Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PASCAPANEN PETERNAKAN


“komposisi dan pascapanen daging ‘’

Oleh:

Nama : Selina Manim


Nim : D1A021201
Kelompok : 2A
Asisten : Syifa Muthia Yasmeen

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak,
mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging juga merupakan bahan
pangan yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembang biakan mikroorganisme
sehingga dapat menurunkan kualitas daging. Daging mudah sekali mengalami
kerusakanmikrobiologi karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi.

Kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah
genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, termasuk bahan aditif
(hormon, anti biotik, dan mineral) dan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi
kualitas daging antara lain meliputi pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas,
dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging,hormon, dan anti biotik,
lemak intramuskular, dan metode penyimpanan.

Sifat fisik memegang peranan penting dalam proses pengolahan dikarenakan sifat fisik
menentukan kualitas serta jenis olahan yang akan dibuat. Sifat fisik sangat dipengaruhi
olehfaktor-faktor sebelum pemotongan dan setelah pemotongan. Faktor penting sebelum
pemotongan adalah perlakuan istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress)pada
ternak. Karakteristik daging pada setiap jenis ternak kemungkinan berbeda, namun halini
sering dianggap sama.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui kandungan zat gizi daging segar

2. Mengenal karakteristik daging segar

3. Mengukur parameter kualitas daging yang meliputi: Water Holding Capacity (WHC),
Cooking Looses, Keempukan dan ph
1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Ilmu Pascapanen Peternakan acara “Komposisi dan Pascapanen


Daging”dilaksanakan pada hari selasa 14, Maret 2023 pukul 14.30- selesai di Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua hasil pengolahanjaringan-
jaringan tersebut sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi
yang mengkonsumsinya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa,
pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini. Secara umum dagingmengandung
sekitar 75% air, dengan kisaran 68-80%, protein sekitar 19% (16- 22%), mineral1% serta lemak
sekitar 2.5%. Daging merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zatbesi, serta vitamin B
kompleks (niasin, riboflavin dan tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C.

Daging merupakan salah satu bahan makanan yang penting untuk memenuhi kebutuhan
gizi salah satunya protein. Kandungan gizi yan tinggi pada daging sapi sangat bermanfaat bagi
pertumbuhan manusia. Dari kandungan tersebut, daging sapi merupakan salah satu bahan
makanan yang sangat digemari didunia terutama di Indonesia. Data asupan energi, protein,
karbohidrat, dan lemak dihitung dalam rumus Angka Kecukupan Gizi (AKG)untuk
mendapatkan tingkat kecukupan gizi yang terdiri atas tingkat kecukupan energi
,protein, karbohidrat, dan lemak (Gurnida,2020).

Daging memiliki kualitas kimia daging yang dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Kualitas kimia seperti pH,daya ikat air,cook loss dan nutrisi dalam daging.
Komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 3,5%lemak dan 3,5% zat-zat non protein
yang dapat larut. Komposisi kimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan
1%abu. Daya ikat air daging kelinci berkisar 60--63%, Daya ikat air daging sapi
13--26%(Triatmojo,1992). Faktor pH pada daging juga mempengaruhi dari kualitas
ternak. Faktor yang mempengaruhi kualitas daging meliputi stress, suhu, perlakuan sebelum
dipotong dan waktu penyimpanan daging. Ternak yang mengalami kelelahan atau
stress akan menghambat keluarnya darah sehingga kualitas daging menjadi berkurang.
III. MATERI DAN CARA KERJA

3. 1 Materi

3.1.1 Alat

1. Timbangan (kepekaan dalam mg) 1 unit

2. Blender 2 unit

3. pH meter 1 unit

4. Plat kaca untuk WHC/DIA 8 pasang

5. Kertas saring ukuran 5x5 cm, 16 pasang

6. Penetrometer 1 unit

7. Plastik mika transparan

8. Pembeban 35 kg 2 unit

9. Kantong plastic ¼ kg 1 bungkus

10. Waterbath dengan thermometer 1 unit

11. Pisau atau cutter 8 buah

12. Tabel komposisi/kandung zat-zat gizi daging segar (sapi dan ayam)

13. Kertas milimeter blok 1 lembar tiap kelompok

14. Kalkulator

3.1.2 Bahan

1. Daging sapi 250 gr

2. Daging ayam bagian dada 1 potong


3.2. Cara Kerja

3.2.1. Mengetahui komposisi/kandungan zat gizi daging

Gunakan tabel komposisi zat gizi daging dan estimasikan kandungan zat gizi sampel daging
Sapi atau ayam masing-masing 10 gram . catat hasilnya.

Hitung dan diskusikan AKG jika seseorang mengonsumsi satu porsi daging (100 gr),
Catat hasilnya

3.2.2. Mengamati struktur daging

Sampel daging disiapkan dan di amati struktur daging

Dibuat gambar struktur daging yang memperlihatkan primysum, endomsyum dan


Serabut otot (muscle fibre)

3.2.3. Mengukur parameter kualitas daging

3.2.3.1. Water Holding Capacity (WHC) dengan metode Filter Paper Press

Disiapkan sampel daging 0,3 gram (utuh/tidak terpotongpotong)

daging diletakan di kertas saring


Sampel daging dipres diantara 2 plat kaca diberi beban 35 kgselama 5 menit

Dipindahkan gambaran hasil pres sampel daging ke kertas plastictransparansi

Luas area basah diluar daging pres diukur (nyatakan dalam cm2

3.2.3 Cooking Losses

Siapkan sampel daging kemudia ditimbang sebagai


berat awal ( sebelum di rebus) missal (X)g

Sampel dimasukkan kedalam kantong plastic, kemudian diikat


( di klip) agar air tidak masuk pada saat di rebus

Sampel daging di rebus didalam waterbath selama 30 menit pada suhu 80 g

Setelah direbus, sampel diangkat, dikeluarkan dari kantong plastic, dipisahkan dari bagian
kaldunya, dilap dengan kertas saring/ tissue tanpa ditekan, kemudian di timbang (y)g
3.2.3.4. Keempukan Daging

Disiapkan sampel daging berukuran (1 x 1 x 1) cm3, sampel


diletakan pada bagian dasar penetrometer

Jarum penunjuk diatur sehingga permukaan daging bersinggungan


dengan ujung jarum, jarum penunjukmenunjukan angka nol

Beban seberat 50 g (a) dilepaskan bersamaan dengan menekan penghitung


waktu (timer), beban tetap diletakkan selama waktu(t) detik

Kedalaman jarum dapat dilihat pada skala penetrometer (b)

Keempukan daging dinyatakan : (b/a/t) dalam mm/g/dt


3.2.3.5. pH (Derajat keasaman)

Ditimbang daging 10 gram, kemudian dipotong – potongmenjadi bagian yang lebih keci

Ditambahkan dengan aquades 20 ml, kemudian diblenderhingga


halus dalam waktu tertentu (menit)

Diukur pH daging menggunakan pH meter, sebelumnya pHmeter


dikalibrasi pada pH 7 (menggunakan buffer pH 7)

Setiap kali akan mengukur pH daging, bagian probe pH meter dicuci

Pembacaan pH daging setelah electrode pH meter dimasukankedalam


sampel daging blender
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Kelompok Area basah Cooking losses Kesimpulan PH


X Y (mm/9/5)

1. 17,5 0,68 0,27 0,036 6

2. 13 0,77 0,53 0,037 6

3. 22 0,77 0,48 0,021 6

4. 50,5 2,7 1,2 0,308 6

5. 201 2,5 1,4 0,118 6

6. 29,5 2,3 1,5 0,21 6

7. 38,75 1,42 0,92 0,0275 6

8. 39,25 0,97 0,61 0,0305 6

9.

4.1.1 AKG

- BB = 80 kg

- Protein daging = 20%

- Kebutuhan protein asal ternak = x x 80 gr = 6,66 gr

- Untuk memenuhi kebutuhan protein per hari

Maka = Kandungan protein. X = Kebutuhan asal ternak

20 % .X = 6,66 gr X = = 33 gram
4.1.2 WHC

- Area Basah = 29,5 cm

- Kadar Air Total = 75%

- Mg H20

- WHC = KA Total – KA Bebas

= 75% -

= 75% -

= 75% - 67,65 %= 26,06 %

5.1.3 Cooking Losses

Berat Awal = 2,15 gram

Berat Akhir = 1,33 gram

= x 100%

= 38 %

4.1.4 Keempukan

1. Dik :b = 66

a =200 g
t = 10 s

Keempukan = b/a/t

= 66/200/10

= 0,033 mm/g/dt

4.1.5 pH Daging

pH yang dihasilkan pada daging yang telah dihaluskan 6 pH

4.2 Pembahasan

4.2.1 AKG Daging

AKG adalah suatu kecukupan rerata gizi setiap hari untuk semua orang
menurut golongan, diantaranya bobot badan, umur, aktivitas tubuh, ukuran tubuh dan jenis
kelamin untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Jayanto et al (2017) bahwa angka kecukupan gizi merupakan suatu nilai yang
digunakan untuk menentukan jumlah zat yang baik dikonsumsi oleh tubuh dan zat
apa saja yang dibutuhkan oleh tubuh kita.

Angka Kecukupan Gizi juga menjadi informasi tentang kebutuhan gizi dan kecukupan
nutrisi setiap manusia.Kebutuhan gizi bisa dipenuhi dengan memakan makanan yang
bergizi dan banyak mengandung protein. Protein dibagi menjadi 2 yaitu hewani dan nabati.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suryanty dan Reswita (2016) yang menyatakan bahwa
protein dapat diperoleh dari bahan pangan nabati maupun hewani.

Kebutuhan protein dihitung berdasarkan formula estimasi Angka Kecukupan Protein


(AKP) sesuai dengan kelompok usiadan jenis kelamin. Kebutuhan protein dihitung sesuai
dengan berat badan subjek Kecukupan gizi sangat tentu dibutuhkan oleh setiap manusia
untuk melakukan aktivitas ataupun untuk pertumbuhan. Gizi yang dibutuhkan seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Menurut Gurnida (2020) menyatakan
bahwa data asupan energi,protein, karbohidrat, dan lemak dihitung dalam rumus Angka
Kecukupan Gizi (AKG) untuk

mendapatkan tingkat kecukupan gizi yang terdiri atas tingkat kecukupan energi, protein,
karbohidrat, dan lemak. Tingkat kecukupan gizi pada setiap orang pun juga berbeda dan
memiliki tingkatannya masing-masing yang disesuaikan dengan berat badannya dan factor
lainnya.

4.2.2 Water Holding Capacity (WHC

Water Holding Capacity atau daya ikat air merupakan kemampuan protein daging dalam
mengikat air atau menahan air selama mendapat tekanan. Faktor yang mempengaruhi WHC
dibagi menjadi 2 yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi perlakuan sebelum
dipotong,bangsa ternak,umur ternak, bagian otot dan perlemakan intramuskular sedangkan
faktor eksternal meliputi pelayuan, pemanasan, pH, penyimpanan dan waktu pemasakan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Jamhari (2000), bahwa beberapa faktor yang
bisa menyebabkan variasi pada daya ikat air oleh daging, diantaranya faktor pH,
factor perlakuan maturasi, pemasakan atau pemanasan.

Pengujian daya mengikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan daging dalam mengikat air bebas. Pada praktikum WHC didapatkan hasil
pengukuran sebesar 43,17%. Kemampuan daging untuk menahan air merupakan suatu sifat
penting karena dengan daya ikat air yang tinggi,maka daging mempunyai kualitas yang baik.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rini,dkk (2019) yang menyatakan bahwa WHC yang
tinggi mengidentifikasikan daging memiliki kualitas yang baik. Semakin menurunnya kadar air
daging, maka kemampuan protein untuk mengikat air juga berkurang.

Faktor pH pada daya ikat air juga memiliki faktor yang besar pada kualitas
daging. Penurunan faktor pH akan menyebabkan denaturasi protein yang menyebabkan
dayaikat protein berkurang dan kualitas daging juga menurun. Hal tersebut sesusai
dengan pernyataan Lawrie (1995), bahwa penurunan pH menyebabkan denaturasi protein
daging,maka akan terjadi penurunan kelarutan protein yang menyebabkan daya ikat air
berkurang.Nilai pH yang tinggi biasanya juga akan memiliki WHC yang tinggi demikian pula
sehingga menunjukan kualitas daging yang baik
4.2.3 Cooking losses

Cooking losses/susut masak merupakan banyak sedikitnya air yang hilang atau larutn
akibat pemasakan. Menurut Tambunan (2009) bahwa nilai susut masak ini erat hubungan
yadengan daya mengikat air. Tujuannya untuk mengetahui kualitas daging berdasarkan
banyaknya kandungan air yang hilang saat dimasak. Cooking losses juga menjadi parameter
dari pengujian kualitas daging dengan mengetahui kadar air/juiceness pada serabut otot.
Secara statistik, daya ikat air daging akibat lama perebusan tidak menurun, tetapi secara
nominal, lama perebusan cenderung menurunkan daya ikat air.

Daging yang dimasak dengan waktu pemasakan lebih lama dapat mengakibatkan
bertambahnya jumlah cairan daging yang keluar, sehingga dapat menurunkan kandungan
air daging. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Domis zewski,dkk (2011) bahwa
Kerusakan aktin dan miosin menyebabkan penurunan kemampuan protein otot untuk
mengikat air. Lama pemasakan dapat mempengaruhi kandungan nutrisi daging.
Penurunan daya ikat air disebabkan oleh terjadinya proses denaturasi.

Pada praktikum kali ini didapatkan coking losses sebesar 38,46%. CL yang baik harus
mendekati angka kurang lebih 35%. Semakin tinggi kandungan Cooking losses kualitas daging
lebih rendah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lapase (2016) bahwa Daging dengan
susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif lebih baik dibandingkan dengan susut
masak lebih besar. Beberapa faktor yang mempengaruhi susut masak meliputi lemak,
temperature,pH,spesies dan serabut sarkomer.

4.2.4 Keempukan Daging

Keempukan daging merupakan suatu kualitas daging yang mempengaruhi daya


terimakonsumen. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging meliputi cooking losses
jaringan ikat, bagian otot, genetik, bangsa, jenis kelamin, spesies dan postmortem. Hal
tersebut sesuaidengan pernyataan Soeparno (2009) yang menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi keempukan daging yaitu faktor postmortem, salah
satunya yaitu metode pemasakan dengan cara perebusan.

Tujuan dari uji keempukan daging adalah mengetahui kualitas daging berdasarkan
kemudahan dalam memutus serat daging tanpa mempengaruhi sifat jaringan yang
layak.Pengujian keempukan daging menggunakan penetrometer sebagai alatnya dan daging
dipotong dengan ukuran (1x1x1) cm. Hal tersebut berbeda dengan pengujian
denganmetode. Tien,dkk (2011) bahwa dimana Sampel disiapkan dengan cara daging
dipotong dengan ukuran (5 x 3 x 2) cm. Penetrometer berfungsi sebagai alat
parameter untuk keempukan daging menggunakan jarum dari penetrometer.

Daging yang memiliki kualitas daging yang baik ditandai dengan keempukan daging
yang baik dan tentunya tidak alot saatdimakan atau dimasak.Dari hasil praktikum
didapatkan pengukuran keempukan daging sebesar 0,1605mm/gr/s. Menurut
Suantika,dkk (2017) Semakin besar angka yang ditunjukan, maka daging semakin empuk.
Keempukan daging pada setiap daging juga berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi
meliputi umur, genetik, jaringan ikat,bagian otot dan postmortem. Umur daging pada
hewan juga mempengaruhi dari keempukan daging, semakin tua maka semakinalot. Aktivitas
yang berat juga membuat tekstur dari daging menjadi lebih alot. Semakin sedikit jaringan dan
semakin banyak lemak marbling maka daging semakin empuk. Pelayuan daging pada suhu
rendah juga bertujuan untuk menguraikan tenunan ikat daging sehingga daging menjadi
empuk

4.2.5 pH Daging

Derajat keasaman atau pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk


menyatakantingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.Tujuan dari
mengukur pHdaging adalah mengetahui kualitas daging berdasarkan derajat keasaman.
Normalnya pHotot daging yang masih hidup adalah 7,2-7,4 sedangkan pH ultimate
5,4-5,8. Apabiladibawah 5,4 daging akan menjadi PSE (Pale Soft and Exudative). Menurut
Lukman (2010),nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai dibawah 5,3. Hal
ini disebabkan olehenzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif bekerja
Penurunan pH yang lambat dan tidak lengkap akan membuat pH tetap tinggi
dan mencapai pH akhir sekitar 6,5 – 6,8 atau diatas 6,2. Penurunan tersebut
mengalami penurunan pH dengan pola dark firm and dry (DFD) dengan tanda daging
berwarna gelapdan kering. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Haq,dkk (2015) bahwa
Daging Dark Firmand dry memiliki pola penurunan ditandai dengan daging yang
berwarna gelap (dark),kompak (Firm), dan kering (dry). DFD terjadi karena ketersediaan ATP
pada daging kurang, sehingga glikolisis terhenti sebelum pH ultimate

Didapatkan dari hasil praktitkum bahwa pengukuran pH daging didapat sebesar 5,71.
Faktor yangn mempengaruhi pH salah satunya yaitu faktor lelah/stress. Menurut Buckle et al
(1987) bahwa Nilai pH daging akan ditentukan oleh jumlah laktat yang dihasilkan
dariglikogen selama proses glikolisis anaerob dan hal ini akan terbatas bila glikogen
terdeplesikarena lelah, kelaparan atau takut pada hewan sebelum dipotong. Selain faktor
stress, faktor seperti suhu, pH daging tinggi dan Waktu penyimpanan juga mempengaruhi
dari nilai pH daging
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Nilai pH yang tinggi juga akan memiliki WHC yang tinggi demikian pula sehingga

menunjukan kualitas daging yang baik

2. Pada praktikum WHC didapatkan hasil pengukuran sebesar 43,17%.

3. Daging yang dimasak dengan waktu pemasakan lebih lama dapat mengakibatkan

bertambahnya jumlah cairan daging yang keluar, sehingga dapat menurunkan kandungan

air daging.

4. CL yang baik harus mendekati angka kurang lebih 35%.

5. Semakin besar angka penetrometer yang ditunjukan, maka daging semakin empuk.

6. Normalnya pH otot daging yang masih hidup adalah 7,2-7,4 sedangkan pH ultimate 5,4-5,8.

Apabila dibawah 5,4 daging akan menjadi PSE (Pale Soft and Exudative)

5.2 Saran

Saran dari kami praktikan tentang praktikum ilmu pascapanen peternakan

Semoga kedepanya lebih baik lagi dan materinya lebih di perjelaskan lagi
DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K, A, R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wootto. 1987. Ilmu Pangan. Ul Press

Jakarta.

Gunida, D. A., N. Nuraeny, D. D. L. Hakim, F. S. Susilaningsih, D. M. Herawati, and I.

Rosita. 2020. Korelasi antara Tingkat Kecukupan Gizi dengan Indeks Massa Tubuh

Siswa Sekolah Dasar Kelas 4, 5, dan 6. Padjadjaran Journal of Dental

Researchers and Students. 4(1):43-50.

Haq, A. N., Septinova, D., & Santosa, P. E. 2015. Kualitas fisik daging dari pasar tradisional

diBandar Lampung. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(3). J

ayanto, Denny Nur, Nia Saurina, and Firman Hadi S Wijaya. 2017. Aplikasi monitoring

polamakan untuk anak overweight dan underweight. Melek IT Information

TechnologyJournal. 3(1).

Lapase, O. A. 2016. Kualitas fisik (daya ikat air, susut masak, dan keempukan daging

pahaayam sentul akibat lama perebusan. Students E-Journal. 5(4).

Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. UI-Press. Jakarta.

Lukman D. W., 2010. Nilai pH Daging. Bagian Kesehatan Masyarakat Vateriner.

FakultasKedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rini, S. R., S. Sugiharto, and L. D. Mahfudz. 2019. Pengaruh Perbedaan Suhu

Pemeliharaanterhadap Kualitas Fisik Daging Ayam Broiler Periode Finisher. Jurnal Sain

PeternakanIndonesia. 14(4):387-395.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

6;152-156; 289-290; 297–299.

Suantika, R., Suryaningsih, L., & Gumilar, J. 2017. Pengaruh Lama Perendaman

dengan Menggunakan Sari Jahe Terhadap Kualitas Fisik (Daya Ikat Air, Keempukan, dan

pH) Daging Domba. Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran. 17(2), 67-72.

Suryanty, M., dan Reswita. 2016. Analisis Konsumsi Pangan Berbasis Protein

Hewan diKabupaten Lebong: Pendekatan Model Aids. Jurnal AGRISEP. 16(1):101-110.

Tambunan, R. D. 2009. Keempukan Daging dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.

BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Lampung.

Tien, R.M., Sugiyono, dan F. Ayustaningwarno. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.

PT.Alfabeta. Bandung. 6; 26; 28; 299. Triatmojo ,S.1992.

Pengaruh penggantian daging sapi dengan kerbau, ayam, dan kelinci pada komposisi dan

kualitas fisik bakso. Bultin Peternakan Jakarta. Jakarta.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai