17.Pengemasan dan pemvacuman

Pengemasan adalah proses pembungkusan bahan bahan yang sudah untuk


proses penyimpanan sehingga memperpanjang masa penyimpanan
18.Penyimpanan
19.Disribusi

16
II.15 Analisis Resiko Halal Pada Pembuatan Sosis Sapi

Tabel 1. Analisis Resiko Halal Pada Pembuatan Sosis Sapi

17
17

Anda mungkin juga menyukai