Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ILMU BAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI
FK UNDIP

PERCOBAAN V
IKAN DAN HASIL PERIKANAN LAINNYA

Disusun oleh : Kelompok C1


1. Cindy Desy Ariyani 22030117120041
2. Nisra Iman Kasih Zai 22030117120037
3. Salma Vidya Ayuningtyas 22030117120039
4. Yesi Pratama Aprilia Ningrum 22030117120035

Tanggal Praktikum : 10 September 2017

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN
LABORATORIUM KIMIA PANGAN PRODI S1 ILMU GIZI
2017
BAB I PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI
Percobaan ini merupakan percobaan untuk mengetahui struktur fisik ikan dan
hasil perikanan lainnya melalui pengamatan langsung, dan mengetahui kriteria
mutu berdasar pengamatan subyektif serta untuk menghitung berat bagian yang
dapat dimakan dari ikan dan hasil perikanan lainnya.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan adalah bahan pangan yang mengandung protein tinggi, yang sangat
dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah dicerna, juga mengandung asam
amino dengan pola yang hampir sama dengan asam amino yang terdapat dalam
tubuh manusia. Kandungan gizi dan protein yangm tinggi menjadikan ikan
sebagai makanan yang sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari, baik
dalam bentuk segar, maupun dalam bentuk olahan.[1] Berikut kriteria mutu
ikan:
1. Warna
Kriteria warna yang baik bagi ikan segar adalah berwarna cerah.
2. Mata
Kriteria mutu ikan dapat juga dilihat dari kondisi matanya, mata ikan yang
segar akan jernih, berlendir, kornea bening dan cembung.
3. Kulit
Keadaan kulit pada ikan segar adalah swdikit berlendir , cemerlang, warna
tidak pudar dan kontras.
4. Tekstur
Tekstur pada ikan yang baik adalah dagingnya masih bertekstur kenyal.[2]
5. Insang
Insang adalah salah satu bagian tubuh ikan dimana bakteri banyak
ditemukan, oleh karena itu insang dijadikan salah satu parameter
kesegaran ikan. Insang ikan segar berwarna merah cerah dan tidak
berlendir. Sedangkan insang ikan yang telah menurun tingkat
kesegarannya berwarna merah pudar dan berlendir.
6. Aroma
Aroma merupakan parameter penentu kesegaran ikan yang mudah
digunakan. Ikan yang segar memiliki bau yang segar, spesifik jenis dan
bau amis yang lembut. Ikan yang busuk berbau amoniak, asam, dan busuk.
7. Tekstur
Tekstur merupakan parameter penting dalam penentuan tingkat kesegaran
ikan. Ikan yang masih segar memiliki tekstur daging yang padat dan
elastis. Tekstur daging ikan yang sangat lunak akan ditemui pada ikan
busuk. Ikan yang segar memiliki daging yang kenyal,jika ditekan dengan
jari cepat pulih kembali, sisik tidak mudah lepas, jika daging disayat
tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang
dengan menampilkan warna daging ikan asli tubuhnya lentur. Berbeda
dengan rusak. Kelenturan tubuh ikan sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesegaran.
8. Sisik
Sisik pada ikan yang sudah tidak segar sangat mudah terlepas
dibandingkan ikan yang masih segar, sisiknya masih melekat kuat pada
permukaan kulit ikan. Ikan segar sisiknya bersih dan masih berwarna
metalik. Sementara sisik ikan busuk banyak yang lepas; tanda-tanda warna
khususnya pudar dan lama-lama menghilang.[3]
a. Ikan kembung
Ikan kembung dikenal sebagai mackarel fish yang termasuk ikan
ekonomis penting dan potensi tangkapanya naik tiap tahunnya. Ikan ini
memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari oleh
masyarakat. Menurut Badan Ketahanan Pangan Provinsi DIY (2013),
komposisi gizi ikan kembung cukup tinggi, yakni setiap 100 gram daging
ikan kembung mengandung air 76%, protein 22 g, lemak 1 g, kalsium 20 mg,
pospor 200 mg, besi 1 g, vitamin A 30 SI dan vitamin B1 0,05 mg.
b. Ikan Mujair
Ikan Mujair merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan
pipihdengan warna abu-abu, coklat atau hitam (Gambar 2.1).Mujair memiliki
bentukbadan yang pipih dan memanjang, bersisik kecil-kecil bertipe stenoid,
tubuhmemiliki garis vertikal, sirip ekor memiliki garis berwarna merah.
Warna ikan ini tergantung pada lingkungan atau habitat yang di huni [4].
Mulutnya agak besar dan mempunyai gigi-gigi yang halus. Letak
mulutterminal atau di ujung tubuh. Posisi sirip perut terhadap sirip dada
adalahthoracic. Linea lateralis tidak sempurna atau terputus menjadi dua
bagian. Jumlah sisik pada garis rusuk bagian atas 18-21 buah dan pada garis
rusuk bagian bawahada 10-15 buah. Sirip dada dan sirip perut berwarna hitam
kemerahan, sedangkansirip punggung dan sirip ekor berwarna kemerah-
merahan pada ujung-ujungnya. [5]
Ciri-ciri khas dari ikan mujair yaitudagu berwarna kekuning-kuningan dan
tanda tersebut biasanya akan terelihat lebih jelas pada ikan jantan yang sudah
dewasa. Ikan ini memiliki panjang tubuh dua sampai tiga kali dari tinggi
badannya.
Berat ikan dapat mencapai 120 sampai 200 gram dalam waktu empat bulan
dengan sedikitny a80% yang dapat bertahan hidup. Panjang total maksimum
yang dapat dicapai ikan mujair adalah 40 cm. Ikan ini mulai bisa berkembang
biak pada umur 3 bulan, dan setelah itu ikan mujair dapat berkembang biak
setiap 1½ bulan sekali [6].
Menurut Setianto, ikan mujair merupakan salah satu sumber protein yang
tinggi, mengandung asam lemak tak jenuh (omega-3,Eicosapentaenoic
acid/EPA, Docosahexanoic acid/DHA) yang berfungsi untuk perkembangan
otak. Selain itu masih banyak lagi kandungan gizi dari ikan mujair ini, antara
lain air 80,0 g, protein 16,0 g, energi 86,0 kalori, lemak 2,0 g, kalsium20,0
mg, besi 2,0 g, vitamin A 150,0.
c. Ikan Bandeng
Ikan bandeng memiliki nama latin Chanos chanos merupakan ikan
campuran antara air asin dan air tawar atau payau. Ikan ini merupakan satu-
satunya spesies yang ada dalam familia Chanidae. Ikan yang masih muda dan
baru menetas hidup di air laut selama 2-3 minggu, lalu berpindah ke rawa-
rawa bakau yang berair payau, dan kadang kala danau-danau berair asin.
Bandeng kembali ke laut kalau sudah dewasa danberkembang biak. [7]
Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memilikirasa
cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari masyarakatdiIndonesia.
Harga bandeng prestoterjangkau oleh segala lapisanmasyarakat. Ikan bandeng
digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi serta kandungan kolesterolnya
juga rendah yaitu sekitar 52 mg / 100 g.
Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang sangat baik dandigolongkan
sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Adapun nilai gizi ikan
bandeng per 100 gram berat ikan mengandung 129 kkalenergi, 20 gram
protein, 2,8 gram lemak, 150 gram fosfor, 20 gramkalsium, 2 mg zat besi, 50
SI vitamin A, 0,05 gram vitamin B1 dan 74gram air. [8]
d. Cumi – cumi
Cumi merupakan salah satu hasil perikanan penting di dunia. Di
Indonesia kelompok hewan cumi ini mempunyai urutan ketiga produksi di
dalam dunia perikanan setelah ikan dan udang. Namun sampai saat
ini,perikanan cumi masih sangat jauh dari yang diharapkan dalam mengisi
ekspor non migas, salah satu sebabnya adalah produksi cumi hingga kini
masih tergantung dari hasil tangkapan di alam.[9]
Secara morfologi, tubuh cumi relatif panjang, langsing dan bagian
belakang meruncing (rhomboidal). Tubuh cumi-cumi dibedakan atas kepala,
leher dan badan. Kepala terletak di bagaian ventral serta memiliki dua mata
yang besar dan tidak berkelopak, berfungsi sebagai alat untuk melihat. Leher
pendek dan badan berbentuk tabung dengan sirip lateral berbentuk segitiga di
setiap sisinya. Pada kepala terdapat mulut yang dikelilingi oleh empat pasang
tangan dan sepasang tentakel (8 tangan dan 2 tentakel panjang). Pada
permukaan dalam tangan dan tentakel terdapat batil isap yang berbentuk
mangkok terletak pada ujung tentakel. Gigi khitin atau kait terletak pada tepi
batil isap untuk memperkuat melekatnya mangsa yang diperolehnya .
Cumi-cumi (Loligosp.) diamati selama delapan hari dengan metode uji
órgano leptik dengan penilaian yang dilakukan oleh panelis secara subjektif
menggunakan scoresheet. Parameter yang diamati dalam mengamati
kemunduran mutunya adalah penampakan, bau, dan tekstur[10].
1. Bau
Cumi-cumi yang utuh lebih cepat memberikan bau yang tidak
segar (dalam hal ini semakin menurun) dibandingkan dengan cumi-cumi
tanpa jeroan. Sama halnya pada cumi-cumi yang diberi perlakuan suhu
kamar mengalami kemunduran mutu pada bau setiap harinya. Menurut
faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi
protein yang membentuk berbagai produk. Seperti hipoksantin,
trimetilamin, terjadinya proses ketengikan, oksidatif dan pertumbuhan
mikroorganisme.
2. Tekstur
Cumi-cumi utuh lebih cepat mengalami kemunduran mutu tekstur
dibandingkan dengan cumi-cumi tanpa jeroan.[10] Cumi-cumi pada suhu
kamar lebih cepat mengalami kerusakan tekstur dibandingkan dengan
cumi-cumi pada suhu chilling. Hal ini disebabkan karena adanya faktor
kimiawi, fisikawi, danbiologi yang cepat terjadi pada suhu kamar
dibandingkan pada suhu chilling yang menggunakan suhu dingin
sehingga dapat menghambat laju perkembangan mikroorganisme dan
kerja enzim. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
kemunduran antara lain suhu tinggi yang dapat menyebabkan timbulnya
mikroorganisme, kesalahan perlakuan serta faktor biologis dan
lingkungan dari kijing itu sendiri.[11]
e. Kepiting
Kepiting dapat dihasilkan dari darat (tambak) atau laut. Dilihat dari
bentuk fisiknya kedua jenis kepiting ini agak berbeda, meski pada dasarnya
sama yaitu seluruh badannya dibungkus oleh kulit yang keras. Kulit kepiting
terdiri dari kitin yang banyak mengandung kalsium karbonat dan kalsium
fosfat.
Kepiting yang segar berwarna hijau dan dan berubah menjadi merah
setelah direbus.kepiting biasanya dijual dalam keadaan hidup atau sudah
dimasak. Kepiting yang sudah matu tetapi bekum dimasak jarang dijual
karena dianggap sudah busuk. Kepiting yang bernilai ekonomi tinggi adalah
kepiting yang sedang bertelur, telur ini disimpan di sekitar rongga perutnya.
Ciri – ciri kepiting sehat antara lain adalah saat kaki dayungnya ditarik lalu
dilepas, kaki bergerak cepat ke posisi semula Saat disentuh tangkai mata
langsung masuk (responsif) Mulut tidak mengeluarkan busa Warna karapasnya
cerah. Sedangkan ciri – ciri kepiting yang tidak baik adalah kepiting
mengeluarkan cairan dari tubuh yang terluka Mulut mengeluarkan busa Warna
karapas buram atau tidak cerah.[12]
Kepiting segar mempunyai ciri – ciri bersih, baunya manis, daging putih
mengandung lemak berwarna kuning, dan bebas dari bahan kimia. Sedangkan
kepiting yang busuk memiliki ciri – ciri kulit terbuka merenggang, mudah
mati, daging mengering, tidak lagi terdapat cairan dalam kulit, daging berubah
warna, dan berbau agak asam.
Bagian yang dapat dimakan dari kepiting adalah daging bagian dalam
badan atau perut, kaki dan penjepitnya.[2]
Setelah hasil perikanan mati akan terjadi perubahan biokimia dan mulai
terjadi proses penurunan mutu atau deteriorasi yang disebabkan oleh autolisis,
kimiawi, dan bakterial. Penentuan fase kemunduran mutu udang dilakukan
untuk mengetahui kondisi dan tingkat kesegaran udang. Kemunduran mutu
udang meliputi empat tahap yaitu prerigor, rigor mortis, postrigor, dan
kebusukan (deterioration). Penentuan fase kemunduran mutu udang dilakukan
menggunakan uji organoleptik. Penetapan kemunduran mutu udang secara
organoleptik dilakukan menggunakan score sheet yang sesuai dengan SNI 01-
2346-2006 meliputi parameter kenampakan udang, bau, dan tekstur. Fase
prerigor terjadi pada saat udang mengalami kematian, udang menjadi lemas
dan mudah untuk dibengkokkan. Pada tahap prerigor terjadi perombakan ATP
dan keratin fosfat sehingga menghasilkan energi. Glikogen dan glukosa bebas
didalam daging akan mengalami penguraian menjadi asam laktat dan
menghasilkan ATP, sehingga terjadi penurunan pH.
Pada fase rigor mortis memiliki spesifikasi kenampakan yaitu utuh, warna
seperti udang asli, kebeningan udang sedikit berkurang atau kusam, antar ruas
kurang kokoh, dan munculnya blackspot pada karapas udang. Bau udang
mengalami perubahan yaitu antara segar hingga netral. Tekstur udang memiliki
spesifikasi kurang elastis, kompak, dan padat. Blackspot pada udang mulai
muncul pada bagian tubuh udang yaitu cephalothorax. Fase rigor mortis terjadi
setelah berakhirnya fase prerigor, pada fase ini ditandai dengan adanya
perombakan ATP menjadi ADP oleh enzim ATPase sehingga menghasilkan
energi. Fase rigor mortis ditandain daging menjadi lebih keras dari
sebelumnya, hal ini terjadi karena penggabungan protein aktin dan miosin
menjadi protein kompleks aktomiosin.
Fase postrigor pada udang menunjukkan bahwa udang sudah tidak layak
untuk konsumsi. Hal ini dikarenakan spesifikasi udang pada fase postrigor
memiliki spesifikasi kenampakan yaitu utuh, warna udang berubah menjadi
merah muda, kebeningan hilang, antar ruas menjadi kurang kokoh, dan
penyebaran blackspot semakin banyak. Bau udang pada fase postrigor menjadi
netral hingga timbul bau amoniak. Spesifikasi tekstur udang mengalami
perubahan yaitu menjadi tidak elastis, kompak, dan padat. Fase postrigor
terjadi setelah rigor mortis berakhir, dan terjadi penguraian protein otot daging
ikan menjadi senyawa sederhana, yaitu dipeptida dan asam amino. Fase
postrigor ditandain dengan daging akan menjadi lunak karena adanya kerja
enzim pada tubuh udang. Nilai pH pada fase postrigor mengalami peningkatan
akibat dari penguraian protein sehingga mengakibatkan terbentuknya senyawa
basa volatil. Nilai pH yang meningkat menjadi basa digunakan sebagai tempat
untuk pertumbuhan bakteri.[13]
Fase kebusukan (deterioration) yaitu merupakan fase kebusukan pada
udang dan udang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Udang pada fase ini
memiliki spesifikasi kenampakan yaitu warna udang merah kusam, kulit
mudah terkelupas dari daging, dan pembentukan blackspot menjadi banyak.
Bau udang pada fase kebusukan (deterioration) yaitu bau amoniak hingga
busuk, dan tekstur daging udang menjadi lunak. Bau udang pada fase
kebusukan (deterioration) disebabkan karena kandungan asam lemak yang
terdapat pada daging udang yang mengalami proses oksidasi. Pada fase
kebusukan (deterioration) terjadi proses autolisis karena adanya enzim yang
memecah protein dan lemak, sehingga menyebabkan daging menjadi lunak.
Setelah udang mati seluruh sistem enzimatik berjalan tidak teratur sehingga
berakibat pada jaringan dan organ udang berubah menjadi busuk.[14]
Komposisi Satuan Udang Kepiting Kerang
Air % 75 58.1 85
Protein % 21 13.8 8
Lemak % 0.2 3.8 1.1
Karbohidrat % 0.1 14.1 3.6
Ca mg/100g 136 210 13.3
P mg/100g 170 250 170
Fe mg/100g 8 1.1 3.1
Vitamin A SI 60 200 300
Vitamin B1 mg/100g 0.01 0.05 0.01
komposisi rata – rata daging udang, kepiting dan kerang.[15]
Tabel 1. komposisi kimia rata-rata daging udang, kepiting, dan kerang
f. Kerang
Kerang merupakan hewan laut yang tak bertulang belakang dari kelompok
hewan bertubuh lunak memiliki 2 cangkang . Kerang keras sebagai pelindung
tubuhnya.
Habitat utama kerang yakni di perairan pantai yang memiliki pasir berlumpur
hingga kedalaman ±4-6 meter dan perairan yang relatif tenang. Selain itu, kerang
dapat juga ditemukan di daerah muara, hutan mangrove serta padang lamun. Pada
umumnya kerang hidup mengelompok dan terbenam dalam pasir berlumpur
Pada dasarnya tubuh Pelecypoda ini tertutup dua keping cangkang yang
berhubungan di bagian dorsal dengan adanya hinge ligamen, yaitu semacam pita
elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk. Kedua keping cangkang
pada bagian dalam juga ditautkan oleh satu atau dua buah otot aduktor yang
bekerja secara antagonis dengan hinge ligamen.[16]
Parameter Fisika-Kimia Perairan bagi Kehidupan Kerang
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan kerang darah seperti
parameter fisika dan kimia. Parameter fisika terdiri atas suhu, salinitas dan arus.
Adapun parameter kimia yaitu DO (oksigen terlarut) dan pH.
1. Parameter fisika
Semua spesies Anadara yang termasuk ekonomis penting dan umumnya
mendiami substrat yang lunak. Kerang darah dapat ditemukan pada substrat
lumpur berpasir tetapi densitas tinggi di daerah intertidal berbatasan dengan
mangrove. Anadara biasanya terdapat pada lumpur halus atau kadang- kadang
berpasir dan berasosiasi dengan pohon-pohon bakau. Pergerakan ombak
merupakan faktor yang penting di daerah ini. Pada dasar yang lunak, jalur ombak
dapat menimbulkan gerakan bergelombang besar di dasar yang sangat
mempengaruhi stabilitas substrat, partikel substrat yang teraduk akan tersuspensi
kembali. Hal ini sangat mempengaruhi hewan infauna yang hidup di dalam
substrat. Pergerakan ombak akan menentukan tipe partikel yang terkandung dalam
air. Pergerakan ombak yang kuat akan memindahkan partikel halus sebagai
suspensi dan memisahkan partikel yang lebih kasar (pasir). Arus adalah
pergerakan masa air yang bergerak secara horizontal. Angin yang mendorong
pergerakan air permukaan menghasilkan volume air yang besar. Pergerakan arus
ini mempengaruhi penyebaran organisme laut dan menentukan tipe substrat.
Puncak kepadatan Anadara granosa biasanya di sekitar pertengahan daerah
pasang. Pada beberapa daerah populasi A. granosa berlimpah di daerah subtidal.
Koloni A. granosa di Penang, Malaysia, terdapat di daerah pertengahan daerah
pasang sampai daerah pasang purnama terendah. Daerah sekitar Penak Malaysia,
dari pertengahan daerah pasang tinggi sampai pasang terendah. Variasi ini
dianggap karena pengaruh dari perbedaan salinitas.
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas
dinyatakan dalam satu dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas
dinyatakan dalam satuan g/kg atau permil (‰). Nilai perairan payau antara 0.5‰-
30‰. Kerang darah dapat hidup dengan salinitas bervariasi antara 28-31‰.
Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya
dalam distribusi biota akuatik.
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengontrol
kehidupan dan penyebaran organisme dalam suatu perairan. Suhu akan
mempengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan pola kehidupan
tersebut. Suhu air pada permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-
faktor meteorologi yang berperan ialah curah hujan, penguapan, kelembaban
udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Oleh karena
itu, suhu di permukaan biasanya mengikuti pula dengan pola musiman. Suhu
untuk Spesies Anadara bervariasi tergantung dengan letak geografisnya.
Pengukuran suhu permukaan A. granosa pada daerah Malaysia sepanjang tahun
umumnya berkisar antara 290C sampai 320C. Temperatur subtrat sebagai tempat
populasi A. granosa berkisar 250-31.40C dan suhu air sebesar 250-32.80C.
Arus adalah massa air yang selalu bergerak, yang dapat ditimbulkan oleh
kekuatan angin yang bertiup di permukaan air. Arus merupakan faktor fisika yang
mempengaruhi kehidupan organisme akuatik terutama organisme bentik. Arus
yang kuat dapat menyebabkan ketidakseimbangan dasar perairan yang lunak
seperti dasar perairan berpasir atau berlumpur. Pergerakan air yang ditimbulkan
oleh gelombang dan arus juga memiliki pengaruh yang penting terhadap bentos,
mempengaruhi lingkungan sekitar, seperti ukuran sedimen, kekeruhan, dan
banyaknya fraksi debu juga stress fisik yang dialami organisme-organisme dasar.
Pada daerah yang sangat tertutup dimana kecepatan arusnya sangat lemah, yaitu
kurang dari 10 cm/detik, organisme bentik dapat menetap, tumbuh dan bergerak
bebas tanpa terganggu.
Parameter Kimia
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan bagi tanaman dan hewan di dalam
air. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung
pada percampuran (mixing) dan pergerakan masa air, aktivitas fotosintesis,
respirasi dan limbah yang masuk ke dalam. A. granosa dapat hidup pada habitat
dengan kandungan oksigen yang rendah. Hal tersebut mungkin karena A. granosa
memiliki hemoglobin dan eritrosit di dalam darahnya. Kadar oksigen terlarut
optimum bagi moluska bentik adalah 4.1-6.6 ppm, sedangkan kadar minimal yang
masih dalam batas toleransi adalah 4 ppm. Peranan oksigen di perairan cukup
penting yakni untuk pernapasan, yang juga merupakan salah satu komponen
utama bagi metabolisme organisme perairan. Sumber utama oksigen di perairan
berasal dari difusi udara, fotosintesis fitoplanton dan tumbuhan air lainya serta air
hujan dan aliran permukaan yang masuk. pH hanya menggambarkan konsentrasi
ion hidrogen. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa
amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki
pH rendah. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Batas
[17]
toleransi pH bagi organisme air adalah 6.5-8.5.
BAB II METODE PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN


 Alat
1. Pisau 1 buah
2. Talenan 1 buah
3. Timbangan 1 buah
 Bahan
1. Ikan mujair 1 ekor
2. Ikan kembung 1 ekor
3. Ikan bandeng 1 ekor
4. Cumi-cumi 1 ekor
5. Kepiting 1 ekor
6. Kerang 1 ekor
7. Udang 1 ekor
8. Ikan tidak segar 1 ekor
B. CARA KERJA
1. Struktur fisik ikan dan hasil perikanan

Menyiapkan alat dan bahan

Mengamati bentuk masing-masing hasil perikanan

Menggambar bentuk utuhnya pada laporan sementara

Mengamati bentuk dan struktur fisiknya

Memisahkan bagian luar hasil perikanan

Mengamati warna, bentuk, dan struktur dagingnya


2. Kriteria mutu ikan

Menyiapkan ikan mujair, kembung dan bandeng

Mengamati secara subyektif warna, keadaan mata, kuit, tekstur, sisik, insang,
dan aromaikan tersebut

Membandingkan hasil pengamatan dengan tabel spesifikasi mutu ikan

3. Menghitung bagian dapat dimakan


a. Ikan
Mencuci ikan sampai bersih, kemudian meniriskan dan menimbang berat
utuhnya

Memisahkan sisik, ekor, sirip, kepala, insang, dan isi perut

Memisahkan daging dengan tulang

Mencuci dan meniriskan daging

Menimbang daging kemudian menghitung berat dapat dimakan

b. Kepiting, kerang, udang


Mencuci kepiting, kerang dan udang kemudian meniriskan dan menimbang
berat utuh

Memisahkan kulit/cangkang, insang, dan kulit kepala ( khusus udang )


menyatakan presentase terhadap berat utuh

c. Cumi - cumi
Mencuci cumi-cumi, kemudian meniriskan dan menimbang berat utuh

Membuang isi perut

Mencuci cumi-cumi kembali kemudian meniriskan dan menimbang kembali

Menyatakan dalam presentase terhadap berat utuh

Merapikan alat dan bahan kembali


BAB III HASIL PENGAMATAN
1. Pengamatan struktur fisik ikan dan hasil perikanan
NO JENIS IKAN WARNA GAMBAR BENTUK
1.1 Ikan mujair Abu-abu, keperakan
1.2 Ikan kembung Putih, sedikit abu-abu
1.3 Ikan bandeng Putih abu-abu
1.4 Cumi-cumi Ungu cerah
1.5 Kepiting Coklat kehijauan
1.6 Kerang Abu-abu
1.7 Udang Abu-abu
1.8 Ikan tidak segar Abu-abu pudar
Tabel 2. Pengamatan struktur fisik ikan dan hasil perikanan
2. Pengamatan mutu ikan berdasarkan pengamatan subyektif
N JENIS WAR MAT KULI TEKS INSA ARO
SISIK
O IKAN NA A T TUR NG MA
2.1 Ikan Agak Ke- Ber- Ke- agak Agak Netral
mujair pudar putiha lendir hilang mudah pudar
n an lepas
sifat
kenyal
2.2 Ikan Cerah Jernih, Sedikit Kenya Tidak Merah Netral
kembu cembu ber- l ada cerah
ng ng lendir
2.3 Ikan Agak Warna Sedikit Kenya Agak Agak Netral
bande pudar gelap ber- l mudah pudar
ng lendir lepas
2.4 Cumi- Ungu Gelap Ber- Kenya - - Agak
cumi cerah lendir l asam
2.5 Kepiti Coklat Hitam Kering Lunak Cangk - Netral
ng kehija ang
uan keras
N JENIS WAR MAT KULI TEKS INSA ARO
SISIK
O IKAN NA A T TUR NG MA
2.6 Keran Abu- - - Lunak - - Khas
g abu kerang
gelap
2.7 Udang Abu- Hitam Ber- Keras - - Netral
abu keluar lendir
cerah
2.8 Ikan pudar Ke- Ber- Lunak Tidak pudar Netral
tidak putiha lendir ada
segar n
Tabel 3. Pengamatan mutu ikan berdasarkan pengamatan subyektif
3. Perhitungan BDD
PERSENTASE
NO JENIS IKAN BERAT UTUH ( g ) BDD ( g )
(%)
3.1 Ikan mujair 250 115 46
3.2 Ikan kembung 190 110 57
3.3 Ikan bandeng 330 190 57.57
3.4 Cumi-cumi 20 10 50
3.5 Kepiting 200 40 20
3.6 Kerang 7 1 14.28
3.7 Udang 3 2 66
3.8 Ikan tidak segar 195 100 51
Tabel 4. Perhitungan BDD Ikan dan Hasil Perikanan lainnya
BAB III PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini ikan diamati secara subjektif dan objektif.
Secara subjektif diamati keadaan fisik ikan, dari mulai ikan yang hidup,
mati, dan busuk. Berdasarkan hasil pengamatan, ikan hidup mempunyai
mutu 1 dengan karakteristik kulit kenyal dan sedikit berlendir, tekstur
yang bagus, aroma yang khas (masihsegar), dan sisik melekat kuat.
Sedangkan ikan mati mempunyai mutu 2 dengan karakteristik kulit keras
dan berlendir, tekstur yang kenyal, aroma sedikit bau anyir, dan sisik
yang melekat kuat. Sedangkan ikan busuk angka mutunya paling rendah
yaitu 3 dengan karakteristik kulit yang keras dan berlendir, tekstur tidak
kenyal lagi (mengeras), aroma bau busuk, dan sisik melekat kuat. Pada
percobaan pertama dilakukan pengujian struktur fisik ikan , pengamatan
mutu ikan dan menghitung bagian yang dapat dimakan pada ikan dan
hasil perikanan
Pada percobaan ikan kembung dilakukan dengan pengamatan
struktur fisiknya yaitu warna dari ikan kembung putih, sedikit abu – abu.
Untuk pengamatan mutu ikan dilakukan dengan pengamatan subyektif.
Warna ikan kembung cerah. Sedangkan pengamatan organnya diamati
bagian mata, mata ikan kembung jernih, cembung, sedangkanmataikan
tidak segar pupil membesar dan berwarna keputihan. Menurut Munandar,
mata merupakan salah satu bagian tubuh ikan yang dijadikan sebagai
parameter tingkat kesegaran ikan. Pada ikan segar, bola mata terlihat
cembung dancerah. Sedangkan pada ikan busuk, bola mata terlihat
cekung dan lebih keruh.
Pada bagian mulut ikan kembung segar masih utuh dan bagus, ikan
mati bagian mulu tterdapat busa berwarna putih dan pucat. Dan ikan tidak
segar mulut tertutup rapat dan terdapat lendir. Pada bagian kulit ikan
kembung segar terdapat sedikit lendir dan teksturnya kenyal, sedangkan
ikan kembung tidak segar terdapat banyak lendir dan teksturnya lunak.
Menurut Yunizal, tekstur merupakan parameter penting dalam penentuan
tingkat kesegaran ikan. Ikan yang masih segar memiliki tekstur daging
yang padat dan elastis. Tekstur daging ikan yang sangat lunak akan
ditemui pada ikan busuk.
Aroma merupakan parameter penentu kesegaran ikan yang mudah
digunakan. Ikan yang segar memiliki bau yang segar, spesifik jenis dan
bau amis yang lembut. Ikan yang busuk berbau amoniak, asam, dan
busuk. Aroma pada ikan kembung segar yang diamati yaitu netral,
sedangkan aroma pada ikan kembung tidak segar berbau netral .
Padainsangikan kembungsegarberwarnamerahcerah, Dan
padaikankembung tidak segar
insangberwarnapudarInsangmerupakansalahsatu parameter yang
dikukurkarenainsangjugamerupakanbagian organ yang
ditumbuhiolehbakterisehinggamenentukanmutuikan.

Munandar, Aris, Nurjanah, Nurilmala,M. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila


(Oreochromisniloticus) pada Penyimpanan Suhu Rendahdengan
Perlakuan Cara Kematiandan
Penyiangan.Jurnalteknologipengolahanhasilperikanan Indonesia.Vol
XII No 2.

Pengamatan objekytif pada ikan dilakukan pada sat penghitungan


bagian dapat dimakan ikan, yaitu dengan menimbang ikan utuh, lalu
bagian sirip, ekor, sisik, organ dalam dan tulang ikan dipisahkan
kemudian ditimbang kembali. Berat dapat dimakan ikan adalah
presentase berat bagianikanlayak makan terhadap berat ikan utuh.
Pada penghitungan berat dapat dimakan ikan kembung didapatkan
hasil berat utuh sebesar 190 gram, berat bagian layak makan 110 gram ,
sehingga didapatkan BDD sebesar 57 %
Penghitungan berat dapat dapat dimakan ikan tidak segar
didapatkan berat utuh ikan adalah 195 gram, berat bagian layak makn
sebesar 100gram dan BDD ikan adalah 51 %
Ikan bandeng yang digunakan dalam pengamatan ini mempunyai ciri-ciri
morfologi dengan bentuk tubuh ramping, badannya tertutup oleh sisik, berwarna
abu-abu keperakan, dan sirip ekor panjang serta bercagak. Ikan bandeng yang
digunakan dalam analisis ini adalah ikan bandeng dengan bobot 330 gram.
Sampel ikan bandeng diamati secara subyektif mulai dari warna, mata,
kulit, tekstur, sisik, insang dan aromanya. Selanjutnya dilakukan penghitungan
terhadap berat dapat dimakan pada ikan bandeng. Berat dapat dimakan dihitung
dengan cara mengurangi berat utuh dengan berat ikan yang sudah dilepas sisip,
ekor, sirip, kepala, insang, isi perut dan tulangnya.

No. Spesifikasi Mutu Hasil Pengamatan


1 Warna Agak pudar
2 Mata Warna gelap
3 Kulit Sedikit berlendir
4 Tekstur Kenyal
5 Sisik Agak mudah lepas
6 Insang Agak pudar
7 Aroma Netral
Tabel 4.1 Hasil pengamatan mutu ikan bandeng

No. Klasifikasi Berat Hasil penimbangan


1 Berat utuh 330 gr
2 Berat dapat dimakan 190 gr
Tabel 4.2 Hasil
penimbangan berat ikan bandeng

Dari tabel hasil pengamatan mutu ikan bandeng yang dilakukan secara
subyektif, dapat dirata-ratakan bahwa ikan bandeng mengalami penurunan satu
tingkat mutu, sehingga ikan bandeng pada sampel digolongkan dalam mutu 2. Hal
ini terjadi karena ikan bandeng mulai mengalami pembusukan, dimana kadar
glikogennya makin menurun, pH makin meningkat dan jumlah bakteri dalam
perut ikan bandeng bertambah. Pada tabel 4.2 dengan membandingkan berat dapat
dimakan terhadap berat utuh kemudian dikali 100 % dapat dipersentasekan bahwa
berat dapat dimakan pada sampel ikan bandeng adalah 57,57%.

Pengamtan dengan perlakuan yang sama dilakukan pada ikan mujair. Ikan
mujair yang digunakan dalam pengamatan ini mempunyai ciri-ciri morfologi
dengan bentuk badan yang pipih dan memanjang, bersisik kecil-kecil dan sirip
ekor memiliki garis berwarna kemerahan. Ikan mujair yang digunakan dalam
analisis ini adalah ikan mujair dengan bobot 250 gram.

No. Spesifikasi Mutu Hasil Pengamatan


1 Warna Agak pudar
2 Mata Warna keputihan
3 Kulit Berlendir
4 Tekstur Kehilangan sifat kenyal
5 Sisik Agak mudah lepas
6 Insang Agak pudar
7 Aroma Netral
Tabel 4.3 Hasil pengamatan mutu ikan mujair

No. Klasifikasi Berat Hasil penimbangan


1 Berat utuh 250 gr
2 Berat dapat dimakan 115 gr

Tabel 4.4. Hasil penimbangan berat ikan mujair

Dari tabel hasil pengamatan mutu ikan mujair yang dilakukan secara
subyektif digolongkan dalam mutu 2. Hal ini terjadi karena ikan bandeng mulai
mengalami pembusukan, dimana kadar glikogennya makin menurun, pH makin
meningkat dan jumlah bakteri dalam perut ikan mujair bertambah. Pada tabel 4.4
dengan membandingkan berat dapat dimakan terhadap berat utuh kemudian dikali
100 % dapat dipersentasekan bahwa berat dapat dimakan pada sampel ikan
bandeng adalah 46%.

Pembahasan
Struktur fisik ikan dan hasil perikanan
Cumi – cumi
Pengamatan struktur fisik pada cumi – cumi dilakukan dengan
pengamatan secara langsung dengan mengamati warna kulit cumi – cumi, dan
penampakan morfologinya dengan menggambarkan bentuk cumi cumi, melalui
pengamatan tersebut didapatkan hasil warna kulit cumi – cumi adalah putih dan
ungu cerah. Morfologi cumi cumi secara umum berbentuk relatif panjang,
langsing dan bagian belakang meruncing. Tubuh cumi-cumi dibedakan atas
kepala, leher dan badan. Kepala terletak di bagaian ventral serta memiliki dua
mata yang besar dan tidak berkelopak
Pada pengamatan kriteria mutu cumi – cumi berwarna putih dan ungu
cerah, mata berwarna gelap, kulit berlendir, bertekstur kenyal, dengan aroma agak
asam
Kemunduran mutu bau pada sushu kamar dan pada cumi – cumi utuh lebih
mudahteradi dibandingkan pada cumi – cumi tanpa jeroan dan pada suhu chilling
Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi
protein yang membentuk berbagai produk. Seperti hipoksantin, trimetilamin,
terjadinya proses ketengikan, oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme.

Cumi-cumi utuh lebih cepat mengalami kemunduran mutu tekstur


dibandingkan dengan cumi-cumi tanpa jeroan. Hal ini disebabkan karena adanya
faktor kimiawi, fisikawi, danbiologi yang cepat terjadi pada suhu kamar
dibandingkan pada suhu chilling yang menggunakan suhu dingin sehingga dapat
menghambat laju perkembangan mikroorganisme dan kerja enzim. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya kemunduran antara lain suhu tinggi yang
dapat menyebabkan timbulnya mikroorganisme, kesalahan perlakuan serta faktor
biologis dan lingkungan dari kijing itu sendiri Moeljanto. Pengawetan dan
Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya ; 1992
BDD
Beratdapat dimakan pada cumi- cumi diketahui dengan melakukan
penimbangan berat utuh cumi – cumi, lalu bagian orgsn dalam cumi – cumi
dipisahkan dan ditimbang kembali. Berat dapat dimakan cumi – cumi adalah
presentase berat bagian layak makan cumi – cumi dengan berat utuh cumi – cumi

FISIK KEPITING

Pengamatan terhadap struktur fisik kepiting dilakukan secara langsung dengan


mengamati warna kepiting juga morfologi tubuhnya dengan mengggambarkan
kepiting secara umum. Dari hasil pengamatan diketahui warna kepiting segar
adalah cokelat kehijauan dengan cangkang keras yang menutupi seluruh baguan
tubuhnya.Kulit kepiting yang keras ini terdiri dari kitin yang banyak mengandung
kalsium karbonat dan kalsium fosfat.
Pada pengamatan kriteria mutu kepiting di dadapatkan hasil warna kulitnya coelat
kehijauan, mata berwarna gelap, kulitnya kering,dan beraroma netral atau tidak
terlalu menyengat. Selain itu kepiting masih responsif saatdiberi rangsangan
rangsangan, ini menunjukkan kepiting yang diamati masih dalam kondisi segar
dan sehat.
BDD
Penghitungan berat bagian dapat dimakan pada kepiting dilakukan dengan cara
menimbang berat kepiting utuh, kemudian diambil bagian layak makan kepiting
dengan cara memiisahkan bagian cangkang danorgan dalam kepiting dari daging
kepiting, kemudian ditimbang kembali. Berat dapat dimakan kepiting adalah
presentase berat bagian layak mkan kepiting terhadap berat utuh kepiting. Setelah
penghitungan didapatkan hasil berat utuh kepiting adalah 200 gram, berat bagian
layak makan kepiting adalah 4 gram, sehingga berat dapat dimakan (BDD)
kepiting adalah 20 %.

1. Penampakan
Dari pengamatan subyektif yang dilakukan, didapatkan hasil warna udang
tersebut abu-abu pada cangkangnya dan putih cerah pada dagingnya.
Matanya hitam keluar, serta kulit berlendir. Dalam keadaan segar, udang
terlihat mengkilap dan transparan. Udang yang telah mati biasanya cepat
sekali membusuk dan warnanya menjadi putih keruh. Pola penurunan
mutu dari berbagai jenis dan asal udang, tidak banyak berbeda secara
enzimatik, kimiawi, dan bakterial. Laju deteriorasinya sangat dipengaruhi
oleh suhu. Pada suhu pantai yang tinggi ( 32.2-38.50C ) udang tambak
sudah ditolak mutunya pada penyimpanan 6 jam, tetapi jika disimpan di
dalam es, mutu kesegarannya dapat bertahan mencapai lebih dari
seminggu. Perubahan yang paling mendasar setelah udang mati yaitu laju
metabolisme yang tidak terkontrol dan bersifat merusak yang terjadi
secara terus menerus. Reaksi metabolisme ini terus merombak senyawa-
senyawa kimia kompleks dalam daging udang menjadi senyawa-senyawa
kimia yang lebih sederhana sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan
bakteri sebagai substrat untuk kebutuhan tumbuh kembangnya.
2. Bau
Dari hasil pengamatan subyektif yang dilakukan, didapatkan udang
beraroma netral. Bau netral ini didapatkan karena udang tersebut masih
memiliki mutu yang baik. Berbeda dengan udang yang sudah memiliki
mutu rendah. Ketika tahap post rigor selesai akan diikuti tahap autolisis
yang menguraikan senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa
sederhana, kemudian terjadi penetrasi bakteri akibat dari susunan jaringan
yang sudah tidak kompak lagi. Degradasi senyawa kompleks pada
akhirnya akan menghasilkan hasil metabolit berupa senyawa-senyawa
yang berbau busuk.
3. Tekstur
Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan tekstur daging udang yang
masih keras. Dalam hal tersebut berarti bahwa udang masih dalam mutu
yang baik ( segar ). Dalampermasalahan udang yang bermutu rendah (
busuk ), pembusukan dikarenakan mikroba pembusuk yang
mengontaminasi udang didominasi oleh
bakteriPseudomonas Alcaligenes, Salmonella, E. coli, Coliform,
Staphylococcusaureus dan Listeria monocytogenes. Namun bakteri yang
paling banyakditemukan tumbuh pada udang adalah bakteri dari marga
vibrio yaitu bakteri V. Parahaemolyticus dan Vibrio cholera yang dapat
bersifat patogen. Keberadaan mikroba pada udang ini tentu saja akan
mengakibatkan kerusakan danpenurunan mutu udang. Kerusakan visual
yang tampak pada udang yang telahmengalami pembusukan adalah mata
udang tampak suram, tenggelam, berwarnaputih serta tidak bercahaya.
Tekstur dagingnya lunak, lembek dan berbau busuk,serta kulit udang
menjadi berwarna merah kecoklatan (diskolorasi), pucat,berlendir, kendur
mudah terkelupas dan terdapat bercak-bercak hitam (blackspot) pada kulit
udang yang disebabkan oleh kegiatan enzimatik.

Kemunduran Mutu pada Kerang Darah (Anadara granosa)


Produk perikanan memiliki sifat cepat mengalami kemunduran mutu. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar kandungan daging ikan merupakan substrat
yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Daging ikan sebagian besar terdiri dari
protein dan air. Tingginya kadar air dalam ikan inilah yang menyebabkan ikan
mudah sekali mengalami pembusukan karena bakteri.
Kemunduran mutu kerang darah (Anadara granosa) dapat diuji dengan pengujian
organoleptik. Uji organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Uji organoleptik merupakan penilaian subyektif yang dilakukan
secara individu dengan mengandalkan indera manusia sebagai alat utama.
Parameter yang diamati dalam mengamati kemunduran mutu kerang darah adalah
penampakan, bau, dan tekstur. Berikut ini adalah hasil pengamatan kemunduran
mutu pada kerang darah (Anadara granosa).
1. Penampakan
Dalam pengamatan fisik luar dan dalam yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa
warna cangkang kerang abu-abu gelap ( warna dasar dari cangkang kerang darah
). Untuk bagian daging atau bagian dalamnya didapatkan daging berwarna orange
cerah. Laju kemunduran mutu kerang darah dipengaruhi oleh suhu, lingkungan,
pH, dan faktor internal dari kerang darah tersebut. Selain itu kerang darah dalam
kondisi utuh juga lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibandingkan dengan
kerang darah yang dalam keadaan tanpa jeroan. Hal ini disebabkan di dalam
jeroan terdapat banyak mikroorganisme yang berperan aktif untuk perombakan
dan mempercepat peristiwa pembusukan pada tubuh kerang darah.Suhu ruangan
dapat mempengaruhi proses cepat berlangsungnya oksidasi lemak pada kerang
darah sehingga kerang darah lebih cepat mengalami kemunduran mutunya,
sedangkan pada suhu chilling laju kemunduran mutunya lebih lambat karena pada
suhu dingin kerja enzim lebih terhambat. Selain itu, mikroorganisme yang
terdapat pada saluran pencernaan (jeroan) mengakibatkan kerang darah dalam
kondisi utuh lebih cepat mengalami proses kemunduran mutunya karena bakteri
dalam jeroan dengan cepat menyerang bagian-bagian tubuh biota tersebut.
Irianto,H.E. dan Giyatmi,S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta
: Universitas Terbuka.
2. Bau
Dalam pengamatan subyektif yang dilakukan, didapatkan bau dari kerang darah
tersebut adalah khas kerang atau netral. Bau merupakan parameter untuk menilai
laju kemunduran mutu kerang darah. Berdasarkan pengamatan laju kemunduran
mutu bau pada kerang darah semakin hari laju kemunduran mutunya semakin
menurun dan baunya semakin membusuk. Bau yang timbul diakibatkan oleh
terakumulasinya basa-basa yang menguap hasil proses dekomposisi oleh
mikroorganisme seperti senyawa-senyawa sulfur, alkohol aromatik (fenol, kresol),
serta senyawa-senyawa heterosiklik seperti indol dan skatol. Bau pada kerang
darah utuh suhu kamar lebih cepat berbau busuk karena adanya bakteri yang
mendekomposisi senyawa-senyawa sederhana hasil perombakan enzim menjadi
senyawa-senyawa basa menguap yang baunya menyengat sehingga terjadi
kemunduran mutu.
Nurjanah, Setyaningsih,I., Sukarno, Muldani,M. 2004. Kemunduran mutu ikan
Nila merah (Oreochromis sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan. Volume VII Nomor 1 tahun 2004.
3. Tekstur
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dengan menguji kelunakan kerang, di
dapatkan bahwa tekstur dari kerang darah yang diamati adalah lunak tetapi tidak
lembek dan masih padat. Kemunduran mutu tekstur pada kerang darah ditandai
dengan semakin melunaknya daging. Kemunduran mutu kerang darah yang
berpengaruh pada tekstur daging adalah penurunan pH yang mengakibatkan
enzim-enzim yag bekerja pada pH rendah menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim
proteolitik yang berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana,
merombak jaringan otot menjadi lebih longgar yang mengakibatkan daging pada
biota hasil perairan menjadi lunak. Proses perombakan oleh enzim tersebut
disebut dengan autolisis.
Diniah, Lismawati,D., Martasuganda,S. 2006. Uji coba dua jenis bubu penangkap
keong macan di perairan Karang Serang kabupaten Tanggerang. Jurnal Mangrove
dan Pesisir Vol. VI No.2/2006.

Anda mungkin juga menyukai