Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BAHAN PANGAN (GZW 1213)

ACARA II

UMBI-UMBIAN

Disusun Oleh :

Kelompok 01

Shahia Hasna Zahirah Cindary (I1D019041)

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PRODI ILMU GIZI

PURWOKERTO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata umbi pertama dimengerti


sebagai, : “akar tumbuhan yang menjadi besar dan berisi makanan” untuk
tumbuhan itu sendiri, dan dapat dijadikan makanan bagi orang yang mau
memanfaatkan. Jadi dalam pengertian bahasa, umbi sebenarnya sumber
makanan yang dihasilkan dari perubahan akar tumbuhan bermacam jenis ubi-
ubian tersebut. Yang kedua kata umbi dimengerti sebagai pangkal batang
yang menjadi besar dan berisi sumber makanan juga (seperti talas dan keladi).
Dengan demikian alam menyediakan makanan yang berupa umbi-umbian
yang dapat diperoleh atau dihasilkan dari akar atau pangkal batang tumbuh-
tumbuhan, yang dalam khasanah pangan dikelompokan sebagai sumber
pangan yang berbasis umbi-umbian (Gardjito, M & Djuwardi, A., 2011).
Umbi-umbian merupakan tanaman pangan penting sumber
karbohidrat terutama dalam bentuk pati. Umbi-umbian merupakan makanan
pokok di beberapa negara terutama Asia dan Afrika, karena menyumbangkan
kalori terbesar dalam makanan utama sekali konsumsi. Di Indonesia, umbi-
umbian merupakan komoditas penting karena selain sebagai bahan pangan,
umbi-umbian juga merupakan bahan baku untuk berbagai produk industri
seperti tapioka, pati termodifikasi, gula cair, dan sebagainya (Estiasih, dkk.,
2017).
Dari sekian banyak jenis umbi-umbian, hanya sebagian saja yang
telah dikenal dan dimanfaatkan secara luar oleh manusia. Melalui
pengamatan struktur dan sifat fisik berbagai jenis umbi-umbian diharapkan
diperoleh suatu gambaran yang lebih jelas terhadap umbi-umbian tersebut.

1.2 Tujuan Praktikum

Mengamati struktur dan sifat fisik berbagai jenis umbi-umbian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lobak

Lobak putih (Rhaphanus sativus L.) merupakan tamanan hortikultura yang


memiliki bentuk mirip dengan wortel yang berasal dari China sekitar tahun 500
SM kemudian menyebar luas ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.
Lobak sering disebut dengan lobak cina/lobak oriental. Tanaman lobak memiliki
akar tunggang dengan akar samping yang tumbuh pada akar tunggang. Akar
tunggang ini nantinya berubah fungsi dan bentuk menjadi umbi yang besar, umbi
tersebut tumbuh memanjang ke bawah, bentuknya lebih bulat dan berwarna putih
bersih. Lobak tumbuh baik di daerah pegunungan ataupun di dataran rendah,
dengan udara lembab dan dingin. Hampir seluruh bagian tanaman lobak dapat
dimakan, umbinya dapat dimakan mentah sebagai lalap, dibuat acar/asinan atau
dimasak untuk sayur. Tanaman lobak dapat tumbuh di dataran rendah dan dataran
tinggi pada ketinggian ±1.100 mdpl-1.250 mdpl. Kondisi lingkungan tumbuh
yang paling baik untuk lobak adalah di dataran tinggi antara 1.000-1.500 mdpl
(Apsari, dkk., 2017).
Ada variasi besar dalam ukuran dan bentuk akar dari diameter lebih kecil
dari 3 cm dalam kasus lobak taman Eropa hingga lebih dari 30 cm untuk
'Sakurajima Daikon' dan dari jenis bulat dalam kasus taman Eropa lobak dan
'Sakurajima Daikon' ke tipe panjang seperti 'Moriguchi Daikon' yang memiliki
akar lebih dari 2 m. Akar lobak mengandung glukosinolat, yang dihidrolisis oleh
myrosinase yang melekat (EC3.2.1.147) setelah gangguan sel, menghasilkan
produksi komponen pedas, yaitu isothiocyanate (Kitashiba, dkk., 2014).
Lobak telah digunakan secara etnis sebagai pencahar, stimulan, bantuan
pencernaan, makanan pembuka dan dalam pengobatan gangguan lambung.
Konstituen utama lobak adalah 4- (methylthio) -3-butenyl isothiocyanate, allyl
isothiocayanate, benzyl isothiocyanate dan phenethyl isothiocyanate. Lobak juga
mengandung flavonoid seperti kaempherol glikosida, peroksidase dan antioksidan
(Lee, dkk., 2012).
Komposisi kimiawi lobak adalah sebagai berikut energi 19 kkal, protein
0,9 gram, karbohidrat 4,2 gram, lemak 0,1 gram, kalsium 35 mg, fosfor 26 mg, zat
besi 1 mg, vitamin A 10 UI, vitamin B1 0,03 mg, dan vitamin C 32 mg dalam 100
gram lobak. Keunggulan dari lobak mememiliki kandungan inulin yang tinggi
sebesar 7,1% (Pringgowati, dkk., 2017).

2. 2 Bengkuang

Bengkuang (Pachyrhizus erosus) merupakan umbi tanaman atau umbi


dan kadang-kadang disebut juga “buah bengkuang”. Umbi bengkuang ini dapat
langsung dikonsumsisegar sebagai bahan kelengkapan rujak tanpa melalui
proses pengolahan. Meskipun keberadaannya sangat melimpah, pemanfaatan
bengkuang di kalangan masyarakat masih sangat sederhana yang penyajiannya
masih dalam bentuk buah utuh. Umbi bengkuang segar termasuk umbi yang
mudah rusak ditandai dengankandungan air yang cukup tinggi (85,1 g) (Dewi,
dkk., 2012).

Taksonomi dari tanaman bengkuang adalah sebagai berikut (Arumsari,


2018):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (dikotil)

Ordo : Fabales

Familia : Fabaceae (umbi-umbian)

Super Familia : Faboidae

Genus : Pachyrizus

Spesies : Pachyrizus erosus


Selain itu umbi bengkuang mengandung inulin yang bermanfaat bagi
kesehatan dan dimanfaatkan dalam pangan fungsional. Inulin merupakan polimer
dari unit-unit fruktosa. Inulin bersifat larut di dalam air, tidak dapat dicerna oleh
enzimenzim pencernaan, tetapi difermentasi mikroflora kolon (usus besar). Oleh
karena itu, inulin berfungsi sebagai prebiotik. Inulin telah dibuktikan secara klinis
dapat meningkatkan bifidobakteria sehat di perut. Studi yang sama juga
membuktikan bahwa inulin dapat membantu sistem daya tahan tubuh dan
membantu penyerapan vitamin. (Bundaalf, 2011).

Bengkoang memiliki jumlah serat kasar yang lebih tinggi daripada kentang
dan ubi jalar. Potensi serat kasar dari bengkoang terutama pada aspek
imunomodulator belum dilaporkan. Bukti aktivitas imunomodulator serat
bengkoang penting untuk meningkatkan nilainya sebagai bahan pangan fungsional
(Kumalasari, dkk., 2012).
Yeni, dkk (2013) menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur tanaman
menyebabkan kadar monosakarida menjadi berkurang atau pembentukan
polisakarida sebagai komponen utama pati bertambah bersamaan dengan tingkat
kematangan buah yang menyebabkan bertambah juga kandungan asam hidroksi
karboksilat sebagai salah satu komponen aktif yang mempunyai sifat sebagai
pembersih, pemutih dan pendingin pada kul it. Kandungan bahan yang dimiliki
bengkuang seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia bengkuang per 100 gram umbi
No. Komponen Satuan Kadar
1. Kalori kal 55
2. Kadar air % 82,38
3. Protein % 1,47
4. Lemak % 0,09
5. Karbohidrat % 9,72
6. Gula % 2,17
7. Gula non-pereduksi % 3,03
8. Serat % 0,64
9. Kadar abu % 0,50
10. Vitamin dan minaral
 Kalsium mg 16,0
 Fosfor mg 18,0
 Besi mg 1,13
 Thiamin mg 0,5
 Riboflavin mg 0,02
 Niacin mg 0,2
mg 14,0
 Asam askorbat
Sumber : Yeni, dkk (2013).
BAB III

ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

 Pisau
 Timbangan
 Penggaris

3.2 Bahan

 Lobak
 Bengkoang
BAB IV
PROSEDUR KERJA

4.1 Bentuk

Masing-masing jenis umbi


digambar secara utuh

Hasil

4.2 Ukuran

Panjang dan diameter atau tebal


masing-masing jenis umbi diukur
dengan menggunakan penggaris

Hasil

4.3 Berat

Masing-masing jenis umbi ditimbang


dengan menggunakan timbangan
untuk mengetahui kisaran beratnya

Hasil

4.4 Warna
Warna kulit dan daging umbi dari
masing-masing jenis dicatat

Hasil

4.5 Pencoklatan

Umbi diiris

Perubahan warna yang terjadi


diamati

Hasil

4.6 Struktur Jaringan

Masing-masing jenis umbi diiris melintang


dan membujur

Lapisan-lapisan yang terlihat


digambarkan

Hasil
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil
5.1.1.1 Tabel Hasil Pengamatan

No. Nama Perlakuan Pengamatan Hasil


1. Lobak Lobak digambar secara utuh.  Lonjong .
 Memiliki batang
dan daun di
atasnya.
Panjang dan diameter atau tebal  Panjang : 11 cm
lobak diukur menggunakan  Diameter : 4 cm
penggaris.
Lobak ditimbang dengan  Berat utuh : 100
menggunakan timbangan untuk gr
mengtahui kisaran beratnya.  Berat daging
(BDD) : 90 gr
 Presentase : 90%
Warna kulit dan daging lobak  Kulit : Putih
dicatat kecoklatan
 Daging : Putih

a. Lobak diiris.  5 menit


Tidak ada
b. Perubahan warna yang perubahan warna
terjadi pada daging lobak  10 menit
diamati. Tidak ada
perubahan warna.
 15 menit
Tidak ada
perubahan warna.
a. Lobak diiris secara Melintang
melintang dan
membujur.

b. Lapisan-lapisan yang Membujur


terlihat digambar
2. Bengkoang Bengkoang digambar secara utuh.  Bulat oval.
 Terdapat batang
coklat di atasnya.
Panjang dan diameter atau tebal  Panjang : 12,2 cm
bengkoang diukur menggunakan  Diameter : 8,5 cm
penggaris.
Bengkoang ditimbang dengan  Berat utuh : 448
menggunakan timbangan untuk gr
mengtahui kisaran beratnya.  Berat daging
(BDD) : 425 gr
 Presentase :
94,8%
Warna kulit dan daging  Kulit : coklat
bengkoang dicatat.  Daging : putih
a. Bengkoang diiris.  5 menit
Tidak ada
b. Perubahan warna perubahan warna
yang terjadi pada  10 menit
daging bengkoang Tidak ada
diamati. perubahan warna
 15 menit
Tidak ada
perubahan warna
a. Bengkoang diiris Melintang
secara melintang dan
membujur.

b. Lapisan-lapisan
yang terlihat Membujur
digambar

5.1.1.1. Perhitungan

BDD : Berat dapat dimakan/Berat total X 100%

a. BDD Lobak

BDD : 90/100 X 100%


: 90%

b. BDD Bengkoang

BDD : 425/448 X 100%


: 94,8%

5.2 Pembahasan

Pada praktikum ini, jenis umbi yang digunakan adalah lobak putih dan
bengkuang. Tujuan praktikum ini ialah untuk mengamati struktur dan sifat fisik
berbagai jenis umbi-umbian. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa
setiap umbi memiliki struktur fisik dan komposisi yang berbeda-beda.
Lobak (Raphanus sativus L.) adalah salah satu bentuk umbi yang banyak
ditemukan di Indonesia. Umbi lobak dapat dimakan mentah, dibuat acar, atau
umumnya dapat dibuat sebagai campuran soto. Lobak memiliki beberapa jenis,
yaitu lobak putih dan lobak merah. Pada penelitian ini digunakan lobak putih.
Lobak putih memiliki berbagai kandungan mineral seperti kalsium, magnesium,
kalium, natrium, fosfat, dan seng yang baik untuk kesehatan (Giudo, 2016).
Lobak merupakan sayuran umbi, yang dalam taksonomi tumbuhan termasuk
familia Cruciferae dengan batang yang amat pendek, sehingga semua daunnya
berjejal - jejal di atas tanah. Dibandingkan dengan sayuran berumbi yang lain,
misalnya wortel (Daucus carota) dan ketela rambat (Ipomoea batatas Poir),
penanaman lobak di Indonesia belum begitu meluas. Hal ini mungkin disebabkan
karena baru orang - orang tertentu saja yang mengetahui cara penggunaan atau
pengolahan lobak tersebut, sehingga daya beli masyarakat tidak sebesar tanaman
sayuran yang lain (Parman, 2010).
Ada variasi besar dalam ukuran dan bentuk akar dari diameter lebih kecil dari
3 cm dalam kasus lobak taman Eropa hingga lebih dari 30 cm untuk 'Sakurajima
Daikon' dan dari jenis bulat dalam kasus taman Eropa lobak dan 'Sakurajima
Daikon' ke tipe panjang seperti 'Moriguchi Daikon' yang memiliki akar lebih dari
2 m (Kitashiba, dkk., 2014).
Bengkuang membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat
seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna
kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak
manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbinya
juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90 %. Rasa manis
pada umbi bengkoang berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin, yang
tidak bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau
orang yang berdiet rendah kalori. Berdasarkan bentuk umbinya, ada dua macam
yaitu bulat pipih dan bulat panjang. Umbi yang berbentuk bulat pipih lebih baik
dari pada yang berbentuk bulat panjang. Kelebihan umbi yang bentuknya bulat
pipih antara lain : kulitnya tipis, mudah dikupas, berwarna putih, berair banyak,
serat sedikit, mudah dipecah dan rasanya manis. Sedang umbi yang berbentuk
bulat panjang kulitnya lebih tebal, sulit dikupas, berwarna sedikit kekuningan,
berkadar air rendah, berserat, sulit dipecah dan rasanya tawar (Susanto, 2011).
Proses pencoklatan pada bahan makanan dapat dibagi menjadi dua reaksi
utama, yaitu pencoklatan enzimatis, dan pencoklatan non-enzimatis. Proses
browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada bahan pangan
segar. Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung
substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya seperti tirosin, asam kafeat,
asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat proses pencoklatan.
Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling
berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan (Arsa, 2016).
Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas dan karena
kerusakan secara mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan integritas jaringan
tanaman. Hal ini menyebabkan enzim dapat kontak dengan substrat yang biasanya
merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik seperti katekin, asam
kafeat, dan asam klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi
kuinon oleh enzim phenolase. Perubahan warna ini tidak hanya mengurangi
kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan rasa serta hilangnya nutrisi.
Reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan dalam
penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari produk
tersebut (Wiley-Blackwell, 2012).
Proses Browning non Enzimatis disebabkan oleh reaksi pencoklatan tanpa
pengaruh enzim, biasanya terjadi saat pengolahan berlangsung. Contohnya proses
karamelisasi pada gula, yaitu proses pencokelatan yang disebabkan karena
bertemunya gula reduksi dan asam amino (penyusun protein) pada suhu tinggi dan
waktu lama (Arsa, 2016).
BDD atau bagian yang dapat dimakan adalah bagian makanan setelah
dibuang bagian yang tidak dapat dimakan, misalnya kulit, tulang, sisik, biji, atau
serat-serat yang tidak dapat dimakan. Angka dalam daftar BDD menunjukkan
persentase bagian yang dapat dimakan dari suatu makanan (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2014).
Cara perhitungan BDD adalah berat dapat dimakan dibagi dengan berat utuh
kemudian dikali dengan seratus persen.
Menurut pengamatan kami dengan lobak dan bengkuang sebagai bahan
percobaan, panjang lobak adalah 11 cm dan diameternya sebesar 4 cm sedangkan
panjang bengkuang adalah 12,2 cm dengan diameter sebesar 8,5 cm.
Proses pencoklatan diawali dengan diirisnya kedua umbi yaitu lobak dan
bengkuang kemudian didiamkan selama 15 menit. Namun dalam kurun waktu
tersebut tidak terlihat adanya perubahan yang signifikan terhadap warna daging
dari kedua umbi.
Perhitungan BDD terhadap lobak ialah dengan cara membagi berat dapat
dimakannya sebesar 90 gram dengan berat dagingnya yaitu 100 gram kemudian
dibagi 100% dan memberikan persentase 90% sedangkan untuk perhitungan
bengkuang ialah dengan cara membagi berat dapat dimakan bengkuang sebesar
425g gram dengan berat utuhnya yaitu 448 gram kemudian dibagi 100% dan
menghasilkan persentase 94,8%.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setiap jenis umbi-umbian memiliki karakteristik dan komposisi yang


berbeda-beda. Perbedaan antara lobak putih dan bengkuang terlihat cukup jelas
mulai dari bentuknya hingga komposisinya. Lobak putih berbentuk lonjong
berwarna putih sedangkan bengkuang berbentuk oval dengan kulit berwarna
coklat dan dagingnya berwarna putih.

Ketika lobak putih dan bengkuang didiamkan di ruangan terbuka dengan


kondisi fisik yang sudah diiris tidak menunjukkan adanya pencoklatan dalam
kurun waktu 15 menit. Dan dapat disimpulkan berdasarkan hasil perhitungan
BDD bahwa lobak putih memiliki persentase BDD sebesar 90% sedangkan untuk
bengkuang sebesar 94,8%.

6.2 Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya adalah melakukan pencoklatan


menggunakan enzim sehingga hasil yang didapat lebih akurat dan jelas bagi
berbagai macam umbi-umbian.
DAFTAR PUSTAKA

Apsari, M., Anindi., Setiani., Etza, B., dan Nurwantoro. (2017). Pemanfaatan Lobak sebagai Selai
dengan Penambahan Komsentrasi Pektin yang Berbeda. Undergraduated thesis,
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.

Arsa, M. (2016). Proses Pencoklatan (Browning Process) pada Bahan Pangan. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Denpasar.

Arumsari, Meditha. (2018). Karakteristik Fisikokimia, Mikrobiolgis, dan Organoleptik Minuman


Sinbiotik Bengkuang (Pachyrhizus erosus) (Kajian Proporsi Srai Umbi Bengkuang : Air
dan Konsentrasi Starter Bakteri Asam Laktat). Bachelor Degree (S1) thesis. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2014). Pedoman Konversi Berat Matang-
Mentah, Berat Dapat Dimakan (BDD) dan Resep Makanan Siap Saji dan Jajanan.
Kementrian Kesehatan R.I.

Blackweel, Wiley, 2012. Food Biochemistry and Food Processing, 2nd (ed). New York.

Bundaalf. (2011). Susu Bengkoang Prebiotik Alami. Bundalf.htm.2011

Dewi, S.N., Parnanto, N.H.R., dan Ariyantoro, A.R. (2012). Karakteristik Sifat Fiskokimia Tepung
Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Dimodifikasi Secara Asetilasi dengan Variasi
Konsentrasi Asam Asetat Selama Perendaman Physicochemical. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian. 5(2): 104-112.

Estiasih, T., Putri, W.D.R., dan Waziiroh, E. (2017). Umbi-Umbian dan Pengolahannya. Malang :
Universitas Brawijaya Press.
Gardjito, M dan Djuwardi, A. (2011). Pangan Nusantara Manifest Boga Indonesia (Solusi
Pangan, Sifat, Potensi, Peluang dan Prospek) Aneka Tepung Nusantara. Yogyakarta :
Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.
Guido, M. (2016). Efek Lobak Putih (Raphanus sativus L.) terhadap Penurunan Tekanan Darah
pada Pria Dewasa Muda. Undergraduated thesis, Universitas Kristen Maranatha.

Kitashiba, H., Li, F., Hirakawa, H., Kawanabe, T., Zou, Z., Hasegawa, Y., Tonosaki, K., et.al.
(2014). Draft Sequences of Radish (Raphanus sativus L.) Genome. DNA Research.
21(5): 481-490. https://doi.org/10.1093/dnares/dsu014.
Kumalasari, I.D., Nishi, K., Harmayani, E., Raharjo, S., dan Sugahara, T. (2013). Effect of
bengkoang (pachyrhizus erosus) fiber extract on murine macrophage-like J774.1 cells
and mouse peritoneal macrophages. Journal of Functional Foods. 5(2): 582-589.
https://doi.org/10.1016/j.jff.2012.12.005.
Lee, S.W., Yang, K.M., Kim, J.K., Nam, B,H., Lee, C.M., Jeong, M.H., Seo, S.Y., et.al. (2012).
Effects of White Radish (Raphanus sativus L.) Enzyme Extract on Hepatotoxicity.
Official Journal of Korean Society of Toxicology. 28(3): 165-172.
https://doi.org/10.5487/TR.2012.28.3.165.
Parman, S., (2010). Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Produksi Umbi Tanaman Lobak
(Raphanus Sativus L.). Jurnal Buletin Anatomi dan Fisiologi. 18(2): 29-38.
Pringgowatia, S.L., Surjoseputroa, S., dan Setijawatia, E. (2017). Pengaruh Proporsi Singkong dan
Lobak (Raphanus sativus L.) Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Hashbrown
Singkokong). Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya.

Susanto, A. (2011). Pemanfaatan Umbi Bengkuang untuk Minuman Sinbiotik. Universitas


Pembangunan Nasional “Veteran”, Jawa Timur.

Yeni, G., Failisnur, dan Firdausi. (2013). Membuat Aneka Olahan Bengkuang. IPB. Bogor.
LAMPIRAN

Gambar Keterangan
Lobak utuh

Lobak diiris membujur

Lobak diiris melintang


Pencoklatan lobak 5 menit

Pencoklatan lobak 10 menit

Pencoklatan lobak 15 menit

Bengkuang utuh
Bengkuang diiris membujur

Bengkuang diiris melintang

Pencoklatan bengkuang 5 menit

Pencoklatan bengkuang 10 menit


Pencoklatan bengkuang 15 menit

Anda mungkin juga menyukai