Disusun Oleh:
Mohammad ‘Abid Awwali
19/442822/PN/16228
Perubahan yang terjadi pada ikan mati diamati dan dicatat sesuai
parameter scoresheet SNI 01-2346-2006
b) Pengujian pH
1. HASIL
2. PEMBAHASAN
Setelah ikan ditangkap, ikan akan mengalami kemunduran mutu dan juga
kualitas mengikuti beberapa fase pre rigor mortis, fase rigor mortis, fase post rigor
mortis.
Fase pre rigor mortis dimulai sesaat setelah ikan mati hingga 2-6 jam kedepan. Fase
pre-rigor mortis dimulai sesaat setelah ikan mati hingga 2-6 jam kedepan yang diikutii
dengan perubahan metabolisme dari aerob ke anaerob. Pada fase ini masih terjadi kontraksi
aktin dan miosin dengan menggunakan sisa Adenosin trifosfat (ATP) hasil metabolisme
aerob. Tahap ini ditandai dengan jaringan daging ikan yang masih lembut dan lentur serta
adanya lapisan bening di sekeliling tubuh ikan yang terbentuk oleh peristiwa pelepasan
lendir dan kelenjar bawah kulit. Nilai mutu kesegaran ikan pada tahap ini adalah
organoleptik 9, TVB 18,67 – 20 mg N/100g; TPC 3,4 x 10 4 – 6,3 x 104 unit koloni/g; pH
6,7; dan nilai K 0,00 % - 8,22%. Spesifikasi ikan dengan nilai organoleptik 9 adalah
sebagai berikut : mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih, insang berwarna merah
cemerlang tanpa lendir, sayatan daging cemerlang berwarna asli, tidak ada pemerahan
sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding daging perutnya utuh,
dan bau isi perut segar, konsistensi otot elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek
daging dari tulang belakang(Nurjannah et al.,2004).
Tahap rigor mortis terjadi selama 10 jam (2-12 jam) setelah ikan dimatikan dengan
keadaan daging yang kaku. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada daging dimana
jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Rigor mortis juga sering
disebut sebagai kejang bangkai. Meningkatnya kekerasan pada ikan merupakan indikator
ikan memasuki fase rigor mortis (Liviawaty dan Afrianto, 2014). Tahap rigor mortis ini
terjadi fase perubahan struktur kimiawi ikan oleh enzim yang terdapat pada tubuh ikan yang
disebut proses autolisis. Ketika ikan sudah mati kondisi tubuh ikan menjadi anaerob (tanpa
Oksigen) dan ATP terurai oleh enzim yang ada dalam tubuh ikan dengan cara melepaskan
energi bersamaan dengan terjadinya perubahan biokimiawi yang menyebabkan bagian
protein otot (aktin dan Miosin ) berkontraksi sehingga tubuh ikan menegang dan kaku.
ATP akan cepat berubah menjadi ADP oleh enzim ATP-ase, kemudian berubah menjadi
AMP oleh enzim miokinase. Perubahan AMP menjadi IMP dipengaruhi oleh enzim
deaminase dan dari IMP menjadi inosin dipengaruhi oleh enzim fosfatase. IMP (asam
inosinat) dikenal sebagai penyambung rasa manis pada daging ikan (Clucas, 1981 dan
Eskin, 1990). Kemudian bersamaan dengan itu pula karbohidrat dalam tubuh ikan yang
berbentuk glikogen terurai menjadi asam laktat (proses glikolisis), asam laktat ini
menurunkan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Disisi lain
enzim proteolitik (katepsin) dalam tubuh ikan yang berfungsi menguraikan protein menjadi
senyawa yang lebih sederhana, merombak struktur jaringan otot menjadi senyawa yang
lebih longgar sehingga rentan terhadap serangan bakteri.
Pada tahap post rigor ikan yang tadinya kaku menjadi lemas kembali karena
struktur otot menjadi senyawa yang lebih longgar, dengan longgarnya struktur otot tersebut
ditambah kondisi-kondisi hasil dari proses enzimatis lainnya semakin memudahkan bakteri
pembusuk tumbuh dan berkembang, sehingga pada tahap ini pertumbuhan bakteri sangat
cepat. Fase post rigor mortis terjadi pada 12 jam setelah mati. Fase ini ditandai dengan
meningkatnya pH. Peningkatan nilai pH terjadi karena enzim yang berasal dari daging ikan
dan mikroba melakukan perombakan terhadap protein dan lemak sehingga menghasilkan
senyawa bersifat basa (Liviawaty dan Afrianto, 2014). Aktivitas enzim yang semakin
meningkat ,mengakibatkan terjadinya pemecahan daging ikan yang selanjutnya
menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Rustamaji, 2009). Pada
kondisi pH yang rendah (turun) enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garis-garis gelap
Z pada miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot. Enzim katepsin
yang bersifat proteolitik, juga melonggarkan struktur protein serat otot.
Menurut Adawyah (2007),parameter kesegaran ikan meliputi parameter fisik, kimia,
mikrobiologi, dan organoleptik. Parameter fisik antara lain meliputi kenampakan luar,
kelenturan daging ikan, keadaan mata, keadaan daging, keadaan insang dan sisik, keadaan
ruas badan. Kenampakan luar dari ikan yang masih segar terlihat cerah, semakin lama akan
menjadi suram dan berlendir akibat dari berlangsungnya proses biokimia. Tekstur dari ikan
yang segar cukup lentur. Sedangkan keadaan mata pada ikan segar akan terlihat menonjol
keluar dan cerah. Sedangkan ikan ynag busuk akan terlihat cekung, masuk kedalam rongga
mata. Keadaan daging ikan segar kenyal, jika ditekan dengan jari akan segara kembali.
Sedangkan pada ikan busuk keadaan daging lunak, bekas jari tidak hilang juka di tekan.
Keadaan insang pada ikan segar bewarna merah cerah, sisik melekat dan tidak mudah
terkelupas. Sedangkan parameter kimiawi meliputi pH ikan, kandungan hipoksantin, kadar
dimetilamin, trimetalamin, atau amoniak, defosforilasi IMP, lemak pada daging ikan. Nilai
pH ikan segar mendekati pH netral atau 7. Jika pH cenderug asam, dapat di pastikan ikan
tersebut sudah mengalami kemunduran mutu(BSN,2006). Hipoksantin berasal dari
pemecahan ATP, semakin tinggi kandungan hipoksantin maka tingkat kesegaran ikan juga
semakin rendah. Batas kandungan Hipoksantin yang masih dapat diterima oleh konsumen
berkisar 5 mm/g atau 70 mg %, diatas angka tersebut, bisa dikatakan ikan sudah tidak segar.
Penguraian protein akan menghasilkan senyawa dimetilamin, trimetilamin atau amoniak,
jika kesegaran ikan mengalami penurunan maka kandungan nitrogen yang mudah menguap
akan mengalami peningkatan sehingga ikan mengalami kemunduran mutu. Sedangkan
defosforilasi IMP berkaitan erat dengan perubahan cita rasa pada daging ikan. Cita rasa
yang ditimbulkan oleh asam inosinat (IMP) merupakan pengaruh kombinasi dengan asam
glutamat (Okada, 1990). Selanjutnya yaitu parameter mikrobiologi. Parameter mikrobiologi
yaitu parameter yang digunakan untuk menghitung cemaran mikroba pada ikan. Ikan secara
alami telah membawa mikroorganisme semasa hidupnya dan memiliki kemampuan untuk
mencegah aktivitas mikroorganisme tersebut. Setelah ikan mengalami kematian, maka
kemampuan ikan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme pun hilang sehingga dan
mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan dapat berkembang dengan baik. Semakin banyak
mikroba pada tubuh ikan, semakin rendah mutu pada ikan tersebut. Parameter kesegaran
ikan yang terakhir yaitu parameter organoleptik. Menurut Puri (2016), kesegaran ikan dapat
dilihat dengan kriteria sesuai dengan SNI (2006) yaitu nilai 7-9 menunjukkan ikan masih
segar, 4-6 menunjukan ikan dalam keadaan agak segar, dan 1-3 menunjukan ikan dalam
kondisi sudah tidak segar. Sedangkan menurut Santhi (2017), bahwa nilai organoleptik 9
menunjukan ikan dalam kondisi sangat segar. Kondisi ikan segar ditunjukkan dengan nilai
7-8. Nilai 5- 6 merupakan ambang batas antara kondisi ikan jelek. Dan ikan dikatakan
busuk dan tidak layak untuk dikonsumsi lagi yaitu pada nilai organoleptik 1-4. Spesifikasi
ikan dengan nilai organoleptik 9 adalah sebagai berikut : mata cerah, bola mata menonjol,
kornea jernih, insang berwarna merah cemerlang tanpa lendir, sayatan daging cemerlang
berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah
terang, dinding daging perutnya utuh, dan bau isi perut segar, konsistensi otot elastis bila
ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang(Nurjannah et al.,2004).
Kesegaran ikan memang tidak bisa di tingkatkan, tetapi dapat di pertahankan. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperthankan kesegaran ikan, diantaranya
dengan cara penyiangan, pendinginan, dan pengawetan. Penyiangan adalah kegiatan
pembuangan sirip, insang, dan isi perut. Pengeluaran isi perut ikan bertujuan untuk
menyingkirkan bagian utama perantara yang menyebabkan pembusukan, misalnya, bakteri
dan enzim. Semua isi dari rongga usus harus dibuang tanpa membiarkannya menyentuh
ikan yang belum dikeluarkan isi perutnya. Dalam melakukan penyiangan diusahakan
dilakukan secepat mungkin dan terhindar dari kontaminasi. Selanjutnya yaitu penggunaan
rantai dingin (cold chain). Cold chain merupakan sebuah sistem yang menjaga produk beku
atau dingin dalam lingkungan dengan temperatur tertentu yang bertujuan untuk menjaga
mutu ikan segar (Zhu dkk, 2015). Rantai dingin ini terdiri dari pendinginan (Chilling) dan
pembekuan (Freezing). Pendinginan adalah penurunan suhu sampai mencapai 0 0C.
Sedangkan pembekuan (Freezing) adalah penurunan suhu dari 0 0C sampai dibawah 0 0C.
Suhu produk perikanan beku maksimum adalah -18 0C, sebaiknya -25 hingga -30 0C atau
lebih rendah. Cara selanjutnya yang dapat digunakan untuk mempertahankan kesegaran
ikan yaitu dengan pengawetan. Proses pengawetan terhadap daging ikan dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti, pendinginan, pengasapan, serta penambahan bahan tambahan
makanan (Purwani dan Muwakhidah, 2008). Smoking atau disebut juga dengan pengasapan
merupakan suatu proses flavoring (pemberian rasa), pemasakan dan pengawetan makanan
dengan mengekspos makanan ke asap dari pembakaran terutama pada kayu
atau bahan tanaman. Hal ini bertujuan untuk mematangkan dan mengempukkan daging,
mengeringkan, memberikan warna yang baik, memberikan penampakan mengkilat pada
ikan serta mematikan mikroba awal yang terkandung dalam ikan. Selain dengan
pengasapan, pengawetan juga dapat dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan
makanan. Penambahan bahan tambahan makanan terhadap awetan daging ikan banyak
ditawarkan menggunakan bahan sintetis yang berbahaya salah satunya formalin.Selain
harganya yang murah, formalin juga mudah didapat dan pemakaiannya pun tidak sulit,
sehingga sangat diminati sebagai pengawet oleh produsen pangan yang tidak bertanggung
jawab (Deptan.go.id, 2007). Jika hal dibiarkan terus menerus akan berdampak buruk pada
kesehatan. Perlu adanya solusi penggunaan bahan tambahan makanan yang alami serta
aman untuk konsumen. Bahan alami yang memiliki aktifitas antioksidan dan antibakteri
merupakan bahan yang dapat digunakan dalam proses pengawetan. Salah satunya dengan
menggunakan ekstrak dari alga merah. Alga merah yang telah diekstrak dengan
menggunakan pelarut organik dan telah diuji memiliki kandungan antibakteri dan
antioksidan (Iskandar dkk.,2003; Kumar, 2007). Bahan tambahan ini terbukti dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan sehingga kesegaran ikan dapat bertahan lebih
lama.
IV. PENUTUP
1. KESIMPULAN
1. Pengamatan indikator kesegaran ikan secara organoleptik dilakukan dengan
pengamatan secara langsung menggunakan tabel score sheet SNI 01-2346-2006
yang meliputi daging, bau, tekstur, mata, insang, dan lendir permukaan badan.
2. Ciri – ciri ikan segar diantaranya mata cerah, bola mata menonjol, kornea
jernih, insang berwarna merah cemerlang tanpa lendir, sayatan daging
cemerlang berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang,
perut utuh, ginjal merah terang, dinding daging perutnya utuh, dan bau isi perut
segar, konsistensi otot elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging
dari tulang belakang. Sedangkan ciri-ciri ikan tidak segar bola mata cekung,
insang berwarna merah coklat dan berlendir, sayatan daging kusam, berbau
busuk, teksturnya sangat lembek.
3. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada daging dimana jaringan otot
menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. karbohidrat dalam tubuh ikan
yang berbentuk glikogen terurai menjadi asam laktat (proses glikolisis), asam
laktat ini menurunkan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk.
4. Pada fase rigor mortis kenampakan mata agak cerah, bola mata rata, pupil agak
keabu- abuan,kornea agak keruh. Insang berwarna merah agak kusam tanpa
lendir. Lendir pada permukaan badan agak keruh, kurang transparan, dan
berwarna agak putih. Tekstur agak padat, agak elastis bila ditekan oleh jari. Bau
amoniak mulai tercium dan sedikit asam. Daging kusam.
2. SARAN
Menurut saya, praktikum acara pertama ini sudah berjalan dengan baik, kami pun
bisa merasakan pengamatan langsung walaupun tidak semua melakukan. Mungkin
kedepannya sampe yang diberikan bisa lebih beragam dengan tujuan kami bisa
mengamati perbedaan yang terjadi pada pada tiap spesies.
DAFTAR PUSTAKA