Anda di halaman 1dari 10

1.

Daging
A. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui tingkatan mutu daging dan kriteria mutu daging berdasarkan
warna, bau, dan tekstur daging,
2. Mengetahui jenis dan perubahan nilai gizi produk olahan
3. Mengetahui pengaruh suhu dan lama simpan daging terhadap kondisi
daging

B. Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Plastik 1 buah 1. Daging sapi has luar 1 potong
2. Seal 1 buah 2. Daging sapi has dalam 1 potong
3. Label 3 buah 3. Daging sapi iga 1 potong
4. Pisau 1 buah 4. Daging sapi 1 potong
sandung lamur
5. Talenan 1 buah 5. Kornet sapi 1 buah
6. Piring 2 buah 6. Daging asap 1 buah
7. Kertas Lakmus 2 buah 7. Bakso sapi 2 buah
8. Abon sapi 1 buah
C. Cara Kerja
1) Pengamatan mutu dan oganoleptik karkas daging
Karkas

Mengamati sifat organoleptik daging unggas (warna, tekstur, aroma)

Mengidentifikasi mutu karkas daging sesuai standar

2) Pengamatan suhu dan lama simpan daging


Daging

Potong daging dengan ukuran 5x5 cm sebanyak 3 potong


Amati aroma, warna, dan pH sebelum penyimpanan selama 24 jam

Simpan daging dalam freezer, refrigerator, dan suhu ruangan dengan menggunakan
zip lock

Amati perubahan aroma, warna, dan pH setelah penyimpanan selama 24 jam

3) Pengamatan produk olahan daging


Produk olahan daging

Mengamati warna, bau, rasa, tekstur, dan nilai gizi

D. Hasil Pengamatan
1. Pengamatan mutu dan organoleptik karkas daging
Tabel 1.1 Pengamatan Mutu dan Organoleptik Karkas Daging
No Jenis daging Warna Bau Tekstur Mutu
Daging sapi Agak lunak
1 merah menyengat I
has luar berserat
Daging sapi Merah coklat Tidak terlalu
2 padat I
has dalam tua menyengat
Bau amis
Merah- Lembek/lunak
3 Daging sapi iga daging II
kecoklatan berserat
segar
Padat namun
Coklat pucat
tidak kompak,
Daging sapi terdapat
4 Bau lemak ada lemak dan III
sandung lamur lemak warna
teksturnya
putih
elastis

2. Pengamatan suhu dan lama simpan daging


Tabel 1.2 Pengamatan Suhu dan Lama Simpan Daging
Tempat Sebelum disimpan Setelah disimpan
penyimpan
Aroma Warna pH Aroma Warna pH
an
Hampir Merah Tidak terlalu Merah
Freezer 6 6
tidak cerah, menyengat kecoklatan
tercium segar Merah coklat
Refrigerator 6 menyengat 5,5
amis pucat
Suhu 5 Busuk Coklat pucat 5
Ruang menyengat

3. Pengamatan produk olahan daging


No Produk Warna Bau Tekstur Rasa
Lembut
Kornet Coklat tua
1 menyengat mudah asin
sapi kemerahan
hancur
Daging Merah Harum
2 alot Agak asin
asap kecoklatan menyengat
Abu tua- Agak Kenyal Gurih
3 Bakso sapi
kecoklatan menyengat berserat asin
Harum
Coklat Gurih,
4 Abon sapi menyengat, berserabut
keemasan manis
sedap

E. Pembahasan
Karkas adalah bagian tubuh hewan yang telah disembelih, utuh, atau dibelah
sepanjang tulang belakang, dimana hanya kepala, kaki, kulit, organ bagian dalam
(jeroan), dan ekor yang dipisahkan. Perbedaan karkas dengan daging terletak pada
kandungan tulangnya. Daging biasanya sudah tidak mengandung tulang, sedangkan
karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya.
(Muchtadi, 2015)
Karkas biasanya dibelh menjadi dua potongan bagian depan (fore quarters) dan
dua potongan belakang yang disebut hind quarters. Masing-masing dari 4 potongan
daging quarters tersebut dipotong lebih lanjut menjadi whole cuts atau prime cuts.
Fore quarters dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian atas yag terdiri dari chuck
dan rib, serta bagian bawah yaitu brisket dan short plat. Sedangkan hind quarters
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pinggang disebut short loin dan sirloin,
bagian perut disebut flank dan bagian paha yang disebut round yang didalamnya
terdapat rum. (Muchtadi, 2015)
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3932:2008, klasifikasi potongan
karkas dibagi menjadi 3 kelas, yaitu :
a) Kelas I : meliputi has dalam (fillet/tenderloin), has luar (sirloin), dan lamusir
(cube roll)
b) Kelas II : meliputi tanjung (rump), kelapa (round), penutup (topside),
pendasar (silverside). gandik (eye round), kijen (chuck tender),
sampil besar (chuck), dan sampil kecil (blade)
c) Kelas III : sengkel (shin/shank), iga (rib meat), samcan (thin flank), sandung
lamur (brisket)
Gambar 1. Karkas Sapi
Sumber : google.com

Gambar 2. Bagian Potongan Karkas Sapi


Sumber : BSN 3932:2008

Ciri-ciri karkas daging yang baik antara lain bewarna cerah dan mengkilat, tidak
dijumpai bau spesifik daging sapi segar, tekstur kenyal, padat dan tidak kaku,
permukaannya tidak berlendir serta konformasi sempurna. Selain itu, karkas ideal
tidak melebihi finish yang normal dan tebal lemak punggung tidak lebih dari 0,762
cm. Lemak yang tipis dan seragam lebih baik, tetapi lemak yang terlalu sedikit
nilainya lebih rendah. Istilah finishing menunjukkan jumlah lemak yang menutupi
permukaan luar karkas, jumlah lemak dalam rongga badan, di sekeliling jantung,
ginjal dan pelvis. Sedangkan konfotmasi adalah suatu ukuran untuk menilai kualitas
daging secara langsung dengan membandingkan antara bagian-bagian karkas yang
bernilai tinggi dengan bernilai rendah, serta perbandingan antara bagian-bagian yang
dapat dimakandengan yang tidak dapat dimakan. (Suryani, 2013)
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, daging sapi has luar
memiliki sifat organoleptik warna merah, bau menyengat, tejstur agak lunak dan
berserat serta memiliki mutu I. Daging sapi has dalam memiliki warna merah coklat
tua, aroma tidak terlalu menyengat dan teksturnya padat, serta memiliki mutu
golongan I. daging sapi iga, warnanya merah kecoklatan, aromanya amis daging
segar dan teksturnya lunak berserat serta memiliki mutu tingkat II. Yang terakhir
diamati adalah daging sapi landung lamur, yaitu memiliki warna coklat pucat dan
terdapat lemak bewarna putih, aromanya yang seperti lemak. Teksturnya padat
namun tidak kompak karena ada lemak yang teksturnya elastis, serta memiliki mutu
tingkat III
Warna merah pada daging merupakan refleksi dari pigmen mioglobin. Mioglobin
merupakan protein kompleks yang berfungsi membawa oksigen untuk sel. Mioglobin
ini bewarna merah keunguan. Kadar mioglobin daging sapi muda (veal ) 1-3 mg/gr,
daging sapi dewasa 4 - 10 mg/g dan lebih dari 6 - 20 mg/gr untuk daging sapi
tua.kandungan mioglobin pada jaringan bergantung pada aktivitas jaringan, efisiensi
darah yang membawa oksigen,umur, serta jenis hewan. Selain mioglobin, terdapat
pigmen lain pada daging seperti sitokrom (merah), vitamin B12 dan flavin (kuning),
namun, pigmen-pigmen ini mempunyai pengaruh yang kecil terhadap warna daging
keseluruhan. Proses pada oksigenisasi mioglobin akan mengakibatkan terbentuknya
oksimioglobin yang berwarna merah cerah. Reaksi oksidasi dalam mioglobin atau
oksimioglobin akan mengubah keduanya menjadi metmioglobin yang berwarna
coklat. (Muchtadi, 2015)
Rasa dan aroma pada daging dipengaruhi oleh jenis pakan dan kandungan
lemak. Adanya lemak dalam daging akan membantu rasa dan aroma daging menjadi
lebih gurih. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.
(Gunawan, 2014).Selain itu (Suardana dan Swacita, 2009) dalam (Merthayasa,
2015) menjelaskan bahwa bau daging disebabkan oleh adanya fraksi yang mudah
menguap berupa inosin-5-monofosfat (merupakan hasil konversi dari adenosine-5-
trifosfat pada jaringan otot hewan semasa hidup) yang mengandung hidrogen sulfida
dan metil merkaptan. Daging yang masih segar berbau seperti darah segar. Daging
yang telah mengalami pembusukan khususnya pada daging merah akan berbau
busuk, bau daging merupakan pengaruh campuran dari aktivitas enzim lipolitik
triasilgliserol, ketengikan oksidatif asam lemak tak jenuh serta produk degradasi
protein yang terakumulasi dalam jaringan lemak .Produk degradasi protein daging
dapat diketahui dari pelepasan gas-gas amonia (NH3), dan hidrogen sulfida (H2S)
serta metil merkaptan yang berbau busuk.
Faktor yang mempengaruhi tekstur daging adalah jenis atau galur, umur ternak,
jenis daging, perlakuan yang diberikan (pemanasan dan pemberian enzim) dan
kondisi daging (prerigoe, rigor mortis, dan pasca rigor). daging yang berada pada
fase rigor mortis lebih keras dibandingkan pre rigor atau pasca rigor. Hal ini
disebabkan karena terjadinya kondisi otot daging yang menegang dan kaku pada
saat rigor mortis yang menyebabkan daging akan keras dan alot. Daging yang
dihasilkan dari ternak tua biasanya cenderung keras atau tidak empuk. Daging
bagian perut/ pinggang lebih empuk dibandingkan dengan bagian leher. Pemberian
enzim proteolitik dan pemanasan dapat mengempukkan daging (Muchtadi,dkk,
2015). Selain itu, menurut (Soeparno, 2005) dalam (Merthayasa, 2015), disebutkan
bahwa Faktor yang mempengaruhi tekstur daging digolongkan menjadi faktor
antemortem seperti genetik dan termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur,
managemen, jenis kelamin dan stress. Faktor postmortem antara lain meliputi
metode pelayuan (chilling), refrigerasi dan pembekuan termasuk faktor lama dan
temperatur penyimpanan serta metode pengolahan termasuk metode pemasakan
dan penambahan bahan pengempuk.
Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak (prerigor) , kemudian
terjadi perubahan-perubahan dimana otot menjadi keras, kaku dan tidak mudah
digerakkan (rigormortis) ,hal ini disebabkan karena penyediaan oksigen ke otot
terhenti sebagai akibat terhentinya kerja jantung dan alira darah. Akibatnya
persediaan glikogen tidak ada lagi di otot dan hasil sisa metabolisme tidak dapat
dikeluarkan dari otot. Selanjutnya, daging hewan akan mengalami serangkaian
perubahan biokimia dan fisiokimia seperti perubahan struktur jaringan otot,
perubahan suhu, perubahan pH, perubahan daya ikat air, dan perubahan kelarutan
protein.(Buckle,dkk, 2013)
Rigor mortis adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan keadaan karkas
yang menjadi kaku yang terjadi 24 - 48 jam setelah penyembelihan. Kekejangan
atau hilangnya kelenturan ini merupakan akibat dari hilangnya kreatin fosfat (CP) dan
adenosin tri phosphate (ATP) dari otot serta tidak berfungsinya sistem enzim
sitokrom. Adanya proses ini akan mengakibatkan pemecahan ikatan aktin dan
miosin. Kecepatan pengembangan rigor mortis dipengaruhi oleh tingkat glikogen
pada saat mati dan suhu karkas . Bila tingkatan glikogen rendah, rigor mortis
cenderung untuk berlangsung dengan cepat. Apabila cadangan glikogen habis,
pembentukan ATP berhenti tetapi pemecahan ATP terus berlangsung, akibatnya
jumlah ATP pada jaringan otot akan menyusut secara perlahan dan mencapai rigor
mortis sempurna. Selain itu, suhu yang tinggi akan mempercepat proses rigor mortis.
(Buckle,dkk 2013)
Daging sapi segar memiliki warna merah cerah yang segar, aroma yang hampir
tidak tercium amis sama sekali, tekstur yang agak lunak dan memiliki pH 5 pada
suhu ruang, pH 6 pada Freezer dan pH 6 pula pada Refrigerator. Sedangkan daging
sapi setelah 24 jam penyimpanan di freezer aromanya menjadu tidak terlalu
menyengat, warnannya merah kecoklatan, dan pH-nya tetap 6. Pada refrigerator
yang terjadi adalah daging aromanya menyengat, warnanya menjadi merah coklat
yang pucat dan pH-nya menjadi 5,5. Sedangkan pada penyimpanan suhu ruang
aromanya busuk menyengat, warnanya coklat pucat dan pH-nya 5.
Pendinginan pada suhu lemari es merupakan cara yang paling sederhana dan
sering digunakan untuk mengawetkan serta memperpanjang masa simpan daging
ayam. Pendinginan dapat menghambat pertumbuhan kuman, karena suhu dingin
akan menurunkan energi kinestik semua molekul dalam sistem, sehingga
menurunkan kecepatan reaksi kimia termasuk aktivitas metabolisme sel kuman.
Walaupun demikian dalam pendinginan atau penyimpanan pada lemari es masih
memungkinkan kuman tertentu dapat hidup [(Pestariati, 2008) dalam (Jaelani,dkk
2014)]
Menurut [(Lawrie (2003) dalam (Jaelani, 2014)], temperatur lingkungan
merupakan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pH daging. Semakin lama daging
disimpan, secara teori akan menyebabkan pH daging terus menurun. Hal ini
disebabkan karena adanya aktivitas mikroba yang menyebabkan proses glikolisis
menghasilkan asam laktat. Kandungan oksigen semakin rendah, ion hidrogen yang
dibebaskan pada proses glikolisis dan siklus TCA meningkat, akumulasi
pembentukan asam laktat yang berasal dari asam piruvat lebih banyak,
menyebabkan semakin menurunnya pH daging. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lawrie (1995) bahwa pH daging dapat dipengaruhi oleh lama penyimpanan. [(Lawrie,
1995) dalam (Jaelani, 2014)]
Proses katabolisme glikogen yang menghasilkan penumpukan asam laktat
mengakibatkan pH turun. Turunnya pH dapat menyebabkan pengerutan fibril dan
protein kehilangan kemampuan mengikat cairan sehingga struktur menjadi longgar.
Selain itu, penurunan pH juga mnyebabkan denaturasi protein, terjadinya deregulasi
proteolisis sehingga daging menjadi lembek, berair dan pucat [(Pestariati, 2008)
dalam (Jaelani, 2014)]
Proses pemasakan menyebabkan perubahan organoleptik pada daging yaitu
rasa, warna, bau dan tekstur. Perubahan tersebut disebabkan oleh reaksi millard,
karamelisasi, terbentuknya senyawa akrilamida, dan perubahan komponen dalam
daging lainnya (Riches, 2017).Warna daging yang semulanya merah akan berubah
menjadi coklat karena terjadi reaksi maillard dan karamelisasi. Reaksi maillard yaitu
reaksi gugus karbonil dari gula reduksi bereaksi dengan gugus amino dari protein
daging dan asam-asam amino secara non-enzimatik pada suhu pemanasan yang
tinggi. (Nursiam, 2010) dalam (Febrianingsih, 2014).Rasa pada daging disebabkan
oleh kandungan lemak dan protein dalam daging. Pemasakan dapat melarutkan
jaringan-jaringan ikat dan mendenaturasi protein miofibril yang terdapat dalam
daging. Sehingga, daya ikat menurun. Jaringan otot menjadi keras dan jairngan ikat
menjadi lebih lunak pada saat pemanasan juga mempengaruhi juiceness daging dan
keempukan daging. (Jamhari, 2008). Aroma khas pada daging disebabkan oleh
senyawa akrilamida dari asam amino yang terbentuk karena proses pemanasan
yang merupakan senyawa volatil pada daging. (Belitz, 2010)
Berdasarkan hasil pengamatan organoleptik gorengan produk olahan daging
sapi adalah, bakso sapi memiliki aroma agak menyengat, warnanya abutua-
kecoklatan, teksturnya kenyal berserat dan rasanya gurih asin. Kornet sapi warnanya
coklat tua kemerahan, aroma menyengat, rasanya asin, dan teksturnya lembut
mudah hancur. Daging asap aromanya harum menyengat, warnanya merah
kecoklatan teksturnya alot dan rasanya agak asin.
Perubahan nilai gizi daging karena pemasakan dipengaruhi oleh metode, suhu,
dan lama pemasakan. Proses pengolahan atau pemasakan pada daging dapat
dibagi menjadi 2 , yaitu pengolahan basah dan pengolahan kering. Pada proses
pengolahan basah (perebusan dan pengukusan) umumnya menurunkan kadar
vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B serta protein. Sedangkan pada proses
pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan) umumnya menyebabkan
penurunan kadar air, kerusakan vitamin dan mineral, penurunan protein, penurunan
kadar abu, dan peningkatan kandungan lemak yang disebabkan adanya penyerapan
minyak. (Sundari,dkk, 2015)
Berikut merupakan kandungan gizi pada produk olahan daging sapi :
Tabel 1. Nilai gizi daging sapi dan olahan daging sapi per 100 gram BDD
Kandungan Daging
Abon sapi Bakso sapi Daging asap Kornet
Gizi sapi
Energi 207 kkal 358 kkal 190 kkal 191 kkal 241 kkal
Protein 18,80 g 14,6 g 10,3 g 32 g 16 g
Lemak 14 g 16,1 g 6,3 g 6g 25 g
Karbohidrat 0g 38,6 g 23,1 g 0g 0g
Kalsium 11 mg 165 mg 35 mg 15 mg 10 mg
Fosfor 246 mg 136 mg 0 mg 300 mg 170 mg
Zat Besi 0 mg 14,6 mg 6,75 mg 5 mg 4 mg
Vitamin A 130 μm 9  μg 0  μg 20  μg 0  μg
Vitamin B 0,58 mg 0,13 mg 0 mg 0,12 mg 0,01 mg
Vitamin C 13 mg 0 mg 4 mg 0 mg 0 mg
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 2005
Nilai gizi dominan pada daging sapi adalah kalori, fosfor, Vitamin A,B, dan C.
Pada abon sapi, kandungan gizi yang menonjol adalah kalori, karbohidrat, dan
kalsium. Bakso sapi mengandung gizi tinggi pada karbohidrat, kalsium, dan zat besi.
Sedangkan daging asap memiliki kandungan gizi yang dominan pada proteinnya dan
kornet pada kalorinya.

F. Kesimpulan
1. Daging dengan mutu baik, yaitu memiliki warna cerah, mengkilat; bau khas
segar; teksturnya kenyal, padat, tidak kaku dan jika ditekan dengan jari maka
daging akan kembali ke bentuk semula; tidak berlendir; dan tidak terasa lengket
di tangan.
2. Jenis produk olahan daging sapi yaitu kornet sapi yang dominan kandungan
kalorinya; daging asap yang tinggi akan protein, bakso sapi yang dominan
kandungan kerbohidrat, kalsium dan zat besi; serta abon sapi yang tinggi
kandungan karbohidrat, protein dan kalori
3. Suhu dan lama simpan daging berpengaruh terhadap masa simpan daging.
Dimana semakin rendah suhu tempat daging disimpan akan menghambat
proses metabolisme dan pertumbuhan bakteri di daging sehingga bisa lebih awet,
serta lama simpan daging (terutama di suhu ruang) akan berpengaruh terhadap
pH daging yang berakibat pada perubahan sifat organoleptik ke arah pembusukan
daging.

G. Daftar Pustaka

Badan Standar Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI)


3932:2008 Mutu Kualitas Daging. Jakarta: Badan Standar
Nasional.

Buckle, dkk. 2013. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2009.

Gunawan, lia. 2014. Analisa Perbandingan Kualitas Fisik Daging Sapi Impor
dan Daging Sapi Lokal. Fakultas Ekonomi. Universitas Kristen Petra.

Jaelani,dkk. 2014. Berbagai Lama Penyimpanan Daging Ayam Broiler Segar


dalam Kemasan Plastik pada Lemari Es dan Pengaruhnya terhadap sifat fisik
dan organoleptik. ZIRAA’AH (Majalah ilmiah pertanian) Vol. 39 No. 3: 119-128.

Jamhari, dkk. 2008. Pengaruh Temperatur dan Lama Pemasakan terhadap


Keempukan dan Kandungan Kolagen Daging Sapi. Buletin Peternakan
Vol. 31 No.5: 1-9.
Merthayasa, J., Suada, I., & Agustina, K. 2015. Daya Ikat Air, pH, Warna, Bau
dan Tekstur Daging Sapi Bali dan Daging Wagyu. Indonesia Medicus
Veterinus. Universitas Udayana

Muchtadi, dkk. 2015. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Riches, D. 2017. Steak Doneness: How to Cook Any Steak Style. Diakses dari:
http://www.thespruce.com/ pada 27 Oktober 2019.

Sundari, D., dkk. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan terhadap Komponen Zat
Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes Vol. 22 No. 1:
20-25.

Suryani, A.J., dkk. 2013. Potongan Komersial Karkas dan Edible Portion Sapi
Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Jerami Urinasi dan
Konsentrat dengan Level yang Berbeda. Animal Agricultural Journal
Vol. 1 No. 1: 123-132.

Anda mungkin juga menyukai