Anda di halaman 1dari 13

MATERI 1

Pengaruh Cara Kematian Ikan Terhadap Nilai pH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adawyah (2011), mengatakan bahwa setelah ikan mati akan diikuti
terjadinya perubahan reaksi biokimiawi pada dagingnya. Perubahan berlangsung
secara terus menerus hingga ikan akan menjadi busuk. Tahapan perubahan
sejak ikan mati hingga busuk dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu pre rigor, rigor
mortis dan post rigor.
Fase pre rigor merupakan perubahan pertama yang terjadi ketika ikan mati,
yang ditandai melemasnya otot-otot ikan sesaat setelah ikan mati sehingga ikan
mudah dilenturkan dan secara biokimia ditandai dengan menurunnya kadar ATP.
Fase pre rigor yang ditandai dengan pH daging ikan sekitar 7, ikatan antara aktin
dengan miosin putus, dan otot ikan mengalami relaksasi sehingga menjadi
kenyal-lunak. Beberapa saat kemudian terjadi fase rigor mortis yang ditandai
dengan pH daging ikan menurun sampai sekitar 6, dan terjadi penguraian
senyawa ATP (Adenosine Triphosphate) dalam otot ikan menjadi ADP
(Adenosine Diphosphate) oleh aktivitas ATP yang menyebabkan otot ikan
mengalami kontraksi sehingga menjadi kaku (Rozi, 2018).
Fase rigor mortis ditandai dengan kakunya tubuh ikan setelah mati. Rigor
mortis berlangsung akibat tidak terjadinya aliran oksigen dalam jaringan
peredaran darah oleh karena aktivitas jantung dan kontrol otaknya terhenti. Hal
ini mengakibatkan di dalam tubuh ikan tidak terjadi reaksi glikogenolisis yang
dapat menghasilkan ATP sebagai sumber energi, sehingga reaksi berlangsung
secara anaerobik yang memanfaatkan ATP dan glikogen dalam tubuh ikan
sebagai sumber energi.
Daging ikan yang segar pada umumnya tidak mengandung bakteri, setelah
mati hingga dilaluinya, fase rigor mortis hanya sedikit terjadi perubahan jumlah
bakteri. Jumlah ATP akan terus berkurang dan pH tubuh menurun menyebabkan
jaringan otot tidak mampu mernpertahankan fleksibilitasnya. Waktu yang
dibutuhkan ikan memasuki tahap rigor mortis dipengaruhi oleh jumlah glikogen.
Makin banyak jumlah glikogen pada tubuh ikan makin lama ikan memasuki tahap
rigor mortis (Barodah et al., 2018).
Fase post rigor ditandai dengan mulai melunaknya otot ikan secara
bertahap yang disebabkan oleh autolisis, pembusukan oleh bakteri dan
ketengikan. Aktivitas enzim dan bakteri pada kulit, insang dan isi perut

15
mempengaruhi perubahan saat fase post rigor. Peran bakteri pada tahap ini
dalam kerusakan ikan mulai tampak menonjol setelah dihasilkan senyawa-
senyawa sederhana hasil autolisis yang berfungsi sebagai media
pertumbuhannnya. Pertumbuhan bakteri menyebabkan proses kerusakan ikan
berlangsung semakin cepat, sehingga ikan akhirnya dikatakan busuk dan tidak
layak untuk dikonsumsi (Rozi, 2018).
Menurut Wibowo et al s(2014), daging yang didapatkan dari ikan yang baru
saja dimatikan simpanan ATP dari hasil glikolisis tersebut menjadi pembatas
protein miofibril (aktin dan miosin), masih tersisanya ATP membuat jarak aktin
dan miosin saling berjauhan sehingga kontraksi otot jarang terjadi. Jika
penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1 mikro mol/gram
dan pH mencapai 5,9 maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan
penurunan kelenturan otot. Penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring
dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1
mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis sempurna.
Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
menentukan tingkat kesegaran ikan. Nilai pH akan semakin menurun seiring
semakin banyaknya asam laktat yang terbentuk dan penurunan ATP. Semakin
rendah suhu yang digunakan maka aktivitas enzim semakin terhambat. Pada
proses glikolisis, enzim sangat berperan sampai terbentuknya asam laktat. Hal
ini menyebabkan akumulasi asam laktat berjalan lebih lambat sehingga
penurunan pH ikan juga berlangsung lebih lambat. Selain itu, proses penguraian
protein menjadi senyawa-senyawa yang bersifat basa oleh bakteri juga
terhambat sehingga peningkatan pH ikan berlangsung lebih lambat (Suprayitno,
2020).

16
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses yang terjadi
pada tubuh ikan setelah mati. Sedangkan tujuan dari praktikum adalah untuk
mengetahui waktu, pH ikan pada saat proses kematian ikan dan mengetahui
proses perubahan yang terjadi secara fisikawi dan biokimiawi.

1.3 Waktu dan Tempat

17
2. METODOLOGI

2.1 Alat dan Fungsi


Pada praktikum Biokimia Hasil Perikanan dengan materi Pengaruh Cara
Kematian Ikan terhadap Tingkat Kesegran Ikan, menggunakan alat–alat sebagai
berikut:
1. Lap basah : untuk menjaga ikan tetap hidup sebelum diberi
dengan perlakuan
2. Pisau : untuk menyayat ikan nila
3. Timbangan digital : untuk menimbang sampel
4. Telenan : untuk alas menyayat daging ikan nila
5. Mortar dan alu : untuk menghaluskan daging ikan nila
6. Washing bottle : untuk wadah aquadest
7. Paku : untuk menusuk medula oblongata ikan nila
8. Nampan : untuk tempat alat dan bahan
9. Stopwatch : untuk menghitung waktu tiap fase kemunduran
ikan
10 Spatula : untuk menghomogenkan sampel
.
11 Botol ipi : sebagai wadah sampel saat pengukuran Ph
.
12 pH meter : untuk mengukur pH daging ika nila
.
13 Gelas ukur 100 mL : untuk mengukur jumlah aquadest yang
. dibutuhkan

2.2 Bahan dan Fungsi


Pada praktikum Biokimia Hasil Perikanan dengan materi Pengaruh Cara
Kematian Ikan terhadap Tingkat Kesegran Ikan menggunakan bahan sebagai
berikut:
1. Ikan nila : sebagai sampel yang diamati tingkat kesegarannya
2. Tissue : sebagai pengering alat-alat yang telah dicuci
3. Kertas label : sebagai penanda setiap perlakuan
4. Aquadest : sebagai pelarut
5. Plastik : sebagai alas dalam menimbang sampel
6. Larutan buffer : sebagai standarisasi pH meter
7. Air : sebagai media mencuci peralatan

18
2.3 Skema Kerja
2.3.1 Ikan dibiarkan Mati

Ambil 4 ekor ikan nila

Dibiarkan mati

Pre rigor Rigor mortis Post mortis

Hitung lama waktu tiap


fase

Ambil daging ikan dengan pisau dan dihaluskan dengan mortar


dan alu pada tiap fase

Timbang 1 gram daging ikan

Tambahkan 10 mL aquadest

Ukur pH dengan pH meter tiap


fase

Hasil

19
2.3.2 Ikan ditusuk Medula Oblongata

Ambil 4 ekor ikan nila

Tusuk medula obongatanya

Pre rigor Rigor mortis Post mortis

Hitung lama waktu tiap


fase

Ambil daging ikan dengan pisau dan dihaluskan dengan mortar


dan alu pada tiap fase

Timbang 1 gram daging ikan

Tambahkan 10 mL aquadest

Ukur pH nya dengan pH meter


tiap fase

Hasil

20
3. DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Data dan Grafik

21
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisa Prosedur

3.2.2 Analisa Hasil

22
4. PENUTUP

23
4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2011. Pengolahan dan pengawetan ikan. Jakarta: Bumi Aksara.


BPTP Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2009. Metodologi

24
Perikanan.
Barodah, L. L., Sumardianto, S., & Susanto, E. 2018. Efektivitas serbuk
Sargassum polycystum sebagai antibakteri pada ikan lele (Clarias sp.)
selama penyimpanan dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi
Hasil Perikanan, 6(1), 10-20.
Rozi, A. 2018. Laju kemunduran mutu ikan lele (Clarias sp.) pada penyimpanan
suhu chilling. Jurnal Perikanan Tropis, 5(2), 169-182.
Suprayitno, E. 2020. Kajian Kesegaran Ikan Di Pasar Tradisional Dan Modern
Kota Malang. JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research), 4(2),
289-295.
Wibowo, I. R., Darmanto, Y. S., & Anggo, A. D. 2014. Pengaruh cara kematian
dan tahapan penurunan kesegaran ikan terhadap kualitas pasta ikan
nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan, 3(3), 95-103.

25
LAMPIRAN

26

Anda mungkin juga menyukai