Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL TUGAS AKHIR

EFEKTIVITAS METODE PENDAMPINGAN DALAM


PENYULUHAN PEMBUATAN SILASE TEBON JAGUNG
SEBAGAI CADANGAN PAKAN TERNAK DI DESA
DAWUHAN KECAMATAN KADEMANGAN KABUPATEN
BLITAR

PROGRAM STUDI
PENYULUHAN PETERNAKAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

ELOK FADHILA ALAMANDA


(04.03.19.403)

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
KEMENTRIAN PERTANIAN
2022
PROPOSAL TUGAS AKHIR

EFEKTIVITAS METODE PENDAMPINGAN DALAM


PENYULUHAN PEMBUATAN SILASE TEBON JAGUNG
SEBAGAI CADANGAN PAKAN TERNAK DI DESA
DAWUHAN KECAMATAN KADEMANGAN KABUPATEN
BLITAR

Diajukan sebagai syarat pelaksanaan Tugas Akhir untuk memperoleh


gelar Sarjana Terapan (S.Tr)

PROGRAM STUDI
PENYULUHAN PETERNAKAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

ELOK FADHILA ALAMANDA


(04.03.19.403)
Proposal TA

EFEKTIVITAS METODE PENDAMPINGAN DALAM PENYULUHAN


PEMBUATAN SILASE TEBON JAGUNG SEBAGAI CADANGAN PAKAN
TERNAK DI DESA DAWUHAN KECAMATAN KADEMANGAN KABUPATEN
BLITAR

ELOK FADHILA ALAMANDA


04.03.19.403

Dinyatakan telah memenuhi syarat


Untuk dapat diseminarkan tanggal…

Mengetahui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Novita Dewi K., S.Pt., M.Si Drh. Iman Aji Wijoyo, M. Vet

Menyetujui,

Ketua Program Studi


Penyuluhan Peternakan dan Kesejahteraan Hewan

Dr. Sad likah S.Pt, MP.


KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir dengan
Judul: “Efektivitas Metode Pendampingan dalam Penyuluhan Pembuatan
Silase Tebon Jagung sebagai Cadangan Pakan Ternak Di Desa Dawuhan
Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar.”

Proposal tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik tidak lepas dari
dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Setya Budhi Udrayana, S.Pt, M.Si. selaku Direktur Politeknik Pembangunan
Pertanian Malang.
2. Dr. Wahyu Windari, S.Pt. M.Sc., selaku Ketua Jurusan Peternakan.
3. Dr. Sad likah S.Pt, MP., selaku Ketua Program Studi Penyuluhan Peternakan dan
Kesejahteraan Hewan.
4. Dr. Novita Dewi K., S.Pt., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I.
5. Drh. Iman Aji Wijoyo, M. Vet. selaku Dosen Pembimbing II.
6. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan Proposal
Tugas Akhir ini.

Semoga penyusunan proposal ini dapat menjadi rancangan dalam kegiatan


penelitian sebagai pemenuhan tugas akhir. Disadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih
banyak kekurangan dan perlu adanya perbaikan walaupun sudah diusahakan dengan
maksimal. Oleh karena itu, ide-ide dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi
kesempurnaan Proposal Tugas Akhir ini.

Malang, …… 2022.

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki 2 musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Perubahan musim ini menjadi pengaruh bagi
ketersediaan bahan pakan ternak berupa hijauan. Kondisi ketersediaan pakan saat musim
penghujan dapat dikatakan sangat melimpah tetapi kondisi ini berkebalikan pada saat
musim kemarau. Ketersediaan pakan hijauan pada musim kemarabu mengalami
penurunan dan sangat terbatas sehingga peternak mengalami kesulitan dalam
memperoleh pakan hijauan karena pertumbuhan pakan hijauan lebih lambat.

Menurut wawancara bersama Bapak Eko (2022) selaku Penyuluh Pertanian


Lapangan Di Desa Dawuhan didapatkan bahwa ada beberapa permasalahan yang menjadi
fokus utama di desa Dawuhan yaitu:

1. Ketersediaan hijauan (ramban) di musim kemarau terbatas.


2. Minimnya solusi pengganti pakan hijauan.
3. Penyakit terutama kembung dan gudik.
4. Fluktuasi harga yang tidak stabil.

Dari hasil wawancara tersebut dapat ditarik kesimpulan pada permasalahan pakan.
Pakan merupakan kebutuhan paling penting dalam usaha peternakan ruminansia sebagai
faktor keberhasilan usaha peternakan. Kelangkaan pakan pada musim kemarau akan
berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Oleh karena itu, untuk menjaga ketersediaan
pakan tersebut diperlukan suatu teknologi untuk mengatasi permasalahan pakan tersebut
dengan inovasi penyimpanan pakan dengan jangka waktu tertentu. Teknologi yang
digunakan adalah dengan fermentasi hijauan menjadi silase.

Silase adalah metode pengawetan hijauan atau limbah pertanian dengan fermentasi
anaerob di dalam silo dengan kondisi kadar air tinggi (60-70%) dan dalam media asam.
Asam yang terbentuk yaitu asam-asam organik antara lain laktat, asetat, dan butirat
sebagai hasil fermentasi karbohidrat terlarut oleh bakteri sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan derajat keasaman (pH). Turunnya nilai pH, maka pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk akan terhambat. Selain bermanfaat untuk pengawetan, silase
juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan
daya cerna selama fermentasi. Fermentasi merupakan proses perombakan dari struktur
kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna pakan akan menjadi lebih efisien.

Setelah dilakukan Identifikasi Potensi Wilayah, Jagung merupakan komoditas


pertanian utama di Desa Dawuhan Kecamatan Kademangan. Menurut Harun et al. (2018)
dalam Mujahidin et al., (2022), bonggol jagung sendiri memiliki kandungan nutrisi
meliputi kadar air, bahan kering, protein kasar dan serat kasar berturut-turut 29,54%;
70,45%; 2,67%; dan 46,52% dalam 100% bahan kering. Selain itu, menurut Rekap
Pendataan Ternak (2021), Desa Dawuhan juga memiliki potensi yang bagus terkait
peternakan kambing dengan total populasi 2.583 ekor. Banyak juga peternak kambing
yang merangkap menjadi petani jagung. Dengan demikian, dengan adanya permasalahan
dan potensi yang ada di Desa Dawuhan Kecamatan Kademangan, dapat diberikan solusi
dengan melakukan penyuluhan pembuatan silase tebon jagung dengan media video.
Dimana efektivitas media video ini dapat dlihat dari tingkat keberhasilan penyuluhan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi lapangan dari hasil identifikasi, dapat diambil rumusan


masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan peternak terhadap silase tebon
jagung sesudah dilakukan penyuluhan mengenai materi pembuatan silase
menggunakan metode pendampingan?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan penyuluhan mengenai Pembuatan Silase dengan
menggunakan metode pendampingan?
3. Bagaimana efektivitas pendampingan sebagai metode penyuluhan tentang silase
tebon jagung yang dilakukan kepada peternak di Desa Dawuhan?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, dapat diambil tujuan


penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan peternak terhadap silase tebon


jagung sesudah dilakukan penyuluhan mengenai materi pembuatan silase tebon
jagung menggunakan metode pendampingan di Desa Dawuhan.
2. Mengetahui tingkat keberhasilan penyuluhan mengenai Pembuatan Silase Tebon
Jagung dengan menggunakan metode pendampingan di Desa Dawuhan.
3. Mengetahui efektivitas pendampingan sebagai metode penyuluhan pembuatan silase
tebon jagung yang dilakukan kepada peternak di Desa Dawuhan.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penelitian Rancangan Penyuluhan Pembuatan Silase Tebon Jagung


sebagai Cadangan Pakan Ternak:

1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang cara pembuatan silase tebon jagung.
b. Mahasiswa dapat mengerapkan metode pendampingan pada penyuluhan
pembuatan silase tebon jagung di Desa Dawuhan Kecamatan Kademangan
Kabupaten Blitar.
2. Bagi Sasaran
a. Sasaran dapat mengetahui tentang cara pembuatan silase tebon jagung.
b. Sasaran dapat menerapkan pembuatan silase tebon jagung untuk persediaan
pakan alternatif ternak saat musim kemarau.
c. Sasaran dapat membuat pakan alternatif ternak dengan harga produk yang lebih
murah karena bahan utamanya adalah limbah tebon jagung.
3. Bagi Instansi Terkait
a. Sebagai wadah perkenalan Politeknik Pembangunan Pertanian kepada
masyarakat Kabupaten Blitar sebagai instansi pendidikan di bidang Vokasi
Diploma IV dalam bidang pertanian dan Peternakan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian dari Mujahidin et al (2022) dengan judul “Pemanfaatan Limbah


Bonggol Jagung Menjadi Pakan Ternak (Silase) di Desa Sendangmulyo, Kecamatan
Bulu, Kabupaten Rembang.” menjelaskan bahwa pemanfaatan komoditas jagung ini
umumnya masih terbatas pada bijinya saja, sedangkan bonggolnya dibuang dan justru
menjadi permasalahan karena mencemari lingkungan sehingga limbah bonggol jagung
dimanfaatkan menjadi pakan ternak silase. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat terkait pemanfaatan limbah bonggol jagung menjadi
silase melalui webinar dan praktik secara langsung. Bahan yang digunakan dalam
pembuatan silase yaitu bonggol jagung dan rumput gajah yang sudah di cacah, dedak,
molase, serta air. Silase yang baik dapat dilihat dari karakteristik fisik seperti warna,
tekstur, aroma, dan keberadaan jamur. Berdasarkan hasil pengamatan silase yang dibuat
memiliki warna cokelat terang, tidak berair dan bau yang sedikit asam tetapi masih
terdapat sedikit jamur sehingga hasil silase dapat digolongkan kurang baik. Pelaksanaan
webinar dan praktik secara langsung pembuatan pakan ternak silase dari bonggol jagung
mendapat respon positif dari peserta webinar dan masyarakat Desa Sendangmulyo.
Penelitian dari Hetharia et al (2021), dengan judul “Pemanfaatan Limbah Tanaman
Jagung sebagai Pakan Ternak Pada Kelompok Tani Ternak Abimanyu I Kelurahan
Klamalu Distrik Mariat Kabupaten Sorong.” Menjelaskan bahwa kebutuhan pakan ternak
pada musim penghujan tidak terpenuhi dan pemberian limbah jagung secara langsung
sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi pasokan nutrisi yang dibutuhkan sehingga
difermentasi lebih lanjut menjadi silase. Penelitian ini bertujuan untuk memberi
pengetahuan kepada peternak dan mengatasi permasalahan ketersediaan pakan pada
musim kemarau. Hasil dicapai dari kegiatan pengabdian ini adalah peternak dapat
memahami permasalahan pakan ternak dan penanggulangganya dengan memanfaatkan
limbah tanaman jagung, serta dapat membuat fermentasi pakan ternak dari limbah
tanaman jagung.
Penelitian dari Mustika & Hartutik (2021) dengan judul “Kualitas Silase Tebon
Jagung dengan Penambahan Berbagai Zat Adtif Ditinjau Dari Kandungan Nutrisi”.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan bahan aditif terhadap kandungan
nutrisi silase tebon jagung. Bahan yang digunakan adalah tebon jagung, bekatul, pollard,
molases, dan tepung gaplek. Metode penelitian yang digunakan adalah uji laboratorium
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) tersarang yang terdiri dari dua
faktor yaitu jenis bahan aditif yang digunakan dan level penggunaannya dalam
pembuatan silase. Variabel penelitian terdiri dari kandungan nutrisi meliputi Bahan
Kering (BK), Bahan Organik (BO), dan Protein Kasar (PK). Data dianalisis dengan
analisis ragam dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan analisis Uji
Jarak Berganda Duncan (UJBD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan
bahan aditif yaitu bekatul, pollard, molases, dan tepung gaplek mampu meningkatkan
kualitas silase tebon jagung, namun perlakuan yang terbaik adalah penggunaan pollard
dengan level optimal 10%.
Penelitian dari Wahyu Saputri et al (2021) dengan judul “Teknologi Pengawetan
Rumput dan Tebon Jagung Melalui Pembuatan Silase sebagai Pakan Ternak di Rejang
Lebong” menjelaskan bahwa limbah pertanian berupa tebon jagung dan rumput yang
melimpah belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penerapan teknologi pengawetan hijauan dan tebon jagung melalui
pembuatan silase. Tujuan penelitian ini adalah mengoptimalisasi pemanfaatan limbah
pertanian berupa tebon jagung dan hijauan sebagai pakan ternak, meningkatkan
ketersediaan pakan ternak pada musim kemarau, meningkatkan pengetahuan, wawasan
dan keterampilan kelompok tani dalam pembuatan silase. Metode yang digunakan yaitu
sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan. Setelah dilakukan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat, terjadi peningkatan dalam hal pengetahuan sebesar 97,73%, minat sebesar
95,45%, dan keterampilan sebesar 97,50% peserta pelatihan. Silase yang dihasilkan
berwarna kuning kehijauan, beraroma fermentasi, dan bertekstur lunak serta memiliki
tingkat palatabilitas ternak yang tinggi.
Penelitian dari Hertanto et al (2018) dengan judul “Penerapan Teknologi Silase
dan Fermentasi untuk Ketahanan Pakan Ternak di Daerah Sub-optimal Rejosari-Bantul”
menjelaskan bahwa ketersediaan pakan ruminansia secara jumlah dan kecukupan nutrisi
merupakan permasalahan umum petani-peternak pada musim kemarau. Kondisi ini
semakin terasa pada puncak kemarau (Juli- Oktober). Survei awal menunjukkan biaya
pembelian pakan ternak di musim kemarau sangat tidak kompetitif terhadap harga
ternak ruminansia sendiri yang
cenderung turun. Problematika tersebut dipecahkan dengan pelatihan pengawetan pakan
ternak. Metode pengawetan yang digunakan adalah teknik silase dan teknik fermentasi.
Teknik silase digunakan pada hijauan pakan konvensional-lokal dengan tiga variasi bahan
tambahan, yaitu bekatul, tetes tebu, dan campuran bekatul-tetes tebu. Sedangkan teknik
fermentasi menggunakan stimulator hasil penelitian dan ditujukan untuk pengawetan
pakan ternak minim nutrisi sekaligus untuk memperbaiki ketercernaan dan kecukupan
nutrisi pakan.

Penelitian dari Resdiana (2015) dengan judul “Peran Pendamping dalam


Mensukseskan Program Keluarga Harapan Di Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep”.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan program bantuan
terhadap masyarakat. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan lokasi
penelitian Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep dan focus penelitian memakai teori Ife
(1995) yaitu: 1) Fasilitator, 2) Pendidik, 3) Perwakilan Masyarakat dan 4) Peranan teknis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran Pendamping Kecamatan Gapura
Kabupaten Sumenep dinilai cukup baik sebagai pendidik dan fasilitator bagi masyarakat
miskin dalam mencapai tujuan program yaitu memutus mata rantai kemiskinan, meskipun
dalam peranan yang dilakukan oleh pendamping mengalami terdapat hambatan.

Penelitian dari Resdiana (2015) dengan judul “Pendampingan Petani Dalam


Pengembangan Sistem Pertanian LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) Di
Kecamatan Palolo”. Permasalahan dalam pengembangan usaha tani padi adalah
ketersediaan pupuk organik yang masih terbatas, rendahnya produktivitas padi yang
dihasilkan oleh petani, adanya serangan hama dan penyakit yang selalu menyerang
tanaman padi, dan manajemen organisasi kelompok tani yang masih kurang berkembang.
Program pengabdian BLU bertujuan untuk mendampingi masyarakat dalam
mengembangkan teknologi budidaya padi sistem LEISA agar dapat menyediakan pangan
yang sehat bagi masyarakat dan keberlanjutan usaha tani. Metode yang digunakan adalah:
pelatihan, praktek dan demonstrasi paket teknologi, demplot percontohan, pendampingan
dan pembinaan yang dilakukan secara partisipatif. Hasil pelaksanaan pengabdian
menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan anggota kelompok tani
mitra setelah mengikuti pelatihan dan demonstrasi pembuatan kompos, pestisida rasional
dan budidaya padi organik. Pelaksanaan demplot budidaya padi sistem LEISA
dilakukan dengan terlebih
dahulu mengaplikasikan pupuk organik yang telah dikembangkan sebelumnya sebagai
pupuk dasar, kemudian dilakukan penanaman bibit padi yang sesuai good agriculture
practise (GAP). Kegiatan demplot tersebut merupakan sarana bagi peserta kegiatan untuk
mengadopsi teknologi yang dikembangkan selama pelaksanaan program pengabdian
masyarakat.

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Pakan
Pakan merupakan aspek yang penting dalam peternakan karena 70% dari total
biaya produksi adalah untuk pakan. Pakan merupakan sumber energi utama untuk
pertumbuhan, pembangkit tenaga, reproduksi dan produksi bagi ternak (Marhamah et al.,
2019).
Menurut Direktorat Pembinaan Menengah Kejuruan (2016), Pakan adalah semua
yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu kesehatannya. Pada umumnya
pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang meliputi kuantitatif, kualitatif,
kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang terkandung di dalamnya. Pakan yang
berkualitas baik atau mengandung gizi yang cukup akan berpengaruh baik terhadap yaitu
tumbuh sehat, cepat gemuk, berkembang biak dengan baik, jumlah ternak yang mati atau
sakit akan berkurang, serta jumlah anak yang lahir dan hidup sampai disapih meningkat.
Sehingga pada intinya pakan dapat menentukan kualitas ternak. Pakan dapat dikatakan
berkualitas baik jika mampu memberikan seluruh kebutuhan nutrisi secara tepat, baik
jenis, jumlah, serta imbangan nutrisi tersebut bagi ternak
Bahan pakan ternak merupakan semua zat baik organik dan anorganik yang dapat
dimakan, dicerna, dan digunakan sebagian atau semuanya oleh ternak tanpa menganggu
kesehatan. Bahan pakan untuk ternak ruminansia dapat berupa rumput, legum, dan
limbah pertanian. Perbedaan antara bahan pakan rumput dan legum umumnya terlihat
dari kandungan serat kasar dan protein kasar. Komposisi nutrien yang terkandung dalam
hijauan pakan sangat variatif dan dapat dipengeruhi oleh spesies tanaman, tingkat umur
tanaman, iklim, musim, pemupukan, dan tipe tanah (Prayitno et al., 2020).
Adapun fungsi pakan adalah menyediakan energi untuk melangsungkan berbagai
proses dalam tubuh ternak, menyediakan nutrien untuk membangun dan memperbarui
jaringan tubuh yang rusak, dan mengatur kelestarian proses-proses dalam tubuh dan
kondisi lingkungan dalam tubuh. Bahan pakan ternak ruminansia
pada pokoknya bisa digolongkan menjadi tiga, yakni pakan hijauan, pakan
penguat, dan pakan tambahan (Partama, 2019).

2.2.2. Silase

Silase adalah hijauan yang telah mengalami fermentasi didalam silo secara
anaerob, yang mengandung bahan kering sebesar 30-40%. Silase (silage) merupakan
produk fermentasi suatu bahan baku oleh mikroorgisme yang dapat dijadikan sebagai
bahan pakan. Kelas ini membatasi produk fermentasi yang berasal dari hijauan, tetapi
tidak untuk silase ikan, biji-bijian, akar-akaran dan umbi-umbian (Direktorat Pembinaan
Menengah Kejuruan, 2016).
Teknologi silase adalah salah satu teknologi yang digunakan untuk mengawetkan
hijauan pakan ternak dengan prinsip hijauan pakan ternak diperam dalam kondisi anaerob
atau kedap udara sehingga dapat digunakan pada waktu mengalami kekurangan hijauan
pakan ternak seperti musim kemarau atau musim kering. Hijauan pakan ternak di musim
penghujan ketersediaannya berlimpah dengan adanya upaya pengawetan hijaun segar
melalui teknologi silase diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi
kekurangan hijauan segar pada musim kemarau yang sulit mendapatkan pakan. Teknologi
silase bertujuan untuk mempertahankan kualitas atau juga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dari pakan tersebut. Fungsi dari ketersediaan dan kualitas pakan
yang terjaga merupakan hal yang penting untuk menjaga produktivitas ternak. Proses
dalam teknologi pembuatan silase disebut ensilase.
Proses pembuatan silase atau yang disebut juga ensilage akan dapat berjalan
secara optimal apabila pada saat proses ensilage dapat diberi penambahan akselerator.
Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut.
Tujuan penambahan akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering sehingga dapat
mengurangi kadar air dari silase, membentuk kondisi asam pada silase, mengakselerasi
proses ensilage, dapat mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk dan munculnya jamur,
merangsang produksi asam laktat, dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase
yang nantinya akan dihasilkan (Prayitno et al., 2020).
Pembuatan silase pada tebon jagung dapat dilakukan dengan memotong- motong
tebon menjadi berukuran 2-3 cm (Dairyfeed IPB), kemudian dimasukkan ke dalam wadah
yang kedap udara seperti plastik maupun tong. Pengolahan tersebut dapat mengawetkan
tebon jagung dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan membiarkan tebon jagung segar di udara terbuka. Silase tebon jagung yang
baik memiliki ciri berbau harum, tidak berjamur, tidak menggumpal, berwarna kehijuan
dan memiliki pH yang berkisar antara 4 samapi 4,5.
Berdasarkan penelitian oleh Sihombing (2018), pengolahan tebon jagung menjadi
silase dapat memberikan intake dan PBBH yang lebih tinggi dibandingkan pemberian
dalam bentuk segar pada sapi PO jantan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa,
pembuatan silase dapat juga menambah daya suka/ palatabilitas pada tebon jagung.
Ada lima fase dalam proses pembuatan silase, yaitu mulai dari proses respirasi
sampai terbentuknya asam laktat. Setiap fase tersebut mempunyai sifat- sifat yang khas.
Keberhasilan proses fermentasi anaerob dalam pembuatan silase dapat dilihat dari
beberapa indikator sebagai berikut:

1. Tercapainya keasaman pada pH 3,5-4 (indikator utama): pH asam


menandakan bahwa bakteri pembentuk asam tumbuh dan berkembang dengan
baik. Pada pH tersebut, bakteri asam laktat yang tumbuh adalah
Lactobacillus plantarum, Pediococcus pentosaceus, Lactobacillus
brevis, dan leuconostoc mesentereoides.
2. Indikator tambahan, seperti bau asam, warna hampir sama dengan warna
aslinya, dan tidak menggumpal atau berjamur (Partama, 2019).

2.2.3. Tebon Jagung

Tebon jagung merupakan istilah lokal untuk menyebut tanaman jagung yang telah
dipanen buahnya sehingga menyisakan batang, daun dan buah yang masih muda.
Umumnya tebon jagung masih segar dan berwarna hijau. Menurut Soeharsono dan
Sudayanto (2006) tebon jagung adalah seluruh bagian tanaman jagung termasuk bagian
batang, daun dan buah muda yang dipanen pada umur tanaman 45-65 hari.Berikut
komposisi nutrient pada tebon jagung.

Menurut Dairyfeed IPB, adapun kandungan nutrien pada tebon jagung yaitu:
No Nama Simbol Nutrisi
1. Bahan Kering BK 21
2. Abu Abu 10,2
3. Protein Kasar PK 9,92
4. Lemak Kasar LK 1,78
5. Serat Kasar SK 27,4
6. BetaN BetaN 50,7
7. TDN TDN 60
8. Kalsium Ca 1,24
9. Fosfor P 0,23

Tebon jagung dapat diberikan pada ternak dalam bentuk segar maupun silase.
Dalam pemberian segar, tebon jagung dapat dipotong-potong terlebih dahulu sebelum
diberikan kepada ternak agar ternak mudah dalam memakannya. Namun, perlu diketahui
bahwa tebon jagung merupakan bahan pakan musiman sehingga perlu diterapkan
teknologi pengolahan dan penyimpanan agar ketersediaan nya tetap terjaga.

2.2.4. Penyuluhan Pertanian


2.2.3.1. Pengertian Penyuluhan Pertanian

Menurut (Undang Undang RI Nomor 16, 2006), Penyuluhan pertanian,


perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya,
serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dalam perkembangannya, pengertian tentang penyuluhan diartikan sebagai


proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh.
Interaksi tersebut dimaksudkan agar terbangun proses perubahan “perilaku”
(behaviour) yang merupakan perwujudan dari: pengetahuan, sikap, dan
keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/pihak lain, baik secara
langsung (berupa: ucapan, tindakan, atau bahasa tubuh) maupun tidak langsung
(melalui kinerja dan atau hasil kerjanya). Bertolak dari pemahaman penyuluhan
sebagai salah satu sistem pendidikan maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip:
1) Mengerjakan, artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena
melalui “mengerjakan” mereka akan mengalami proses belajar, baik
dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan keterampilannya, yang akan
terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2) Akibat, artinya kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau
pengaruh yang baik atau bermanfaat. Hal ini karena perasaan
senang/puas atau tidak senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya
untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan di masa-masa mendatang.
3) Asosiasi, artinya setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan
kegiatan lainnya sebab setiap orang cenderung untuk mengaitkan atau
menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang lainnya.
Misalnya, dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan
tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur
akan mengingatkannya kepada usaha-usaha pemupukan, dan lain-lain
(Mardikanto, 1999).

2.2.3.2. Tujuan Penyuluhan Pertanian

Tujuan penyuluhan pertanian adalah melakukan perubahan perilaku petani,


agar mereka mampu berpartisipasi aktif dalam program pembangunan pertanian
untuk mengatasi masalah sosial yang mereka hadapi sebagai usaha meningkatkan
produktivitas usahatani (Bahua, 2017). Tujuan dalam hal ini memuat pernyataan
mengenai perubahan perilaku dan kondisi pelaku utama dan pelaku usaha yang
dicapai dengan cara menggali dan mengembangkan potensi yang tersedia pada
dirinya, keluarga, dan lingkungan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan
merespon peluang (Bahua, 2015).

Dalam (Bahua, 2017), menurut Setiana (2005) membedakan tujuan


penyuluhan pertanian, menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan
jangka pendek, yaitu menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah pada
usahatani, meliputi: perubahan pengetahuan,
kemampuan, sikap dan tindakan petani. Tujuan jangka panjang, yaitu
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani. Tujuan tersebut dapat dicapai
apabila petani melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya


dengan cara-cara yang lebih baik,
2) better business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau dan mampu
menjauhi para pengijon dan melakukan pemasaran dengan benar dan
3) better living, hidup lebih baik. Petani harus mampu menghemat dan
menabung serta mampu mencari alternatif usaha lain untuk
meningkatkan kesejahteraannya.

Prinsip yang digunakan dalam merumuskan tujuannya itu: SMART: Specific


(khas); Measurable (dapat diukur); Actionary (dapat dikerjakan/dilakukan);
Realistic (Realistis); dan Time Frame (memiliki batasan waktu untuk mencapai
tujuan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah: ABCD:
Audience (khalayak sasaran); Behavior (perubahan perilaku yang dikehendaki);
Condition (kondisi yang akan dicapai); dan Degree (derajat kondisi yang akan
dicapai) (Bahua, 2015).

2.2.3.3. Sasaran Penyuluhan

Dalam (Siswanto, 2012), bertolak dari pendapat Kelsey dan Hearne (1955),
Leagans dalam Kamath (1961), Soejitno (1968) maupun Coombs dan Ahmed
(1974) bahwa sasaran penyuluhan adalah meningkatnya perilaku seseirang ataupun
warga masyarakat yang ditunjukkan oleh peningkatan hierarki kawasan kognitif,
afektif, dan psikomotorik dalam menerima dan menggunakan ide baru perbaikan
usahanya dalan hidup. Singkat kata dapat dikatakan bahwa sasaran penyuluhan
adalah perubahan dan peningkatan perilaku orabg perorang atau warga masyarakat
yang sekaligus meningkatkan produktivitas dalam hidup.

Sasaran penyuluhan pertanian merupakan target yang dituju untuk


perubahan kearah yang lebih baik. Sasaran penyuluhan pertanian antara lain
pemangku kepentingan yang meliputi kelompok atau lembaga pemerhati pertanian,
perikanan, dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh
masyarakat. Berdasarkan (Undang Undang RI Nomor 16, 2006) tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, sasaran penyuluhan pertanian
adalah sebagai berikut:

1. Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi


sasaran utama dan sasaran antara.
2. Sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha.
3. Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang
meliputi kelompok atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan, dan
kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat.

2.2.3.5. Materi Penyuluhan

Materi penyuluhan, pada hakikatnya merupakan segala pesan yang ingin


dikomunikasikan oleh seorang penyuluh kepada masyarakat sasaran. Materi
penyuluhan adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan dalam proses komunikasi
pembangunan. Pesan yang disampaikan dalam proses penyuluhan harus bersifat
inovatif yang mampu mengubah atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan
ke arah terjadinya pembaharuab dalam segala aspek kehidupan masyarakat sasaran,
demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan
seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Berkaitan dengan sifat-sifat materi
penyuluhan, Mardikanto (1985) membedakan adanya tiga macam sifat materi
penyuluhan yaitu:

a. Materi berisikan pemecahan masalah yang sedang dan akan dihadapi.


b. Materi berisikan petunjuk atau rekomendasi yang sedang dan akan
dihadapi.
c. Materi yang bersifat instrumental (Siswanto, 2012).

Materi penyuluhan pertanian, berupa ilmu pengetahuan dan teknologi


pertanian yang disampaikan pada saat dilakukan penyuluhan (Bahua, 2015).
Penetapan pemilihan materi penyuluhan pertanian dilakukan berdasarkan beberapa
pertimbangan antara lain:
a. aspek ekonomi,
b. aspek teknis,
c. aspek sosial budaya, dan
d. aspek lingkungan serta kenyamanan pada sasaran dalam penerimaan
adopsi inovasi.

2.2.3.5. Metode Penyuluhan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan


Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) melalui Pasal 26 mengamanatkan
bahwa penyuluhan dilakukan dengan pendekatan partisipatif melalui metode
penyuluhan pertanian yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pelaku
utama dan pelaku usaha. Metode penyuluhan pertanian merupakan cara/teknik
penyampaian materi penyuluhan oleh penyuluh pertanian kepada pelaku utama dan
pelaku usaha agar mereka tahu, mau, dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, sumber daya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Agar
penyuluhan pertanian dilaksanakan secara efektif dan efisien, diperlukan metode
penyuluhan pertanian yang tepat sesuai kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha
(Permentan Nomor 52, 2009).
Salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab setiap penyuluh adalah
mengkomunikasikan inovasi, dalam arti mengubah perilaku masyarakat sasaran
agar tahu, mau, dan mampu menerapkan inovasi untuk tercapainya perbaikan mutu
hidupnya. Berhubungan dengan ini perlu diingat bahwa sasaran penyuluhan dalam
kenyataan sangatlah beragam. Keberagaman ini antara lain: mengenai karakteristik
individunya, lingkungan fisik dan sosialnya, kebutuhan-kebutuhannya, motivasi
serta tujuan yang diinginkan. Sejalan dengan itu dapat disimpulkan bahwa tidak
satupun metode yang selalu efektif untuk diterapkan dalam setiap kegiatan
penyuluhan. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan menerapkan
beragam metode yang saling menunjang dan melengkapi. Setiap penyuluh oleh
karenanya harus memahami dan mampu memilih metode penyuluhan yang paling
baik sebagai cara yang terpilih untuk tercapainya tujuan penyuluhan yang
dilaksanakan.
Setiap penyuluh sebelum menerapkan suatu metode penyuluhan dapat
dijadikan sebagai landasan untuk memilih metode yang tepat. Terdapat beberapa
prinsip metode penyuluhan yang meliputi: pengembangan untuk berpikir kreatif;
tempat yang paling baik adalah tempat kegiatan sasaran; setiap individu terikat
dengan lingkungan sosialnya; ciptakan hubungan yang akrab dengan sasaran;
memberikan sesuatu untuk terjadinya perubahan.
Selanjutnya, ragam metode penyuluhan berdasarkan hubungan penyuluh dan
sasarannya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a) Komunikasi langsung, baik melalui percakapan tatap-muka atau


lewat media tertentu (telepon, faximile) yang memungkunkan
penyuluh dapat berkomunikasi secara langsung (memperoleh respon)
dari sasarannya dalam waktu yang relatif singkat
b) Komunikasi tak langsung, baik lewat perantara orang lain, lewat
surat, atau merua yang lain, yang tidak memungkinkan penyuluh
dapat menerima respon dari sasarannya dalam waktu yang relatif
singkat (Siswanto, 2012).

Salah satunya yaitu metode pendampingan. Pada hakekatnya pendampingan


merupakan kegiatan membantu, mengarahkan, mendukung terhadap
individu/kelompok masyarakat miskin dalam merumuskan masalah,
merencanakan, melaksanakan dan melestarikan program pendampingan diperlukan
agar potensi yang terdapat dalam masyarakat dapat dikembangkan secara optimal.
(Gunawan Sumodiningrat, 2005).

Ada beberapa metode pendampingan yang disesuaikan dengan keadaan


masyarakatnya:

1. Gaya Mengarahkan digunakan jika kondisi masyarakat tidak mau dan


tidak mampu melakukan
2. Gaya partisipatif digunakan jika kondisi masyarakat tidak mau
tetapi mampu melakukan
3. Gaya Konsultatif digunakan jika kondisi masyarakat mau
melakukan tetapi tidak mampu
4. Gaya Delegatif digunakan jika kondisi masyarakat mau dan mampu
melakukan
Adapun manfaat pendampingan yaitu:

1. Menciptakan kemandirian (self reliance) masyarakat, agar dapat


merencanakan, melaksanakan dan melestarikan program
2. Memberdayakan (empowering) masyarakat untuk menghadapi tantangan
dan peluang bisnis (dengan menciptakan unit usaha mikro agar dapat
mencukupi kebutuhan sendiri)
3. Meningkatkan kemampuan (capacity building) masayarakat dengan
memberikan pengetahuan, keahlian serta akses terhadap informasi
4. Mengembangkan pengawasan sosial (Social control) masyarakat
terhadap program pembangunan dengan meningkatkan cara pengelolaan
dana secara transparan
5. Memperluas kesempatan (creating opportunities) masyarakat
berpartisipasi dalam program pembangunan melalui wahana yang ada
6. Meningkatkan kesejahteraan individu/kelompok yang didampingi
7. Menjadikan pendampingan sebagai kegiatan profesional yang mampu
menjadi sumber pendapatan bagi para pendamping (Irawan et al., 2010)

2.2.3.6. Media Penyuluhan

Dalam (Nuraeni, 2014), menurut Association of education and


Communication Technology (1977), media adalah segala bentuk dan saluran
yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan, menurut
Hamidjoyo dan Latuher (1993), Media adalah semua bentuk perantara yang
digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebarkan ide, gagasan atau
pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai
kepada penerima yang dituju.
Tujuan penggunaan media adalah untuk memperjelas informasi yang
disampaikan, merangsang pikiran, emosi, perhatian, dan kemampuan subjek.
Media sebagai alat, menyampaikan pengalaman tertentu dan memainkan peran
penting sesuai dengan tujuan. Menurut Mardikanto (1993) dalam (Nuraeni, 2014),
beberapa fungsi penggunaan media penyuluhan yaitu:
a) Memperjelas pengertian tentang segala sesuatu yang diuraikan atau
disampaikan penyuluh secara lisan, sehingga dapat menghindarkan
terjadinya salah pengertian yang tidak sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh penyuluh.
b) Membuat penyuluhan lebih efektif, karena sasaran lebih cepat
menerima dan memahami segala sesuatu yang dimaksudkan
penyuluhnya.
c) Menarik perhatian atau memusatkan perhatian sasaran, saling lebih
mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti jalannya penyuluhan.
d) Menghemat waktu yang diperlukan.
e) Memberikan kesan yang lebih mendalam, sehingga sasaran tidak
mudah melupakan kegiatan penyuluhan yang pernah diikutinya.

Media apa saja yang digunakan pada dasarnya dapat meningkatkan


efektifitas dan ketangkasan dalam mempercepat perubahan perilaku pada
kelompok sasaran, memperlancar proses pembelajaran, dan terutama dalam
memperjelas materi.

Berdasarkan metode yang digunakan, media penyuluhan dapat dibedakan


menjadi tiga, yaitu:

a) Media lisan, baik yang disampaikan secara langsung (melalui


percakapan tatap-muka atau lewat telepon), maupun tidak secara
langsung (lewat radio, televisi, kaset, dan lain-lain).
b) Media cetak, baik berupa gambar dan atau tulisan (foto, majalah,
selebaran, poster, dll) yang dibagi-bagikan, disebarkan, atau dipasang di
tempat-tempat strategis yang mudah dijumpai oleh sasaran (di jalan,
pasar, dan lain-lain).
c) Media terproyeksi, berupa gambar dan atau tulisan lewat; slide,
pertunjukan film, dan lain-lain (Siswanto, 2012).
2.2.3.7. Evaluasi Penyuluhan

Definisi evaluasi dapat diambil dari pendapat beberapa ahli antara lain
Soedijanto (1996), menyatakan bahwa evaluasi adalah sebuah proses yang terdiri
dari urutan rangkaian kegiatan mengukur dan menilai. Didasarkan pada tujuan
penyuluhan maka penyuluhan pertanian menjadi suatu bentuk pendidikan yang
kompleks. Karena sering dijumpai berbagai kesulitan untuk mengetahui hasil-hasil
yang sebanarnya dari kegiatan penyuluhan secara tepat. Disamping itu masih
belum diperoleh kesamaan dalam pengertian evaluasi penyuluhan pertanian dan
kesepakatan mengenai metode yang digunakan untuk evaluasi tersebut. Oleh
karena nya sebelum melaksanakan evaluasi penyuluhan pertanian, perlu disepakati
dahulu pengertian evaluasi penyuluhan pertanian agar evaluasi tersebut dapat
berhasil guna dan berdaya guna (Harahap & Effendy, 2018).
Pada dasarnya evaluasi penyuluhan pertanian dilakukan guna memenuhi
“keingintahuan kita” dan “keinginan kita untuk mencari kebenaran” suatu program
penyuluhan berlangsung. Evaluasi penyuluhan pertanian dapat dilakukan dengan
baik pada awal atau pada akhir program penyuluhan. Dari hasil evaluasi tersebut,
kita akan memperoleh gambaran seberapa jauh tujuan penyuluhan pertanian
tercapai. Dalam hal ini seberapa jauh perubahan perilaku petani dalam melakukan
usaha tani, mulai dari penyediaan sarana produksi (agro input), proses produksi
(kultur teknis), agro industri, pemasaran (baik domestik maupun ekspor). Semua
ini terangkum di dalam ungkapan “bertani lebih baik dan berusahatani lebih
menguntungkan”. Dengan demikian evaluasi penyuluhan pertanian dimaksudkan
untuk menentukan sejauhmana tujuan penyuluhan pertanian dicapai. Untuk
maksud tersebut dan agar evaluasi penyuluhan pertanian efisien diperlukan adanya
proses yang sistematis (Harahap & Effendy, 2018).

Jadi evaluasi penyuluhan pertanian mempunyai ruang lingkup :

a) Evaluasi Hasil (Result Evaluation)


b) Evaluasi Metode (Methods Evaluation)
c) Evaluasi Sarana dan Prasarana (Means Evaluatio) Kegunaan

evaluasi bagi kegiatan penyuluhan itu sendiri yakni:


1) Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan telah dicapai.
2) Untuk mencari bukti apakah seluruh kegiatan telah dilaksanakan seperti
yang direncanakan, dan apakah semua perubahan- perubahan yang
terjadi memang sesuai dengan sasaran yang diinginkan.
3) Untuk mengetahui segala masalah yang muncul/dijumpai, yang
berkaitan dengan tujuan yang diinginkan.
4) Untuk menarik simpati para aparat dan warga masyarakat, bahwa
program yang dilaksanakan itu memang memperoleh perhatian sungguh-
sungguh untuk selanjutnya, dengan adanya simpati mereka itu
diharapkan lebih meningkatkan aktifitas dan partisipasi mereka dalam
kegiatan penyuluhan di masa-masa mendatang.

Pelaporan hasil kegiatan penyuluhan pertanian sangat penting sebagai


penyampaian informasi, sebagai bahan pengambilan keputusan/ kebijakan oleh
pimpinan/penanggung jawab kegiatan, pertanggungjawaban, pengawasan dan
perbaikan perencanaan berikutnya. Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang dapat
dipercaya perlu adanya prinsipprinsip sebagai landasan dalam pelaksanaan evaluasi
penyuluhan pertanian yaitu berdasarkan fakta, bagian integral dari proes
penyuluhan, berhubungan dengan tujuan program penyuluhan, menggunakan alat
ukur yang sahih, dilakukan terhadap proses dan hasil penyuluhan serta dilakukan
terhadap kuantitatif maupun kualitatif.

Hasil evaluasi penyuluhan pertanian akan dapat digunakan untuk


menentukan sejauh mana tujuan-tujuan penyuluhan tersebut dapat dicapai. Dalam
arti sejauh mana perubahan perilaku petani dalam bertani lebih baik dan berusaha
tani lebih menguntungkan. Yang kemudian untuk mewujudkan kehidupan
keluarganya yang lebih sejahtera dan masyarakatnya yang lebih baik (Harahap &
Effendy, 2018).

Menurut Mardikanto, 1996 dalam bukunya “Penyuluhan pembangunan


Kehutanan” menjelaskan terdapat 5 prinsip-prinsip utama dalam melakukan
Evaluasi dan harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi yang terdiri atas:

a) Kegiatan Evaluasi harus merupakan bagian integral yang tak terpisahkan


dari kegiatan perencanaan program. Artinya tujuan evaluasi harus
selaras dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah
dinyatakan dalam perencanaan programnya. Sebab tujuan evaluasi
adalah untuk melihat seberapa jauh tujuan program telah dapat dicapai,
dan seberapa jauh telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan
program dibanding dengan perencanaannya.
b) Setiap evaluasi harus memenuhi persyaratan:
- Objektif, artinya selalu berdasarkan pada fakta.
- Menggunakan pedoman tertentu yang telah dibakukan
(standarized).
- Menggunakan metode pengumpulan data yang tepat dan teliti.
- Menggunakan alat ukur yang tepat (valid, sahih) dan dapat
dipercaya (teliti, reliabel).
c) Setiap evaluasi harus menggunakan alat ukur yang berbeda untuk
mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula.
d) Evaluasi harus dinyatakan dalam bentuk:
- Data kuantitatif, agar dengan jelas dapat diketahui tingkat
pencapaian tujuan dan tingkat penyimpangan pelaksanaannya.
- Uraian kualitatif, agar dapat diketahui faktor-faktor : penentu
keberhasilan, penyebab kegagalan, dan faktor penunjang serta
penghambat keberhasilan tujuan program yang direncanakan.
e) Evaluasi harus efektif dan efisien.
f) Evaluasi perlu dilakukan terhadap hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif.
g) Evaluasi harus mencakup 6 pokok yang perlu dipertimbangkan dengan
teliti yaitu tujuan, kegiatan dan metode pengumpulan, analisa dan
interpretasi data, pembandingan hasil, pengambilan keputusan,
penggunaan hasil.
h) Evaluasi harus dijiwai oleh prinsip mencari kebenaran.
2.3. Alur Pikir

Identifikasi Potensi Wilayah

Keadaan Sekarang Keadaan yang diharapkan


1. Limbah tebon jagung belum 1. Limbah tebon jagung dapat dimanfaatkan
dimanfaatkan dengan maksimal. sehingga tidak mencemari lingkungan
Keterbatasan hijauan pakan ternak pada musim 2. Peternak mengetahui cara pembuatan
kemarau. silase dari tebon jagung
Peternak belum mengetahui pakan alternative 3. Peternak mempunyai simpanan pakan
pengganti hijauan dalam jangka panjang

Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap,dan keterampilan peternak terhadap silase tebon jagung
sesudah dilakukan penyuluhan dengan metode pendampingan?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan penyuluhan mengenai Pembuatan Silase dengan
menggunakan metode pendampingan?
3. Bagaimana efektivitas pendampingan sebagai metode penyuluhan tentang silase tebon jagung
yang dilakukan kepada peternak di Desa Dawuhan?

Tujuan

1. Mengetahui tingkat pengetahuan peternak terhadap pembuatan silase tebon jagung


2. Mengetahui tingkat keberhasilan penyuluhan mengenai pembuatan silase tebon jagung
3. Mengetahui efektivitas tayangan video sebagai media dalam kegiatan penyuluhan

Kajian

Efektivitas Metode Pendampingan dalam Penyuluhan Pembuatan Silase Tebon Jagung


sebagai Cadangan Pakan Ternak Di Desa Dawuhan Kecamatan Kademangan Kabupaten
Blitar

Rancangan Penyuluhan

Materi Sasaran
Metode
Peternak kambing di
Pembuatan silase tebon jagung
Desa Dawuhan Pendampingan
terbagi menjadi: a) Pengenalan silase
tebon jagung sesuai dengan kajian
seperti pengertian dan kandungan Media
nutrisi; b) Menunjukkan cara
pembuatan silase tebonjagung Tayangan Video
denganpemutaran videodan
pemaparan;c)Praktiklangsung
pembuatan silase tebon jagung. Evaluasi

Perubahan pengetahuan,
sikap dan keterampilan
peternak terhadap materi
yang disampaikan.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian mengenai rancangan penyuluhan pembuatan silase tebon


jagung dilaksanakan di Desa Dawuhan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa
Timur. Waktu kajian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Maret
2022.

3.2. Metode Penetapan Sampel Sasaran Penyuluhan

Metode penetapan sampel sasaran penyuluhan yang digunakan dalam penelitian


ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Dengan teknik sampling ini sasaran
ditetapkan sesuai dengan syarat yaitu memiliki ternak kambing dan merupakan warga
dari Desa Dawuhan.

3.3. Desain Penyuluhan


3.3.1. Metode Penetapan Sasaran

Metode penetapan sasaran yang digunakan untuk menetapkan sasaran adalah


wawancara dan observasi secara langsung kepada peternak di Desa Dawuhan Kecamatan
Kademangan. Sasaran dalam penelitian ini adalah peternak kambing di Desa Dawuhan.
Pemilihan sasaran dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1) Peternak/Petani di Desa Dawuhan yang memiliki ternak kambing.


2) Berada pada usia produktif (15 – 64 tahun)
3) Dapat membaca dan menulis (tidak buta huruf)
4) Dapat melihat dan mendengar dengan jelas serta memahami Bahasa
Indonesia dengan baik.

3.3.2. Metode Kajian Materi Penyuluhan

Metode kajian materi penyuluhan yang digunakan yaitu berupa penerapan dari kaji
terap sehingga mengambil landasan dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul
yang ditulis sebagai pedoman dalam menetapkan materi
penyuluhan. Kaji terap merupakan penerapan dari pelaku utama untuk meyakinkan
keunggulan teknologi anjuran dibandingkan teknologi yang pernah diterapkan, sebelum
diterapkan atau dianjurkan kepada pelaku utama lainnya (Permentan Nomor 52, 2009)

3.3.3. Penetapan Metode Penyuluhan

Metode Penyuluhan yang digunakan adalah pendampingan dengan pendekatan


massal. Dimana sasaran akan dikumpulkan secara bersamaan untuk penyampaian materi
dengan penayangan video pembuatan silase tebon jagung dan selanjutnya akan ditindak-
lanjut dengan pendampingan dari masing-masing peternak untuk menerapkan materi yang
telah diberikan mengenai silase tebon jagung. Kegiatan pendampingan dilakukan dengan
action research, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan secara
langsung berbagai perlakuan “pendampingan” terhadap masyarakat. Pendampingan
dilakukan dengan melakukan penyuluhan dan farmer to farmer visit.

Metode ini diambil berdasarkan efektivitas metodenya yang dimana peternak tidak
hanya menerima materi tetapi langsung diterapkan secara individu oleh peternak sehingga
materi dapat diterima dengan baik. Metode pendampingan akan dilakukan dengan 3 kali
ulangan. Apabila pada pendampingan pertama, masih ada peternak yang belum berhasil
untuk membuat silase tebon jagung tersebut, maka akan dilanjutkan pendampingan
selanjutnya hingga pendampingan ke 3.

3.3.4. Penetapan Media Penyuluhan

Media yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah tayangan video yang nanti-nya
akan ditayangkan pada saat penyuluhan menggunakan proyektor dan dapat dibagikan
juga di beberapa social media. Tujuan dari social media ini agar nanti-nya tayangan video
yang telah disampaikan dapat diputar atau dilihat kembali kapanpun oleh peternak.

3.3.5. Metode Pelaksanaan Penyuluhan

Setelah penetapan sasaran, materi, media, dan metode yaitu pelaksanaan


penyuluhan. Dibuat sinopsis materi serta LPM (Lembar Persiapan Penyuluhan)
sebagai pendukung agar memudahkan dalam kegiatan penyuluhan. Pelaksanaan
penyuluhan dilakukan selama beberapa kali secara masssal dengan metode
pendampingan. Penyuluhan dengan penayangan video demonstrasi dari pembuatan silase
tebon jagung. Lalu, dilanjutkan dengan sesi diskusi. Berikutnya, akan ditindaklanjut
dengan pendampingan 3 kali ulangan. Yang terakhir, dilakukan post-test berupa
kuesioner yang diberikan kepada sasaran untuk mengetahui keberhasilan penyuluhan
yang telah dilakukan dari segi sikap dan pengetahuan. Dalam berjalannya metode
pendampingan, segi keterampilan peternak dapat diukur dan diketahui.

3.3.6. Metode Evaluasi

Evaluasi penyuluhan pertanian adalah suatu pengukuran dan penilaian terhadap


proses penyuluhan. Tujuan dari evaluasi penyuluhan pertanian untuk mengetahui hasil
dari suatu program penyuluhan apakah tujuan awal dari penyuluhan tersebut tercapai atau
tidak.

A. Aspek Sikap dan Pengetahuan

Pengumpulan data untuk penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup. Skala


pengukuran yang digunakan adalah skala likert dengan poin penilaian sebagai berikut:

a) Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor 1


b) Tidak Setuju (TS) dengan skor 2
c) Ragu – ragu (R) dengan skor 3
d) Setuju (S) dengan skor 4
e) Sangat Setuju (SS) dengan skor 5

Dasar penilaian hasil tes adalah dengan pemberian nilai kisaran 1 – 5 untuk soal
dengan jawaban sesuai keterangan yang tercantum diatas. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah efektivitas media video pembuatan silase tebon jagung. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap masyarakat sebelum dan
sesudah dilakukan penyuluhan pembuatan silase tebon jagung.

B. Aspek Keterampilan

Aspek keterampilan dinilai dari kemampuan peternak dalam membuat silase tebon jagung
setelah pemaparan materi seiring dengan kegiatan pendampingan. Adapun poin yang
dinilai akan dicantumkan di dalam lembar penilaian
DAFTAR PUSTAKA

Bahua, M. I. 2015. Penyuluhan dan Pemberdayaan Petani Indonesia. In


Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.
Bahua, M. I. 2017. Kinerja Penyuluh Pertanian. Bappenas.Go.Id, 1–23.
https://bappenas.go.id/files/rpjmd_dan_rkpd_kab_kota/RKPD Kota Denpasar
2016.pdf
Direktorat Pembinaan Menengah Kejuruan. 2016. Dasar-Dasar Pakan Ternak.
Peternakan, 4(1), 1–23.
Harahap, N., & Effendy, L. 2018. Buku Ajar Evaluasi Penyuluhan Pertanian. Hertanto,
A. A., Susanto, E., & Alkurnia, D. 2018. PENERAPAN TEKNOLOGI
SILASE “FAST-FERMENT” DI PETERNAK KAMBING LOKAL KABUPATEN
LAMONGAN. Jurnal Ilmu Ternak, 09(01), 23–30.
Hetharia, C., Wattimena, L., Loppies, Y., & Ferdinandus, W. 2021. PEMANFAATAN
LIMBAH TANAMAN JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK PADA
KELOMPOK TANI TERNAK (KTT) ABIMANYU 1 KELURAHAN KLAMALU
DISTRIK MARIAT KABUPATEN SORONG. 12(1), 187–193.
Irawan, W., Hadianisa, D., Irfansyah, J., & Karnati. 2010. Metode Pendampingan.
12–37.
Mardikanto, T. 1999. Konsep Dasar, Metode, dan Teknik Penyuluhan Pertanian.
Modul Metode Dan Teknik Penyuluhan Pertanian, 1–37.
Marhamah, S. U., Akbarillah, T., & Hidayat, H. 2019. Kualitas Nutrisi Pakan Konsentrat
Fermentasi Berbasis Bahan Limbah Ampas Tahu dan Ampas Kelapa Dengan
Komposisi yang Berbeda Serta Tingkat Akseptabilitas Pada Ternak Kambing.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 14(2), 145–153.
https://doi.org/10.31186/jspi.id.14.2.145-153
Mujahidin, B. A., Hidayah, A. N., & Alfiani, Y. 2022. Pemanfaatan Limbah Bonggol
Jagung Menjadi Pakan Ternak ( Silase ) di Desa Sendangmulyo ,
Kecamatan Bulu , Kabupaten Rembang ( Utilization of Corn Cob Waste into
Animal Feed ( Silage ) In Sendangmulyo Vilage , Bulu District , Rembang
Regency ). 4(April), 26–31.
Mustika, L. M., & Hartutik, H. 2021. Kualitas Silase Tebon Jagung (Zea mays L.) dengan
Penambahan Berbagai Bahan Aditif Ditinjau dari Kandungan Nutrisi. Jurnal
Nutrisi Ternak Tropis, 4(1), 55–59.
https://doi.org/10.21776/ub.jnt.2021.004.01.7
Nuraeni, I. 2014. Pengertian Media Penyuluhan Pertanian. Media Penyuluhan
Pertanian, 1–30. http://repository.ut.ac.id/id/eprint/4467
Partama, I. bagus G. 2019. Nutrisi dan Pakan Ternak Ruminisia. In Hilos Tensados
(Vol. 1, Issue).
Permentan Nomor 52. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52 Tahun 2009.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, Nomor 15(879).
Prayitno, A. H., Pantaya, D., & Prasetyo, B. 2020. Panduan Teknologi Silase.
Politeknik Negeri Jember, November, 22.
https://www.researchgate.net/publication/346584515_Buku_Panduan_Tekn ologi_Silase
Resdiana, E. 2015. Peran Pendampingan Dalam Mensukseskan Program Keluarga
Harapan di Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Ekp, 13(3), 1576–1580.
Siswanto, D. 2012. Hakikat Penyuluhan Pembangunan Dalam Masyarakat. In
Jurnal Filsafat (Vol. 22, Issue 1, pp. 51–68).
Undang Undang RI Nomor 16. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006, 1– 39.
Wahyu Saputri, K., Suningsih, N., Hakim, M., Nurfitri Sari, K., Studi Teknologi Produksi
Ternak Unggas, P., Komunitas Negeri Rejang Lebong, A., & Studi Budidaya
Tanaman Hortikultura, P. 2021. Teknologi Pengawetan Rumput dan Tebon
Jagung Melalui Pembuatan Silase sebagai Pakan Ternak di Rejang Lebong
Forage and Corn Waste Preservation Technology Through Making Silage
as Animal Feed in Rejang Lebong. 3(4), 109–114.

Anda mungkin juga menyukai