Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PEMBUATAN BAKSO

HARTINI

08201901016

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS MUSLIM BUTON

BAUBAU

2023
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………………
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………………….
1.3 Rumusan Masalah………………………………………………………………………...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………..
2.1 Pengertian Bakso Daging……………………………………………………………….
2.2 Bahan Baku Bakso…………………...…………………………………………………..
BAB III METODELOGI……………………………………………………………………….
3.1 Alat……………………………………………………………………………………….
3.2 Bahan………………………………………………………………………………….....
3.3 Cara kerja………………………………………………………………………………...
3.4 Hasil Pengamatan………………………………………………………………………..
BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………………………………….
BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………………….
5.1 Simpulan………………………………………………………………………………….
5.2 Saran………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bakso merupakan salah satu produk olahan yng sangat populer. Banyak orang yang
menyukainya dari anak-anak sampai dewasa. Bakso tidak hanya dalam sajian bakso atau mie
ayam saja, akan tetapi bakso juga dapat disajikan sebagai bahan campuran dalam beragam
masakan lainnya, misalnya dalam nasigoreng, mie goreng dan aneka masakan gorengan lainnya.
Bakso merupakan produk olahan daging dimana daaging tersebut telah diolah terlebih
dahulu dan di campur oleh bumbu-bumbu dan kemudian dibuat seperti bola-bola kecil dan di
rebus dalam air mendidih. Secara teknis, pengolahan bakso sangat mudah dan dilakukan oleh
siapa saja. Bila ditinjau dari kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat digunakan sebagai sarana
yang tepatkerna bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat. Bahan lainyang
dibutuhkan dalam pembuatan bakso antara lain tapioka untuk menghasilkan bakso yang bernilai
cita rasa tinggi jumlah tepung yang digunakan paling banyak 15% dari berat daging. Pada
praktikum kali ini, akan dilakukan percobaan pembuatan bakso dengan daging sapi.

1.2 Tujuan
Mengetahui proses pembuatan bakso
Mengetahui sifat organoleptik pada bakso

1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui proses pembuatan bakso
Mahasiswa dapat mengetahui sifat organoleptik pada bakso
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bakso Daging

Definisi dari Standar Nasional Indonesia menyebutkan bahwa bakso daging merupakan
makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging
tidak kurang dari 50% dan pati ata serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang
diizinkan) (BSN, 1995) Adonan bakso dibuat dengan cara: daging dipotong kecil 3
kecil,kemudian dicincang halus dengan menggunakan blender. Daging tersebut kemudia
dicampur dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya
sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis sehinggamudah dibentuk sambil ditambahkan
tepung kanji sedikit demi sedikit agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup
15-20% berat daging (Sunarlim,1992)

Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas daging, jenis tepung yang digunakan,
perbandingan banyaknya daging dan tepung yang digunakan untuk membuat adonan, dan
pemakaian jenis bahan tambahan yang digunakan, misalnya garam dan bumbu-bumbu juga
berpengaruh terhadap kualitas bakso segar. Penggunaan daging yang berkualitas tinggi dan
tepung yang baik diserta dengan perbandingan tepung yang besar dan penggunaan bahan
tambahan makanan yang aman serta cara pengolahan yang benar akan dihasilkan produk
bakso yang berkualitas baik. Bakso yang berkualitas baik dapat dilihat dari tekstur, warna dan
rasa. Teksturnya yang halus, kompak, kenyal dan empuk. Halus yaitu permukaan irisannya rata,
seragam dan serat dagingnya tidak tampak. (Astawan, 2004)

2.2 Bahan Baku Bakso


Pada umumnya bahan baku utama bakso biasanya terbuat dari daging segar yang belum
mengalami rigormortis. Daging sapi fase pre-rigormortis memiliki daya ikat air yang tinggi,
dalam arti kemampuan protein daging mengikat dan mempertahankan air tinggi sehingga
menghasilkan bakso dengankekenyalan tinggi. Hal ini didukung oleh perubahan daging sapi fase
pre-rigormortis ke rigormortis selama penggilingan, pencampuran, penghalusan, pencetakan dan
perebusan sangat memacu kekenyalan bakso. Pada kondisi perubahan fase ini, disamping daya
ikat air-protein tinggi, protein aktin danmiosin belum saling berinteraksi menjadi aktomiosin, pH
cukup tinggi, akumulasiasam laktat cukup rendah dan tekstur tidak lunak (Prastuti, 2010)
Daging yang digunakan untuk membuat bakso sebaiknya daging segar. Daging yang telah
dilayukan bila digunakan untuk membuat bakso akan menghasilkan tekstur bakso yang kurang
kenyal. Daging yang digunakan sebaiknya berasal dari bagian paha belakang, paha depan,
daging penutup, tanjung, pendasar, gandik, atau bagian-bagian lain yang berserat halus
(Astawan, 2008).

Pembuatan bakso pada umumnya menggunakan tepung tapioka, tepung tapioka


mengandung kadar amilosa sebesar 17% dan amilopektin sebesar 83% . Amilosa memberikan
sifat keras dan berperan dalam pembentukan gel dan amilopektin memberikan sifat lengket dan
membentuk sifat viskoelastis. Jika proses pembuatannya dilakukan dengan baik, pati yang
dihasilkan akan berwarna putih bersih (Moorthy, 2004).

Tepung tapioka dapat berfungsi sebagai bahan perekat dan bahan pengisi adonan bakso,
sehingga dengan demikian jumlah bakso yang dihasilkan lebih banyak. Adapun dosis yang
digunakan adalah 100- 400 g untuk tiap 1 kg daging sapi/ikan giling. Selanjutnya untuk
menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang dipergunakan
sebaiknya 15% dari berat daging. Idealnya, tepung tapioka yang ditambahkan sebanyak 10 %
dari berat daging (Suprapti, 2003)

Bumbu yang digunakan pada pembuatan bakso terdiri dari garam dapur halus, penyedap,
merica, dan bawang putih. Bawang putih mengandung senyawa allicin. Senyawa allicin pada
bawang putih ini merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam (Wirakusumah, 2000).
Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein, dan pengawet. Konsentrasi
garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Hal ini tergantung pada faktor-faktor luar,
dalam lingkungan, pH, dan suhu. Garam menjadi efektif pada pada suhu rendah dan kondisi
yang lebih asam Garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging, sedangkan
bumbu penyedap sekitar 2% dari berat daging (Wibowo, 2006).
Penggunaan es atau air es sangat penting dalam pembentukan tekstur bakso. Dengan
adanya es ini, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi
akibat gerakan mesin pengiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga
berfungsi menambahkan air kedalam adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan
adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga dapat meningkatka rendemen adonan.
Pengunaan es dapat digunakan sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat
daging (Wibowo, 2006). Es batu dicampur pada saat penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar
selama penggilingan daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan
lebih kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan

3.1 Alat
1. Timbangan
2. Pisau dan talenan
3. Food processor/Blender
4. Panci
5. Kompor

3.2 Bahan
1. 250 gram Daging Sapi
2. 75 gram Es Batu
3. ½ sdt Garam
4. ½ sdt Gula Pasir
5. ½ sdt Merica
6. ½ sdt Bawang Putih Halus
7. 20 gram Tepung Sagu/Tapioka
8. 25 gram Es Batu
9. ½ sdt Baking Powder

3.3 Cara Kerja


Daging Sapi

Pemotongan
75 gr Es Batu
Penggilingan hingga halus
Garam, Gula, Merica,
dan Bawang Puti
Penggilingan
Tepung dan 25 gr Es Batu

Penggilingan

Penggilingan Akhir
Adonan

Pembentukan

Pemasukkan dalam panci

Penirisan Ketika bakso telah


mengapung

Bakso

Pengamatan Tekstur
Aroma
Rasa
Warna

3.4 Hasil Pengamatan

Sampel PARAMETER

Tekstur Aroma Rasa Warna


Bakso Kenyal dan Khas bakso Gurih khas Abu-abu
lembut bakso
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini dilakukan percobaan teknologi pengolahan daging dengan membuat
produk bakso. Bakso merupakan makanan olahan secaraumum dibuat dari daging ayam. Dalam
pembuatan adonan bakso dilakukan beberapa kali penggilingan dengan penambahan bahan
tambahan pangan tiap penggilingannya. Adonan bakso dibuat dengan cara daging dipotong
kecil-kecil,ditambahkan dengan 75 gram es batu kemudian dicincang halus dengan
menggunakan blender atau food processor. Penggilingan kedua ditambahkandengan garam, gula,
merica, dan bawang putih yang telah dihaluskan.Penggilingan ketiga ditambahkan dengan
tepung tapioka dan es batu. Untukpenggilingan terakhir ditambahkan dengan baking powder.
Adonan digiling hingga halus dan semua bahan tercampur dengan merata.Adonan bakso yang
telah jadi dilakukan pembentukan menjadi bulat-bulat kecildan dimasukkan ke dalam panci yang
berisi air panas untuk prosespematangannya. Pertanda bakso telah matang adalah ketika bakso
mengapungke permukaan. Apabila terjadi tanda tersebut, bakso ditiriskan dan
didinginkansebentar. Bakso yang telah jadi dilakukan pengamatan dari tekstur, warna, rasa,dan
aroma.

Hasil pengamatan menunjukan bakso yang dihasilkan memiliki tekstur kenyal dan
lembut. Hal ini disebabkan karena penambahan tepung tapioka yangmengandung karbohidrat
dan protein, tepung tapioka digunakan sebagai bahanpengental dan pengikat adonan, sehingga
akan terbentuk tekstur bakso yangbaik. Sesuai dengan pernyataan Suprapti (2003) bahwa tepung
tapioka dapat berfungsi sebagai bahan perekat dan bahan pengisi adonan bakso. Di dalamtepung
tapioka terdapat kandungan amilosa dan amilopektin. Menurut Moorty(2004) tepung tapioka
mengandung kadar amilosa sebesar 17% dan amilopektinsebesar 83% . Amilosa memberikan
sifat keras dan berperan dalampembentukan gel dan amilopektin memberikan sifat lengket dan
membentuk sifatviskoelastis. Untuk membuat bakso yang lezat dan bermutu tinggi jumlah
tepungyang dicampurkan sebaiknya tidak lebih dari 15 % berat dagingnya. Pada praktikum ini
tepung yang ditambahkan hanya berkisar 8 % sehingga dapat dikatakan bakso yang dihasilkan
lezat dan bermutu tinggi
Bahan baku utama yaitu daging sapi juga mempengaruhi tekstur baksyang dihasilkan.
Menurut Astawan (2008) daging yang digunakan sebaiknyadaging yang segar berasal dari
bagian paha belakang, paha depan, dagingpenutup, tanjung, pendasar, gandik, atau bagian-bagian
lain yang berserat halus dimana daging bagian bagian tersebut tidak memiliki lemak yang
berlebih karena lemak juga dapat mempengaruhi tekstur bakso. Penambahan es batu pun
mempengaruhi tekstur bakso. Penambahan airpada adonan bakso diberikan dalam bentuk es batu
atau air es supaya suhuadonan selama penggilingan tetap rendah. Dalam adonan, air berfungsi
untukmelarutkan garam dan menyebarkannya secara merata keseluruh bagian masadaging,
memudahkan ekstraksi protein dan membantu pembentukan emulsilemak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wibowo (2006) bahwa penggunaan esatau air es sangat penting dalam pembentukan
tekstur bakso. Dengan adanya esini, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein
daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin pengiling dan ekstraksi protein berjalandengan
baik. Daya elastisitas daging pun tetap terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal.
Aroma bakso yang dihasilkan sangat khas bau bakso pada umumnyatetapi aroma daging matang
sangat terasa. Karena pada praktikum pembuatanbakso ini konsentrasi daging lebih banyak
daripada tepung. Dengan aroma yang khas bakso membuktikan, bakso yang dihasilkan kali ini
memiliki kualitas yangtinggi.

Bakso yang dihasilkan memiliki rasa yang gurih dan khas bakso dagingsapi. Hal ini
disebabkan karena dalam pembuatan bakso ditambahkan denganbumbu bumbu seperti bawang
putih, garam dan lain lain. Bumbu merupakansalah satu faktor yang mendukung keberhasilan
pembuatan bakso dan berfungsimemperbaiki atau memodifikasi rasa serta daya simpan produk
olahan daging.Penambahan bumbu ini berfungsi untuk meningkatkan nilai cita
rasadanaromapadabakso. Bumbu pun juga mempengaruhi dari segi warna dimana bakso
yangdihasilkanberwarnaabu-abu. Menurut Winarno (1988) warna putih keabuanpada bakso ini
juga sedikitdipengaruhi oleh reaksi pencoklatan non enzimatisantara protein daging yang
mengandung asam-asam amino dengangula pereduksi

Dalam proses pembuatan bakso, biasanya ditambah bahan pengembangatau pengenyal


seperti soda kue, putih telur dan lain-lain. Pada praktikum ini,adonan bakso ditambahkan dengan
baking powder. Baking powder sendiri padaumunya ditambahkan pada proses pembuatan kue
atau cookies. Tetapi pada bakso ini baking powder juga berperan dalam pembentukan tekstur dan
pengembangan bakso.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Bakso yang dihasilkan pada percobaan kali ini memiliki kualitas yang
tinggi
Sifat organoleptic bakso meliputi warna , tekstur, aroma dan rasa
dipengaruhi oleh bahan baku yaitu daging ayam dan bahan tambahan
lain seperti tepung, bumbu-bumbu dan es batu
Bakso memiliki tekstur kenyal dan lembut
Aroma dan rasa bakso khas daging bakso dengan rasa gurih dan rasa
daging yang terasa
Warna yang dihasilkan pada bakso berwarna abu-abu

5.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa lebih memperhatikan setiap prosedur agar dihasilkan
produk yang maksimal dan hasil pengamatan akurat
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Surakarta:
Tiga. Serangkai.
Astawan, M. . 2008. Sehat dengan Hidangan Hewan. Jakarta : Penebar
Swadaya.
BSN (Badan Standard Nasional). 1995. SNI 01-2818-1995. Bakso Daging.
Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.
Moorthy, S.N. 2004. Tropical sources of starch. Di dalam: Ann Charlotte
Eliasson(ed). Starch in
Food: Structure, Function, and Application. Florida : CRC
Press, Baco Raton.
Prastuti, N. T. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Sapi dengan Kulit Cakar Ayam
terhadap Daya Ikat Air (Dia), Rendemen dan Kadar Abu Bakso.
Skripsi.Fakultas Peternakan. Semarang : Universitas Diponegoro.
Sunarlim, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh
Penambahan NaCl dan Natrium Tripolyfosfat Terhadap Perbaikan
Mutu.Disertasi. Program Pasca Sarjana. Bogor : IPB.
Suprapti, Lies. 2003. Membuat Bakso Daging dan Bakso Ikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta : Penebar.
Swadaya.
Widyaningsih, T. D. Dan E. S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Surabaya : Trubus Agrisarana.
Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1988. Pengantar Teknologi Pangan.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Wirakusumah. 2000. Ilmu pangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai