Anda di halaman 1dari 7

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Kembung Sebagai Bahan Mentah

Ikan kembung termasuk ikan pelagis kecil yang memiliki nilai

ekonomis menengah, sehingga terhitung sebagai komoditas yang cukup

penting bagi nelayan lokal. Kembung biasanya dijual segar atau diproses

menjadi ikan pindang dan ikan asin yang lebih tahan lama. Ikan kembung

yang masih kecil juga sering digunakan sebagai umpan hidup untuk

memancing cakalang. Namun, ikan kembung sebagai bahan mentah

sama seperti ikan-ikan yang lain, yang memiliki sifat cepat busuk

(perishable food) dan perlu ditangani dengan cepat dan tepat untuk

menjaga kesegarannya.

2.2 Komposisi Gizi Ikan Kembung

Ikan kembung sebagai salah satu bahan pangan memiliki kandungan

gizi yang memenuhi sejumlah besar unsur kesehatan. Kandungan gizi

ikan kembung dan kandungan omega 3 dan omega 6 /100 g ikan

kembung dapat dilihat pada Tabel 1.


4

Tabel 1. Kandungan Zat gizi pada Ikan


Kembung
Kandungan
Zat Gizi Nilai Gizi
Air (gram) 76,0 g
Protein (gram) 22,0 g
Energi (K) 103,0 K
Lemak (gram) 1,0 g
Kalsium (mg) 20,0 mg
Besi (mg) 1,5 mg
Fosfor 200,0 mg
Vitamin A (SI) 30,0
Vitamin B1 0,05

2.3 Penurunan Mutu Ikan

Fase-Fase Kemunduran Mutu Ikan

1. Prerigor

Fase prerigor merupakan perubahan pertama yang terjadi ketika ikan

mati. Ditandai dengan melepasnya otot-otot ikan sesaat setelah ikan mati

sehingga ikan mudah dilenturkan perubahan ini terjadi karena terhentinya

peredaran darah yang membawa oksigen untuk kegiatan

metabolismenya. Meskiputn telah mati didalam tubuh ikan masih

berlangsung proses enzymatik proses ini berjalan tanpa kendari sehingga

mengakibatkan perubahan biokimia yang luar biasa (Pradana, 2008).

Perubahan prerigormortis merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari

kelenjar dibawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian

besar terdiri dari glikoprotein dan musim yang merupakan media ideal bagi

pertumbuhan dan bakteri (Juniarto, 2003). Pada tahap ini perubahan


5

biokimia terjadi sebelum ikan menjadi kaku, saat ini yang paling banyak

mengalami perubahan adalah perombakan ATP dan Kreatin fosfat yang

akan mengalami ATP, hasil tersebut mengakibatkan keadaan daging

menjadi asam sehingga aktifitas enzim ATPase dan Kreatin foskinase

meningkat (Suwetja, 2011).

2. Rigor mortis

Fase ini ditandai dengan tubuh ikan yang kejang setelah ikan

mati (rigor = kaku, mortis = mati) ikan masih dikatakan masih sangat

segar pada fase ini. Tahap ini ditandai dengan tubuh ikan yang

mengejang setelah ikan mati akibat proses-proses biokimia yang

kompleks di dalam jaringan tubuh, yang menghasilkan kontraksi dan

menghasilkan ketegangan ( Muriarti dan Sunarman, 2000) Rigor

mortis ikan memiliki senyawa yang disebut adenosine tri phosphate

(ATP), senyawa ini merupakan sumber energy yang paling cepat

digunakan untuk kegiatan fisik saat ikan hidup. Ketika ikan mati,

kondisi menjadi anaerob dan ATP terurai oleh enzim dalam tubuh

dengan terjadinya suatu proses perubahan biokimia yang

menyebabkan bagian protein otot (aktin dan miosin) berkontraksi dan

menjadi kaku (rigor) (Valtria, 2010). Menurut Suwetja (2011), tanda-

tanda rigor mortis pada ikan adalah sebagai berikut:

Srkomer-sarkomer otot berkontraksi

Terbentuknya aktomiosin
6

Derajat keasaman (pH) daging sekitar 6.0 6.2

Sedikit protein yang dapat diekstrak

Daging ikan kaku dan keyal setelah masak

3. Postrigor

Pada tahap ini ikan kembali membusuk secara perlahan-lahan,

sehingga secara organoleptik akan meningkatkan derajat penerimaan

konsumen sampai pada tingkat optimal. Lamanya mencapai tingkat

optimal tergantung pada jenis ikan dan suhu lingkungan. Darah ikan lebih

cepat menggumpal daripada hewan-hewan darat (Sulistyati, 2004).

Menurut Suwetja (2011), pada tahap ini daging ikan kembali melunak

secara perlahan-lahan sampai mencapai tingkat optimal derajat

penerimaan konsumen. Keadaan ini adalah hasil kerja enzim dalam tubuh

ikan dan prosesnya dinamakan autolisis. Keadaan ini berlangsung singkat

karena bakteri segera berkembangyang hanya dapat di tandai dengan

pendinginan atau pembekuan daging. Adapun tanda-tanda autolisis pada

daging ikan adalah

Otot-otot danging ikan lumpuh terkulai

Protein sarkoplasmik sebagian besar terhidrolisa

Derajat keasaman (pH) daging sekitar 6.8-7.0.


7

4. Autolysis

Proses penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai akasi

kegiatan enzim yang menguri senyawa kimia kepada jaringan tubuh ikan.

Enzim bertindak sebagai katalisator yang menjadi pendorong dari segala

perubahan senyawa biologis yang terdapat dalam ikan, baik perubahan

yang sifatnya membangun sel dan jaringan tubuh maupun yang

merombaknya ( Suwetja. 2011) Setelah ikan mati enzim-enzim masih akif

bekerja tetap kerja enzim tidak terkontrol lagi karena jaringan otak sebagai

organ pengontrol sudah tidak berfungsi lagi. Kerja enzim yang tidak

terkontrol bisa mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh ikan, seperti:

dinding usus, otot daging, serta menguraikan senyawa kompleks menjadi

senyawa sederhana proses inilah yang disebut dengan autolisis

(Purnomowati et al,2007). Dalam proses autolisis kandungan karbohidrat

di dalam tubuh ikan juga akan diuraikan dan diantara hasil penguraian

tersebut terdapat asam laktat. Dengan adanya asam laktat tersebut

proses penurunan kualitas ikan melewati periode rigor mortis. Selama

periode rigor mortis ikan rucah masih digolongkan sebagai bahan baku

segar (Murtidjono, 2001).

5. Bakteriolisis

Penurunan mutu secara bakterial adalah tahap dimana bakteri

mulai banyak dan secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga

penguraian oleh bakteri mulai berlangsung secara intensif setelah

rigor mortis berlalu, yaitu: setelah danging mengendur dan selah-


8

selah seratnya terisi cairan. Proses kemundura mutu ikan dapat

dihambat dengan menggunakan suhu rendah aktivitas enzim

menjadi terhambat (Valtria, 2010). Aktivitas bakteri merupakan

penyebab utama kerusakan ikan terutama bakteri pembusuk

spesifik. Dalam ikan yang masih hidup dan sehat, bakteri terdapat

dlam insang dan usus, tetapi tidak dapat menyebabkan

pembusukan, karena adanya mekanisme pertahanan alami pada

ikan. Pada perubahan autolisis bakteri mudah masuk ke daging di

mana nutrisi didapatkan untuk pertumbuhan dengan menguraikan

berbagia komponen ikan seperti tri metil amina oksida (TMAO)dan

molekul protein henitrogen lainnya lipid, asam amino dan sebagainya

menghasilkan bau yang tidak enak (Harlin, 2011) Defosforilasi dari

IMP menjadi inosin relatif lambat tetapi inosen dengan cepat berubah

menjadi hipoksatin, konsentrasi hipoksatin akan meningkat dengan

menurunnya mutu kesegaran ikan. Tahap awal hipoksatin terbentuk

secara autolisis, pada tahap kemunduran selanjutnya aktivitas

bakteri juga berperan dalam menambah jumlah hipokstin yang

menyebabkan rasa pahit pada daging ikan ( Nurjanah et al , 2002).

2.4 Mutu Organoleptik Ikan

Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karekteristik

kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :

Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis ikan segar
9

Bau : segar spesifik jenis, bau rumput laut segar.

Daging : elastis, padat dan kompak

Rasa : netral agak manis.

2.5 Metode Penanganan Ikan

Penanganan Ikan Yang Baik adalah semua kegiatan yang dilakukan

terhadap ikan sejak ditangkap, di atas kapal, di darat dan pada saat

distribusi hingga sampai ke tangan konsumen atau siap untuk diolah.

Tujuannya yaitu mempertahankan kesegaran ikan selama mungkin, agar

tidak rusak dan tetap bernilai gizi tinggi. Prinsip yang harus dilakukan :

1. Memperlakukan ikan dengan cermat dan hati-hati

2. Segera menurunkan suhu atau mendinginkan ikan mencapai suhu

00C

3. Memperlaukan ikan secara bersih (saniter) dan sehat (hygiene)

4. Memperhatikan faktor waktu dan kecepatan kerja selama rantai

penanganan

Anda mungkin juga menyukai