Anda di halaman 1dari 11

UJI SIFAT FISIK DAGING

SEPTEMBER 14, 2012 BY HARFINARAIS


LAPORAN PRAKTIKUM
 
Mata Kuliah    : Teknik Pengolahan Daging   Nama        : Harfina Rais
Praktikum ke   : 3(Tiga)                                   NRP         : D24090112
Tempat            : Labotaorium THP                  Dosen      : Dr. Irma
Isnafa  Arief , S.Pt Teknisi       : Devi Murtini, S. Pt
M. Sriduresta, S. Pt. M. Sc
Asisten     : Lega Krisda                                                    Irma Indah K
Winda Permata Sari
Sindya Erti, J. S
Sita Arum Prabawati
Paingat P. Sipayung
Rullyana Nurbianti
UJI SIFAT FISIK DAGING
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
 
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kualitas suatu produk sangat menentukan tingkat


keberhasilan usaha produk tersebut. Hal ini juga berlaku pada
produk daging. Daging dengan kualitas yang baik akan lebih
digemari oleh konsumen. Kualitas daging salah satunya dapat
dilihat dari sifat fisik daging tersebut. Pengujian sifat fisik
daging diantaranya dilakukan dengan pengujian pH daging,
daya mengikat air, susut masak dan keempukan daging.

Sifat fisik daging mempengaruhi kualitas pengolahan daging.


Daging yang memiliki kualitas sifat fisik yang bagus tentunya
akan memberikan produk pengolahan yang bagus dan akan
mempermudah selama proses pengolahannya. Penentuan
kualitas sifat fisik daging perlu dikaukan dengan benar dan
teliti sehingga menghasilkan data yang akurat. Untuk itu
diperlukan keahlian dan keterampilan serta pemahaman lanjut
tentang cara dan metode pengujian ini.
Pengolahan, penyimpanan dan pengawatan daging akan
mempegaruhi sifat daging ini, sehingga ketika daging akan
digunakan kembali akan berbeda dengan jika menggunakan
daging segar. Untuk menghindari perubahan sifat fisik yang
terlalu besar diperlukan pengetahuan tentang faktor yang
mempengaruhi perbahan sifat fisik daging tersebut.

Tujuan

Praktikum pengujian sifat daging yang dilakukan pengujian


pada pH daging, daya mengikat air, susut masak dan
keempukan daging bertujuan untuk mengetahui sifat fisik
daging berdasarkan parameter tersebut.

 
TINJAUAN PUSTAKA
Daging

Daging segar merupakan daging yang baru dipotong, belum


mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum disimpan untuk
waktu yang lama. Daging segar cenderung memeiliki kualitas
kandungan nutrisi dan penampakan lebih baik. Hal ini terjadi
karena daging belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan 
belum disimpan lama. Indikator yang dapat dijadikan kualitas
daging ini adalah kekenyalan, warna daging, bau dan tekstur.
Selain itu, daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket
ditangan dan terasa kebasahannya (Deptan, 2001).

Daging beku adalah daging yang telah mengalami


penyimpanan pada suhu dingin. Tujuan penyimpanan ini adalah
untuk mengawetka atau agar daging tersebut bisa
digunakanan dalam jangka waktu yang cukup lama. Daging
dalam kondisi seperti ini akan mengalami perubahan sifat fisik
akibat pengaruh sushu yang dingin.

pH daging

            Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH


daging seperti yang dikemukakan oleh Smith  (1978) dan
Judge (1989) Stres sebelum pemotongan, seperti iklim,
tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang
berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan
menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih
besar dari 5,9). Nilai pH daging ini perlu diketahui karena pH
daginga akan menentukan tumbuh dan berkembangnya
bakteri. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH
sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau
diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh
kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor
keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979).

Daya Mengikat Air

            Pengujian daya mengikat air merupan pengujian


untuk mengetahui seberapa besar daging tersebut mampu
mengikat air bebas. Daya Mengikat Air (DMA) diukur dengan
menggunakan metode penekanan Hamm (T. Suryati, 2006).
Selain itu menurut Pearson dan Young (1971) parameter yang
dapat digunakan untuk melihat daya mengikat air pada daging
dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban daging,
daging yang lembab mengindikasikan bahwa daya mengikat
daging tersebut terhadap air cukup tinggi, sedangkan daging
yang agak kering mengindikasikan daya mengikat daging
tersebut telah berkurang, hal ini biasanya ditandai dengan
penampakan warna daging yang agak kehitaman (daging DFD).

Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada
saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi
kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang
mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan
beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Proses
pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein
daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan
semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air
(Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada
banyaknya cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku
tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan yang keluar dari
daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein
daging tersebut semakin rendah (Soeparno, 1998). Penurunan
nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut
masak (Jamhari, 2000).

Susut Masak

            Nilai susut masak merupakan nilai massa daging


yang berkurang setelah proses pemanasan atau pengolahan
masak. Nilai susut masak ini erat kaitannya dengan daya
mengikat air. Semakin tinggi daya mengikat air maka ketika
proses pemanasan air dan  cairan nutrisipun akan sedikit
yang keluar atau yang terbuang sehingga massa daging yang
berkurangpun sedikit. Menurut Yanti (2008) daging yang
mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang
baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama
pemasakan juga rendah. Daging beku atau disimpan dalam
suhu dingin cenderung akan mengalami perubahan protein
otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air
protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip)
dari daging (Anon dan Calvelo, 1980).

Keempukan Daging

Keempukan daging merupakan faktor penting dalam


pengolahan daging. Keempukan dapat diukur dengan nilai
daya putus Warner-Bratzler (WB). Keempukan sangat berkaitan
erat dengan status panjang sarkomer otot. Daging dengan
sarkomer yang lebih pendek setelah fase rigormortis memiliki
tingkat kealotan lebih tinggi dibanding yang sarkomernya
tidak mengalami pemendekan (Swatland, 1984; Locker, 1985;
Dutson, 1985). Kualiatas daging akan berpengaruh pada
penyimpanan suhu dingin, dan penyimpanan pada suhu dingin
dapat mengakibatkan terjadinya pemendekan otot (T. Suryati,
2004)

Menurut Pearson & Dutson (1985) pada daging pre rigor yang
disimpan pada suhu rendah mengakibatkan peningkatan
konsentrasi ion Ca2+ bebas di luar membran retikulum
sarkoplasmik. Hal tersebut memicu serangkaian reaksi yang
mengakibatkan terbentuknya ikatan aktin-miosin dan
menghasilkan pemendekan sarkomer. Menurut t. Suryati
(2004) Semakin tinggi nilai daya putus WB berarti semakin
banyak gaya yang diperlukan untuk memutus serabut daging
per sentimeter persegi, yang berarti daging semakin alot atau
tingkat keempukan semakin rendah. Swatland (1984) dan
Locker (1985) mengatakan bahwa peningkatan panjang
sarkomer secara paralel akan meningkatkan keempukan.
Menurut Pearson dan Young (1971), nilai keempukkan daging
terbagi atas tiga bagian, yaitu kisaran empuk dengan skala 0-3
Kg/g, cukup/sedang dengan skala 3-6 Kg/g, dan alot dengan
skala >6-11 Kg/g.

Alat-alat

Peubah kualitas fisik yang diamati adalah nilai pH dengan


metode AOAC (1995), daya iris (keempukan daging) dengan
alat Warner- Bratzler Shear (Swatland, 1984), Daya Mengikat
Air (DMA) dengan metode Hamm (Soeparno, 1998) serta warna
dengan metode Hunter menggunakan alat kromameter dengan
ruang warna (color space) dan yang diukur adalah nilai L yaitu
nilai kecerahan.

 
MATERI DAN METODE
Materi

Praktikum analisis sifat fisik daging yaitu pengukuran pada pH


daging, daya mengikat air, keempukan daging dan susut
masak daging. Keempat pengujian ini menggunakan bahan
sampel daging. Alat yang digunakan pada pengukuran pH
daging adalah pH meter, larutan buffer pH 7 dan 4 serta tissue.
Alat yang digunakan pada pengujian daya mengikat air adalah
timbangan digital, carper press dengan tekanan 35 kg/cm2,
kertas saring whatman 41, plani meter dan seperangkat alat
pemotong. Alat yang digunakan pada pengujian keempukan
daging adalah thermometer bimetal, corer, warner bratzler
shear force device, timabangan digital, panci perebus dan
kompor. Alat yang digunakan pada pengujian susut masak
daging adalah thermometer bimetal, timbangan digital, panci
perebus dan kompor.

Metode

Setiap pengujian memiliki cara atau metode yang berbeda


karena tujuan dan alat yang digunakanpun berbeda. Pengujian
pH daging harus menggunakan pH meter. Sebelum digunakan
pH meter dikalibrasi terlebih dahulu. Untuk pengkalibrasian pH
meter tersebut tekan tombol ON pada alat pH meter dan
ditunggu beberapa saat sampai pada layar display pH meter
muncul tanda “CAL”. Ujung pH meter dicelupkan (elektroda)
pada larutan buffer pH 7 dan ditunggu sampai terdengar bunyi
pada alat yang menunjukkan bahwa proseddur kalibrasi pada
larutan buffer pH 7 selesai dilakukan. Ujung pH meter
dicelupkan kembali pada laarutan buffer pH 4 dan ditunggu
beberapa saat sampai terdengar bunyi pada alat yang
menunjukkan bahwa prosedur kalibrasi pada larutan buffer pH
4 selesai dilakukan. Alat pH meter telah selesai dikalibrasi dan
siap untuk digunakan. Selanjutnya ujung pH meter ditusukkan
pada sampel daging dan dibaca serta dicatat nilai pH yang
tertera pada layar display alat pH meter. Pengukuran
dilakukan beberapa kali untuk memperoleh hasil nilai pH yang
akurat. Jika pengukuran dilakukan pada sampel yang berbeda,
ujung pH meter dibasuh dengan aquades sebelum digunakan
kembali dan dikeringkan dengan tissue. Setelah digunakan
ujung pH meter dicuci dengan aquades dan dikeringkan
kemudian disimpan pada tempatnya.

Pengujian daya mengikat air merupakan pengujian untuk


mengetahui seberapa besar air bebas yang diikat oleh daging.
Pengujian ini diawali dengan penimbangan sampel daging
sebanyak 0,3 gram dengan menggunakan timbangan sartorius.
Selanjutnya sampel diletakkan diantara dua kertas saring dan
dilakukan pengepressan dengan menggunakan carper press
selama 5 menit. Setelah selesai dipress, pada kertas saring
akan terlihat dua lingkaran yang menunjukkan luas area
daging yang keprss (Lingkar Dalam=LD) dan luas area dari air
yang keluar dari daging hasil pengepressan (Lingkar Luar=LL
atau luas daerah basah). Kertas saring tersebut dikeringkan
dan diberi tanda dengan pulpen kediua luasan area tersebut.
Kedua luasan area tersebut diukur dengan menggunakan
planimeter. Tujuan pengukuran luasan ini adalah untuk
mengetahui jumlah air bebas yang keluar dari daging.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan planimeter. Kedua
lingkaran (LL dan LD) diberi tanda sebagai awal perhitungan.
Titik tengah yang ada pada kaca pembesar planimeter
diletakkan pada tanda yang ada dilingkaran (LL atau LD).
angka yang tertera pada planimeter merupakan hitungan awal.
Kaca pembesar pada planimeter diputar searah jarum jam
sesuai dengan lingkara yang sudah ditandai sapai kembali
pada titik awal lagi. Angka yang tertera pada planimeter
dibaca dan dicatat sebagai hitungan akhir. Perhitungan ini
dilakukan pada kedua lingkaran (LD dan LL). Selanjutnya
dihitung selisih LL awal dan LL akhir, begitu juga dengan LD.
Selisih LL dikurangi dengan selisih LD dibagi 100. Hasil yang
diperoleh merupakan luas area basah. Hasil ini dimasukkan
kedalam rumus untuk mencari mgH2O. Nilai yang diperoleh
menunjukkan jumlah air bebas yang keluar dari daging (dalam
mg). Selanjutnya dicari % air bebas. Semakin banyak air bebas
yang keluar dari daging menunjukkan  bahwa sampel daging
tersebut memiliki kemampuan / daya mengikat air yang
rendah.

Pengujian keempukan daging dengan menggunakan daging


kira-kira 100 gr. Tapi berat daging ini tidak harus 100 gr.
Selanjutnya air direbus sampai mendidih. Thermometer
bimetal ditusukkan pada sampel daging sampai batas
indikator yang terdapat pada alat. Sampel daging direbus
sampai suhu didalamnya mencapai 810C, lalu dianggkat dan
didinginkan. Selanjutnya daging dipotong searah serat dengan
menggunakan corer. Pemotongan dilakukan beberapa kali.
Warner bratzler shear force  device dinyalakan. Sampel yang
sudah dipotong corer diletakkan pada alat pemotong warner
bratzler shear force. Selanjutnya dibaca nilai pada alat
tersebut. Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh
besarnya kekuatan (kg/cm3) yang diperlukan untuk memotong
sampel daging tersebut.

Pengujian susut masak daging menggunakan sampel kira-kira


100 gram. Sampel disiapkan terlebih dahulu. Air direbus
sampai mendidih. Thermometer bimetal ditusukkan pada
sampel daging sampai batas indikator yang terdapat pada alat.
Sampel daging direbus sampai suhu didalamnya 810C, lalu
diangkat dan didinginkan. Sampel ditimbang sampai beratnya
konstan. Selanjutnya dihitung persentase susut masak.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil

Tabel 1. data uji sifat fisik daging segar

KELOMPOK pH DMA (%) Susut Masak (%) Keempukan

1 5,04 22,51 42,65 2,33

2 5,36 30,67 45,77 5,83

3 5,05 24,09 40,77 8,37

rata-rata 5,15 25,76 43,06 5,51

Tabel 2. data uji sifat fisik daging beku

KELOMPOK pH DMA (%) Susut Masak (%) Keempukan


4 5,17 18,36 27,33 1,7

5 5,32 22,96 34,71 4,2

6 5,25 42,24 35,12 2,17

rata-rata 5,25 27,85 32,39 2,69

Pembahasan

Setelah melakukan pengujian terhadap sifat fisik daging segar


dan daging beku, maka didapatlah hasil yang menggambarkan
kualitas daging tersebut. Daging segar memiliki pH 5,15
sedangkan daging beku 5,25. Perbedaan ini sangat sedikit
bahkan bisa dikatakan hampir sama. Daging yang mengalami
penyimpanan pada suhu dingin dalam waktu yang cukup lama
akan mengalami peningkatan pH. Indikator ini dapat dilihat
dari warna daging yang akan berubah menjadai agak gelap.
Pada hasil pengujian tidak terjadi perbedaan yang mencolok.
Hal tersebut kemungkinan daging beku disimpan belum lama
sehingga pHnya pun masih termasuk normal. Hampir semua
bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak
akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH
untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan
dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri
(Lawrie, 1979). Faktor lain yang memungkinkan menjadi
penyebab pH daging tidak jauh berbeda adalah
ketidakakuratan data akibat alat dan ketelitian praktikan.

Hasil pengujian daya mengikat air, daging beku memiliki


kemampuan daya mengikat air lebih besar dari pada daging
segar. Hasil ini kurang sesuai dengan literatur akibat
pembekuan daging, protein mengalami kerusakan sehingga
kemampuan protein daging dalam mengikat air bebas akan
menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Bhattacharya (1988)
yang mengatakan bahwa proses pembekuan juga dapat
meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat
air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan
menyebabkan nilai daya ikat air menurun. Penurunan nilai
daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran
kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot
menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau
keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan
Lawrie, 1979). Ketidak sesuaian ini kemungkinan diakibatkan
oleh penyimpanan daging beku dalam suhu dingin hanya
sebentar sehingga tidak berpengaruh pada nilai daya mengikat
airnya. Tapi jika dilihat dari nilai pH hasil ini sesuai, karena
semakin tinggi nilai pH maka daya ikat air akan semakin
tinggi.

Hasil pengujian susut masak daging menunjukkan bahwa daya


mengikat air daging segar lebih besar dari pada nilai susut
masak daging beku. Hal ini dapat terjadi karena daya
mengikat air daging beku lebih tinggi dari pada daging segar.
Semakin tinggi daya mengikat air daging semakin sedikit
cairan yang keluar dari dagiing tersebut. Hal ini
mengakibatkan massa dari daging yang berkurang juga
sedikit. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat
meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).

Hasil pengujian pada nilai keempukan daging menunjukkan


bahwa nilai keempukan daging segar lebih tinggi (5,51) dari
pada nilai keempukan daging beku (2,69). Nilai ini berarti
daging beku lebih empuk dari pada daging segar. Hal ini dapat
terjadi karena daya ikat air daging beku lebih tinggi sehingga
air beratnya hanya sedikit yang menyusut dan
keempukannyapun lebih baik.

Jika dilihat dari keempat indikator diatas, semuanya memiliki


hubungan yang saling berpengaruh. Semakin tinggi nilai pH
maka nilai daya mengikat air daging akan semakin tinggi.
Tingginya daya mengikat air ini akan berpengaruh pada nilai
susut masak. Semakin tinggi daya mengikat air, maka air
ataupun nutrien yang keluar dari daging dalam bentuk Drip
akan semain sedikit. Sehingga ketika dimasak daging akan
menyusut sedikit. Ketika daging menyusut sedikit dan masih
banyak mengandung air maka daging akan semakin empuk.

KESIMPULAN

Pengujian sifat fisik daging ddapat dilakukan pada pH daging,


daya mengkat air, keempukan daging dan susut masak daging.
Keempat indikator ini saling berhubungan dan mempengaruhi
satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA
Anon, M. C., dan A. Calvelo. 1980. Freezing rate effects of drip
loss of frozen beef. J. Meat Sci. 4: 1.

AOAC (Association of Official Analitycal Chemist). 1995.


Official Methods of Analysis, Washington DC.

Bratzler, L. J., A. M. Gaddis dan W. L. Sulbacher. 1977.


Freezing Meat. Pada: Fundamental of Food Freezing. N. W.
Desrosier and D. K. Tressler, Eds. The AVI Publ., Co., Inc.,
Wesport, Connecticut.

Judge, M. D., Arberle, E. D. Forrest, J. C. Hendrick, H. B. and


Merkel, R. A. 1989. Priciples Meat Science 2nd. Kendall/Hunt
Publishing Co, lowa.

Lawrie, R. A. 1979. Meat Science, 3rd edition. Pregamon Press,


Oxford.

Locker, R. H. 1985. Cold-induced toughness of meat. In : A. M.


Pearson & T. R. Dutson (Eds.). Electrical Stimulation Adv. In
Meat Research, Vol 1:1-44. The Avi Publishing Company, Inc.,
Westport, Connecticut.

Pearson, A. M. & T. R. Dutson. 1985. Scientific basis for


electrical stimulation. In : A. M. Pearson & T. R. Dutson (Eds.).
Electrical Stimulation Adv. In Meat Research, Vol 1:185- 218.
The Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.

Pearson, A. M dan R. B. Young. 1971. Muscle and Meat


Biochemistry. Academic Press, Inc. San Diego, New York,
Berkeley, Boston, London, Sidney, Yokyo, and Toronto.

Smith, G. L., G. R.  Culp. dan Z. L. Carperter. 1978. Post


Mortem Aging of Carcases, Journal Food Science. 430 : 823.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat


Animals. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jerssey.

T. Suryati, M. Astawan, & T. Wresdiyati. 2004. Sifat Fisik


Daging Domba yang Diberi Perlakuan Stimulasi Listrik Voltase
Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Peternakan.
27(3):101-106

T. Suryati, M. Astawan & T. Wresdiyati. 2006. Karakteristik


Organoleptik Daging Domba yang Diberi Stimulasi Listrik
Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Pternakan.
29(1):1-6

Yanti, H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi


dengan kemasan plastik PE (polyethylen) dan plastik PP
(polypropylen) Di pasar arengka kota pekanbaru. Jurnal
Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22 – 27).

Anda mungkin juga menyukai