Anda di halaman 1dari 6

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Baronang Totol (Siganus guttatus)

Ikan baronang totol (Gambar 1) termasuk filum Chordata, sub filum

Vertebrata, kelas Pisces, sub kelas Teleostei, ordo Perchomorphi, sub ordo

Percoidea, famili Siganidae, genus Siganus, spesies Siganus guttatus (Woodland,

1990). Ikan ini disebut juga spotted rabbit fish, rata-rata memiliki panjang 25,0

cm. Ikan ini memiliki jari-jari sirip dorsal keras sejumlah 13 buah, jari-jari sirip

dorsal lunak 10 buah, jari-jari sirip anal 7 buah, dan jari-jari sirip dubur lunak 9

buah. Ikan ini berwarna hitam kebiruan di bagian punggung, keperakan di bagian

bawah, memiliki titik kuning cerah dekat ujung sirip punggung, serta tubuh yang

berbintik-bintik. Ikan ini memiliki duri yang kokoh dan beracun. Habitat ikan

baronang totol berada di perairan pantai diantara mangrove dan terumbu karang

hingga 6 m. Ikan dewasa melakukan schooling 10 hingga 15 ekor. Ikan baronang

totol termasuk ikan nokturnal dan memakan alga bentik. (Woodland, 1990).

Gambar 1. Ikan baronang totol (Siganus guttatus)


Sumber: fishbase.org

3
4

2.2 Kesegaran dan Kemunduran Mutu Ikan

Kesegaran ikan merupakan keadaan dari saat ikan mati hingga memasuki

tahap penurunan mutu ikan. Tingkatan kesegaran ikan merupakan tolak ukur

untuk membedakan ikan yang bermutu baik dan buruk. Ikan dikatakan masih

segar apabila perubahan-perubahan biokimia, mikrobiologi dan fisika yang terjadi

belum menyebabkan perubahan sifat-sifat ikan pada waktu masih hidup. Proses

ini terutama dipengaruhi oleh waktu dan suhu, serta faktor lain seperti jenis ikan,

pra-panen dan penanganan stress (Olsen et al, 2008).

Komposisi kimia tubuh ikan berbeda-beda tergantung pada spesies, umur,

jenis kelamin, musim penangkapan, serta ketersediaan pakan di air, habitat dan

kondisi lingkungan. Tabel 1 merupakan kisaran rata-rata komposisi kimia tubuh

ikan segar menurut Depkes RI (1991).

Tabel 1. Komposisi kimia tubuh ikan segar


Senyawa Kimia Jumlah
Air (g) 76,0
Protein (g) 17,0
Karbohidrat (g) 0.0
Lemak (g) 4,5
Fosfor (mg) 200,0
Kalsium (mg) 20,0
Zat besi (mg) 1,0
Vitamin A (IU) 150,0
Vitamin B1 (mg) 0,05

Salah satu penyebab kemunduran mutu ikan segar adalah proses

perombakan oleh aktivitas enzim terutama enzim proteolitik yang terdapat secara

alami pada ikan. Proses kemunduran mutu dan kesegaran ikan meliputi fase pre

rigor, rigor mortis, post rigor, dan busuk. Fase tersebut akan terus berlangsung

jika tidak dihambat. Lamanya waktu perubahan yang berlangsung pada ikan

tergantung pada jenis ikan, ukuran, kondisi ikan waktu hidup, cara kematian, dan
5

suhu penyimpanan (Saskia et al., 2011). Beberapa metode yang digunakan untuk

mengukur mutu kesegaran ikan diantaranya organoleptik, Total Vibrio Count

(TVB), Total Plate Count (TPC), Potensial Hidrogen (pH), pengukuran tahanan

listrik, pengukuran dengan menggunakan metode akustik, dan lain-lain.

Uji organoleptik merupakan salah satu metode penentuan kesegaran ikan

dengan melihat langsung bagian pada tubuh ikan seperti pada bagian mata,

insang, daging dan isi perut ikan. Mata merupakan salah satu bagian tubuh ikan

yang dijadikan sebagai parameter tingkat kesegaran ikan. Pada ikan segar, bola

mata terlihat cembung dan cerah, sedangkan pada ikan busuk, bola mata terlihat

cekung dan lebih keruh. Konsistensi merupakan tingkat kelenturan dan

kekenyalan yang menunjukan kondisi perut dan sayatan daging ikan yang sering

dijadikan parameter kesegaran ikan. Insang merupakan salah satu tempat hidup

bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan pada daging ikan. Parameter utama

untuk menentukan tingkat kesegaran ikan adalah daging dan isi perut. Daging

ikan yang segar sayatannya masih cemerlang sedangkan ikan busuk warna

dagingnya kusam (Munandar et al, 2009). Selain sebagai sumber bakteri, di dalam

isi perut ikan juga mengandung beberapa enzim yang dapat menguraikan protein.

Enzim yang terdapat pada organ pencernaan ini adalah tripsin, kemotripsin, dan

pepsin (Grigor 2002).

TVB merupakan salah satu metode penentuan kesegaran ikan yang

dilakukan secara kimia. Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-

senyawa basa volatile camin, metil amin, dimetil amin dan trimetil amin. Senyawa

tersebut diikat oleh asam borak dan kemudian dititrasi dengan larutan HCl. Indeks

kemunduran mutu ikan hasil perikanan dapat diketahui melalui kandungan TVB.
6

Kandungan (TVB) merupakan hasil akhir penguraian protein. Kadar TVB tersebut

dapat dipakai sebagai indikator kerusakan ikan, berbagai komponen seperti basa

volatile, terakumulasi pada daging sesaat setelah mati. Akumulasi ini terjadi

akibat reaksi biokimia post mortem dan aktivitas mikroba pada daging. Ikan

dinyatakan telah busuk ketika memiliki kadar TVB >30 mgN/100 gram,

sedangkan batas nilai TVB ikan air tawar yang masih dapat diterima ialah 18 – 25

mgN/100 g (Irianto dan Giyatmi, 2009).

Menurut Aidil (1998), tubuh ikan memiliki nilai tahanan listrik yang selalu

meningkat selama penyimpanan pada suhu ruang. Sifat kelistrikan ikan dapat

diukur melalui nilai konduktivitas listrik daging ikan. Menurut Jaya dan

Ramadhan (2006) pengukuran kesegaran ikan dapat dilakukan dengan

menggunakan sensor ultrasonik (sensor suara berfrekuensi tinggi) untuk

mengetahui kondisi atau karakteristik pantulan suara terhadap target ikan yang

diamati. Nilai echo yang dihasilkan dari pantulan berfluktuasi karena tekstur dan

kulit ikan yang masih sangat kenyal dan juga masih dapat mempertahankan

kandungan air dalam tubuhnya.

2.3 Pendeteksian Kemunduran Mutu Ikan dengan VIS/NIR

Cahaya tampak (visible light) merupakan radiasi gelombang

elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh mata manusia. Panjang gelombang

cahaya tampak berada pada rentang 400 nm hingga 700 nm. Radiasi inframerah

dekat memiliki panjang gelombang 700 – 1.500 nm, inframerah jarak menengah

memiliki panjang gelombang 150 – 1000 nm, dan inframerah jarak jauh memiliki

panjang gelombang 100 – 1000 nm. Dalam pendeteksian dengan NIR, ikan
7

disinari dengan gelombang NIR, kemudian cahaya yang dipantulkan atau

ditransmisikan diukur. Hamburan ini bergantung pada panjang gelombang, proses

penyerapan, komposisi kimia serta sifat produk itu sendiri.

Sejumlah metode spektroskopi telah digunakan dalam menentukan

kesegaran ikan, terutama pada rentang gelombang tampak dan inframerah dekat.

Spektroskopi dapat menampilkan perubahan yang terjadi dalam interaksi radiasi

elektromagnetik dengan materi yang disebabkan oleh respon fisik dari sampel

ikan. Spektroskopi VIS/NIR telah banyak dilakukan misalnya untuk memprediksi

mutu dari ikan cod yang ditangkap oleh longline dan gillnet oleh Nilsen dan

Esaialsen (2005), serta menentukan kesegaran fillet ikan cod dan membandingkan

fillet ikan cod segar dan frozen-thawed oleh Sirversten et al. (2011). Olafsdottir et

al. (2004) membandingkan beberapa sensor yang mengukur kualitas fisik ikan,

salah satunya menggunakan spektroskopi VIS/NIR, serta menggunakan QIM

sebagai metode acuan sehingga dapat mengukur kualitas ikan.

Koppang et al. (2005) menemukan bahwa kualitas ikan tidak hanya dinilai

berdasarkan penampilan (warna dan cacat), bau dan komposisi gizi. Terdapat

cacat mutu lain misalnya bintik-bintik melanin yang dapat terdeteksi cukup baik

pada kisaran panjang gelombang 700 nm dan 800 nm. Selain itu terdapat pula

nematoda. Nematoda ini sulit untuk dideteksi, namun pencitraan spektroskopi

telah menunjukkan hasil yang cukup baik. Percobaan oleh Heia dan Sirvesten et

al. (2007) telah menunjukkan bahwa bercak darah dapat dideteksi sampai 10 mm

tergantung pada ukuran dan konsentrasi. Nematoda gelap dan bercak darah

memiliki beberapa kesamaan karena penyerapan spektral hemoglobin. Oleh

karena itu sebagian besar kesalahan pendeteksian nematoda adalah karena bercak
8

darah. Pengamatan mengenai spektroskopi VIS/NIR oleh Nilsen dan Esaissen

(2005) mengungkapkan bahwa pada panjang gelombang 400 nm hingga 450 nm

serta 525 hingga 630 nm mempresentasikan darah dalam otot ikan.

Penelitian mengenai pendeteksian kemunduran mutu ikan menggunakan

NIR sebelumnya telah dilakukan oleh Munandar pada tahun 2012 dengan

membuat IFFI-1, instrumen pengukuran kesegaran ikan secara real time dengan

penampilan data digital dengan tampilan yang lebih sederhana dan mudah untuk

dibawa. Alat yang dirancang merupakan sistem elektronik yang mengukur

perubahan kesegaran ikan menggunakan sensor infrared.

Hasil uji coba alat mencakup pengukuran panjang gelombang infrared,

intensitas pantulan infrared terhadap perubahan suhu lingkungan serta

pengukuran pantulan infrared pada ikan nila dan ikan lele dan pengukuran suhu

pada ikan nila dan ikan lele. Hasil pengukuran panjang gelombang diperoleh

panjang gelombang yang baik untuk pengukuran kesegaran ikan sekitar 525 nm

dan 690 nm (Munandar, 2012).

Berdasarkan hasil pengujian pantulan infrared dengan panjang gelombang

780 nm dan sensor suhu pada ikan lele, terjadi penurunan nilai pantulan infrared

selama masa pengukuran tetapi tidak terdapat penurunan yang signifikan. Ikan

nila lebih mudah mengalami kemunduran mutu yaitu masa 12 jam setelah

pematian ikan nila sudah mulai mengeluarkan cairan dari dalam tubuhnya

sedangkan pada ikan lele belum terjadi. Ikan lele baru mengeluarkan cairan

setelah melewati masa 24 jam setelah waktu ikan dimatikan (Munandar, 2012).

Anda mungkin juga menyukai