ACARA II
UMBI-UMBIAN
Disusun Oleh :
Kelompok 01
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lobak
2. 2 Bengkuang
Ordo : Fabales
Genus : Pachyrizus
Bengkoang memiliki jumlah serat kasar yang lebih tinggi daripada kentang
dan ubi jalar. Potensi serat kasar dari bengkoang terutama pada aspek
imunomodulator belum dilaporkan. Bukti aktivitas imunomodulator serat
bengkoang penting untuk meningkatkan nilainya sebagai bahan pangan fungsional
(Kumalasari, dkk., 2012).
Yeni, dkk (2013) menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur tanaman
menyebabkan kadar monosakarida menjadi berkurang atau pembentukan
polisakarida sebagai komponen utama pati bertambah bersamaan dengan tingkat
kematangan buah yang menyebabkan bertambah juga kandungan asam hidroksi
karboksilat sebagai salah satu komponen aktif yang mempunyai sifat sebagai
pembersih, pemutih dan pendingin pada kul it. Kandungan bahan yang dimiliki
bengkuang seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia bengkuang per 100 gram umbi
No. Komponen Satuan Kadar
1. Kalori kal 55
2. Kadar air % 82,38
3. Protein % 1,47
4. Lemak % 0,09
5. Karbohidrat % 9,72
6. Gula % 2,17
7. Gula non-pereduksi % 3,03
8. Serat % 0,64
9. Kadar abu % 0,50
10. Vitamin dan minaral
Kalsium mg 16,0
Fosfor mg 18,0
Besi mg 1,13
Thiamin mg 0,5
Riboflavin mg 0,02
Niacin mg 0,2
mg 14,0
Asam askorbat
Sumber : Yeni, dkk (2013).
BAB III
3.1 Alat
Pisau
Timbangan
Penggaris
3.2 Bahan
Lobak
Bengkoang
BAB IV
PROSEDUR KERJA
4.1 Bentuk
Hasil
4.2 Ukuran
Hasil
4.3 Berat
Hasil
4.4 Warna
Warna kulit dan daging umbi dari
masing-masing jenis dicatat
Hasil
4.5 Pencoklatan
Umbi diiris
Hasil
Hasil
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
b. Lapisan-lapisan
yang terlihat Membujur
digambar
5.1.1.1. Perhitungan
a. BDD Lobak
b. BDD Bengkoang
5.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, jenis umbi yang digunakan adalah lobak putih dan
bengkuang. Tujuan praktikum ini ialah untuk mengamati struktur dan sifat fisik
berbagai jenis umbi-umbian. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa
setiap umbi memiliki struktur fisik dan komposisi yang berbeda-beda.
Lobak (Raphanus sativus L.) adalah salah satu bentuk umbi yang banyak
ditemukan di Indonesia. Umbi lobak dapat dimakan mentah, dibuat acar, atau
umumnya dapat dibuat sebagai campuran soto. Lobak memiliki beberapa jenis,
yaitu lobak putih dan lobak merah. Pada penelitian ini digunakan lobak putih.
Lobak putih memiliki berbagai kandungan mineral seperti kalsium, magnesium,
kalium, natrium, fosfat, dan seng yang baik untuk kesehatan (Giudo, 2016).
Lobak merupakan sayuran umbi, yang dalam taksonomi tumbuhan termasuk
familia Cruciferae dengan batang yang amat pendek, sehingga semua daunnya
berjejal - jejal di atas tanah. Dibandingkan dengan sayuran berumbi yang lain,
misalnya wortel (Daucus carota) dan ketela rambat (Ipomoea batatas Poir),
penanaman lobak di Indonesia belum begitu meluas. Hal ini mungkin disebabkan
karena baru orang - orang tertentu saja yang mengetahui cara penggunaan atau
pengolahan lobak tersebut, sehingga daya beli masyarakat tidak sebesar tanaman
sayuran yang lain (Parman, 2010).
Ada variasi besar dalam ukuran dan bentuk akar dari diameter lebih kecil dari
3 cm dalam kasus lobak taman Eropa hingga lebih dari 30 cm untuk 'Sakurajima
Daikon' dan dari jenis bulat dalam kasus taman Eropa lobak dan 'Sakurajima
Daikon' ke tipe panjang seperti 'Moriguchi Daikon' yang memiliki akar lebih dari
2 m (Kitashiba, dkk., 2014).
Bengkuang membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat
seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna
kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak
manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbinya
juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90 %. Rasa manis
pada umbi bengkoang berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin, yang
tidak bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau
orang yang berdiet rendah kalori. Berdasarkan bentuk umbinya, ada dua macam
yaitu bulat pipih dan bulat panjang. Umbi yang berbentuk bulat pipih lebih baik
dari pada yang berbentuk bulat panjang. Kelebihan umbi yang bentuknya bulat
pipih antara lain : kulitnya tipis, mudah dikupas, berwarna putih, berair banyak,
serat sedikit, mudah dipecah dan rasanya manis. Sedang umbi yang berbentuk
bulat panjang kulitnya lebih tebal, sulit dikupas, berwarna sedikit kekuningan,
berkadar air rendah, berserat, sulit dipecah dan rasanya tawar (Susanto, 2011).
Proses pencoklatan pada bahan makanan dapat dibagi menjadi dua reaksi
utama, yaitu pencoklatan enzimatis, dan pencoklatan non-enzimatis. Proses
browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada bahan pangan
segar. Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung
substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya seperti tirosin, asam kafeat,
asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat proses pencoklatan.
Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling
berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan (Arsa, 2016).
Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas dan karena
kerusakan secara mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan integritas jaringan
tanaman. Hal ini menyebabkan enzim dapat kontak dengan substrat yang biasanya
merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik seperti katekin, asam
kafeat, dan asam klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi
kuinon oleh enzim phenolase. Perubahan warna ini tidak hanya mengurangi
kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan rasa serta hilangnya nutrisi.
Reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan dalam
penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari produk
tersebut (Wiley-Blackwell, 2012).
Proses Browning non Enzimatis disebabkan oleh reaksi pencoklatan tanpa
pengaruh enzim, biasanya terjadi saat pengolahan berlangsung. Contohnya proses
karamelisasi pada gula, yaitu proses pencokelatan yang disebabkan karena
bertemunya gula reduksi dan asam amino (penyusun protein) pada suhu tinggi dan
waktu lama (Arsa, 2016).
BDD atau bagian yang dapat dimakan adalah bagian makanan setelah
dibuang bagian yang tidak dapat dimakan, misalnya kulit, tulang, sisik, biji, atau
serat-serat yang tidak dapat dimakan. Angka dalam daftar BDD menunjukkan
persentase bagian yang dapat dimakan dari suatu makanan (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2014).
Cara perhitungan BDD adalah berat dapat dimakan dibagi dengan berat utuh
kemudian dikali dengan seratus persen.
Menurut pengamatan kami dengan lobak dan bengkuang sebagai bahan
percobaan, panjang lobak adalah 11 cm dan diameternya sebesar 4 cm sedangkan
panjang bengkuang adalah 12,2 cm dengan diameter sebesar 8,5 cm.
Proses pencoklatan diawali dengan diirisnya kedua umbi yaitu lobak dan
bengkuang kemudian didiamkan selama 15 menit. Namun dalam kurun waktu
tersebut tidak terlihat adanya perubahan yang signifikan terhadap warna daging
dari kedua umbi.
Perhitungan BDD terhadap lobak ialah dengan cara membagi berat dapat
dimakannya sebesar 90 gram dengan berat dagingnya yaitu 100 gram kemudian
dibagi 100% dan memberikan persentase 90% sedangkan untuk perhitungan
bengkuang ialah dengan cara membagi berat dapat dimakan bengkuang sebesar
425g gram dengan berat utuhnya yaitu 448 gram kemudian dibagi 100% dan
menghasilkan persentase 94,8%.
BAB VI
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Apsari, M., Anindi., Setiani., Etza, B., dan Nurwantoro. (2017). Pemanfaatan Lobak sebagai Selai
dengan Penambahan Komsentrasi Pektin yang Berbeda. Undergraduated thesis,
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.
Arsa, M. (2016). Proses Pencoklatan (Browning Process) pada Bahan Pangan. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Denpasar.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2014). Pedoman Konversi Berat Matang-
Mentah, Berat Dapat Dimakan (BDD) dan Resep Makanan Siap Saji dan Jajanan.
Kementrian Kesehatan R.I.
Blackweel, Wiley, 2012. Food Biochemistry and Food Processing, 2nd (ed). New York.
Dewi, S.N., Parnanto, N.H.R., dan Ariyantoro, A.R. (2012). Karakteristik Sifat Fiskokimia Tepung
Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Dimodifikasi Secara Asetilasi dengan Variasi
Konsentrasi Asam Asetat Selama Perendaman Physicochemical. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian. 5(2): 104-112.
Estiasih, T., Putri, W.D.R., dan Waziiroh, E. (2017). Umbi-Umbian dan Pengolahannya. Malang :
Universitas Brawijaya Press.
Gardjito, M dan Djuwardi, A. (2011). Pangan Nusantara Manifest Boga Indonesia (Solusi
Pangan, Sifat, Potensi, Peluang dan Prospek) Aneka Tepung Nusantara. Yogyakarta :
Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.
Guido, M. (2016). Efek Lobak Putih (Raphanus sativus L.) terhadap Penurunan Tekanan Darah
pada Pria Dewasa Muda. Undergraduated thesis, Universitas Kristen Maranatha.
Kitashiba, H., Li, F., Hirakawa, H., Kawanabe, T., Zou, Z., Hasegawa, Y., Tonosaki, K., et.al.
(2014). Draft Sequences of Radish (Raphanus sativus L.) Genome. DNA Research.
21(5): 481-490. https://doi.org/10.1093/dnares/dsu014.
Kumalasari, I.D., Nishi, K., Harmayani, E., Raharjo, S., dan Sugahara, T. (2013). Effect of
bengkoang (pachyrhizus erosus) fiber extract on murine macrophage-like J774.1 cells
and mouse peritoneal macrophages. Journal of Functional Foods. 5(2): 582-589.
https://doi.org/10.1016/j.jff.2012.12.005.
Lee, S.W., Yang, K.M., Kim, J.K., Nam, B,H., Lee, C.M., Jeong, M.H., Seo, S.Y., et.al. (2012).
Effects of White Radish (Raphanus sativus L.) Enzyme Extract on Hepatotoxicity.
Official Journal of Korean Society of Toxicology. 28(3): 165-172.
https://doi.org/10.5487/TR.2012.28.3.165.
Parman, S., (2010). Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Produksi Umbi Tanaman Lobak
(Raphanus Sativus L.). Jurnal Buletin Anatomi dan Fisiologi. 18(2): 29-38.
Pringgowatia, S.L., Surjoseputroa, S., dan Setijawatia, E. (2017). Pengaruh Proporsi Singkong dan
Lobak (Raphanus sativus L.) Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Hashbrown
Singkokong). Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya.
Yeni, G., Failisnur, dan Firdausi. (2013). Membuat Aneka Olahan Bengkuang. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Gambar Keterangan
Lobak utuh
Bengkuang utuh
Bengkuang diiris membujur