Anda di halaman 1dari 8

Tanggal Praktikum : 12 November 2018

Tanggal Pengumpulan: 21 November 2018


Asisten : Alexander Dimitry

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN


Perubahan Fisik, Kimia, dan Fungsional Pasca Mortem Daging

Kelompok 3

Kevin Arif Rizkiansyah Oktaviano 240210170011


Ailsa Sherly Evelina 240210170013
Nurisa Fadillah Isnaeni 240210170014
Alifah Salma Abdullah 240210170015
Salma Raudhatuljannati 240210170017
Nisyrah Sitha 240210170018

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2018
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan: 21 November 2018
Asisten : Alexander Dimitry

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komoditi pangan yang dihasilkan dari perairan antara lain ikan, udang
kerang, kepiting, cumi-cumi dan sebagainya. Ikan pada umumnya lebih banyak
dikenal daripada hasil perikanan yang lain karena jenis tersebut yang paling
banyak ditangkap dan dikonsumsi oleh manusia. Jenis ikan yang tersebar
diseluruh dunia beragam jumlahnya dengan kandungan gizi yang sangat baik.
Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan hewani yang mempunyai
kelebihan antara lain memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap,
kandungan asam-asam lemak tidak jenuh yang sangat dibutuhkan, kandungan
vitamin dan mineral yang cukup serta daya cernanya yang tinggi. Kualitas produk
hasil perikanan identik dengan kesegaran. Mutu ikan harus dapat dipertahankan
dan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memperhatikan aspek kebersihan,
serta penyimpanan yang disimpan pada ruangan dingin dan dilakukan dengan
cepat. Proses perubahan fisik, kimia, dan organoleptik yang terjadi setelah fase
post mortem ikan yaitu berlangsung dengan cepat. Hal tersebut terjadi karena
kandungan gizi dan kandungan air pada ikan yang tinggi, sehingga dapat
dijadikan media perkembangan mikroorganisme. Urutan proses perubahan yang
terjadi pada ikan setelah mati meliputi pre rigor mortis, rigor mortis, dan post
rigor mortis. Menurut Suwetja (1990), banyak faktor yang menentukan kecepatan
penurunan kesegaran ikan, diantaranya suhu penyimpanan suhu rendah.
Penggunaan suhu rendah 0°C setelah ikan mati dapat memperpanjang masa rigor
mortis, menurunkan kegiatan enzimatis, bakterial, kimiawi dan perubahan fisik
ikan.
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food).
Indikator mutu atau kesegaran ikan dapat ditentukan dengan mengukur degradasi
ATP (adenosine trifosfat) dengan perhitungan nilai-K. Bersamaan dengan nilai-K,
penurunan kesegaran ikan juga dapat diukur dengan uji organoleptik. Selain itu,
terdapat manfaat dalam mengetahui perubahan biokimia yang terjadi pada ikan
yaitu memudahkan konsumen untuk mengetahui kualitas dari ikan tersebut.
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan: 21 November 2018
Asisten : Alexander Dimitry

1.2. Tujuan
Untuk melihat dan mengamati perubahan fisik, kimia, dan fungsional pasca
penyembelihan atau pemotongan hewan pada daging ikan yang dihasilkan
meliputi pengamatan suhu, pH, tekstur, dan water holding capacity.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Setelah kematian hewan atau ikan, terjadi berbagai reaksi kimia, biokimia,
dan perubahan fisik selama pasca mortem. Perubahan-perubahan tersebut penting
karena berpengaruh pada tingkat kualitas produk daging dan ikan (Eskin, 1990).
Menurut Tjahjadi dan Marta (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan
daging ikan dipengaruhi oleh komposisi daging ikan yang bervariasi dengan
spesies ikan dan musim penangkapan, medium hidup (laut atau air tawar),
mikroflora pada ikan, cara penangkapan, dan penanganan pasca panen ikan.
Daging ikan lebih perishable dibandingkan dari jenis daging-daging lain
sekalipun disimpan dingin. Sebagai gambaran tanda ikan segar biasanya
didasarkan pada: warna kulit yang terang, cerah, tidak suram, sisik melekat kuat,
mata jernih, daging segar, elastis, bau tidak memberikan tanda-tanda bau busuk,
tidak berlendir (Tjahjadi dan Marta, 2011). Faktor-faktor kerusakan ikan
dipengaruhi oleh jenis ikan, kondisi ikan ketika ditangkap, Jumlah kontaminan
bakteri pada daging ikan, suhu penyimpanan, serta penggunaan
antibiotik/desinfektan.
Perubahan fisik, kimia, enzimatis, dan mikrobiologi merupakan faktor
penyebab kemunduran mutu pada ikan (Zaitsev et al. 1969). Pada umumnya
terdapat tiga tahapan yang terjadi setelah ikan mengalamikematian (Forrest et al.,
1975 dikutip Nurwanto, 2003), yaitu:
1. Pre-rigor mortis, yaitu suatu tahapan yang berlangsung saat ikan mulai
mengalami kematian hingga ikan tersebut benar-benar mati. Pada tahap ini tekstur
ikan lembut kenyal. Pada tahap ini terjadi penurunan ATP dan keratin fosfat.
Ketidakberadaan oksigen mengakibatkan glikolisis terjadi sehingga glikogen
diubah menjadi asam laktat yang adalah jenis ikan, kondisi ikan, tingkat
kelelahan, ukuran ikan, cara penangkapan dan temperatur penyimpanan.
2. Rigor mortis, yaitu fase mengejangnya tubuh ikan yang menandai
kesegaran ikan. Pada fase ini daging menjadi kaku (menyebabkan penurunan pH.
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan: 21 November 2018
Asisten : Alexander Dimitry

Faktor yang memengaruhi lamanya pre-rigor mortis rigid). Biasanya terjadi 1-7
jam setelah ikan mengalami kematian atau 3-120 jam setelah kematian pada ikan
yang dibekukan. Mulainya fase ini dipengaruhi cara kematian dan kondisi
penyimpanan. Pada ikan yang mati dengan cepat fase rigormortisnya akan lebih
lambat dibanding ikan yang mati dengan sendirinya atau ikan yang lama
mengalami kematian setelah dimatikan. Semakin awal terjadinya rigor mortis
semakin cepat pula tahapan tersebut semakin cepat pula tahapan tersebut berakhir.
Fase rigor mortis terjadi lebih singkat pada suhu tinggi dan dipengaruhi juga oleh
penyimpanan, ikan yang disimpan di dalam lemari es memiliki waktu rigor mortis
yang lebih lama dibanding yang tidak disimpan di lemari es.
3. Pasca-rigor mortis, pada fase ini terjadi kreatin dan fosfat sehingga ATP
diubah menjadi ADP dan fosfat organik. ADP ikan terurai menjadi ribosa, fosfat
amonia dan hipoksantin sehingga pH naik menjadi 6,2-6,6. Peningkatan
hipoksantin yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ikan.
Ciri-ciri kerusakan pada ikan antara lain warna memudar, jumlah lendir di
permukaan kulit meningkat (terutama pada insang dan sirip), mata menyusut dan
tenggelam, pupil berkabut, kornea buram, warna insang memudar (merah menjadi
pink lalu kuning abu), daging menjadi lembek dan mudah dilepas, serta perubahan
bau/aroma (Sukarminah dkk, 2008).
Perubahan fisik pasca mortem daging ikan berlangsung dalam beberapa
fase, diantaranya seperti pembentukan lendir di permukaan ikan, kejang otot
(rigor mortis), aktivitas enzimatis menguraikan jaringan otot, dan serangan
mikroorganisme (Bahar, 2006). Lama proses dari tiap fase tersebut bersifat tidak
tetap dan proses fase dapat terjadi bersamaan tergantung dari kondisi
penyimpanan dan temperatur. Temperatur memiliki peran utama dalam setiap
proses fase. Setelah ikan mati dan mengalami fase pasca mortem, penyediaan
oksigen ke otot terhenti sebagai akibat berhentinya kerja jantung dan aliran darah.
Hal ini mengakibatkan persediaan glikogen tidak ada lagi di otot dan hasil sisa
metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi di otot. Jadi, otot yang hidup tersebut
mengalami perubahan besar akibat kematian (Buckle, 1987).
Tingkat kesegaran ikan selanjutnya akan sangat menentukan peruntukan
ikan tersebut dalam proses pengolahan dan sekaligus menentukan nilai jual ikan
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan: 21 November 2018
Asisten : Alexander Dimitry

(Surti dan Ari, 2004). Ikan dikatakan segar apabila kondisi tubuhnya masih sama
seperti ikan yang masih hidup, dimana perubahan fisik, kimiawi, dan biologis
yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada daging ikan. Untuk
memperoleh ikan yang berkualitas dan berdaya awet panjang, hal penting yang
harus diperhatikan dalam menangani ikan adalah bekerja cepat, cermat, bersih dan
penerapan suhu rendah (Ilyas, 1983)
III. METODOLOGI
3.1. Alat
 mortar dan alu
 pH meter
 pipet
 pisau
 sentrifuse
 stopwatch
 tabung sentrifus
 termometer atau thermocouple
3.2. Bahan
 Akuades
 Ikan
3.3. Prosedur
a. Pengukuran pH
1. Ambil 5 gram daging dari ikan yang telah disembelih.
2. Tambahkan air destilat (pH 7) sebanyak 5 ml.
3. Campur daging dan air menggunakan mortar.
4. Baca nilai pH dengan menggunakan pH meter setiap 10 menit selama 2
jam.
5. Baca pH pada daging ikan yang disimpan pada suhu kamar dan suhu
refrigarasi.
b. Pengukuran Suhu
1. Sembelih daging ikan secara utuh.
2. Tusukkan thermometer ke dalam badan ikan.
3. Baca suhu setiap interval 10 menit selama 1 jam.
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan: 21 November 2018
Asisten : Alexander Dimitry

c. Pengukuran Water Holding Capacity Metode Sentrifus


1. Sembelih ikan, lalu cacah halus 10 gr ikan.
2. Masukkan ke dalam tabung sentrifus 50 ml.
3. Tambahkan akuades 10 ml ke dalam tabung.
4. Kocok tabung, lalu tutup tabung dan inkubasi semalam pada suhu 0oC.
5. Sentrifus tabung dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit.
6. Pisahkan cairan dari campuran dan ukur volumenya,
7. Ukur WHC pada daging ikan setelah 1 jam, 2 jam, dan 3 jam.
d. Pengamatan Kekerasan Daging Secara Subyektif
1. Tekan daging ikan dengan ibu jari.
2. Rasakan perubahan kekerasan secara subyektif setiap 30 menit selama 3
jam.
3. Amati sifat sensori lain.
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan: 21 November 2018
Asisten : Alexander Dimitry

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A, Edwards,R.A, Fleet,G.H, dan M,Wooton. 1987. Ilmu Pangan.


Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono.UI Press, Jakarta.
Eskin, M. N.A. 1990. Biochemistry of Foods. Penerbit Academic Press, Inc San
Diego, California.
Forrest, J.C., E.D. Aberle. H.B. Hedrick, M.D. Judge and R.A. Markel. 1975.
Principle of Meat. Sience. San Fransisco. W. H. Freeman and Company.
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jilid I. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan. Jakarta
Sukarminah, E., D. M. Sumanti, dan I. Hanidah. 2008. Mikrobiologi Pangan.
Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Surti, T., dan Ari, W. 2004. Kajian terhadap Indeks Kesegaran secara Kimiawi
pada Ikan Berdaging Merah dan Berdaging Putih. Laporan Akhir.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2014. Pengantar Teknologi Pangan : Volume 1.
Penerbit Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Zaitsev et al. 1969. Fish Curing and Processing. Moscow. MIR Publishers.

Anda mungkin juga menyukai