Oleh :
Nama : Nanda Odhi Baskoro
NIM : D1A019058
Kelompok : 2B
Asisten : Anggita Nur Fitri Astuti
3.1.2 Bahan
1. Daging
2. Aquadest
3. Buffer
Hasil dicatat
3.2.2 Water Holding Capacity (WHC)
Sampel ditimbang
3.2.5 Ph Daging
pH meter dikalibrasi
4.2.5 Ph Daging
Parameter kualitas yang terakhir adalah Uji pH daging atau Derajat keasamaan
daging. Daging sebagai bahan organic memiliki komponen berupa Air, Protein, lemak,
karbohidrat, Vitamin, dan Mineral. Sehingga berdasarkan komponen tersebut daging
memilki nilai pH tertentu. Walaupun begitu komponen dan susunan didalam daging bisa
berubah stelah daging melewati proses penyembelihan dan pembebasan karkas.
Perubahan ini terjadi saat konversi otot ternak menjadi daging karena suatu pasokan
metabolisme terputus. Metabolisme pada daging biasanya mempengaruhi Glikolisis yang
terjadi. Perbedaan nilai pH ini juga disebabkan oleh perbedaan kandungan glikogen dari
setiap jenis daging sehingga kecepatan glikolisisnya berbeda. Semakin rendah kadar
glikogen daging, maka makin lambat proses glikolisis dan pH ultimate semakin tinggi.
(Merthayasa dan Suada, 2015).
Pengukuran pH daging dilakukan dengan membuat lubang pada bagian tengah
daging dan diukur dengan pH meter. Sebelumnya pH meter telah dikalibrasikan dengan
larutan Buffer hingga menunjukan pH 7,00. pH meter juga perlu dibilas dan dikalibrasikan
kembali sebelum digunakan untuk mengukur lagi.(jurnal). Hasil pengukuran pH daging
menghasilkan data yaitu pH daging dengan nilai pH 5,63. Jika dibandingkan dengan
penelitian Merthayasa dan Suada (2015), Daging sapi bali berkisar antara 5,46-5,67 dan
pH daging wagyu berkisar antara 5,44-5,53. Berdasarkan standar SNI nilai pH daging yang
normal berkisar antara 5,4-5,8. Pada saat ternak hidup pH normal sekitar 7,2-7,4 dan
setelah dipotong, pH daging mengalami penurunan hingga mencapai pH akhir (ultimate)
antara 5,4-5,8. pH yang sangat rendah menyebabkan daging menjadi Pucat dan Lembek
atau istilah lainnya adalah PSE (Pale, Soft, Evudative). Menurut Lawrie (2003), penurunan
pH otot pada ternak bervariasi, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah spesies, tipe otot,
glikogen otot, dan variabilitas di antara ternak, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain
adalah temperatur lingkungan, perlakuan adanya bahan tambahan sebelum pemotongan
dan stress sebelum pemotongan.
Daging setelah disembelih tidak serta merta berhenti sistem metabolisme dan
aktivitas sel dagingnya. Aktivitas sel didalam daging yang semula mendapatkan pasokan
oksigen terhenti ketika ternak disembelih sehingga proses glikolisis aerob berubah
mnejadi glikolisis anaerob dengan produk akhir berupa asam laktat yang dapat meningkat
seiring bertambahnya waktu. Peningkatan asam laktat menyebabkan penurunan derajat
keasaman sehingga daging memilki pH yang rendah. Perubahan pH ini juga
memepengaruhi daya ikat air daging dan Susut Masak. Seperti yang dijelaskan oleh
Alvarado dan McKee (2007) dan Allen, et al. (1998), D aya ikat air juga dipengaruhi oleh
pH daging air yang tertahan di dalam otot meningkat sejalan dengan naiknya pH,
walaupun kenaikannya kecil. Pada Penelitian Dewi (2012), Nilai pH akhir daging juga
berhubungan dengan susut masak daging, dimana pada pH daging yang rendah
mempunyai susut masak yang rendah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Sesorang dengan Bobot badan 51 Kg memiliki
kebutuhan Proteinsebanyak 19,125 gram daging per harinya.
2. Faktor yang mempengaruhi daya ikat air adalah Bagian otot aging, Susunan Lemak
Intramuskular, Pelayuan daging, pemanasan, penyimpanan, dan waktu pemasakan
daging
3. Susut masak daging sapi dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air.
4. Faktor faktor yang mempengaruhi keempukkan daging adalah Susut masak,
Jaringan ikat bagian otot, Genetik, bangsa, Jenis kelamin, Umur, Spesies,
Postmortem, dan Komponen.
5. Penurunan pH daging dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik.
5.2 Saran
1. Perhatikan dan cermati lagi Ketika Memahami Materi Praktikum
2. Perbanyak lagi Bahan Literatur untuk dimasukkan kedalam Laporan
3. Perbaiki lagi dalam Pembuatan Format Laporan Praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Allen, C.D., D.L. Fletcher, J.K. Northcutt, dan S.M. Russell. 1998. The relationship of broiler
breast color to meat quality and shelf-life.Journal ofPoultry Science. 77:361-366.
Alvarado, C. dan S. McKee. 2007. Marination to improve functional properties and safety
of poultry meat.Journal Appl Poultry Res. 16:113-120.
Davey, C. L., Kuttel, H., & Gilbert, K. V. (1967). Shortening as a factor in meat ageing.
International Journal of Food Science & Technology, 2(1), 53-56.
Dewi, S. H. C. (2012). Korelasi antara kadar glikogen, asam laktat, pH daging dan susut
masak Daging domba setelah pengangkutan. Jurnal Agrisains, 3(5).
Hernando, D., Septinova, D., & Adhianto, K. (2015). Kadar air dan total mikroba pada
daging sapi di tempat pemotongan hewan (TPH) Bandar Lampung. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu, 3(1).
Komariah, I. H. (2005). Aneka Olahan Daging Sapi. Agromedia.
Kramlich, W. E., & Pearson, A. M. (1973). Processed meats (No. 664.92 K7).
Kurniawan, Nikodemus. 2014. Kualitas Fisik Daging Sapi dari Tempat Pemotongan Hewan
di Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Negeri Lampung.
Bandar Lampung. Bandar Lampung.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Edisi 5 Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Rahayu, W.P., Slamet, M., Suliantari, dan Srikandi, F. 1992. TEKNOLOGI FERMENTASI
PRODUK PERIKANAN Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor. 140 halaman.
Rompis, J. E., & Komansilan, S. (2014). Efektivitas Cara Pemasakan Terhadap Karakteristik
Fisik Masakan Daging Babi Hutan. ZOOTEC, 34(2), 65-70.
Shinta, A. (2010). Identifikasi Angka Kecukupan Gizi dan Strategi Peningkatan Gizi
Keluarga di Kota Probolinggo (Studi Kasus di Kecamatan Kedopok dan Mayangan).
SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 7(1).
Swingler, G. R., & Lawrie, R. A. (1979). Improved protein recovery from some meat
industry by-products. Meat science, 3(1), 63-73.
Syaputra, D., & Prasetiyono, E. (2017). Proxymate Analysis, Lead and Total Formaldehyde
Contents of Squid Eggs Crackers. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 7(2), 181-190.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan Ke-4. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 6;
152-156; 289-290; 297–299.