Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN RIGORMORT

PRAKTIKUM IS
PADA
BIOKIMIA IKAN

PANGAN
I. PENDAHULUAN

Tujuan Praktikum :
1. Mengamati kondisi pre rigor, rigor dan post rigor pada ikan.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses rigor mortis

Tinjauan Pustaka
Ikan yang masih hidup proses aerob (memanfaatkan oksigen) berjalan baik. Reaksi aerob
yang terpenting adalah reaksi glikogenolisis, yaitu proses perubahan glikogen menjadi asam
sitrat yang menghasilkan 30 unit ATP. Unit ATP yang terbentuk akan digunakan untuk
melakukan berbagai aktifitas. Sedangkan pada ikan yang telah mati tidak terjadi reaksi
glikogenolisis, Hal ini dapat menyebabkan reaksi anaerob yang tidak diharapkan (Tabrani,
1997).

Salah satu penyabab kerusakan pada ikan adalah tingginya pH akhir daging ikan
(biasanya pH mencapai antara 6,4 – 6,6) karena rendahnya cadangan glikogen daging ikan.
Dalam keadaan seperti ini, yaitu rendahnya cadangan glikogen daging ikan akan mengalami
kerusakan karena bakteri sampai kekejangan mati (rigor mortis) selesai. Pendinginan setelah
penangkapan ikan akan memperlambat berlangsungnya rigor atau akibat lanjutannya,
sehingga penanganan dengan mekanisme ini akan memperlambat pertumbuhan bakteri.
Umumnya pendinginan ini dilakukan oleh para nelayan dengan menggunakan media es
selama penyimpanan ikan di kapal sampai ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan) (Hidayat dan
Suhartini, 2005).

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi post rigor:

1. Jenis ikan, tiap jenis ikan mempunyai komposisi kimia jaringan yang
berbeda dari jenis lain, hingga waktu yang diperlukan untuk memasuki
fase rigor juga berbeda-beda.
2. Kondisi ikan, ikan yang lapar dan / atau lemak, dan ikan yang habis
berpijah, mempunyai cadangan energi yang lebih sedikit, sehingga lebih
cepat memasuki fase rigor.
3. Tingkat kelelahan, ikan yang banyak meronta dan menggelepar waktu
tertangkap akan lebih cepat mencapai rigor.
4. Ukuran ikan, ikan-ikan yang lebih kecil lebih cepat mencapai rigor.
5. Cara penanganan ikan, penaganan sebelum rigor tidak menunjukkan
akaibat yang buruk, tetapi penanganan ketika ikan dalam fase rigor dapat
mengakibatkan keadaan rigor lebih cepat berakhir.
6. Temperatur penyimpanan, penyimpanan pada temperatur yang lebih
rendah menyebabkan ikan lebih lambat mencapai rigor dan lebih lama
bertahan dalam fase rigor.

Menurut Hadiwiyoto (1993), secara kimiawi banyak perubahan yang terjadi pada fase
rigor, antara lain :

1. Proses glikolisasi tetap berlangsung, karena enzim-enzim dalam daging ikan masih
aktif. Oleh karena tidak ada lagi pemasokan oksigen, maka tidak lagi terjadi
pembentukan (sintesa) glikogen. Sebagai akibatnya adalah turunnya jumlah glikogen
dalam daging. Pada glikolisa akan terbentuk asam laktat yang dapat menyebabkan
turunnya pH daging ikan. Perubahan pH ini sangat mempengaruhi proses rigor karena
ada kaitannya dengan aktifitas enzim ATP-ase. Enzim ATP-ase akan aktif dalam
keadaan sedikit asam (pH rendah), sehingga dengan adanya glikolisa keaktifan ATP-
ase akan meningkat. Pada daging ikan kekakuan sudah dapat terjadi pada pH hampir
netral (sekitar 6,2-6,6).
2. Terjadi pmecahan ATP menjadi ADP, kemudian pemecahan lebih lanjut ADP
menjadi IDP. Pada tahap akhir akan membentuk ribose dan hipoksantin.
3. Kreatin-fosfat akan terpecah menjadi keratin dan asam fosfat dengan menghasilkan
tenaga. Jadi tenaga selain diperoleh dari pemecahan ATP juga diperoleh dari
pemecahan kreatin-fosfat.
4. Denaturasi dapat terjadi sacara lambat pada suhu rendah (kamar). Pada suhu 37 °C
dan pH daging ikan sekitar 6,0 sudah dapat menyebabkan terjadinya denaturasi pada
protein miofibrilar daging ikan. Denaturasi protein akan menyebabkan protein
kehilangan daya mengikat air, sehingga daging akan tampak lebih kering.
II. METODE PRAKTIKUM

Alat
- Alat tulis menulis.
- Kertas HVS
- Penggaris

Bahan
- Ikan Koki Tondano (1 ekor)

Prosedur Kerja
1. Ikan diletakkan pada kertas HVS
2. Ikan yang masih hidup dimatikan dengan cara mati langsung
3. Mengukur panjang ikan dengan menggambar 2 titik dibagian kepala dan
ekor ikan
4. Mengamati ikan mulai dari fase pre rigor, rigor mortis, dan post rigor
5. Mengukur kembali panjang ikan saat fase rigor mortis
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan
Praktikum Biokimia Pangan, menggunakan sampel Ikan Koki Tondano dengan perlakuan
mati langsung. Pengamatan dilakukan selama 1 jam 22 menit.

Jenis Ikan : Ikan air tawar

Panjang standar : 6 cm

Berat ikan : Tidak diukur

Perlakuan : Mati langsung

Fase Waktu Panjang ikan Sensori


Aroma Tekstur Lendir
Pre rigor 6 cm √ Lembut/lentur √
Rigor mortis 5 cm √ Kaku/kejang
(penyusutan)
Post rigor 5 cm √ Lunak

Pembahasan
Fase pre rigor berlangsung selama ... menit sejak ikan mati. Sebelum memasuki fase pre
rigor, ikan mengalami hyperaemia yaitu suatu proses dimana lendir ikan terlepas dari
kelenjar-kelenjarnya di dalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh
ikan. Proses ini merupakan suatu reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan
yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh dapat sangat
banyak hingga mencapai 1 - 2,5 % dari berat tubuhnya. Lendir itu terdiri atas glukoprotein
mucin yang merupakan substrat yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri. Hyperaemia ini
berlangsung seterusnya hingga ikan membusuk. Tekstur ikan masih lembut dan lentur, serta
mengeluarkan lendir.

Fase rigor mortis terjadi saat ikan menyusut pada menit ke.... Pada posisi terpendek ikan
mencapai rigor indeks maksimal yaitu 100 %. Fase rigor terjadi setelah fase pre rigor. Fase
ini ditandai dengan tubuh ikan yang kejang setelah ikan mati (rigor = kaku, mortis = mati).
Ikan dikatakan masih sangat segar dalam fase ini. Kekejangan dimulai dari bagian ekor dan
dengan berlahan menjalar ke arah kepala. Tekstur ikan kaku/ keras karena mengalami kejang.

Fase post rigor ditandai dengan kondisi setelah ikan mengalami puncak kekakuan adalah
kembali lemas lagi. Fase post rigor pada sampel yang diamati terjadi mulai menit ke.... Fase
post rigor ini akan bertahan cukup lama diiringi dengan proses-proses penguraian komponen
dalam tubuh ikan yang masih tersisa hingga ikan dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi.
Fase post rigor dapat dikatakan sebagai batas akhir dari ikan menunggu untuk diolah. Fase
post rigor terjadi karena adanya autolisis, penurunan pH dan aktivitas bakteri. Pada saat
pembusukan bakteri berlangsung, pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5 – 8,0 atau
lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan
oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. Tekstur ikan sudah kembali lunak.

Proses rigor mortis dipengaruhi beberapa faktor diantaranya cara kematian ikan, suhu,
jenis ikan, kondisi ikan, tingkat kelelahan ikan, ukuran ikan, temperatur tempat penyimpanan,
kandungan ATP dan glikogen atau senyawa kimia dalam tubuh ikan dan cara penanganan
ikan. Memperlambat proses rigor mortis pada ikan adalah proses mencegah penurunan mutu
ikan. Cara untuk memperlambatnya adalah dengan mengusahakan kematian ikan sesegera
mungkin setelah ikan ditangkap. Kemudian pengendalian lainnya yang dapat dilakukan
adalah dengan meletakkan ikan pada suhu dingin yang berkisar antara 30 – 40 C. Pada
umumnya ikan yang mati dengan cepat mempunyai masa rigor yang lebih lama dibanding
ikan yang mati dengan menggelepar dan sekarat. Hal ini dikarenakan ATP yang terdapat pada
tubuh ikan telah digunakan untuk proses sekarat itu sehingga sisanya tinggal sedikit. Suhu
yang rendah juga dapat memperlambat proses rigor mortis karena bakteri dan enzim pada
ikan akan berkurang sehingga penguraian ATP dan glikogen dapat diperlambat.
IV. PENUTUP

Kesimpulan
 Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya fase rigor antara lain: Cara kematian
ikan, suhu, jenis ikan, kondisi ikan, tingkat kelelahan ikan, ukuran ikan,
temperatur tempat penyimpanan, kandungan ATP dan glikogen atau senyawa
kimia dalam tubuh ikan dan cara penanganan ikan.
 Fase pre rigor : Tahap pre rigor ditandai dengan jaringan daging ikan yang masih
lembut dan lentur serta adanya lapisan bening di sekeliling tubuh ikan yang
terbentuk oleh peristiwa pelepasan lendir dan kelenjar bawah kulit.
Fase Rigor mortis : terjadi setelah cadangan energi otot sudah habis atau tidak
mampu lagi mempergunakan energi. Rigor mortis berkaitan dengan semakin
habisnya ATP otot. Fase rigor mortis yaitu fase dimana tubuh ikan menjadi kaku (
kejangnya ) tubuh ikan setelah ikan mati.
Fase post rigor : daging akan kembali lunak dikarenakan peranan enzim katepsin
yang membantu pemecahan protein aktomiosin menjadi protein sederhana. daging
pada fase post rigor baik untuk diolah karena tekstur daging sudah kembali
melunak, namun pengolahan daging harus dilakukan sesegera mungkin untuk
menghindari kontaminasi mikrobia.

Daftar Pustaka
http://tugaskimiapangan.blogspot.com/2016/06/

https://rahayuseptia.blogspot.com/2012/01/?view=classic

Anda mungkin juga menyukai