Anda di halaman 1dari 13

IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Bahan pangan hewani merupakanbahan-bahan makanan yang berasal dari
hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Bahan pangan hewani
meliputi susu, telur, daging dan ikan serta produk-produk olahannya yang bahan
dasarnya berasal dari hasil hewani. Praktikum kali ini melakukan pengamatan
karakteristik pada susu, telur, daging, serta produk-produk olahannya.
Karakteristik yang diamati meliputi karakteristik fisik dan kimia.
4.1 Susu
Susu adalah cairan berwarna putih-kekuningan yang keluar dari sekresi
sela ternak mamalia (mammary gland) yang diperoleh melalui cara pemerahan
pada masa laktasi (Suwito, 2010). Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan
berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang
mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian
besar susu yang dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu tersebut diproduksi
dari unsur darah pada kelenjar susu sapi. Sedangkan menurut Buckle (1985), susu
didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya.
Susu sapi merupakan suatu emulsi lemak di dalam air yang mengandung gula,
garam-garam, mineral dan protein dalam bentuk koloid (Buckle et al, 1987). Air
dalam susu berfungsi sebagai pelarut dan membentuk emulsi, suspensi koloidal.
Sampel yang digunakan pada pengamatan susu ini adalah susu fullcream
bubuk, susu skim bubuk, susu UHT, susu pasteurisasi, susu segar, dan susu kental
manis. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sifat Fisik dan Organoleptik Susu
Kel Jenis Susu Warna Aroma Cita Rasa Kekentalan
Putih
Susu + Sedikit
Susu Fullcream bubuk Kekuningan
gula manis
++
Amis
Susu Skim bubuk Putih tulang Hambar
susu
Putih
10 Khas
Susu UHT Kekuningan Manis Cair +
susu
+++
Putih Khas
Susu pasteurisasi Hambar Cair ++
kekuningan susu
Amis Sedikit
Susu Segar Putih Cair +++
susu manis
Kel Jenis Susu Warna Aroma Cita Rasa Kekentalan
Kuning Susu + Manis
Susu kental manis Kental +++
keemasan gula +++
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)
Susu bubuk berlemak (full cream), adalah produk susu berbentuk bubuk
yang diperoleh dari susu cair, atau susu hasil pencampuran susu cair dengan susu
kental/krim bubuk, atau susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental/susu
bubuk, yang telah dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan. Susu jenis ini
kadar lemak susunya tidak kurang dari 26% dan kadar airnya tidak lebih dari 5%.
Sedangkan susu bubuk bebas lemak atau susu skim bubuk, adalah produk susu
berbentuk bubuk yang diperoleh dengan proses pengeringan susu skim
pasteurisasi. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak lebih dari 1,5% dan kadar
airnya tidak lebih dari 5% (Utami, 2009).
Warna sampel susu bubuk fullcream adalah putih kekuningan. Warna
putihnya merupakan hasil dispersi cahaya dari butiran-butiran lemak, protein dan
mineral yang ada di dalam susu. Warna kekuningan didapat dari lemak dan beta
karoten yang larut. Sedangkan susu skim bubuk memiliki warna putih tulang
(kebiruan) karena susu apabila tidak ada lemaknya memiliki warna putih
kebiruan. Perbedaan warna tersebut sesuai dengan kadar lemak pada kedua
sampel, susu fullcream memiliki lemak yang tinggi sehingga menghasilkan warna
kekuningan dan susu skim hampir tidak memiliki lemak sehingga warnanya putih
dengan sedikit kesan biru.
Susu UHT, adalah produk susu cair yang diperoleh dari susu segar atau
susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang
dari 135oC selama 2 detik dan dikemas segera dalam kemasan yang steril dan
secara aseptis. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 3% dan total
padatan bukan lemak tidak kurang dari 8% (Utami, 2009).
Susu pasteurisasi, adalah produk susu cair yang diperoleh dari susu segar
atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang dipanaskan dengan metode
High Temperature Short Time (HTST) atau metode Holding, dan dikemas segera
dalam kemasan yang steril secara aseptis. Susu jenis ini kadar lemak susunya
tidak kurang dari 3% dan total padatan bukan lemak tidak kurang dari 8% (Utami,
2009).
Susu segar, adalah cairan dari ambing sapi, kerbau, kuda, kambing, atau
domba, dan hewan ternak penghasil susu lainnya yang sehat dan bebas dari
kolostrum, serta kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu
apapun dan belum dapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Susu jenis ini
kadar lemak susunya tidak kurang dari 3%, sedangkan total padatan bukan lemak
tidak kurang dari 8% (Utami, 2009).
Susu kental manis, adalah produk susu berbentuk cairan kental yang
diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga
mencapai tingkat kepekatan tertentu, atau merupakan hasil rekonstitusi susu
bubuk dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Gula
yang ditambahkan harus dapat mencegah pembusukan. Produk dikemas secara
kedap (hermetis) dan dipasteurisasi. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak
kurang dari 8% (Utami, 2009).
Warna pada susu UHT, susu pasteurisasi, susu segar, dan susu kental
manis adalah putih dengan sedikit kekuningan. Warna kuning pada susu
disebabkan terlarutnya vitamin A, kolesterol, dan pigmen karoten dalam globula
lemak (Winarno, 2007). Kekuningan susu memiliki derajat yang berbeda karena
setiap susu memiliki kadar kandungan lemak yang berbeda-beda.
Air susu memiliki sedikit rasa manis yang disebabkan oleh laktosa.
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam susu, merupakan disakarida yang terdiri
dari glukosa dan galaktosa. Laktosa terdapat dalam fase larutan yang
sesungguhnya pada susu, sehingga mudah diasimilisasikan sebagai makanan
dengan proses hidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase.
Laktosa tidak semanis gula tebu, daya larutnya 20% pada suhu kamar. Laktosa
mudah diragikan oleh bakteri asam laktat yang merupakan ciri khas susu yang
diasamkan (Buckle et al, 1987). Berdasarkan data pengamatan, susu dengan
kemanisan yang paling tinggi adalah susu kental manis karena di dalam susu
tersebut sudah ditambahkan gula.
Selain rasa manis, rasa asin juga terkadang pada susu karena kandungan
klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya (Buckle et al, 1987). Rasa gurih
pada susu disebabkan oleh komponen lemak dan protein dalam susu (Mudjajanto,
1995). Rasa susu sendiri mudah sekali berubah bila terkena benda-benda tertentu,
misalnya makanan ternak penghasil susu, kerja enzim dalam tubuh ternak, bahkan
wadah tempat menampung susu yang dihasilkan nantinya.
Viskositas (kekentalan) susu akan meningkat dengan meningkatnya
kandungan lemak dalam susu (Jamila, 2006). Viskositas susu biasanya berkisar
antara 1,5 sampai 2 CP, yang dipengaruhi oleh bahan padat susu, lemak, serta
temperatur susu. Suhu rendah akan menyebabkan kenaikan viskositas susu karena
terjadi clumping dari globula-globula lemak. Berdasarkan pengamatan, susu
kental manis merupakan susu dengan kekentalan tertinggi.
Susu yang berupa bubuk memiliki sifat dapat direkonstitusi. Berdasarkan
pengamatan, didapatkan hasil rekonstitusi susu sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sifat Rekonstitusi Susu Bubuk
Kel. Parameter Susu Full Cream Susu Skim
Cita rasa Manis + Sedikit manis
Kekentalan Cair, sedikit kental Cair++
10 Kemudahan Larut Larut + Larut +++
Warna Kuning Keemasan Putih sedikit krem
Aroma Susu + gula Khas susu
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019)
Berdasarkan tabel 2, susu skim memiliki kelarutan lebih tinggi daripada
susu full cream. Hal tersebut dikarenakan susu full cream mengandung lemak
tinggi dan susu skim hampir tidak mengandung lemak. Lemak tidak dapat larut
dalam air, maka dari itu semakin tinggi kandungan lemak pada susu, maka
semakin sukar larut dalam air. Kelarutan dipengaruhi beberapa hal. Pertama
adalah suhu air yang digunakan untuk melarutkan susu berbeda-beda. Suhu air
yang digunakan pada setiap jenis pelarutan susu berbeda-beda akan mengurangi
keakuratan pengamatan. Kedua adalah kecepatan mengaduk yang dapat
mempengaruhi cepat atau lambatnya pelarutan susu.
Warna pada susu full cream lebih kekuningan daripada susu skim, dan rasa
susu full cream lebih manis. Aroma pada susu skim adalah khas susu, sedangkan
pada susu full cream terdapat aroma gula karena pada sampel produk diduga
terdapat gula di dalamnya. Kekentalan pada susu full cream lebih tinggi karena
kekentalan susu akan meningkat dengan meningkatnya kandungan lemak dalam
susu (Jamila, 2006).
4.2 Telur
Telur adalah protein hewani yang bermutu tinggi. Beberapa jenis telur
yang dapat di konsumsi manusia antara lain telur ayam, telur bebek, telur puyuh,
telur angsa, telur penyu, dan lain-lain. Telur memiliki nilai gizi yang tinggi. Telur
terdiri dari tiga bagian, yaitu putih telur, kuning telur, dan kulit telur. Telur secara
keseluruhan mengandung sekitar 65 % air, 12 % protein, dan 11 % lemak. Pada
bagian kuning telur mengandung lemak yang tinggi, vitamin larut A, D, A, K, dan
dalam fosfolipid termasuk lesitin emulsi, sedangkan protein berada dalam putih
telur.
Sampel telur yang diamati adalah telur ayam, telur bebek, dan telur puyuh.
Telur diamati sifat fisiknya (warna, tekstur cangkang, gelembung udara) dan
kuning telurnya. Berikut adalah tabel hasil pengamatan telur :
Tabel 3. Karakteristik Sifat Fisik Telur Puyuh
Ukuran Gelembung
Sampel Telur Warna Telur Tekstur Telur
Udara
Terdapat bercak-
Telur Puyuh bercak hitam Halus 6mm
disekitar telur
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)
Cangkang telur merupakan lapisan luar dari telur yang berfungsi
melindungi semua bagian telur dari luka atau kerusakan. Cangkang telur ayam
yang membungkus telur umumnya beratnya 9-12% dari berat telur total. Warna
kulit telur ayam bervariasi, mulai dari putih kekuningan sampai cokelat. Warna
cangkang luar telur ayam ras (ayam boiler) ada yang putih, ada yang cokelat.
Bedanya pada ketebalan cangkang, yang berwarna cokelat lebih tebal daripada
yang berwarna putih (Wirakusumah, 2011).
Cangkang telur tersusun atas struktur berlapis tiga, yaitu lapisan kutikula,
lapisan sponge (busa) dan lapisan lamellar. Lapisan kutikula merupakan protein
transparan yang melapisi permukaan cangkang telur. Lapisan ini melapisi pori-
pori pada cangkang telur, tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga
keluarnya uap air dan gas CO2 masih dapat terjadi (Rivera, 1999 ).
Lapisan sponge (busa) dan lamellar membentuk matriks yang tersusun
oleh serat-serat protein yang terikat dengan kristal kalsium karbonat (CaCO3) atau
disebut juga kalsit dengan perbandingan 1:50. Lapisan busa ini merupakan bagian
terbesar dari lapisan cangkang telur. Lapisan ini terdiri dari protein dan lapisan
kapur yang terdiri dari kalsium karbonat, kalsium fosfat, magnesium karbonat,
dan magnesium fosfat (Rivera, 1999). Lapisan lamellar (mamilary) merupakan
lapisan ketiga dari cangkang telur yang terdiri dari lapisan yang berbentuk kerucut
dengan penampang bulat atau lonjong. Lapisan ini sangat tipis dan terdiri dari
anyaman protein dan mineral (Wirakusumah, 2011).
Berdasarkan tabel 3, telur puyuh memiliki warna biru-kehijauan dengan
bercak-bercak hitam pada cangkangnya. Telur puyuh memiliki varian warna yang
cukup banyak. Bisa putih, putih kebiruan, coklat terang, coklat gelap, abu-abu
dengan bintik-bintik hitam, putih dengan bercak-bercak coklat atau kehitaman
dengan varian bercak yang tidak jelas polanya. Bercak-bercak pada telur puyuh
disebabkan adanya pigmen cangkang telur berupa ooporphyrin dan biliverdin.
Kantung udara adalah kantung yang terbentuk setelah telur dikeluarkan
oleh ayam betina karena adanya perbedaan suhu di dalam tubuh unggas (41 ºC)
dengan suhu lingkungan (28 ºC) yang lebih rendah. Kantung udara semakin
bertambah besar karena adanya penguapan atau penyusutan berat telur (Romanoff
dan Romanoff, 1963). Kedalaman kantung udara dapat dilihat melalui
peneropongan (candling) sehingga bagian luar dan di dalam telur dapat dilihat
dengan jelas. Kedalaman kantung udara diukur dar idiameter dan tinggi kantung
udara. Kantung udara dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, kelembaban dan
perubahan internal dari telur (Yuwanta, 2010). Suhu yang tinggi dan kelembaban
yang rendah dapat menyebabkan kantung udara cepat membesar akibat adanya
penguapan air di dalam telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Menurut SNI 01-3926-2008 ukuran kantong udara kurang dari 50 mm
untuk telur ayam mutu I (mutu terbaik). Berdasarkan hasil pengamatan, ukuran
gelembung udara (kantung udara) pada telur puyuh adalah 6 mm. Hasil
pengamatan tersebut jauh berbeda dari ukuran SNI karena telur yang diatur dalam
SNI adalah telur ayam, bukan telur puyuh sehingga terdapat perbedaan ukuran
yang signifikan.
Sampel telur ayam, telur bebek, dan telur puyuh diamati indeks kuning
telurnya (IKT). Di bawah ini adalah tabel hasil pengamatan IKT :
Tabel 4. Karakteristik Kuning Telur
Tinggi
Diameter Tinggi
Sampel Telur Gelembung IKT
Kuning Telur Kuning Telur
Udara
Telur Ayam 1cm 4cm 2cm 38,93
Telur Bebek 4mm 4,7 39,55
Telur Puyuh 3,5 cm 0,5 cm 14,28
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)
Kuning telur terdiri atas membran kuning telur (vitellin) dan kuning telur
sendiri. Persentase kuning telur adalah sekitar 30%-32% dari berat telur.
Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan
glukosa 1%-2%. Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah
linoleat, oleat dan stearat. Telur konsumsi diproduksi oleh ayam betina tanpa
adanya ayam jantan (Bell dan Weaver, 2002). Warna kuning telur dipengaruhi
oleh pakan. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten, yaitu santofil,
maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et al,
1997).
Indeks kuning telur dapat dihitung dengan perbandingan tinggi dan
diameter rata-rata kuning telur serta mengalikan hasilnya dengan 100 (Mountney,
1976). Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi kuning telur
dengan diameter kuning telur. Menurut SNI 01-3926-2008, indeks kuning telur
segar berkisar antara 0,33-0,52. Indeks kuning telur pada ketiga telur berada di
atas standar yang ditetapkan. Contoh perhitungan IKT pada telur puyuh adalah
sebagai berikut :
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
𝐼𝐾𝑇 = 𝑥100
𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
0,5
𝐼𝐾𝑇 = 𝑥100
3,5

𝐼𝐾𝑇 = 14,28
Indeks kuning telur dapat dipengaruhi oleh penyimpanan. Penyimpanan
telur menyebabkan terjadinya pemindahan air dari putih telur menuju kuning telur
sebanyak 10 mg/hari pada suhu 10 ºC. Tekanan osmotik kuning telur lebih besar
dari putih telur sehingga air dari putih telur berpindah menuju kuning telur.
Perpindahan air secara terus meneurs akan menyebabkan viskositas kuning telur
menurun sehingga kuning telur menjadi pipih kemudian akan pecah (Romanoff
dan Romanoff, 1963). Pemindahan air ini tergantung pada kekentalan putih telur.
Kuning telur akan menjadi semakin lembek sehingga indeks kuning telur menurun,
kemudian membran vitelin akan rusak dan menyebabkan kuning telur pecah.
4.3 Daging
Definisi daging secara umum adalah bagian dari tubuh hewan yang
disembelih yang aman dan layak dikonsumsi manusia. Termasuk dalam definisi
tersebut adalah daging atau otot skeletal dan organ-organ yang dapat dikonsumsi
(edible offals). Karakteristik kualitas daging merupakan karakteristik yang dinilai
oleh konsumen dalam memenuhi palatabilitasnya, berkaitan dengan penilaian
sensorik atau organoleptik. Kualitas daging atau bahan pangan pada umumnya,
dinilai oleh konsumen pada awalnya melalui pendekatan organ-organ panca
indera. Sehingga karakteristik kualitas pada daging menyangkut warna,
keempukan, tekstur, dan aroma. Berikut adalah hasil pengamatan pada daging
sapi dan ayam :
Tabel 5. Hasil Pengamatan Pada Daging
Kel Sampel Aroma Tekstur Serat Warna
Daging
Ayam Amis ++ Kenyal ++ + Krem kecoklatan
10 Sapi Amis + Kenyal + ++ Merah
Kecoklatan
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)
Berdasarkan tabel 5, daging sapi memiliki warna merah kecoklatan dan
daging ayam berwarna krem kecoklatan. Warna merah disebabkan karena adanya
zat myoglobin yang bertugas mengikat oksigen, mengandung zat besi, serta
berwarna kemerahan. Setiap hewan memiliki kadar myoglobin yang berbeda.
Semakin aktif hewan bergerak, maka kandungan myoglobin yang ada di dalam
ototnya pun semakin banyak.
Sapi mengandung myglobin yang cukup banyak sehingga warnanya merah.
Pada umumnya ayam juga memiliki myoglobin namun dalah jumlah sedikit,
sehingga warnanya tidak merah. Beberapa bagian tubuh ayam mengandung lebih
banyak myoglobin seperti di bagian paha dan leher ayam, kedua bagian tubuh itu
sering digunakan untuk bergerak. Ini yang membuat daging ayam di bagian paha
dan lehernya berwarna lebih kemerahan dibandingkan bagian tubuh lainnya.
Daging sapi memiliki serat yang lebih banyak dari daging ayam. Aroma
pada daging ayam lebih amis daripada daging sapi. Bau pada daging dihasilkan
dari senyawa-senyawa alami yang ada dalam daging. Tekstur kedua daging adalah
kenyal, namun lebih kenyal daging ayam. Daging yang baru mati dan masih
dalam fase pre-rigor mortis mempunyai tekstur daging yang sama dengan yang
masih hidup, yaitu kenyal, elastis dan lentur, hal ini berhubungan dengan masih
adanya kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada otot daging.
4.4 Produk Olahan Hewani
Susu, telur, dan daging dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan yang
bervariasi. Pada pengamatan produk olahan, digunakan berbagai macam produk
dari berbagai macam merk. Smoked beef, sosis, abon, cornet beef, dan chicken
nugget adalah produk olahan dari daging. Susu UHT adalah produk olahan susu.
Telur asin adalah produk olahan telur. Hasil pengamatan produk olahan nabati
terdapat pada tabel 6 di lampiran.
Produk olahan hewani diamati berdasarkan keterangan pada kemasan dan
juga sifat fisiknya. Pangan atau makanan yang telah melalui proses pengemasan
akhir dan siap untuk diperdagangkan wajib dicantumkan label yang memuat
keterangan mengenai makanan tersebut. Menurut UU Pangan, pencantuman label
di dalam dan/atau pada kemasan pangan ditulis atau dicetak dengan menggunakan
bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan mengenai:
a. nama produk;
b. daftar bahan yang digunakan;
c. berat bersih atau isi bersih;
d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor;
e. halal bagi yang dipersyaratkan;
f. tanggal dan kode produksi;
g. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa;
h. nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan
i. asal usul bahan pangan tertentu
Seluruh samel produk hewani tidak memiliki semua persayaratan labeh
yang di atur UU. Namun, berbagai produk memiliki hampir seluruh persyaratan.
Berdasarkan data di kemasan/label, produk olahan hewani memiliki rekomendasi
penyimpanan di suhu rendah. Hal tersebut dikarenakan daya simpan olahan
hewani memiliki umur simpan pendek akibat memiliki banyak kandungan air di
dalamnya.
Produk olahan memiliki sifat fisik dan organoleptik yang berbeda dari
bahan bakunya. Hal tersebut dikarenakan adanya pengolahan pada bahan baku
(mencakup penambahan berbagai bahan lain). Contoh beberapa perlakuan dan
pengolahan bahan pangan yang dapat mempengaruhi gizi, sifat fisik, dan
organoleptic bahan hewani yaitu :
1. Pengecilan ukuran bahan pangan yang dapat dilakukan dengan proses basah
dan kering, serta menggunakan peralatan seperti crushing rolls, penggiling
palu, penggiling cakram, buhr mill, penggiling gulingan dan pemotong;
2. Pencampuran pada bahan pangan (proses membuat bentuk seragam dari
beberapa konstituen seperti padatan-cairan, padatan-padatan dan cairan-gas);
3. Penyaringan (proses pemisahan padatan maupun cairan dari komponennya
melalui suatu sarana saringan yaitu media dan pembantu);
4. Pengolahan penggunakan panas (dapat berbentuk pemberian maupun
pengambilan panas dari bahan yang dapat merubah sifat fisik, kimia, dan
karakteristik penyimpanannya dimana mekanismenya dapat berupa konduksi,
konveksi dan radiasi yang diindikasikan oleh perubahan suhu yang dapat
diukur dengan derajat Celcius dan Fahrenheit, serta skala-skala absolut derajat
Kelvine dan Rankine;
5. Vaporasi (upaya pengurangan jumlah air dari bahan mentah pada fase
pengolahan pangan melalui tekanan pada suhu tertentu dengan menggunakan
pemanasan uap dari suatu ketel yang berbentuk oven kettle atau pan
evaporator, horizontal tube natural circulation evaporator, vertical natural
circulation evaporator, long tube vertical type evaporator, falling film type
evaporator, forced circulation type evaporator dan agitated film evaporator);
6. Pengeringan (proses dasar untuk pengawetan makanan yang mudah rusak atau
busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan atau dikonsumsi,
sehingga dapat menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam
pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimpanan); dan
7. Pendinginan dan pembekuan (upaya pengaturan suhu untuk keperluan
pengawetan pangan dalam suhu rendah yang tidak mencapai titik beku (5-
10°C) dan melibatkan proses perubahan fase air dari cair menjadi padat (-
2°C)).
Perlakuan-perlakuan di atas dapat merubah susunan gizi bahan maupun
sifat fisik dan organoleptiknya. Penambahan bahan-bahan pelengkap lain juga
mengubah gizi dan sifat fisik karena setiap bahan memiliki gizi dan
karakteristiknya sendiri.
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Susu yang memiliki warna paling kuning adalah susu kental manis, dan
yang memiliki warna paling putih adalah susu segar.
2. Susu yang memiliki rasa paling manis adalah susu kentan manis, dan yang
memiliki rasa hambar adalah susu pasteurisasi.
3. Susu yang paling kental adalah susu kental manis dan yang paling cari
adalah susu segar.
4. Susu skim bubuk memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan susu fullcream bubuk.
5. Warna susu bubuk setelah direkonstitusi adalah menjadi kekuningan.
6. Telur puyuh memiliki bercak-bercak hitam pada cangkangnya akibat
adanya ooporphyrin dan biliverdin.
7. Telur puyuh memiliki indeks kuning telur paling rendah dan telur bebek
memiliki indeks kuning telur paling tinggi.
8. Daging ayam memiliki tekstur lebih kenyal daripada daging sapi.
9. Daging sapi memiliki serat yang lebih banyak daripada daging ayam.
10. Myoglobin adalah pemberi warna merah pada daging, namun kadarnya
pada daging sapi dan daging ayam berbeda sehingga kedua daging tersebut
memiliki perbedaan warna.
11. Produk-produk olahan nabati memiliki sifat-sifat fisik, kimia (gizi), dan
organoleptik yang berbeda dari bahan bakunya.

5.2. Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah pengukuran gelembung udara, tinggi
kuning telur, dan diameter kuning telur dibantu dengan alat agar hasilnya lebih
akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Telur. SNI 01-3926-2008, Jakarta.

Bell D, Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic
Pub, United States of America.

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootten M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H,
Adiono, penerjemah. UI Press, Jakarta.

Buckle, K. A, R. A. Edward, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.


Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Jamila, S. 2006. Daya Tahan Susu Pasteurisasi dalam Suhu Kamar. Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makasar.

Mountney, G. J. 1976. Poultry Products Technology. 2nd Ed. #vi Publishing


Company. INC., Westport.

Rivera, Eric M. 1999. Synthesis of Hydroxyapatite from Eggshells. Elsevier


Science. Materials Letters 4: 128–134

Romanoff AI., Romanoff AJ. 1963. The Avian Egg. Jhon Willey and Sons, New
York.

Suwito, W. 2010. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,


Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 29 (3),
96-100.

Utami, I. 2009. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu Mengenai Susu dan
Faktor Lainnya dengan Riwayat Konsumsi Susu Selama Masa Usia Sekolah
Dasar. Universitas Indonesia, Jakarta.

Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirakusumah, Emma S. 2011. Menikmati Telur. PT Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Yamamoto T, Juneja LR, Hatta H, Kim M. 2007. Hen Eggs: Their Basic and
Applied Science. CRC Press, Florida.

Yuwanta T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. UGM Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai