Anda di halaman 1dari 5

BIOKIMIA HASIL PERIKANAN

FASE KEMUNDURAN IKAN NILA BERDASAR JURNAL NASIONAL

Disusun Oleh:
1. Mohamad Ibnu Hasan 185080300111015
2. Novaldo Yuri Muhammad 205080300111015
3. Aldiva Ilham Maulana 205080300111017
4. Nada Zakia Mutoharoh 205080300111030
5. Maura Aprilia 205080300111031
6. Salsabila Galuh Pawestri 205080300111032
7. Tia Nova Rahma Dhani 205080301111022
8. Lutfiyah Djauharo Ayu P. 205080301111023
9. Risma Herlinda 205080301111025
10. Latifah Nurul Aulia 205080307111021
11. Aisyiyah Nurmarina B. 205080307111023
12. Sulqih Muhammad S. 205080307111026
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
A. Pre Rigor
Proses perubahan pada ikan menuju ke pembusukan berlangsung secara
cepat, baik secara fisik, kimia, maupun organoleptiknya. Setiap organisme
memiliki tingkat kemunduran yang berbeda. Dalam proses kemunduran tersebut,
enzim memiliki peran yang besar, menurut Christine et al. (2006), saat ikan mati,
kerja enzim endogenous yang bersifat proteolitik dapat mendegradasi jaringan
ikat, protein otot, serta hidrolisis lemak yang mengakibatkan perombakan
pertama pada otot ikan tersebut. Ikan yang sudah mati, melewati perubahan
kemunduran mutu mulai dari pre rigor, rigor mortis, hingga aktivitas enzim dan
mikroba, dan juga oksidasi (Junianto, 2003). Pre rigor merupakan tahapan
pertama yang dialami ikan setelah mati. Terdapat beberapa pendapat mengenai
fase kemunduran ikan, terutama pada fase pre rigor, di antaranya:
1. Saat memasuki fase pre rigor, ikan nila tidak memiliki nilai TVB. Nilai TVB
merupakan metode yang digunakan untuk menentukan tingkat kesegaran
ikan dengan menguapkan senyawa-senyawa volatil pada tubuh ikan yang
berasal dari protein yang telah terurai. Hal itu menyebabkan jumlah nilai TVB
semakin meningkat seiring berjalannya fase kemunduran mutu ikan.
Kemudian, terdapat jumlah glikogen pada ikan nila dalam fase pre rigor
sebesar 765, 1707 mg/ml. Namun, jumlah glikogen memiliki perbandingan
terbalik dengan jumlai nilai TVB. Semakin menurunnya tingkat kesegaran
ikan, maka jumlah kolagen pada daging ikan juga semakin menurun. Hal ini
dikarenakan glikogen diurai menjadi asam laktat dan ATP sehingga pH
jaringan otot ikan akan menurun hingga ke fase rigor mortis (Suhandana dan
Tati, 2018).
2. Fase pre rigor terjadi dalam waktu 4-8 jam dengan ciri otot ikan masih lunak
lembut dan lentur karena masih tersisa ATP dalam tubuhnya sehingga otot
ikan masih dapat berelaksasi (Arsatria et al, 2020).
3. Berdasarkan kadar protein terhadap waktu penyimpanan ikan, didapat
bahwa semakin lama waktu penyimpanan yang dilakukan, maka kadar
protein pun akan semakin rendah. Penyimpanan pada suhu rendah dapat
menghambat laju aktivitas mikroorrganisme patogen dan bakteri pembusuk
pada ikan. Pada fase pre rigor, ditunjukkan ciiri kemunduran mutu ikan
dengan munculnya lendir yang Sebagian besar tersusun atas glukoprotein
dan musin yang merupakan media ideal untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini
disebabkan oleh keadaan stres pada ikan saat sekarat. Jumlah lendir yang
dapat dihasilkan sekitar 1-2,5% dari berat tubuhnya. Kemudian ciri lain yang
ditunjukkan yaitu keadaan otot ikan melemas sehingga mudah dilenturkan.
Hal ini dikarenakan sudah terhentinya proses peredaran darah yang
membawa oksigen untuk metabolisme (Pariansyah, 2018).
4. Ikan mengalami fase pre rigor dalam kisaran waktu 2-6 jam setelah kematian
yang diikuti dengan metabolisme aerob ke anaerob. Saat fase ini, aktin dan
miosin masih berkontraksi dengan bantuan ATP. Namun, setelah ATP
habis, ikan memasuki fase rigor mortis. Nilai pH ika nila pada fase ini
memiliki rata-rata 6,96. Kemudian, suhu pada ikan nila sesaat setelah mati
berkisar pada 27,6 ℃. Namun, perubahan pH pada ikan nila tidak diikuti
dengan perubahan suhunya. Ciri fisik yang ditunjukkan pada fase ini, yaitu
kondisi mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih, warna insang merah
cemerlang tanpa lendir, dan lapisan lendir pda badannya jernih, transparan,
serta mengkilat cerah. Selanjutnya untuk ciri organleptiknya, yaitu sayatan
daging cemerlang, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding
daging perut utuh, baunya sangat segar, terkstur padat elastis, dan sulit
untuk menyobek daging dari tulang belakang. Ikan nila yang baru mati
masih memiliki sejumlah ATP sehingga otot masih dapat berelaksasi
(Chandra et al, 2020).
5. Ikan dapat dikatakan memasuki fase pre rigor dimlai dari waktu 0-3 jam
setelah kematian, dimana otot ikan masih dalam keadaan lembut dan lentur
karena masih adanya sejumlah ATP sehingga otot dapat berelaksasi. Pada
hasil pnelitian ditunjukkan bahwa keadaan daging ikan saat fase pre rigor
dikatakan sangat segar. Kemunduran mutu ikan atau proses pembusukan
ditandai dengan perubaha warna pada ikan. Proses perubahan warna
tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme, dan juga bakteri
pembusuk (Kalista et al, 2019).
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil peneliian dari lima jurnal di atas, dapat disimpulkan bahwa
ikan nila dapat memasuki fase pre rigor saat 0-8 jam setelah kematian. Namun,
jangka waktu tersebut dapat dibilang kondisional karena fase kemunduran ikan
juga dipengaruhi oeh faktor eksternal, seperti suhu dan juga perlakuan terhadap
ikan tersebut. Pada fase ini, daging ikan dapat dikatakan dalam keadaan sangat
segar karena belum adanya perubahan warna pada daging. Selain perubahan
warna, terdapat juga ciri lain ikan pada fase ini, seperti otot ikan yang lunak,
kondisi mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih, warna insang merah
cemerlang tanpa lendir, dan lapisan lendir pada badannya jernih, transparan,
serta mengkilat cerah. Selanjutnya untuk ciri organleptiknya, yaitu sayatan
daging cemerlang, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding
daging perut utuh, baunya sangat segar, terkstur padat elastis, dan sulit untuk
menyobek daging dari tulang belakang. Otot ikan yang lunak merupakan ciri
umum yang ditunjukkan ikan pada fase pre rigor. Hal ini dikarenakan saat pre
rigor, ikan masih memiliki sisa ATP, sehingga otot masih dapat berelaksasi.
Berikutnya, terdapat ciri kimiawi, seperti nilai TVB dan glikogen yang terkandung
dalam daging. Nilai TVB akan semakin tinggi seiring dengan kemunduran mutu
ikan. Sedangkan kandungan glikogen akan semakin menurun seiring dengan
kemunduran mutu ikan tersebut. Kedua faktor tersebut disebabkan karena nilai
TVB merupakan nilai yang menunjukan kandungan protein yang telah terurai
sedangkan kandungan glikogen dapat menipis karena proses glikolisis. Seluruh
ciri tersebut, muncul disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme, dan
bakteri pembusuk pada ikan yang telah mati dan akan terus berlanjut hingga
ikan memasuki fase pembusukan.
DAFTAR PUSTAKA
Suhandana, M. dan Tati N. 2018. KADAR TOTAL VOLATILE BASE, GLIKOGEN,
KATEPSIN DAN WATER HOLDING CAPACITY DAGING IKAN NILA
(Oreochromis niloticus) PADA FASE KEMUNDURAN MUTU.
MARINADE, 1 (1), 27-35.
Arsatria, T., Khairul M. dan Fitri A. 2020. Pengolahan Citra Termal untuk
Identifikasi Region of Interest (ROI) dan Deteksi Kesegaran Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Jurnal Online Teknik Elektro, 5 (3), 20-24.
Pariansyah, A., Nurlaila E. H. dan Bertoka FSP Negara. 2018. Aplikasi maserat
buah mangrove Avicennia marina sebagai pengawet alami ikan nila
segar. Aquatic Sciences Journal, 5 (1), 36-44.
Chandra, AB. Abdus S. J., Nur D. K., Masrifatul A. dan M. Zainuri. 2020.
KARAKTERISTIK IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN LELE
(Clarias sp.) PADA FASE RIGOR MORTIS. Journal of Fisheries and
Marine Research, 4 (3), 375-378.
Kalista, A., Amin R. dan Umi R. 2019. PENERAPAN IMAGE PROCESSING
UNTUK TINGKAT KESEGARAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus).
JPHPI, 22 (2), 229-235.

Anda mungkin juga menyukai