Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

Pengolahan dan Pegawetan Produk Serealia


(Pembuatan Roti Manis)

Dhyah Citra Kinanthi


Idelia Sanjaya
Rakhmat Dharma Gempita

Tanggal Praktikum : 31 Maret 2015


Tanggal Pengumpulan : 7 April 2015

Program Studi Nutrition and Food Technology


Fakultas Life Science
Surya University
Tangerang
2014

Abstrak

Telah dilakukan percobaan untuk mengolah produk srealia yang dalam hal ini digunakan
gandum untuk membuat roti manis. Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung terigu, ragi,
gula, garam, susu skim, mentega, air, dan kuning telur. Tahapan-tahapan dalam proses
pembuatan roti adalah pencampuran, fermentasi, penyeragaman bentuk, pemberian isi, proofing,
pemanggangan, pendinginan, dan pengemasan. Volume adonan diamati dimulai dari awal
adonan sebelum proofing, setelah proofing, dan setelah dipanggang. Hasilnya menunjukkan
volume yang terus naik, yaitu 48 mL, 75 mL, dan 100 mL. Massa adonan juga diamati saat
sebelum dipanggang dan sesudah dipanggang. Volume adonan roti menurun dari 40 gram
menjadi 37 gram. Kenaikan volume adonan diakibatkan adanya gas hasil fermentasi yang
membuat adonan semakin mengembang. Massa yang berkurang pada saat pemanggangan
disebabkan oleh adanya penguapan air pada adonan roti.

Kata Kunci : Roti manis, tepung terigu, ragi, fermentasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Produk olahan serelia yang paling umum di konsumsi oleh masyarakat
Indonesia adalah Roti. Roti menurut jenisnya dibagi menjadi 3 yaitu roti yang
dikukus, dipaggang dan digoreng. Saat ini, kita bisa menemukan berbagai jenis
roti di pasaran seperti misalnya roti manis, roti tawar, peeta bread, baquette
sebagai bagian dari jenis roti yang di panggang dengan berbagai macam merek
komersil. Masing-masing pembuat roti mempunyai komposisi yang berbeda-beda
untuk membuat roti dengan cita rasa yang diinginkan. Namun dalam membuat
roti jenis apapun komponen utama yang selalu harus ada adalah tepung terigu.
Tepung terigu merupakan salah satu komponen penentu suatu keberhasilan
pembuatan roti.
Pembuatan roti yang sudah umum dilakukan oleh siapa saja, tidak seratus
persen menjamin bahwa orang tersebut memahami dengan benar prinsip
pengolahan pangan yang terjadi. Bahkan mereka terkadang tidak mengetahui
proses apa yang sebenarnya terjadi dalam pengolahan pangan serelia. Padahal
sebenarnya dalam pengolahan serelia juga melibatkan proses fermentasi oleh
khamir. Selain itu perbedaan jenis tepung berprotein yang digunakan juga akan
mempengaruhi tekstur dari roti.
Pada praktikum ini jenis roti yang akan dibuat adalah roti manis karena
merupakan salah satu jenis roti yang mudah dibuat. Dengan adanya praktikum ini
diharapkan lebih banyak orang lagi yang dapat mengetahui dengan detail prosesproses yang terjadi selama pembuatan roti dan juga ingin mengetahui roti dengan
jenis tepung berprotein apa yang memiliki tektur paling baik. Standard penilaian
roti yang dilakukan hanya dengan menggunakan ekspansi volume dan
pengukuran massa saja, karena tidak ada uji sensori.
B. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan prosedur dalam pengawetan dan pengolahan
bahan pangan nabati di dalam praktek komersial berdasarkan kategori
pangan
Mahasiswa dapat melakukan prosedur dalam pengawetan dan pengolahan
produk serealia yang diaplikasikan dalam pembuatan roti manis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Roti
Roti adalah suatu produk makanan yang merupakan hasil dari fermentasi
tepung terigu dengan ragi, maupun bahan pengembang lainnya yang pada
proses pembuatannya melalui berbagai macam tahapan-tahapan. Bahan yang
digunakan dan proses yang dilakukan pada adonan roti akan menentukan
kualitas dan tekstur dari roti itu sendiri. Dalam pembuatannya, roti melewati
tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan.
Berdasarkan cara pengolahannya, roti dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu roti
yang dikukus, seperti bakpao dan mantao; roti yang dipanggang, seperti roti
tawar, roti manis, pita bread, dan baquette; dan roti yang digoreng, seperti
donat dan panada (Sufi,1999).
B. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil pengolahan biji gandum. Tepung terigu
merupakan bahan baku utama dari pembuatan roti. Di dalam tepung terigu
terkandung protein yang bila dicampur dengan air akan menghasilkan glutein.
Glutein ini membuat roti dapat mengembang, karena jaringan sel-selnya
cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak
mengempis kembali (Sufi,1999). Tepung terigu yang dijual dipasaran terdiri
atas tiga jenis, yaitu terigu protein tinggi, terigu protein sedang, dan terigu
protein rendah. Kadar protein ini akan berpengaruh pada tekstur roti. Untuk
membuat roti, tepung terigu dapat diganti dengan tepung jagung maupun
tepung singkong.
C. Air
Air memiliki peran yang cukup penting pada pembuatan roti, Karena tanpa
adanya air, gluten tidak dapat terbentuk. Selain berfungsi dalam terbentuknya
gluten, air berguna sebagai pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Air juga
digunakan untuk melarutkan garam, penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan
tepung, dan memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto, 2004).
Menurut Astawan (2006), air yang digunakan untuk pembuatan roti harus
memenuhi persyaratan sebagai air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa. Air yang baik digunakan untuk pembuatan roti adalah ait
dengan pH antara 6-9. Absorbsi air akan meningkat seiring dengan
meningkatnya pH, maka semakin tinggi pH air, roti yang dihasilkan akan
semakin baik.

D. Garam
Garam memiliki beberapa peranan dalam pembuatan roti. Pemberian garam
pada konsentrasi sekiar 2% - 5% yang dikombinaskan pada suhu rendah,
dapat mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik (Supardi, 1999). Selain
dapat mencegah pertumbuhan mikroba, garam juga berfungsi untuk member
rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, pengontrol waktu
fermentasi dari adonan, dan penamba kekuatan glutein. Garam yang baik
digunakan untuk membuat roti adalah garam yang 100% larut dalam air,
jernih, bebas dari gumpalan-gumoalan, dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto,
2004).
E. Gula
Gula ditambahkan pada roti untuk memberi makan ragi, memberi rasa
(khususnya rasa manis), mengatur fermentasi, memperpanjang umur roti,
menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi lebih empuk, dan
member warna cokelat yang menarik pada roti (Mudjajanto, 2004). Tugas
utama gula dalam pembuatan roti adalah sebagai sumber energy bagi ragi
untuk melakukan fermentasi. Peningkatan jumlah gula dalam adonan harus
diimbangi dengan penambahan jumlah ragi, agar proses fermentasi tidak
terganggu.
F. Ragi
Ragi dibutuhkan dalam proses pembuatan roti untuk membuat adonan roti
mengembang. Biasanya, ragi yang digunakan untuk roti adalah
Saccharomyces cerevisiae. Ragi akan bekerja pada kondisi air dan adanya
makanan (gula) yang cukup. Gula akan diubah menjadi gas karbondioksida
dan senyawa beraroma. Syarat-syarat yang dibuhkan agar aktivitas ragi dapat
optimal adalah adanya keseimbangan gula, garam, terigu dan air. Karena
mikroba ini bersifat aerob, maka diperlukan suhu yang cukup, pH sekitar 2,0
4,5 dan suhu pengeolahan sekitar 30 C (Mudjajanto, 2004).
G. Shortening
Shortening adalah lemak padat yang memiliki sifat plastis dan kestabilan
tertentu. Shortening diperoleh dengan mencampurkan minimal dua lemak,
atau dapat juga dilakukan hidrogenase. Menurut mudjajanto (2004), lemak
membantu pengembangan susunan fisik roti, mengempukkan, memberikan
rasa lezat, seta bergizi.

H. Susu
Pada pembuatan roti, penambahan susu lebih banyak ditambahkan pada
pengguaan tepung jenis lunak dan berprotein rendah. Bahan padat bukan
lemak pada susu dapat menjadi penyegar protein tepung sehingga volume roti
bertambah (Mudjajanto, 2004).
I. Telur
Peranan utama telur dalam pengolahan bahan pangan pada umumnya adalah
memungkinkan untuk terjadinya koagulasi, pembentukan gel, emulsi, dan
pembentukan struktur (Winarno, 1993). Untuk membuat roti yang lunak,
digunakan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur mengandung banyak
lesitin (emulsifier). Akan tetapi jika ingin membuat roti lebih creamy,
digunakan putih telur. Karena putih telur mengandung daya creaming yang
lebih baik dibandingkan dengan kuning telur (Mudjajanto, 2004).

BAB III
METODE KERJA

A. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
Gelas Ukur
Timbangan
Wadah timbang
Dough mixer
Baskom
Kain penutup andonan
Loyang
Oven
Kantong pembungkus
Sendok
b. Bahan
Bahan
Tepung
Ragi Roti
Gula
Garam
Susu skim
Mentega
Air Dingin
Kuning telur

Berat (gram)
250
7
58
4
50
40
12
55
34

B. PROSEDUR KERJA

Penimbangan bahan

Pencampuran dan
pengadukan adonan
Peletakkan adonan didalam
baskom yang ditutup untuk
proses peragian

Penyeragaman bentuk
dengan penimbangan dan
pembentukan

Pemberian isi

Proofing (Pengembangan
adonan)

Pemberian olesan telur di


atas permukaan roti

Pemanggangan

Pendinginan

Pengemasan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PERCOBAAN
Tabel 3.1 Hasil praktikum pembuatan roti manis
HASIL PRAKTIKUM MODUL 3
Ekspansi Volume

Pengukuran Massa

Volume awal
Volume pengembangan
Volume pemanggangan
Massa adonan
Massa roti yang matang

48 ml
75 ml
100 ml
40 g
37 g

B. PEMBAHASAN
Pada praktikum yang bertujuan untuk memahami proses pengawetan dan
pengolahan bahan pangan dari serealia di lakukan proses pembuatan roti manis.
Terdapat beberapa perubahan alat dan bahan pangan, yaitu kain penutup adonan
yang basah digantikan dengan plastic wrap karena tidak disediakannya kain
penutup oleh kelompok yang seharusnya menyiapkan alat dan bahan. Selain itu
pada bahan metega digantikan dengan margarin merk blue band karena harganya
yang lebih murah dan tidak terdapat terlalu banyak perbedaan sifat diantara
keduanya.
Kelompok 8 melakukan proses pembuatan roti dengan perlakuan nomor
dua. Dimana tepung yang digunakan adalah tepung berprotein sedang yaitu
tepung dengan merk Segitiga Biru. Tepung berprotein rendah disebut juga all
purpose flour karena dapat digunakan untuk membuat berbagai jenis makanan
yang berbahan dasar tepung. Kandungan protein yang ada biasanya berkisar
antara 10% 11.5%. Pada dasarnya semakin tinggi kadar protein di dalam tepung
maka adonan roti semakin memiliki efek ekstensibilitas yang tinggi juga. Hal ini
dikarenakan kandungan gluten yang ada pada adonan roti. Ketika gluten berikatan
dengan air dan ditambah dengan kerja mekanik maka akan membentuk ikatan
antar molekul protein. Ikatan tiga dimensi akan menghasilkan adonan yang kuat
dan elastis. Oleh karena itu semakin lama adonan diaduk maka akan semakin
banyak ikatan yang terbentuk. Namun ikatan yang telah terbentuk juga akan
pecah apabila gerakan mekanisnya dilakukan dengan cara yang berlebihan.
Gluten inilah nantinya yang dapat membuat massa sehingga dapat menahan gas
yang tercipta akibat proses fermentasi oleh ragi roti.

Terdapat bahan tambahan lainnya yang memilki fungsi masing-masing


selain dari tepung dan ragi roti. Garam ditambahkan kedalam adonan supaya
dapat menambahkan rasa yang gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya,
mengontrol waktu fermentasi. Syarat garam yang baik adalah garam yang 100%
dapat larut dalam air , jernih dan bebas dari gumpalan. Selain itu bahan pembantu
lainnya yang dapat menciptakan rasa, tektur, dan aroma antara lain adalah
shortening, gula, susu skim, telur, bahan pengisi roti (coklat). Gula berfungsi
sebagai makanan ragi, memberi rasa manis, mengatur fermentasi, menambah
kandungan gizi, membuat tekstur lebih empuk, memperpanjang umur roti. Gula
pertama-tama digunakan oleh ragi untuk fermentasi dan menghasilkan
karbondioksida yang akan membuat adonan mengembang. Residu gula yang tidak
habis dalam proses fermentasi akan memberikan rasa manis dan warna kecoklatan
pada roti. Telur berfungsi sebagai pengental, perekat, dan pengikat. Susu skim
berfungsi sebagai bahan penyegar protein sehingga volume roti bertambah. Susu
padat menambah penyerapan air dan memperkuat adonan, sehingga susu yang
sebaiknya digunakan untuk pembuatan roti adalah susu padat. Shortening
berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti, membuat kulit roti
lebih lunak, menahan air, dan memperpanjang umur roti. Shortening yang
digunakan dalam percobaan ini adalah mentega. Bahan pengisi berfungsi sebagai
pemberi rasa yang diinginkan.
Proses yang dilakukan untuk membuat roti pertama-tama dilakukan
pencampuran. Pencampuran ini berfungsi untuk mencampur semua bahan
menjadi homogen, membentuk dan melunakkan glutein, serta menahan gas pada
glutein. Proses ini tidak boleh dilakukan terlalu berlebihan, karena akan merusak
susunan glutein, membuat adonan semakin panas, dan peragian semakin lambat
(Mudjajanto, 2004). Pada praktikum kali ini, dilakukan dua kali pencampuran,
yaitu pencampuran oleh mesin dan pencampuran oleh tangan. Pada saat
pencampuran dengan tangan, ditambahkan lagi tepung terigu. Penambahan ini
dilakukan karena adonan roti terlalu lembek. Sehingga diperlukan tambahan
tepung agar adonan dapat kalis. Proses selanjutnya adalah peragian. Peragian akan
membantu pembentukan rasa dan folume. Pada proses peragian, terjadi proses
fermentasi oleh ragi. Proses ini dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara.
Semakin tinggi suhu ruangan, proses fermentasi akan semakin cepat. Proses
ketiga adalah pengadonan. Proses ini merpakan proses pembentukan setelah
adonan diistirahatkan. Pembentukan biasanya diawali dengan penggilingan.
Penggilingan membuat gas yang ada di dalam adonan keluar sehingga
ketebalannya dapat diatur dan mudah untuk dibentuk. Tahap terakhir adalah
proses pemanggangan. Roti dipanggang setelah fermentasi oleh ragi dirasa sudah
cukup. Melalui proses ini, adonan roti diubah menjadi produk yang ringan dan

berongga. Pada saat pemanggangan, aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan
berhenti oleh karena hancurnya mikroorganisme dan enzim yang ada.
Praktikum kali ini menghasilkan hasil berupa ekspansi volume pada
beberapa tahapan dan massa adonan. Ekspansi volume diamati mulai dari awal
adonan sebelum di proofing (sebelum dilakukannya proses fermentasi), setelah
proses proofing (setelah proses fermentasi), dan pada saat adonan dimatangkan
atau disebut juga dengan baking. Hasil yang didapatkan berturut-turut adalah 48
ml, 75 ml, dan 100 ml. Hasil tersebut menunjukkan bahwa volume adonan roti
mengembang terus menerus sampai proses baking selesai. Roti dapat
mengembang atau volume ekspansinya bertambah terus karena adanya ragi yang
melakukan proses fermentasi. Ragi yang digunakan biasanya Saccharomyces
cerevisiae yang perlu diaktifkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pengaktifan
ragi roti dilakukan dengan menambahkan air. Saat sudah aktif maka ragi roti akan
menguraikan gula yang terdapat pada adonan menjadi gas karbon dioksida dan
sejumlah kecil alkohol. Proses penguraian ini umumnya tidak berlangsung terlalu
lama karena ragi dapat mati apabila terekspos langsung dengan udara, oleh karena
itu pada saat proses proofing adonan roti didiamkan dengan ditutupi oleh plastic
wrap. Gas karbon dioksida yang terbentuk akan terjebak dalam adonan roti
sehingga pada proses baking rotinya mengembang. Ada beberapa hal yang dapat
menghambat kerja dari ragi roti yaitu penambahan garam dan mentega yang
berlebihan. Roti yang banyak mengandung garam dan mentega tidak akan
mengembang atau dengan istilah lain yaitu bantet.
Selain ekspansi volume hasil lain yang dapat diamati adalah massa dari
adonan sebelum dan sesudah dilakukan baking. Hasilnya berturut-turut adalah 40
g dan 37 g. Terjadi penurunan massa yang signifikan setelah roti melalui tahapan
baking padahal sebenarnya massa sesungguhnya sebelum baking sudah
ditambahkan dengan massa bahan isian coklat dan olesan telur yang tidak masuk
hitungan. Jadi massa seharunya adonan sebelum di baking lebih berat dari 40 g
dan setelah proses baking mengalami penurunan hingga menjadi 37 g. Hal ini
terjadi dikarenakan pada saat proses awal pemanggangan roti akan terjadi
penurunan tingkat viskositas suatu adonan roti. Ketika suhu pemanggangan
mencapai suhu 56C maka akan terjadi proses gelatinisasi pati dan memudahkan
terjadinya reaksi hidrolisis amilosa dalam molekul pati. Hidrolisis molekul pati
yang mulai tergelatinisasi akan membentuk senyawa dextrin dan senyawa gula
sederhana lainnya, dan pada saat yang bersamaan akan terjadi proses pelepasan
air atau dehidrasi. Pada saat pemanggangan juga terjadi perubahan warna kulit
pada roti akibat reaksi Maillard. Makin lama waktu pemanggangan maka akan
semain banyak air yang menguap dan makin renyah kulit roti yang terbentuk.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan percobaan pembuatan roti, dapat disimpulkan bahwa pada proses
fermentasi yang dilakukan oleh ragi akan membuat volume adonan semakin bertambah,
oleh karena terbentuknya karbon dioksida hasil fermenasi ragi, yang menyebabkan
adonan semakin mengembang. Setelah proses pemanggangan, volume roti semakin
bertambah, yang diakibatkan karena munculnya rongga. Massa roti setelah
pemanggangan akan berkurang, karena adanya penguapan air yang ada di dalam adonan
roti.
B. SARAN
Kelompok kami menyarankan agar pada praktikum selanjutnya pada tahapan
pencampuran bahan, tidak perlu menggunakan mixer. Pencampuran dapat dilakukan
dengan menguleni sendiri dengan tangan. Karena proses tersebut dirasa lebih efektif dan
lebih cepat untuk membuat adonan menjadi kalis.

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya
Mudjajanto, S.D dan Yulianti, L.N. 2004. Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penebar
Swadaya
Sufi, S.Y. 1999. Kreasi Roti. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan
Pangan. Bandung: Alumni
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama

LAMPIRAN

Bahan-Bahan Roti

Adonan Roti yang Sedang


Melalui Proses Fermentasi

Pengukuran Volume Adonan

Adonan Roti Sebelum Dipanggang

Adonan Roti Setelah Dipanggang

Anda mungkin juga menyukai