Anda di halaman 1dari 102

KEAMANAN PANGAN DAN PERBANDINGAN MUTU ANTARA LAMA

WAKTU TANGKAP PADA CUMI (Loligo sp) YANG DIDARATKAN DI


PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) - LEMPASING

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

OLEH
M. RIZKY RIDHO YUSUF
NRP. 52163111463

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN


JAKARTA
2020
KEAMANAN PANGAN DAN PERBANDINGAN MUTU ANTARA LAMA
WAKTU TANGKAP PADA CUMI (Loligo sp) YANG DIDARATKAN DI
PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) - LEMPASING

OLEH:
M. RIZKY RIDHO YUSUF
NRP. 52163111463

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR


Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
Pada Politeknik Ahli Usaha Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA ILMIAH PRAKTEK AKHIR

Judul : Keamanan Pangan dan Perbandingan Mutu antara


Lama Waktu Tangkap pada Cumi (Loligo sp) yang di
Daratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) -
Lempasing

Nama : M. Rizky Ridho yusuf

NRP : 52163111463

Program Studi : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Arpan Nasri Siregar, A.Pi, M.ST.Pi Siti Zachro Nurbani, A.Pi., M.ST.Pi

Mengetahui,

Ilham, S.St,Pi.,M.Sc.,Ph.D Sujuliyani, S.St.Pi, M.Si

Direktur Politeknik AUP Ketua Program Studi

Tanggal Lulus: Agustus 2020


©Hak Cipta Politeknik Akademi Usaha Perikanan Jakarta, Tahun 2020 Hak
Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. pengutipan hanya untuk pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Sekolah Tinggi
Perikanan.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis


dalam bentuk apapun tanpa izin Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
ABSTRAK
M. RIZKY RIDHO YUSUF. NRP 52163111463. Jurusan Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan. Keamanan Pangan dan Perbandingan Mutu antara Lama Waktu
Tangkap pada Cumi (Loligo sp) yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP) - Lempasing. Di bawah bimbingan Arpan Nasri Siregar dan Siti Zachro
Nurbani

Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan salah satu sumberdaya dengan nilai


ekonomis penting yang menempati urutan ketiga, setelah ikan dan udang di
Indonesia.Potensi perikanan cumi-cumi di Laut Jawa (WPP RI 712) sebesar 5.000
ton/tahun. Tingginya potensi cumi-cumi ini harus di iringi dengan terjaganya mutu
cumi-cumi mulai penangkapan hingga ke tangan konsumen serta keamanan cumi-
cumi dari bahan-bahan kimia berbahaya yang beredar di masyarakat. Adapun
hasil yang didapatkan dari Praktik Lapangan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
– Lempasing penerapan rantai dingin yang dilakukan diatas kapal masih kurang
dikarenakan suhu pusat produk yang didapatkan ketika tahap pembongkaran
mencapai angka 13-16ºC dan hasil pengujian E-coli yang menunjukkan cumi yang
rata-rata mendapat hasil positif, namun untuk secara keseluruhan mutu produk
cumi ini dapat dikatakan baik dan layak untuk dikonsumsi dalam keadaan matang,
karena hasil mutu lainnya seperti organoleptik, ALT dan Salmonella sudah sesuai
ambang batas minimum SNI yang berlaku serta hasil pengujian Formalin yang
menunjukan hasil negatif. Dan hasil uji T menunjukkan tidak adanya perbedaan
mutu yang signifikan antara lama waktu tangkap pada cumi.
Kata kunci: Cumi-cumi, Mutu, Pelabuhan, Lempasing.
ABSTRAK
M. RIZKY RIDHO YUSUF. NRP 52163111463. Department of Fisheries Product
Processing Technology. Food Safety and Quality Comparison between the Length
of Capture Time for Squid (Loligo sp) Landed at the Coastal Fisheries Port (PPP)
- Lempasing. Under the guidance of Arpan Nasri Siregarand Siti Zachro Nurbani

Squid (Loligo sp.) Is a resource with an important economic value that ranks
third, after fish and shrimp in Indonesia. The potential of squid fisheries in the Java
Sea (WPP 712 RI) is 5,000 tons / year. The high potential of this squid must be
accompanied by the preservation of the quality of the squid from the capture to the
hands of consumers and the safety of the squid from hazardous chemicals
circulating in the community. As for the results obtained from the Field Practice at
the Port of Coastal Fisheries (PPP) - Lempasing the application of cold chains
carried out on the ship is still lacking due to the central temperature of the product
obtained when the demolition stage reaches 13-16ºC and E-coli test results that
show flat squid - the average gets positive results, but for the overall quality of this
squid product can be said to be good and suitable for consumption in a mature
condition, because other quality results such as organoleptic, ALT and Salmonella
are in accordance with the minimum SNI applicable limits and the results of
Formalin testing which show results negative. And the results of the T test showed
no significant difference in quality between the length of time captured in squid.
Keywords: Squid, Quality, Port, Lempasing.
RINGKASAN
M. RIZKY RIDHO YUSUF. NRP 52163111463. Jurusan Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan. Keamanan Pangan dan Perbandingan Mutu antara Lama
Waktu Tangkap pada Cumi (Loligo sp) yang Didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) - Lempasing. Di bawah bimbingan Arpan Nasri
Siregar dan Siti Zachro Nurbani

Pelabuhan perikanan merupakan pusat pemasaran hasil tangkapan,


dimana peran dan sarananya sangat penting dalam perekonomian suatu
pelabuhan yaitu mulai dari pendaratan sampai dengan pemasaran hasil
tangkapan. Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan salah satu sumberdaya dengan
nilai ekonomis penting yang menempati urutan ketiga, setelah ikan dan udang di
Indonesia.Potensi perikanan cumi-cumi di Laut Jawa (WPP RI 712) sebesar 5.000
ton/tahun.

Masalah keamanan pangan yang masih saja terjadi di Indonesia saat ini
antara lain kasus keracunan, ditemukannya pangan tercemar oleh kontaminan
mikrobiologi dan kontaminan kimia, penggunaan bahan tambahan illegal, dan
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) melebihi batas yang diijinkan.
Tingginya potensi cumi-cumi ini harus di iringi dengan terjaganya mutu cumi-cumi
mulai penangkapan hingga ke tangan konsumen serta keamanan cumi-cumi dari
bahan-bahan kimia berbahaya yang beredar di masyarakat.

Tujuan penelitian dan batasan masalah ini diantaranya Mengamati alur


penanganan cumi-cumi mulai dari cumi didaratkan di pelabuhan hingga cumi di
jual di pasar ikan, Mengukur suhu cumi-cumi mulai dari cumi didaratkan di
pelabuhan hingga di jual di pasar ikan, Menguji mutu cumi-cumi (Organoleptik,
ALT, E-Coli, dan Salmonella) serta Uji Formalin pada saat pembongkaran dan
Mengetahui Good Handling Practices (GHdP) dan Standard Sanitation Operating
Procedure (SSOP) di Pelabuhan.

Terdapat perbedaan alur proses pada kapal 1 hari dan kapal 7 hari,
dimana alur proses yang seharusnya Pembongkaran, Pelelangan kemudian
penjualan di Pasar Ikan, namun pada kapal 7 hari tidak melalui proses lelang dan
langsung di bawa ke pasar ikan untuk di jual. Dan terdapat biaya retribusi sebesar
5% untuk pelabuhan yang dibebankan 2,5% untuk nelayan dan 2,5% untuk
pengepul.

Penerapan rantai dingin juga masih terbilang buruk, hal tersebut dapat
dilihat pada hasil pembongkaran suhu cumi sudah mencapai angka 13 -16°C
sedangkan seharusnya suhu ketika ditangkap diturunkan dan dipertahankan di
angka 4°C, hal tersebut berarti masih kurangnya es yang dibawa oleh nelayan dan
kurang rapatnya palka pada kapal yang mengakibatkan tidak terjaganya suhu
palka apalagi untuk kapal yang berlayar 1–2 minggu seharusnya sudah
menggunakan kapal dengan fasilitas freezer untuk menjaga kualitas hasil
tangkapan. Hal yang masih perlu diperhatikan berikutnya adalah proses lelang
yang dilakukan di TPI Lempasing, fasilitas pelelangan masih dibilang kurang
memadai dimana pada proses lelang suhu cumi malah melonjak naik, hal tersebut
karena selama proses lelang cumi tidak diberi es dan di cuci hanya menggunakan
air biasa dengan suhu 25 - 27°C yang seharusnya di cuci menggunakan air yang
diberi es guna menjaga suhu ikan tetap rendah.

Jika dilihat dari tiap-tiap parameter antara 2 waktu tangkap, tidak terdapat
perbedaan yang nyata diantara keduanya, dari penilaian organoleptik cumi masih
terbilang baik karena masih mendapat rata-rata nilai 7, untuk penilaian ALT dan
Salmonella juga masih terbilang baik karena tidak melebihi ambang batas
cemaran pada SNI dan hasil pengujian formalin juga menghasilkan negatif. Namun
ada 1 parameter yang yang kurang baik yaitu e-coli yang menunjukan hasil positif.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa cumi di PPP lempasing layak untuk
dikonsumsi, mengingat bahwa masyarakat juga mengkonsumsi cumi dengan cara
dimasak terlebih dahulu sehingga memungkinkan e-coli yang terdapat pada cumi
hilang setelah dimasak.

Good Handling Practices dan Standard Sanitation Operating Procedure di


PPP Lempasing telah sesuai dengan PER - DJPT No. 84 Tahun 2013, hanya pada
tahap pembongkaran dan pengangkutan ikan penerapan rantai dinginnya kurang
diperhatikan, dan untuk persyaratan suhu dan tempat penyimpanan di PPP
Lempasing tidak ada alat kapal yang berfreezer karena waktu oprasi hanya 1 hari
paling lama 14 hari dan pendinginannya tidak menggunakan air laut dan tidak ada
alat pengontrol suhu. Untuk kebersihan dan perlengkapan masih kurang,
pembersihan dek kapal dibersihkan hanya dengan disiram dengan menggunakan
air laut saja. Hal yang paling fatal adalah terdapat hasil positif e-coli pada pengujian
es balok yang digunakan untuk penangkapan sehingga menjadi sumber
kontaminan pada produk. Tidak adanya bahan kimia dan bahan berbahaya yang
ditemukan di atas kapal maupun di darat. Kebersihan dan kesehatan karyawan
masih kurang, masih ada yang menangani produk dalam kondisi sedang merokok
dan makan tetapi tidak ada ABK yang meludah dikapal. Tidak ada program pest
control karena tidak ada binatang diatas kapal.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat Rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktik Akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Pada Laporan praktik akhir ini dengan judul "Keamanan Pangan dan
Perbandingan Mutu antara Lama Waktu Tangkap pada Cumi (Loligo sp) yang
di Daratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) - Lempasing”.

Penulis menyadari bahwa pembuatan Laporan praktik akhir ini masih


terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca Laporan ini, sehingga Laporan praktik akhir ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca dan pada kegiatan selanjutnya bisa
lebih baik lagi. Semoga Laporan praktik akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Jakarta, Agustus 2020

Penulis

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan praktik akhir dengan judul
"Keamanan Pangan dan Perbandingan Mutu antara Lama Waktu Tangkap
pada Cumi (Loligo sp) yang di Daratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
- Lempasing”.

Dengan terselesaikan Laporan praktik akhir ini, penulis mengucapkan


terima kasih kepada bapak Arpan Nasri Siregar, A.Pi, M.ST.Pi dan ibu Siti
Zachro Nurbani, A.Pi, M.St.Pi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan semangat selama pembuatan laporan praktik akhir.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Ilham, S.St.Pi.,M.Sc.,Ph.D. Selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha


Perikanan Jakarta.
2. Ibu Sujuliyani, S.St.Pi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan.
3. Orang Tua, Saudara, Serta Seluruh Keluarga yang Turut Mendoakan
Dalam Penyusunan Karya Ilmiah Praktik Akhir.
4. Semua Pihak yang telah Membantu Dalam Menyelesaikan Laporanl ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan di dalam penyusunan Laporan ini,
dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
rangka menyempurnakan laporan ini. Akhir kata penulis mengharapkan agar
laporan ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membacanya.

Jakarta, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .........................................................................................i
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................viii
1. PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1. Latar Belakang....................................................................................1


1.2. Tujuan.................................................................................................2
1.3. Batasan Masalah ................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................3
2.1. Deskripsi Cumi-cumi (Loligo sp)..........................................................3

2.1.1. Klasifikasi Cumi-cumi ................................................................3


2.1.2. Morfologi Cumi-cumi .................................................................3
2.2. Penanganan Ikan Hasil Tangkapan yang didaratkan ..........................4
2.2.1. Penanganan Ikan saat Pembongkaran .....................................5
2.2.2. Penanganan Ikan saat Pelelangan ...........................................5
2.3. Pendinginan ........................................................................................6

2.3.1. Definisi Pendinginan .................................................................6

2.3.2. Metode Pendinginan .................................................................6


2.4. Mutu Ikan ............................................................................................8
2.4.1. Mutu Kesegaran Ikan ...............................................................8
2.4.2. Faktor Kemunduran Mutu Ikan.................................................10

2.4.3. Kemunduran Mutu Ikan............................................................12


2.4.3.1. .Akibat Aktivitas Enzim ........................................................ 13

2.4.3.2. .Akibat Aktivitas Mikroba ..................................................... 13


2.4.3.3. .Akibat Aktivasi Oksidasi ..................................................... 14

iii
2.5. Keamanan Pangan .............................................................................15

2.5.1. Permasalahan Kemanan Pangan .............................................15


2.5.2. Penggunaan Formalin...............................................................16
2.6. Pelabuhan Perikanan..........................................................................17

2.6.1.. Fungsi Pelabuhan Perikanan ................................................... 17


2.6.1.1. Fungsi Maritim ................................................................... 17

2.6.1.2. Fungsi Pemasaran ............................................................. 18


2.6.1.3. Fungsi Jasa ....................................................................... 18
2.6.2. Peran Pelabuhan Perikanan .................................................... 19
2.6.3. Klasifikasi Pelabuhan

2.7. Penerapan Kelayakan Dasar ..............................................................22


2.7.1. Penerapan Good Handling Practices (GDhP) ..........................22
2.7.2. Penerapan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) 23

3. METODE PRAKTIK ...................................................................................25

3.1. Waktu dan Tempat..............................................................................25


3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................25
3.2.1. Alat ...........................................................................................25

3.2.2. Bahan .......................................................................................25


3.3. Metode Kerja ......................................................................................25
3.3.1. Teknik Penanganan Cumi-cumi ................................................25
3.3.2. Penerapan Rantai Dingin ..........................................................25

3.3.3. Mutu Cumi-cumi........................................................................26


3.3.3.1. Pengujian Organoleptik ......................................................26
3.3.3.2. Pengujian ALT ...................................................................26
3.3.3.3. Pengujian E-coli .................................................................27
3.3.3.4. Pengujian Salmonella ........................................................27

3.3.3.5. Pengujian Formalin ............................................................28


3.3.4. Penerapan Kelayakan Dasar ....................................................28

iv
3.4. Analisis Data .......................................................................................28

3.4.1. Analisa Deskriptif ......................................................................29


3.4.2. Analisa Komparatif ....................................................................29
4. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTIK ......................................................31

4.1. Sejarah Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing ...............................31


4.2. Letak Secara Geografis ......................................................................31

4.3. Tempat Pendaratan Ikan.....................................................................31


4.4. Visi dan Misi Perikanan Pantai Lempasing .........................................32
4.5. Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing ...........................32
4.5.1. Fasilitas Pokok ..........................................................................32

4.5.2. Fasilitas Penunjang ...................................................................33


4.5.3. Fasilitas Fungsional...................................................................33
4.6. Hasil Produksi dan Nilai Produksi .......................................................33

4.7. Unit Penangkapan Ikan .......................................................................34


4.8. Jumlah Nelayan Di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing ..............34
5. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................36
5.1. Penanganan Cumi ..............................................................................36

5.1.1. Tahap Pembongkaran ...............................................................36


5.1.2. Tahap Pelelangan .....................................................................37
5.1.3. Penanganan saat Penjualan di Pasar Ikan ................................39
5.2. Penerapan Rantai Dingin pada Cumi ..................................................40

5.3. Mutu Cumi ..........................................................................................42


5.3.1. Nilai Organoleptik ......................................................................42
5.3.2. Nilai ALT ...................................................................................43
5.3.3. Nilai E.coli .................................................................................45
5.3.4. Nilai Salmonella ........................................................................46

5.3.5. Hasil Formalin ...........................................................................47


5.4. Penerapan Kelayakan Dasar ..............................................................48

v
5.4.1. Penerapan Good Handling Practices (GHdP)............................48

5.4.2. Penerapan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) ..49


6. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................52

6.1. Kesimpulan .........................................................................................52

6.2. Saran ..................................................................................................53


DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Cumi ....................................10


2. Kriteria Pelabuhan Perikanan di Indonesia Berdasarkan Tipenya ..........21
3. Fasilitas Pokok di PPP Lempasing .........................................................32
4. Fasilitas Penunjang di PPP Lempasing ..................................................33
5. Fasilitas Fungsional di PPP Lempasing..................................................33
6. Volume Produksi (Kg) Ikan di PPP Lempasing yang dominan ................34
7. Hasil Produksi dan Nilai Produksi di PPP Lempasing tahun 2015-2019 .34
8. Jumlah Kapal di PPP Lempasing tahun 2018 .........................................34
9. Jumlah Nelayan di PPP Lempasing tahun 2019 .....................................35
10. Suhu Setiap Tahapan pada Lama Waktu Tangkap yang Berbeda .........40
11. Hasil Rata-rata Pengujian Organoleptik..................................................43
12. Hasil Pengujian ALT ...............................................................................44
13. Hasil Pengujian E-coli ............................................................................45
14. Hasil Pengujian Salmonella ....................................................................46
15. Hasil Pengujian Formalin........................................................................47
16. Hasil Pengujian Air dan Es .....................................................................50

vii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

1. Struktur Anatomi Cumi-cumi (Loligo sp) .................................................5

2. Alur Pengujian Formalin .........................................................................29

3. a) Tahap Sortasi.....................................................................................37

b) Tahap Pencucian ...............................................................................37


4. Hasil Tangkapan CUmi dengan Wadah Bambu Besek ..........................38
5. Proses Lelang TPI .................................................................................39
6. Pengangkutan Menggunakan Gerobak ..................................................39
7. a) Grafik Perubahan Suhu pada Kapal 1 Hari ........................................41
b) Grafik Perubahan Suhu pada Kapal 1 Minggu ...................................41

viii
1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi Lampung memiliki sumberdaya perikanan laut yang sangat besar


mencapai 388.000 ton/tahun. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lempasing
merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Provinsi Lampung yang tidak terlepas
dari aktivitas pemasaran hasil tangkapan (Putri, 2017). Pelabuhan perikanan
merupakan pusat pemasaran hasil tangkapan, dimana peran dan sarananya sangat
penting dalam perekonomian suatu pelabuhan yaitu mulai dari pendaratan sampai
dengan pemasaran hasil tangkapan (Lubis, 2011). Jumlah kapal yang ada di
pelabuhan Lempasing yaitu sebanyak 264 kapal dengan lama layar antara 1 hari
sampai dua minggu. Alat tangkap yang digunakan di PPP Lempasing seperti kapal
purse seine, payang, jaring insang hanyut, rampus, pancing, pelele, gardan, dan
bagan. Produksi hasil perikanan di PPP Lempasing terdiri dari berbagai macam jenis
hasil tangkapan, antara lain tenggiri (Scomberomorus commenson), kembung
(Rastreliger kanagurta), layur (Trichiurus Lepterus), tongkol (Euthynnus spp.), selar
(Selaroides Leptolepis), dan cumi (Loligo sp) (PPP Lempasing, 2016).

Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan salah satu sumberdaya dengan nilai


ekonomis penting, mengandung nilai gizi yang tinggi dengan cita rasa yang khas.
Bagian yang dapat dimakan (edible portion) mencapai hamper 100%, karena
termasuk hewan lunak (Phyllum Mollusca) dengan cangkang yang sangat tipis
(Pralampita dkk, 2002). Pada tahun 2012, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Lampung melakukan pengujian sampel produk yang diduga berformalin yang diambil
dari pasar SMEP Bandar Lampung dan ternyata ditemukan cumi-cumi yang positif
berformalin (Anonim, 2012). Segala Kelebihan pada potensi cumi-cumi ini harus di
iringi dengan terjaganya mutu cumi-cumi mulai penangkapan hingga ke tangan
konsumen serta keamanan cumi-cumi dari bahaya formalin yang beredar di
masyarakat.

Memperhatikan hal tersebut, maka penulis dalam penulisan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini mengambil judul “KEAMANAN PANGAN DAN PERBANDINGAN MUTU
ANTARA LAMA WAKTU TANGKAP PADA CUMI (Loligo sp) YANG DIDARATKAN
DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LEMPASING – LAMPUNG”.
2

1.2. Tujuan

Tujuan praktik akhir ini adalah


1) Mengetahui alur penanganan cumi-cumi.
2) Mengetahui penerapan rantai dingin pada cumi
3) Mengetahui Mutu dan keamanan pangan cumi antara kapal yang yang
berlayar 1 hari dan 1 minggu.
4) Mengamati Kelayakan Dasar

1.3. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada praktik akhir ini adalah :


1) Mengamati alur penanganan cumi-cumi mulai dari cumi didaratkan di
pelabuhan hingga cumi di jual di pasar ikan.
2) Mengukur suhu cumi-cumi mulai dari cumi didaratkan di pelabuhan hingga
di jual di pasar ikan.
3) Menguji mutu cumi-cumi (Organoleptik, ALT, E-Coli, dan Salmonella) dan Uji
Formalin pada saat pembongkaran.
4) Mengetahui Good Handling Practices (GHdP) dan Standard Sanitation
Operating Procedure (SSOP).
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Cumi-cumi (Loligo sp)

2.1.1. Klasifikasi Cumi-cumi

Suntung dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan cumi-cumi


merupakan kelompok hewan cephalopoda (memiliki kaki di kepala) yang
termasuk dalam golongan hewan invertebrate (tidak bertulang belakang).
Suntung adalah kelompok hewan Cephalopoda atau jenis moluska yang hidup
di laut. Nama Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti kaki kepala, hal ini
karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari
kepala. Seperti semua Cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki
kepala yang berbeda (Sarwojo, 2005).

Menurut Saanin (1984) dalam Nursinar dkk (2015) klasifikasi cumi-cumi


adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Cephalopoda

Subkelas : Coleoidea

Ordo : Teuthoidea

Family : Loligonidae

Genus : Loligo

Spesies : Loligo sp.

2.1.2. Morfologi Cumi-cumi

Cumi-cumi merupakan binatang lunak dengan tubuh berbentuk


silindris.Sirip-siripnya berbentuk trianguler atau radar yang menjadi satu pada
ujungnya.Pada kepalanya di sekitar luabang mulut terdapat 10 tentakel yang
dilengkapi dengan alat penghisap (sucker). Tubuh terdiri dari isi rongga tubuh
(visceral mass) dan mantel.Lapisan isi rongga tubuh berbentuk silinder dengan
dinding sebelah dalam tipis dan halus.Mantel yang dimilikinya berukuran tebal,
berotot, dan menutupi isi rongga tubuh pada seluruh isi serta mempunyai tepi
4

yang disebut leher (Pelu, 1989 dalam Nursinar dkk, 2015). Struktur anatomi
cumi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Anatomi Cumi-cumi (Loligo sp) (Nursinar dkk,


2015).

2.2. Penanganan Ikan Hasil Tangkapan yang didaratkan


Hasil perikanan umumnya didaratkan di pelabuhan - pelabuhan ikan atau
TPI. Penanganan ikan di tempat pendaratan ikan atau TPI dilakukan oleh ABK
kapal ikan, petugas pemasaran (lelang) dari TPI, pedagang ikan segar atau
pengolah ikan yang membeli bahan bakunya langsung di TPI. Di sini hasil
perikanan masih harus dipertahankan kesegarannya dengan cara pengesan.
Kebersihan lantai pun harus mendapat perhatian utama dalam pekerjaan -
pekerjaan penanganan pasca tangkap, karena lantai yang kotor akan sangat
mudah menularkan mikroba pada hasil perikanan. Oleh karena itu pencucian di
lantai TPI harus dilakukan sebelum saat hasil perikanan di daratkan dari kapal.
Biasanya hasil - hasil perikanan yang didaratkan di TPI sudah mengalami
sortasi jenis dan ukuran atau perlakuan - perlakuan sejak masih di kapal. Dengan
demikian pada saat hasil perikanan didaratkan maka tinggal diadakan pelelangan
atau penjualan. Ikan - ikan ditempatkan pada keranjang plastik menurut jenis dan
ukurannya. Pada keranjang - keranjang plastik yang berisi ikan diberi es untuk
menghindari kenaikan suhu yang cepat. Pelelangan dilakukan pada pagi atau sore
hari. Pelelangan pada waktu siang hari jarang dikerjakan dan sebaiknya dihindari
karena suhu pada waktu siang hari cukup tinggi sehingga kerusakan ikan dapat
dihindari (Hadiwiyoto, 1993).
5

2.2.1. Penanganan Ikan Saat Pembongkaran


Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah
daratan dan lautan yang digunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan
ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan
didistribusikan (Lubis, 2011).
Penanganan ikan saat pembongkaran harus sesuai teknik pembongkaran
ikan diatas kapal (SNI 8088 : 2014), yaitu :
1) Penyiapan geladak kerja, geladak kerja dibersihkan dan terlindung dari panas
sinar matahari. Geladak kerja disiram dengan air yang bersih dan disikat
sampai bersih, terpal dipasang di atas geladak kerja untuk melindungi ikan
dari panas matahari. Es ditaburkan di geladak kerja untuk menjaga rantai
dingin.
2) Pengecekan suhu ikan, ikan sampel diambil secara acak, bagian tubuh ikan
yang tebal ditusuk sampai bagian tubuh ikan dan dimasukkan thermometer.
Setelah beberapa saat dimana indikator thermometer stabil, catat suhu yang
ditunjukkan.
3) Pembongkaran ikan di palka, ikan dikeluarkan dari palka dan diletakkan di atas
geladak kerja dengan hati - hati. Untuk menghindari kerusakan pada ikan di
dalam palka, maka digunakan papan sebagai tumpuan orang yang bekerja di
dalam palka. Pembongkaran ikan besar menggunakan alat tali yang ditarik
orang atau dengan katrol, sedangkan ikan yang kecil menggunakan keranjang
atau serok jaring.
4) Memindahkan ikan dari geladak kerja ke alat pengangkutan, ikan dipindahkan
dengan atau tanpa keranjang ke dalam alat pengangkutan dengan hati - hati.
Untuk memudahkan pemindahan ikan dari kapal ke alat pengangkut dapat
digunakan papan peluncur. Tumpukan ikan dalam alat pengangkut
disesuaikan sehingga bagian ikan terbawah tidak rusak. Alat pengangkut
diberi tutup untuk melindungi panas matahari.
2.2.2. Penanganan Ikan Saat Pelelangan
Pelelangan ikan merupakan suatu aktivitas utama terpenting di pelabuhan
perikanan yang perlu dikelola secara optimal, karena aktivitasnya berpengaruh
terhadap penerimaan hasil penjualan nelayan, yang pada tahap selanjutnya
menentukan berapa besar pendapatan nelayan (nelayan pemilik dan nelayan
buruh). Pelelangan ikan merupakan salah satu mekanisme pemasaran ikan yang
6

bertujuan mendapatkan harga yang layak, baik bagi nelayan maupun pedagang
(Lubis, 2011).
Pelelangan yang efektif memerlukan pengeloalaan yang baik, transparan,
dan memiliki keinginan untuk menjaga mutu produk yang dilelang. Semakin efektif
dan efisien pelelangan ikan, semakin besar kemungkinan diperoleh harga yang
optimal (Syafruddin dkk, 2014) .
Berikut ini hal - hal prinsip yang perlu diperhatikan selama penanganan ikan
dari pembongkaran sampai pengangkutan di TPI (Junianto, 2003), yaitu kontrol
suhu ikan selama penanganan agar selalu dingin, perkecil sentuhan fisik secara
langsung dengan ikan, hindari sengatan langsung sinar matahari pada tubuh ikan,
dan perkecil terjadinya kontaminasi terhadap ikan.
2.3. Pendinginan

2.3.1. Definisi Pendinginan

Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang


terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu ruangan tersebut
bersamaan isinya agar selalu lebih rendah daripada suhu di luar ruangan. Dengan
mendinginkan ikan sampai 0ºC dapat memperpanjang masa kesegaran ikan
antara 8 - 12 hari sejak ikan ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan, cara
penanganan dan teknik pendinginannya. Proses pendinginan hanya mampu
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat aktivitas
mikroorganisme. Aktivitas akan kembali normal jika suhu tubuh ikan kembali naik
(Adawyah, 2014).
2.3.2. Metode Pendinginan

Menurut Adawyah (2014), Pendinginan dapat dilakukan dengan beberapa


metode diantaranya:
1) Pendingian dengan Es
Cara penanganan ikan dengan es sangat beragam tergantung pada tempat,
jenis ikan, es harus dicampurkan dengan ikan sedemikian rupa sehingga
permukaan ikan bersinggungan dengan es, maka pendingian ikan akan
berlangsung lebih cepat sehingga pembusukan dapat segera dihambat.
Faktor yang penting dalam proses pendinginan ikan adalah kecepatan.
Semua pekerjaan harus dilaksanakan secara cepat agar suhu ikan cepat turun. Es
yang digunakan harus berukuran kecil, makin kecil ukuran es maka makin banyak
7

permukaan yang bersinggungan dengan es, sehingga proses pendinginan akan


berlangsung lebih cepat.
Suhu rendah sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Psychrophilic (bakteri yang senang pada suhu rendah dan hidup pada suhu 0ºC -
30ºC, dengan suhu optimum 15ºC) jenis bakteri inilah yang bertanggung jawab
terhadap pembusukan ikan berlemak sedikit.
2) Pendinginan dengan Es Kering
Es kering adalah CO2 yang dipadatkan. Gas CO2 sebagai hasil sampingan dari
pupuk urea, berupa gas yang tidak berwarna, berasa asam, sedikit berbau lunak
dan menghasilkan gas panas bertekanan tinggi. Daya pendinginan es kering jauh
lebih besar dari es biasa dalam berat yang sama. Es kering tidak boleh menempel
langsung pada ikan yang didinginkan karena suhu yang sangat rendah (-78ºC )
dapat merusak kulit dan daging ikan.
3) Pendinginan dengan Air Dingin
Air dingin dapat mendinginkan ikan dengan cepat karena persinggungan yang
lebih baik daripada pendinginan dengan es. Berbeda dari es yang tidak naik
suhunya ketika mendinginkan ikan, jika air dingin dicampur dengan ikan maka
suhu air akan naik secara drastis. Pendinginan dengan air dingin banyak dilakukan
di pabrik - pabrik pengolahan ikan. Jika ikan yang didinginkan jumlahnya sangat
banyak, maka dapat digunakan mesin pendingin untuk mendinginkan air dan
mempertahankan agar suhu air tidak lebih lebih dari 5ºC. Pengadukan air
diperlukan agar suhu di dalam bak merata dan pendinginan berlangsung lebih
cepat.
Menurut Adawyah (2014), Cara yang paling mudah untuk mendinginkan ikan
adalah menggunakan es. Es mendinginkan dengan cepat tanpa banyak
mempengaruhi keadaan ikan, serta biaya murah. Berdasarkan bentuknya terdapat
5 kelompok es sebagai berikut :
1) Es Balok (block Ice), yaitu balok es dengan ukuran 12 - 60 kg/balok. Sebelum
dipakai es balok harus dipecahkan terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran.
2) Es Tabung (tube ice), yaitu es berbentuk tabung kecil yang siap untuk dipakai.
3) Es keping tebal (plate ice), yaitu es dalam bentuk lempengan besar setebal 8-
15 mm, kemudian dipecahkan menjadi potongan - potongan kecil dengan
diameter kurang dari 5 cm, agar siap dipakai untuk mendinginkan ikan.
8

4) Es keping tipis (flake ice), yaitu berupa lempengan - lempengan tipis dan tebal
5 mm, diameter 3 cm, merupakan hasil pengerukkan dari lapisan es yang
terbentuk diatas permukaan pembeku yang berbentuk silinder.
5) Es halus (slurry ice), berupa butiran - butiran yang sangat halus (diameter ± 2
mm) dan lembek, dan umumnya sedikit berair. Mesin yang digunakan
umumnya berukuran kecil dan dipakai oleh pabrik pengolahan ikan untuk
memproduksi es dalam jumlah kecil untuk mengawetkan ikan di lingkungan
pabrik.
2.4. Mutu Ikan

Menurut Ilyas (1983), mutu mengandung arti nilai - nilai tertentu yang
diinginkan pada suatu material, produk atau jasa. Seperti pada hasil pertanian
umumnya, hasil perikanan pun mengandung paling kurang beberapa aspek mutu,
antara lain :
1) Aspek bio-tekno-ekonomis (pertanian/perikanan). Hasil perikanan secara
biologis mengandung nilai gizi yang secara teknologi dimanfaatkan dengan
memperhatikan nilai teknologis dan ekonomis dengan menerapkan kaidah
ekonomi.
2) Aspek sanitasi dan higienis (kesehatan). Mutu gizi dan higienis yang memenuhi
persyaratan kesehatan, yang tidak membahayakan kesehatan.
3) Aspek komersial. Nilai komersial produk perikanan yang dapat dipindah-
pindahkan kepada pihak lain melalui penggolongan mutu (grade grading).
4) Aspek industrial. Nilai mutu pada produk yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan
industrial. Misalnya pemanfaatan sesuatu jenis minyak ikan untuk tujuan
industri kosmetik.
5) Aspek hukum (legal). Nilai mutu yang terkandung pada sesuatu produk
perikanan ditinjau dari segi peraturan perundang - undangan.
2.4.1. Mutu Kesegaran Ikan

Kualitas ikan yang baik adalah ikan masih segar. Ikan segar adalah ikan yang
masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun
teksturnya (Adawyah, 2014). Paramater untuk menentukan kesegaran ikan terdiri
atas faktor - faktor fisika, organoleptik, dan mikrobiologi. Sementara kesegaran
cumi-cumi dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah
dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu sebagai
berikut :
9

1) Kenampakan Luar
Cumi masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak kusam.
Keadaaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi.
Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak
ditemukan tanda - tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin
kusam, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi
lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.
2) Bau
Cumi segar dapat dibedakan berdasarkan baunya, cumi memiliki bau yang
khas cumi, dan segar seperti air laut.
3) Tekstur
Kualitas cumi ditentukan oleh teksturnya. Cumi yang masih segar, bertektur
kompak, padat dan juga elastis.. Setelah cumi mati, beberapa jam kemudian cumi
menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan dagingnya, maka makin lama
kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes - tetes air yang mengalir
keluar, dan cumi kehilangan kekenyalannya.
Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan segar dengan parameter
organoleptik, cemaran mikroba, cemaran logam, kimia dan histamin, residu kimia,
parasit sesuai dengan standar SNI 2731.1: 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Cumi
Jenis uji Satuan Persyaratan
a Sensori Angka (1-9) Minimal 7
b Cemaran mikroba
- ALT koloni/g Maksimal 5,0 x 10 5
- Escherichia coli APM/g Maksimal <3
- Salmonella per 25 g Negatif
- Vibrio cholerae* per 25 g Negatif
- Vibrio parahaemolyticus* APM/25 g Maksimal <3
c Cemaran kimia*
- Kadmium (Cd) mg/kg Maksimal 1,0
- Merkuri (Hg) mg/kg Maksimal 1,0
- Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 1,5
d Fisika
º
- Suhu pusat C Maksimal -18
CATATAN * bila diperlukan sesuai permintaan pasar
Sumber : BSN 2731.1:2010
2.4.2. Faktor Kemunduran Mutu Ikan

Kerusakan yang paling menonjol adalah kerusakan yang disebabkan oleh


enzim dan bakteri, yaitu kerusakan yang mengakibatkan pembusukan. Secara
kronologis, proses pembusukan itu berjalan melalui empat tahap yaitu hyperaemia,
rigor mortis, autolysis, bacterial decomposition (Murniyati dan Sunarman, 2000).
10

Menurut Ilyas (1983), Faktor yang mempengaruhi mutu ikan adalah:


1) Pengaruh Faktor Alami dan Biologis
(1) Jenis ikan
Jenis kerang - kerangan, udang, ikan berlemak dan lain - lain, umumnya lebih
pendek daya awetnya dibandingkan dengan jenis bandeng, cakalang dan lain -
lain.
(2) Ukuran ikan
Umumnya ikan yang berukuran kecil agak lebih cepat menurun mutunya
dibanding ikan yang berukuran besar.
(3) Kondisi biologis ikan
Ikan yang dalam kondisi kenyang saat ditangkap (feedy fish) perut dan dinding
perutnya segera diurai oleh enzim isi perut yang mengakibatkan perubahan warna.
Tingkat kedewasaan seksual juga mempunyai pengaruh terhadap kecepatan
penurunan mutu dan pembusukan. Mutu dan daya awet ikan basah dipengaruhi
pula oleh kondisi bakterial ikan, menurut jumlah dan jenis bakteri yang terdapat
pada ikan.
(4) Musim
Daya simpan ikan pada musim panas yang hangat sering lebih pendek. Daya
awet ikan itu berfluktuasi secara musiman menurut suhu.
(5) Wilayah penangkapan
Perbedaan dalam wilayah dapat juga berpengaruh terhadap daya awet, dan
terlihat jelas berbagai gejala pengaruh lingkungan yang belum diketahui faktor
penyebabnya.
(6) Suhu air saat ikan ditangkap
Air yang bersuhu tinggi apabila ikan agak lama berada di dalam air sebelum
diangkat, dapat mempercepat proses penurunan mutunya.
2) Pengaruh Cara Penangkapan
Cara kematian ikan, ikan yang berjuang keras menghabiskan tenaganya
sebelum mati terbukti lebih cepat membusuk dari pada ikan yang mati dengan
cepat. Gejala tersebut berhubungan dengan cadangan glikogen otot dan semakin
kecilnya penurunan pH ikan.
Cara penangkapan mempengaruhi mutu ikan sehingga perlu diperhatikan
penyesuaian antara metode dan jenis alat tangkap dengan jenis ikan yang
ditangkap.
3) Pengaruh Cara Penanganan
11

Penanganan di kapal, untuk memperoleh ikan yang bermutu dan daya awet
panjang dan pada suhu rendah (mendinginkan ikan). Ikan yang ditangkap segera
dicuci bersih dari kotoran dan lumpur, dipisahkan menurut jenis ikan dan ukuran
ikan lalu segera disimpan dalam es.
Cara pembongkaran dan pendaratan, yang sangat mempengaruhi mutu
adalah kalau suhu ikan meningkat menjadi panas yang berlansung lama, serta
terjadinya pencemaran ikan oleh kecerobohan dan kelalaian.
Cara penanganan di darat, transportasi, dan distribusi. Hal ini yang
berpengaruh buruk pada ikan adalah ikan mengalami kenaikan suhu, penanganan
yang ceroboh, mengulur waktu, serta terkena oleh pencemaran. Hasil penelitian
menunjukan bahwa faktor - faktor utama yang mempengaruhi mutu ikan, baik
didaratkan dari laut maupun yang tangani didarat adalah penerapan suhu rendah
(pendinginan), kecermatan, kebersihan, dan kecepatan bekerja (faktor waktu).
2.4.3. Kemunduran Mutu Ikan
Ada beberapa faktor yang diketahui sehubungan dengan kegiatan
penanganan ikan baik di atas kapal maupun di tempat pendaratan ikan, di
pelelangan ikan dan di pasar ikan yaitu terutama yang berkaitan dengan terjadinya
proses penurunan mutu ikan setelah mati. Setelah ikan mati maka mulailah
terjadinya serangkaian perubahan yang mengarahkan kepada penurunan suhu,
penurunan mutu ini disebabkan beberapa faktor utama yaitu aktifitas enzim,
mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran
ikan menurun, sehingga proses perubahan ini mengarah pembusukan. Urutan
proses perubahan yang terjadi pada ikan setelah mati meliputi perubahan pre-
rigor, rigor mortis, dan post-rigor (Junianto, 2003).
1) Tahap pre-rigor
Perubahan pre-rigor merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di
bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagaian besar terdiri dari
glukoprotein yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri. Pada tahap
ini perubahan biokimia terjadi sebelum ikan kaku. Saat ini yang mengalami
perubahan adalah perombakan ATP yang akan menghasilkan energi. Glikogen
dan glukosa bebas di dalam daging juga akan mengalami penguraian menjadi
asam laktat dan menghasilkan ATP. Hal ini mengakibatkan keadaan daging
menjadi asam sehingga aktivitas enzim ATPase keratin fosfokinase meningkat.
2) Tahap rigor mortis
12

Perubahan rigor mortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan


kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati,
sirkulasi darah berhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan
glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan
menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah ATP serta ketidakmampuan
jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Waktu yang diperlukan ikan untuk
masuk dan melewati fase rigor mortis ini tergantung pada spesies, kondisi fisik
ikan, derajat perjuangan ikan sebelum mati, ukuran, cara penangkapan, cara
penanganan setelah penangkapan, dan suhu selama penyimpanan. Proses rigor
mortis dikehendaki selama mungkin karena proses ini dapat menghambat proses
penurunan mutu oleh aksi mikroba.
3) Tahap post-rigor
Pada tahap ini daging ikan akan kembali menjadi lunak secara perlahan -
lahan sampai mencapai tingkat optimal derajat penerimaan konsumen. Keadaan
ini merupakan hasil kerja enzim dalam tubuh ikan dan prosesnya dinamakan
autolisis. Keadaan ini berlangsung singkat karena bakteri segera berkembang,
yang hanya dapat ditunda dengan pendinginan atau pembekuan daging. Adapun
tanda - tanda autolisis pada daging ikan adalah otot - otot daging lumpuh,
sarkoplasmatik protein sebagian terhidrolisa, banyak protein yang dapat diekstrak,
derajat keasaman (pH) daging sekitar 6,7 – 7,0.
Adapun perubahan autolisis pada daging ikan adalah proses enzimatis -
protease, menyebabkan terurainya protein menjadi senyawa yang lebih
sederhana, melibatkan penghasilan bau, menyebabkan pH ke arah yang lebih
alkali, menyebabkan perubahan tekstur, proses hanya diperlambat dengan
penurunan suhu.
2.4.3.1. Akibat Aktivitas Enzim
Setiap sel jaringan tubuh ikan mengandung enzim yang bertindak sebagai
katalisator dalam pembangunan dan penguraian kembali setiap senyawa dan zat
merupakan komponen kimia ikan. Pada ikan yang masih hidup, kerja enzim selalu
terkontrol sehingga aktivitasnya menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri.
Setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif
namun sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol tidak
berfungsi lagi. Akibatnya enzim dapat merusak organ tubuh ikan. Peristiwa ini
disebut autolisis dan berlangsung setelah ikan melewati fase rigor mortis. Ciri
terjadinya perubahan secara autolisis ini adalah dengan dihasilkannya amoniak
13

sebagai hasil akhir. Penguraian protein dan lemak dalam autolisis menyebabkan
perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan. Autolisis tidak dapat dihentikan
walaupun dalam suhu yang sangat rendah. Biasanya proses autolisis akan selalu
diikuti dengan meningkatkan jumlah bakteri. Pasalnya, semua hasil penguraian
enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk
pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya (Junianto, 2003).
2.4.3.2. Akibat Aktivitas Mikroba
Selama ikan hidup, bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, insang,
saluran darah, dan permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerang bagian -
bagian tubuh ikan. Hal ini disebabkan bagian - bagian tubuh ikan tersebut
mempunyai batas pencegah (barrier) terhadap penyerangan bakteri. Setelah ikan,
kemampuan barrier tadi hilang bakteri segera masuk kedalam daging ikan melalui
keempat bagian tadi. Jumlah bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan ada
hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup.
Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas,
Alcagines, Micrococcus, Sarcina, Vibrio, Favobacterium, Crynebacterium,
Serratia, dan Bacillus. Bakteri - bakteri ini mencapai 80% dari total flora pada ikan.
Perbedaan jenis ikan jumlah bakteri yang dijumpai pada ikan disebabkan oleh
perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak geografis, cara
penangkapan, dan cara penanganan ikan.
Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai perubahan yaitu lendir
menjadi lebih pekat, bergetah, amis, mata terbenam, dan pudar sinarnya, serta
insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan bau busuk (Junianto,
2003).
Menurut Junianto (2003), Bakteri merupakan anggota mikroorganisme
terbanyak pada tubuh ikan, dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan
temperatur hidupnya, yaitu:
1) Bakteri Termofil
Termofil adalah mikroba yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan 45-
60ºC dengan suhu minimum pertumbuhan 25-45ºC dan suhu maksimal 60-80ºC.
2) Bakteri Mesofil
Mikroba yang tergolong mesofil adalah mikroba yang mempunyai suhu
optimum 20-40ºC dengan suhu minimum pertumbuhan 10-20ºC, dan suhu
maksimum 40-45ºC.
3) Bakteri Psikrofil
14

Suhu rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba kecuali mikroba yang


tergolong psikrofil dan psikrotrof. Psikrofil adalah mikroba yang mempunyai suhu
optimum pertumbuhan 5-15ºC, dengan suhu minimum pertumbuhan -5ºC sampai
0ºC, dan suhu maksimum pertumbuhan 15-20ºC.
2.4.3.3. Akibat Aktivasi Oksidasi
Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak
sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan. Meskipun bau tengik tidak
berpengaruh terhadap kesehatan, bau ini sangat merugikan proses pengolahan
maupun pengawetan karena dapat menurunkan mutu dan daya jualnya.
Cara mencegah proses oksidasi adalah dengan mengusahakan sekecil
mungkin terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas disekelilingnya, yakni
dengan menggunakan ruang hampa udara dan pembungkus kedap udara,
menggunakan antioksidan atau menghilangkan unsur - unsur penyebab proses
oksidasi (Junianto, 2003).
2.5. Keamanan Pangan
Menurut Karsin (2004) pangan merupakan kebutuhan dasar yang
paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan.
Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral,
dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan
kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Dalam konteks pembangunan
nasional, pangan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi dalam mewujudkan
sumberdaya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara
optimal dalam pembangunan. Karena begitu penting peranannya, pangan
dapat dianggap sebagai kebutuhan dan modal dasar pembangunan serta
dijadikan indikator atas keberhasilan pembangunan.

Keamanan pangan adalah semua kondisi dan upaya yang diperlukan


selama produksi, prosesing, penyimpanan, distribusi dan penyiapan makanan
untuk memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat,
dan baik untuk konsumsi manusia (Joint FAO/WHO Expert Commitiee of Food
Safety yang diacu dalam Damayanthi (2004). Menurut UU Pangan nomor 7
Tahun 1996 keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda
lain yang dapat menganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia. Menurut Damayanthi (2004) sesungguhnya keamanan pangan itu
15

termasuk salah satu faktor mutu yang menentukan tingkat


penerimaan/pemuasan konsumen, tetapi karena begitu penting peranannya,
faktor mutu ini secara khusus disebutkan.

2.5.1. Permasalahan Keamanan Pangan

Menurut Rahayu (2007) masalah keamanan pangan yang masih saja


terjadi di Indonesia saat ini antara lain kasus keracunan, ditemukannya pangan
tercemar oleh kontaminan mikrobiologi dan kontaminan kimia, penggunaan
bahan tambahan illegal, dan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)
melebihi batas yang diijinkan. Lebih lanjut Rahayu (2007) melaporkan tentang
kasus pangan pada tahun 2005 terdapat 184 kejadian luar biasa (KLB)
keracunan pangan, dari 23.864 orang yang makan, 8.949 orang sakit, dan 49
orang meninggal dunia. Dari 184 kejadian tersebut, 28 kejadian disebabkan
dari pangan olahan, 33 kejadian dari pangan jajanan, 39 kejadian dari pangan
jasa boga, 78 kejadian dari masakan rumah tangga, dan 6 dari kejadian pangan
lain-lain. Selain itu hasil monitoring keamanan pangan yang dilakukan
terhadap 27.296 sampel pangan menunjukkan sekitar 10,49 % sampel pangan
tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan antara lain karena
penyalahgunaan formalin (1,03 %), penyalahgunaan boraks (1,12 %),
penyalahgunaan pewarna (1,63%), cemaran mikrobiologis (0,82%),
menggunakan pengawet dan pemanis melewati batas (3,88%) dan sekitar 2
% karena sebab-sebab lainnya (Rahayu 2007).

Menurut Anwar (2004) pangan yang tidak aman dapat menyebabkan


penyakit yang disebut dengan foodborne deseases yaitu gejala penyakit yang
timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa
beracun atau organisme patogen. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh
pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama yaitu infeksi dan
intoksikasi. Istilah infeksi digunakan bila setelah mengkonsumsi pangan atau
minuman yang mengandung bakteri patogen, timbul gejala-gejala penyakit.
Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi pangan
yang mengandung senyawa beracun.

2.5.2. Penggunaan Formalin

Formaldehid atau disebut juga formalin merupakan zat kimia berbahaya


bagi manusia sehingga sangat dilarang digunakan sebagai bahan baku
makanan, tetapi masih banyak produsen makanan seperti dalam pembuatan
16

mie basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis, bahkan dalam pembuatan
kecap masih menggunakan bahan formalin sebagai bahan tambahan untuk
mengawetkan makanan. Penggunaan bahan ini dimaksudkan agar bahan
makanan yang dijual bisa disimpan dalam jangka lama dan tidak mudah rusak
(Dewi, 2019).

Penelitian yang dilakukan (Sudjarwo dkk, 2013) mengatakan apabila


formalin masuk melalui saluran pencenaan akan menyebabkan nyeri hebat
disertai inflamasi, ulserasi dan nekronis membran mukosa lambung. Penelitian
(Ichya’uddin, 2014) menunjukkan dari total 40 sampel hasil sampling yang ada
di beberapa pasar tradisional wilayah Tuban, 28 sampel atau 70 % sampel
diantaranya positif mengandung formalin yang terdiri dari 18 sampel ikan asin
teri dan 10 sampel ikan asin layang.

Berdasarkan hasil monitoring Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu


Hasil Perikanan (2000) pada beberapa produk perikanan teridentifikasi positif
mengandung formalin yaitu produk Tofu Udang (Medan), Egg Tofu Shrimp
(Medan), Kerang Kupas (Medan dan Cirebon), dan Tahu Udang (Surabaya).
Penggunaan formalin tersebut ditujukan untuk meningkatkan daya awet
produk dan menjaga konsistensi atau kekenyalan produk.

2.6. Pelabuhan Perikanan


Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan
dan lautan yang digunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan
dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan
didistribusikan (Lubis, 2011).
2.6.1. Fungsi Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan tentunya berbeda dengan jenis pelabuhan lainnya
karena pelabuhan perikanan dikhususkan untuk aktivitas dibidang perikanan
tangkap. Terdapat 2 (dua) jenis pengelompokkan fungsi pelabuhan perikanan
ditinjau dari pendekatan kepentingan dan aktivitasnya. Kedua jenis kelompok
tersebut pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Fungsi
pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai
berikut, fungsi maritim, fungsi pemasaran, dan fungsi jasa.
2.6.1.1. Fungsi maritim
Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas - aktivitas yang bersifat
kemaritiman. Pelabuhan menjadi suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik
17

kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya. Dengan adanya fungsi
ini maka dapat diberikan contoh bahwa pada tipe pelabuhan perikanan besar atau
samudera, dicirikan kemaritimannya melalui penyedian fasilitas - fasilitas antara
lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapat
bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang agar kapal - kapal dapat bersandar
tanpa antrian sehingga kapal dapat membongkar ikannya secara cepat, serta
adanya rambu - rambu navigasi agar kapal - kapal aman untuk masuk dan keluar
pelabuhan.
2.6.1.2. Fungsi Pemasaran
Pelabuhan perikanan menjadi tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran
produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan. Proses
pemasaran ini berawal dari ikan - ikan yang telah didaratkan dibawa ke gudang
pelelangan ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Ikan disortir dan diletakkan
pada keranjang atau basket plastik, selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan
dicatat hasil transaksinya. Banyak pelabuhan di Indonesia penyortiran dilakukan di
atas kapal sehingga setelah ikan sampai di tempat pelelangan ikan tidak perlu
disortir lagi. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan - ikan yang telah dilelang
atau dibeli secara cepat dan kemudian diberi es untuk mempertahankan mutunya.
Ikan yang sudah dilelang atau dibeli kemudian dipasarkan dalam bentuk segar dan
diangkut dengan truk atau mobil bak terbuka dan atau mobil yang telah dilapisi
dengan sterofoam yang dilengkapi dengan sarana pendingin.
2.6.1.3. Fungsi Jasa
Meliputi seluruh jasa - jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai akan
didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi 5 bagian:
1) Jasa - jasa dapat melayani pendaratan ikan antara lain penyedian alat - alat
pengangkut ikan, keranjang - keranjang dan buruh pembongkar.
2) Jasa - jasa yang melayani kapal - kapal penangkap ikan antara lain
penyediaan bahan bakar, air bersih dan es.
3) Jasa - jasa yang menangani mutu ikan antara lain fasilitas cold storage, cool
room, pabrik es dan penyediaan air bersih.
4) Jasa - jasa yang melayani keamanan pelabuhan antara lain jasa pemanduan
bagi kapal - kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, syahbandar dan
beacukai yang masing - masing berfungsi memeriksa surat - surat kapal,
jumlah serta jenis barang yang dibawa.
18

5) Jasa - jasa pemeliharaan kapal antara lain fasilitas docking, slipways dan
bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin serta peralatannya
agar tetap dalam kondisi baik sehingga siap kembali melaut. Slipways adalah
alat untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal.
Selain fungsi pelabuhan berdasarkan kepentingannya terdapat juga fungsi
pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya yaitu sebagai pusat kegiatan
perikanan baik ditinjau dari segi aspek pendaratan atau pembongkaran,
pengolahan dan pemasaran ikan maupun pembinaan terhadap masyarakat
nelayan.
1) Fungsi pendaratan dan pembongkaran
Pelabuhan perikanan merupakan tempat pemusatan armada penangkap ikan
untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat berlabuh yang aman, menjamin
kelancaran pembongkaran ikan dan penyediaan bahan perbekalan.
2) Fungsi pengolahan
Fungsi pengolahan ini merupakan salah satu fungsi yang penting terutama
pada saat musim ikan yaitu untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis
terjual dalam bentuk segar atau untuk memenuhi industri pengolahan ikan.
Pengolahan ikan yang umumnya terdapat pada sebagian besar pelabuhan
perikanan Indonesia masih bersifat tradisional yang belum memperhatikan kualitas
ikan, sanitasi dan cara pengepakan yang baik.
3) Fungsi pemasaran ikan
Berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang
menguntungkan baik bagi nelayan. Sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan
ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah
kegiatan awal dari sistem pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk
mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan.
4) Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan
Pelabuhan perikanan dapat dijadikan sebagai lapangan kerja bagi penduduk
di sekitarnya dan sebagai tempat pembinaan masyarakat perikanan seperti
nelayan, pedagang, pengolah dan buruh angkut agar mampu menjalankan
aktivitasnya dengan baik.
2.6.2. Peran Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan berperan penting dalam penanganan hasil tangkapan
yang didaratkan. Hasil tangkapan ikan yang didaratkan haruslah ditangani dengan
19

sebaik - baiknya untuk menghindari menurunnya mutu. Peran pelabuhan


perikanan:
1) Penanganan untuk mempertahankan mutu dan memberikan nilai tambah
terhadap hasil tangkapan yang didaratkan. Pelabuhan perikanan hendaknya
mampu memberikan jasa terkait penanganan mutu hasil tangkapan yang
didaratkan. Penanganan yang dilakukan seperti memasukkan ikan ke dalam
cold room sesaat setelah di daratkan agar terjaga mutunya atau memberikan
es secukupnya.
2) Mampu melakukan pembongkaran secara cepat dan penyeleksian ikan
secara cermat. Ikan merupakan komoditas yang bersifat perishable atau
mudah membusuk sehingga perlu dilakukan pembongkaran cepat dan
penyeleksian yang cermat. Faktor - faktor yang memperlambat
pembongakaran adalah tertundanya waktu bongkar, baik karena terjadinya
antrian bongkar di pelabuhan maupun pendangkalan di kolam pelabuhan
sehingga kapal harus berlabuh jauh dari pantai dan melakukan pengangkutan
secara manual ke tepi pantai atau dermaga. Keterlambatan waktu bongkar
mengakibatkan turunnya mutu ikan atau produsen harus mengeluarkan biaya
ekstra untuk membeli es sebagai pengawet.
3) Mampu memasarkan ikan yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun
pedagang melalui aktivitas pelelangan ikan. Pelabuhan perikanan sebagai
pusat ekonomi perikanan merupakan satu komponen penting dalam sistem
perikanan tangkap yang perlu dimanfaatkan, diorganisir dan dikelola sebaik -
baiknya. Pelelangan ikan merupakan suatu aktivitas utama tepenting di
pelabuhan perikanan, sehingga perlu dikelola secara optimal. Aktivitas lelang
ini berpengaruh terhadap kelayakan harga ikan sehingga akan menentukan
berapa besar pendapat nelayan (nelayan pemilik dan nelayan buruh).
Pelelangan ikan merupakan satu - satunya mekanisme pemasaran ikan yang
bertujuan untuk mendapatkan harga yang layak baik bagi nelayan maupun
pedagang. Dampak mekanisme pemasaran tanpa lelang mengakibatkan
peran bakul/tengkulak untuk menekan harga ikan semakin besar, sehingga
harga jual ikan dari nelayan menjadi tidak layak. Nelayan hanya berperan
sebagai penerima harga (price taker) karena posisi tawar yang lemah atau
bahkan tidak berperan sama sekali.
4) Mampu melakukan pendataan produksi hasil tangkapan yang didaratkan
secara akurat melalui sistem pendataan yang benar. Pendataan hasil
20

tangkapan pertama kali dilakukan di pelabuhan perikanan sehingga tidak


akuratnya data di pelabuhan akan mencerminkan ketidakakuratan data secara
nasional. Pendataan perikanan laut di pelabuhan semakin penting dan perlu
mendapat perhatian serius dari berbagai pihak terkait. Peranan data dan
informasi sangat diperlukan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi hasil
pembangunan.
2.6.3. Klasifikasi Pelabuhan
Kriteria pelabuhan perikanan di Indonesia berdasarkan tipenya dapat dibagi
menjadi empat (4) kelas pelabuhan seperti Pelabuhan Perikanan Samudera
(PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dengan kriteria yang berbeda - beda
sesuai dengan kelas pelabuhannya. Kriteria setiap kelas pelabuhannya dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Kriteria Pelabuhan Perikanan di Indonesia Berdasarkan Tipenya
Kelas Pelabuhan Kriteria
Pelabuhan Perikanan Samudera  Melayani kapal perikanan yang melakukan
(PPS) kegiatan perikanan di laut teritorial, zona
ekonomi eksklusif Indonesia, dan laut lepas.
 Memiliki fasilitas tambat laut untuk kapal
perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60
GT.
 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300
m, dengan kedalaman kolam sekurang-
kurangnya minus 3 m.
 Mampu menampung sekurang-kurangnya
100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan
sekurang-kurangnya 6000 GT kapal
perikanan sekaligus.
 Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan
ekspor.
 Terdapat industri perikanan.
Pelabuhan Perikanan Nusantara  Melayani kapal perikanan yang melakukan
(PPN) kegiatan perikanan laut teritorial dan zona
ekonomi eksklusif Indonesia.
 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal
perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30
GT.
 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150
m, dengan kedalaman kolam sekurang-
kurangnya minus 3.
 Mampu menampug sekurang-kurangnya 75
kapal perikanan atau jumlah keseluruhan
sekurang-kurangnya 2250 GT kapal
perikanan sekaligus.
 Terdapat industri perikanan.
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)  Melayani kapal perikanan yang melakukan
kegiatan perikanan di perairan pedalaman,
perairan kepulauan dan laut teritorial.
21

 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal


perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10
GT.
 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100
m, dengan kedalaman kolam sekurang-
kurangnya minus 2 m.
 Mampu menampung sekurang-kurangnya 30
kapal perikanan atau jumlah keseluruhan
sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan
sekaligus.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)  Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal
perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3
GT.
 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m,
dengan kedalaman kolam minus 2 m.
 Mampu menampung sekurang-kurangnya 20
kapal perikanan atau jumlah keseluruhan
sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan
sekaligus.
Sumber : Lubis, 2011
2.7. Penerapan Persyaratan Kelayakan Dasar
Aspek yang dinilai pada ceklis program persyaratan dasar itu ada 2 aspek,
yaitu Good Handling Practices (GHdP) dan Sanitation Standard Operating
Procedure (SSOP) agar penanganan baik yang di atas kapal maupun penanganan
dilakukan sesuai prosedur agar tidak terkontaminasi oleh bakteri pathogen (PER -
DJPT No. 84 Tahun 2013).
2.7.1. Penerapan Good Handling Practices (GHdP)
Berdasarkan ceklis program persyaratan dasar Good Handling Practices
(GHdP) adalah :
1) Lingkungan Tempat Pembongkaran Ikan
a) Tidak terdapat genangan air dan debu yang berlebihan di tempat
pembongkaran ikan.
b) Tersedia fasilitas selasar untuk menghindari terik matahari pada saat
pembongkaran.
c) Tidak terdapat kendaraan yang mengeluarkan asap yang dapat
mempengaruhi mutu hasil tangkapan di area bongkar.
d) Tidak terdapat binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil tangkapan
di area pembongkaran.
e) Mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup.
f) Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai pembongkaran ikan,
wadah atau peralatan yang digunakan harus dibersihkan dan dibilas
dengan air bersih atau air laut bersih.
22

2) Kontruksi Kapal Perikanan


a) Permukaaan yang kontak langsung dengan ikan terbuat dari bahan yang
kedap air, tidak merusak kondisi fisik ikan, tidak korosif, dan mudah
dibersihkan.
b) Kapal perikanan didesain dan dikontruksi sehingga tidak menyebabkan
kontaminasi produk dari air kotor, limbah, minyak oli, atau bahan - bahan
lainnya.
c) Kontruksi dan tata letak palka kapal sesuai dengan persyaratan sanitasi
dan higiene serta mudah dibersihkan.
3) Pembongkaran dan Pengangkutan Ikan
a) Pembongkaran ikan dilakukan dengan hati - hati, cepat dan menghindari
sinar matahari langsung.
b) Pada saat dan setelah pembongkaran, ikan diletakkan di tempat atau
wadah penampung yang bersih dan higiene, memenuhi persyaratan rantai
dingin, tidak merusak ikan dan melindungi ikan dari kontaminasi.
c) Perlengkapan yang dipakai pada saat pembongkaran ikan dalam kondisi
baik dan tidak mengakibatkan kontaminasi pada produk.
d) Diangkut dengan menggunakan kendaraan yang dapat mempertahankan
suhu sesuai dengan yang dipersyaratkan serta tidak mengkontaminasi
produk ikan.
4) Persyaratan Suhu dan Tempat Penyimpanan Ikan
a) Kapal penangkap dan pengangkut ikan dengan freezer harus memiliki
peralatan pembekuan yang cukup kapasitasnya untuk menurunkan suhu
secara cepat sehingga mencapai suhu ikan sama atau kurang dari -18ºC.
b) Kapal yang dilengkapi dengan pendingin dengan air bersih dingin, tempat
penyimpanan ikan harus dilengkapi dengan peralatan yang menjamin
kondisi suhu yang merata pada seluruh bagian tangki dengan suhu <5ºC.
c) Jumlah dan sarana penyimpanan ikan mencukupi untuk memuat ikan.
d) Terdapat dokumen rekaman pengontrolan suhu pada palka ikan atau
tempat penyimpanan ikan.
2.7.2. Penerapan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
Berdasarkan ceklis program persyaratan dasar Standard Sanitation Operating
Procedure (SSOP) adalah :
1) Air. Es, dan BBM
a) Pasokan air yang cukup.
23

b) Pasokan es yang cukup.


c) Air dan es ditempatkan pada tempat yang layak dan tidak terkontaminasi.
d) Air yang digunakan harus memenuhi standar air bersih.
e) Es ditangani sesuai dengan persyaratan sanitasi.
f) Es tidak digunakan kembali untuk ikan lain.
g) BBM tidak dapat mengkontaminasi palka ikan, air dan es.
h) BBM ditempatkan dalam tempat khusus.
2) Peralatan dan Perlengkapan yang Kontak Lansung dengan Produk
a) Peralatan dan wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik.
b) Peralatan dan wadah yang kontak langsung dengan produk, dicuci, dan
disanitasi sebelum dan sesudah digunakan.
3) Kebersihan Ruangan dan Peralatan
a) Peralatan kebersihan tersedia, dan jumlahnya memadai.
b) Ruang yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan dipelihara
kebersihannya dan sanitasinya.
c) Terdapat tempat sampah atau limbah dengan jumlah yang cukup.
4) Bahan kimia dan bahan berbahaya, ditempatkan dalam wadah khusus dan
tidak mencemari produk.
5) Limbah padat dan limbah lainnya, penanganan sampah dan limbah dilakukan
dengan baik.
6) Kebersihan dan Kesehatan ABK
a) ABK yang menangani hasil perikanan mendapatkan pelatihan dalam GHdP
dan SSOP.
b) Kondisi kesehatan ABK yang menangani hasil tangkapan tidak menjadi
sumber kontaminasi produk.
c) ABK tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum selama
menangani ikan.
7) Pest Control
a) Tidak terdapat binatang pengerat, serangga dan binatang lainnya di sekitar
ruangan kapal, terutama pada ruangan yang lansung berhubungan dengan
produk hasil tangkap.

Terdapat program penanganan binatang (pest control) yang efektif pada kapal
perikanan (untuk kapal - kapal berfreezer).
24

3. METODE PRAKTIK

3.1. Waktu dan Tempat

Praktik akhir dilaksanakan pada tanggal 17 Februari sampai dengan 15 Mei


2020, di PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Lempasing - Lampung dan pengujian
mutu di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil Perikanan (PMHP).
3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Kapal yang akan diamati adalah kapal yang mendapatkan hasil cumi-cumi.
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu ketika pembongkaran hingga penjualan
berupa thermometer digital, scoresheet organoleptik cumi beku (SNI
2731.1:2010), coolbox untuk menyimpan sampel yang akan di uji mutunya di
laboratorium BKIPM, kamera untuk mengambil gambar yang dibutuhkan sebagai
laporan dan ceklis kelayakan dasar (Good Handling Practices dan Standard
Sanitation Operating Procedure) untuk di pelabuhan.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah cumi-cumi (Loligo sp) segar untuk pengujian
organoleptik cumi, pengujian ALT, E-Coli, dan TVB-N pada saat pembongkaran
ikan serta pengujian formalin pada saat penjualan eceran. Bahan - bahan yang
sesuai dengan pengujian ALT (SNI 2332.3:2015), E-coli (SNI 2332.1:2015), dan
Salmonella (SNI 01-2332.2-2006) serta pengujian formalin menggunakan Test-kit.
3.3. Metode Kerja
3.3.1. Teknik Penanganan Cumi-cumi
Mengamati teknik penanganan cumi pada saat pendaratan hingga ke
pasar ikan, pengamatan dilakukan dengan terlibat langsung pada saat praktik di
lapangan. Serta melakukan wawancara dan pengisian kuisioner pada nelayan
untuk mengetahui penanganan ikan diatas kapal.
3.3.2. Penerapan Rantai Dingin
Pengukuran suhu ikan mulai dari pembongkaran hingga ke pasar ikan
menggunakan thermometer digital sebanyak 7 kali pengukuran dan 3 kali
pengulangan.
25

3.3.3. Mutu Cumi-cumi

3.3.3.1. Pengujian Organoleptik

Pengujian organoleptik cumi-cumi menggunakan score sheet organoleptik cumi


beku setelah di thawing sesuai dengan SNI 2731.1:2010. Pengujian organoleptik
dilakukan pada saat pembongkaran oleh 6 orang panelis standar yang dilakukan
sebanyak 7 kali pengamatan (dimana terdapat 2 perlakuan, 7 kali pada kapal yang
berlayar 1 hari dan 7 kali pada kapal yang berlayar 1 minggu). Dengan rumus
sebagai berikut :

∑𝑛
𝑖=0(𝑥𝑖 −𝑥)
2
S2 =
𝑛

S =

P (x – (1,96.s/ )) ≤ µ ≤ (x + (1,96.s/ ))

Keterangan :
n : banyaknya panelis
S2 : keragaman nilai mutu
1,96 : koefisien standar deviasi pada taraf 5%
𝑥 : nilai mutu rata-rata
xi : nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3,....n
s : simpangan baku nilai mutu
P : nilai organoleptik

3.3.3.2. Pengujian ALT

Pengujian ALT dilakukan sesuai dengan SNI 2332.3:2015, tentang penentuan


ALT pada produk perikanan. Pengambilan sampel ikan cumi-cumi pada saat
pembongkaran palka. Setelah sampel diambil kemudian dilakukan pengujian di
Laboraturium Penerapan Mutu Hasil Perikanan (PMHP). Jarak dari Pelabuhan ke
Laboratorium berkisar 8 km dengan waktu kisaran 17 menit. Penanganan sampel
yang akan diuji, dari Pelabuhan ke Laboratorium menggunakan coolbox yang
didalamnya diberi es secukupnya agar rantai dingin tetap terjaga. Pengujian
dilakukan 3 kali pengujian pada 2 perlakuan (dimana 3 kali pada hasil tangkapan
kapal yang berlayar 1 hari dan dan 3 kali kapal yang berlayar 1 minggu). Hasil uji
26

ALT di catat dan dihitung jumlah total koloni. Perhitungan ALT dihitung dengan
rumus sebagai berikut :

∑C
𝑁=
[(1 x 𝑛1) + (0,1 x 𝑛2)] (𝑑)

Dimana :
N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per gram
∑C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d : Pengenceran pertama yang dihitung
3.3.3.3. Pengujian E-coli

Pengujian E-coli dilakukan sesuai dengan SNI 2332.1:2015, tentang


penentuan E-coli pada produk perikanan. Pengambilan sampel cumi-cumi pada
saat pembongkaran palka. Setelah sampel diambil kemudian dilakukan pengujian
di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil Perikanan (PMHP). Jarak dari Pelabuhan
ke Laboratorium berkisar 8 km dengan waktu kisaran 17 menit. Penanganan
sampel yang akan diuji, dari Pelabuhan ke Laboratorium menggunakan coolbox
yang di dalamnya diberi es secukupnya agar rantai dingin tetap terjaga. Pengujian
dilakukan 3 kali pengujian pada 2 perlakuan (dimana 3 kali pada hasil tangkapan
kapal yang berlayar 1 hari dan dan 3 kali kapal yang berlayar 1 minggu).
3.3.3.4. Pengujian Salmonella

Pengujian Salmonella dilakukan sesuai dengan SNI 01-2332.2-2006,


tentang penentuan Salmonella pada produk perikanan. Pengambilan sampel
cumi-cumi pada saat pembongkaran palka. Setelah sampel diambil kemudian
dilakukan pengujian di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil Perikanan (PMHP).
Jarak dari Pelabuhan ke Laboratorium berkisar 8 km dengan waktu kisaran 17
menit. Penanganan sampel yang akan diuji, dari Pelabuhan ke Laboratorium
menggunakan coolbox yang di dalamnya diberi es secukupnya agar rantai dingin
tetap terjaga. Pengujian dilakukan 3 kali pengujian pada 2 perlakuan (dimana 3
kali pada hasil tangkapan kapal yang berlayar 1 hari dan dan 3 kali kapal yang
berlayar 1 minggu).
27

3.3.3.5. Pengujian Formalin

Pengujian formalin dilakukan menggunakan test-kit dengan seri Chem Kit


No.C-CF001.50, pengambilan sampel dilakukan ketika bahan baku dijual di pasar
ikan dengan 3 kali pengujian pada 2 perlakuan (dimana 3 kali pada hasil tangkapan
kapal yang berlayar 1 hari dan dan 3 kali kapal yang berlayar >1 hari). Cara
pengujian dapat dilihat pada Gambar 2.

Ambil 10 gr sampel (iris kecil-kecil)

Tambahkan 20 ml air panas lalu aduk dan biarkan dingin

Ambil 5 ml air campuran (airnya saja). Tambahkan 4 tetes reagent


A dan 4 tetes reagen B

Kocok dan tunggu 5-10 menit

Amati perubahan warna yang terbentuk, jika terbentuk warna


keruh berarti bahan yang diuji positif (+) mengandung formalin

Gambar 2. Alur pengujian Formalin


3.3.4. Penerapan Kelayakan Dasar

Melakukan pengamatan langsung terhadap cara penanganan yang baik


(Good Handling Practices) dan kondisi sanitasi dan higiene (Standard Sanitation
Operating Procedure). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan check list
GHdP (Good Handling Practices) dan SSOP (Standard Sanitation Operating
Procedure) sesuai PER-DJPT No. 84 tahun 2013.
3.4. Analisis Data

Analisis data dilakukan sebagai upaya untuk mengubah data hasil praktik
menjadi informasi yang karakteristiknya dapat dipahami dan bermanfaat dalam
pengambilan kesimpulan sesuai dengan tujuan dan batasan masalah secara jelas,
cermat dan sistematis.
28

3.4.1. Analisa Deskriptif


Analisa deskriptif yaitu penyajian yang dilakukan dengan menjelaskan hal-
hal yang diamati selama masa praktik sesuai dengan batasan masalah kemudian
dianalisis dan diolah yang selanjutnya dikaji dengan referensi yang ada sesuai
dengan tujuan dan batasan masalah yang telah ditetapkan, sekaligus melukiskan
secara sistematis fakta tertentu dengan aktual dan cermat.
3.4.2. Analisa Komparatif
Analisa komparatif yaitu penyajian data berupa perbandingan data antara
2 atau lebih perlakuan, dimana perlakuan yang berbeda disini adalah waktu
tangkap antara 2 jenis kapal yang digunakan untuk hasil organoleptik dan ALT.
Salah satu analisa komparatif yang bisa digunakan adalah uji T.

Uji T
Uji t hanya digunakan untuk menguji parameter organoleptik dan ALT yang
bertujuan untuk mengetahui perbedaan dua mean dari dua distribusi data. Ada
dua macam teknik analisa uji-t, yaitu uji-t cuplikan kembar dan uji-t amatan
ulangan. Penerapan teknik analisa uji-t yang akan digunakan sesuai dengan
metode dan rancangan penelitian yang digunakan. Rancangan penelitian yang
bertujuan untuk membedakan dua variable sebab terhadap satu variable akibat.
Hasil analisis yang diharapkan adalah perbedaan mean distribusi data variable
bebas lainnya. Maka teknik analisis uji-t yang tepat digunakan adalah uji-t cuplikan
kembar.

𝑀𝑋1 − 𝑀𝑋2
t=
𝑆

Keterangan :

t : Nilai hitung

𝑀𝑋1 : Nilai rata-rata (mean) hitung kelompok 1

𝑀𝑋2 : Nilai rata-rata (mean) hitung kelompok 2

S : Salah baku perbedaan antar dua mean


29

Rumus salah baku perbedaan antar dua mean adalah sebagai berikut.

∑ 𝑥 12 + ∑ 𝑥 22 1 1
S = √{ }𝑥 { + }
𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑛1 𝑛2

Keterangan :
S = salah baku perbedaan antar dua mean
x1 = jumlah skor simpangan x1
x2 = jumlah skor simpangan x2
n1 = jumlah subyek dalam kelompok satu
n2 = jumlah subyek dalam kelompok dua

Setelah diperoleh nilai t hitung, selanjutnya dilakukan uji signifikansi yaitu


menguji kebermaknaan nilai t hitung dalam menjawab masalah yang diteliti. Uji
signifikansi nilai t hitung dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung
dengan nilai t tabel pada taraf signifikansi yang telah ditetapkan. Ada dua
kemungkinan hasil uji signifikansi, yaitu signifikan atau tidak signifikan. Jika nilai t
hitung lebih besar dari pada nilai t tabel maka berarti ada perbedaan signifikan,
maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada perbedaan antara perlakuan pada
kelompok pertama dan kelompok kedua ditolak. Berarti ada perbedaan yang
signifikan antara mean data kelompok pertama dengan mean data kelompok
kedua. Jika nilai t hitung lebih kecil dari t tabel berarti tidak ada perbedaan yang
signifikan, maka hipotesis nihil diterima. Berarti tidak ada perbedaan yang
signifikan antara mean data kelompok pertama dengan mean data kelompok
kedua. Untuk menguji signifikansi diperlukan nilai t tabel yang dapat dibaca pada
lampiran setiap buku statistik.
30

4. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTIK


4.1. Sejarah Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing
Pembangunan Pelabuhan Perikanan ini berawal dari semakin
berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kota Bandar Lampung. Selain itu,
semakin meningkatnya permintaan masyarakat Kota Bandar Lampung khususnya
dan masyarakat Propinsi Lampung pada umumnya terhadap kebutuhan ikan segar
dari tahun ke tahun.
Pembangunan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pelabuhan Perikanan (UPTD-
PP) ditetapkan berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 3 Tahun 2001
dan terakhir dirubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 62 Tahun 2014
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Daerah
pada dinas dalam lingkup Provinsi Lampung.
UPTD PPP Propinsi Lampung menyatakan bahwa perencanaan
pembangunan PPP Lempasing sudah dilakukan sejak tahun 1982. PPP
Lempasing mempunyai peranan sangat strategis dalam usaha pengembangan
usaha perikanan tangkap yaitu sebagai pusat atau sentra kegiatan terutama yang
berada diperairan Teluk Lampung Provinsi Lampung.
4.2. Letak Secara Geografis
Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5º20’ - 5º30’ LS dan
105º28’ - 105º37’ BT. Ibukota Propinsi Lampung terletak di Teluk Lampung yang
terletak di ujung selatan pulau Sumatera. Luas kota Bandar Lampung adalah 197
km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara administrasi, kota
Bandar Lampung berbatasan dengan:
a) Bagian Utara: Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
b) Bagian Selatan: Kecamatan Padang Cermin dan Kecamatan Ketibung,
Kabupaten Lampung Selatan serta Teluk Lampung.
c) Bagian Barat: Kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin Kabupaten
Lampung Selatan.
d) Bagian Timur: Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.
4.3. Tempat Pendaratan Ikan

Pendaratan ikan di PPP Lempasing berasal dari hasil tangkapan kapal-kapal


perikanan milik nelayan Bandar Lampung, Tanggamus, Lampung Selatan,
Lampung Timur dan Pesawaran. Setiap ikan hasil tangkapan nelayan yang
didaratkan di TPI Lempasing dijual oleh Nelayan melalui proses pelelangan ikan
dan dipungut retribusi sebesar 5 %, yang dibebankan kepada nelayan 2,5% dan
31

bakul (pedagang ikan) 2,5%. Selanjutnya pedagang ikan akan mendistribusikan


untuk dijual dipasar dalam bentuk ikan segar, yaitu :

1) Pasar lokal/Provinsi Lampung ± 95 % (Bandar Lampung, Metro, Bandar


Jaya, Pringsewu, Kotabumi, Menggala, Kalianda, Kota Agung, Sukadana,
Krui dan lain-lain).
2) Pasar domestik/regional diluar Provinsi Lampung (Jakarta, Serang,
Tanggerang, Bogor dan lain-lain).
3) Pasar eksport yaitu untuk komoditas udang laut, rajungan, Ubur-ubur dan
kerapu.
4.4. Visi dan Misi Perikanan Pantai Lempasing
Visi : terwujudnya Pelabuhan Perikanan Pantai sebagai pusat pelayanan dan
bisnis perikanan secara terpadu.
Misi :
1) Meningkatkan pelayanan dan menjadikan sentra bisnis usaha - usaha
perikanan terpadu dalam peningkatan konsumsi ikan, penyediaan bahan baku
industri.
2) Meningkatkan kualitas mutu dan harga ikan yang didaratkan dan distribusikan
kedaerah pendaratan.
3) Memberikan kesempatan berusaha yang sama dan searah iklim yang
kondusif.
4) Meningkatkan mutu, pemasaran, distribusi dan nilai tambah hasil perikanan.
5) Mewujudkan pusat data dan informasi perikanan.
6) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan yang
bertanggung jawab.
7) Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4.5. Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing
4.5.1. Fasilitas Pokok
Fasilitas pokok merupakan fasilitas yang harus ada pada pelabuhan.
Tabel 3. Fasilitas Pokok di PPP Lempasing
No Fasilitas Pelabuhan Volume
2
1 Lahan (m ) 42.500
2 Dermaga (m2) 275
3 Kolam pelabuhan (m2) 27.500
4 Turap / Revetmen (m2) 87
5 Rambu Navigasi (buah) 4
Sumber: Profil PPP Lempasing (2018)
32

4.5.2. Fasilitas Penunjang


Fasilitas penunjang merupakan fasiltas yang tidak secara langsung
meningkatkan peran pelabuhan agar para pelaku kegiatan di pelabuhan mendapat
kenyamanan dalam melakukan aktifitas.
Tabel 4. Fasilitas penunjang di PPP Lempasing
No Fasiltas Pelabuhan Volume
1 Tempat ibadah 1
2 Kendaraan roda dua (unit) 2
3 Mess Operator 2
4 Pertokoan 2
5 Pos Jaga 2
6 Fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCM) (m2) 36
Sumber: Profil PPP Lempasing (2018)
4.5.3. Fasilitas Fungsional
Fasilitas fungsional merupakan fasilitas suprastruktur yang berfungsi untuk
meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang kapasitas
di pelabuhan.
Tabel 5. Fasilitas fungsional di PPP Lempasing
No Fasilitas Pelabuhan Volume
1 Gedung TPI (m2) 520
2 Telepon (unit) 1
3 Internet (Mbps) 150
4 Radio Komunikasi (SSB) (unit) 9
5 Rambu – rambu (unit) 4
6 Instalasi BBM (m) 42
7 Lapak Es (m2) 36
8 Dock/Slipway (m) 420
9 Bengkel (unit) 1
10 Tempat Perbaikan Jaring (m2) 339
11 Lapak Ikan (m2) 770
12 Transit Shed (m2) 400
13 Kantor Administrasi Pelabuhan (m2) 15
14 Transportasi (unit)
- Mobil 1
- Motor 3
15 Tempat Pembuangan Sampah (buah) 11
Sumber: Profil PPP Lempasing (2018)

4.6. Hasil Produksi dan Nilai Produksi


Produksi hasil perikanan di PPP Lempasing terdiri dari berbagai macam jenis
hasil tangkapan, antara lain tongkol (Euthynnus spp.), kembung (Rastreliger
kanagurta), cumi (Loligo sp), tanjan, layur (Trichiurus Lepterus), selar (Selaroides
Leptolepis), dan tenggiri (Scomberomorus commenson).
33

Tabel 6. Volume Produksi (kg) Ikan di PPP Lempasing yang Dominan


Volume Produksi (kg) Ikan di PPP Lempasing yang Dominan
Bulan
Tongkol Kembung Cumi Kurisi Layur Selar Tenggiri
1 767 1.336 50 625 1.610 728 29
2 2.030 1.201 702 900 315 807 68
3 5.578 3.409 4.181 705 1.313 1.796 349
4 2.595 1.082 352 639 636 1.657 108
5 16.039 716 547 2.139 473 1.278 65
6 36.341 1.524 1.561 1.318 3.907 3.279 76
7 26.737 735 648 4.517 561 114 211
8 11.765 2.061 61 3.687 897 585 274
9 2.520 1.255 119 2.069 2.221 51 245
10 3.870 932 115 2.162 805 353 172
11 5.511 914 1.518 1.439 532 92 103
12 14.130 1.171 582 2.621 663 420 271
Sumber. Profil PPP Lempasing (2019)
Tabel 7.Hasil Produksi dan Nilai Produksi di PPP Lempasing tahun 2015 - 2019
Tahun Produksi (kg) Nilai produksi (Rp)
2015 592.994 9.546.789.310
2016 406.883 5.033.761.930
2017 470.855 6.004.917.491
2018 324.364 4.759.692.805
2019 305.322 4.176.994.692
Sumber: Profil PPP Lempasing (2019)

4.7. Unit Penangkapan Ikan


Alat tangkap yang digunakan di PPP Lempasing umumnya merupakan alat
tangkap dengan ukuran yang tidak terlalu besar.
Tabel 8. Jumlah kapal di PPP Lempasing tahun 2018
No Nama Alat Jumlah Kapal
1 Bagan 67
2 Purse seine 19
3 Pancing 24
4 Arad 63
5 Payang 39
6 Jaring Insang 25
7 Pelele 27
Jumlah 264
Sumber: Profil PPP Lempasing (2019)
4.8. Jumlah Nelayan Di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing
Nelayan di PPP Lempasing terdiri dari nelayan lokal yaitu nelayan yang
bermukim di Lempasing. Nelayan - nelayan ini berasal dari Jawa Timur, Indramayu
dan Cirebon. Selain itu, PPP Lempasing sering juga disinggahi nelayan - nelayan
pendatang yang berasal dari Sibolga, Jawa (Tegal, Cirebon, Indramayu) dan
Bugis.
34

Tabel 9. Jumlah nelayan di PPP Lempasing tahun 2019


Nelayan Jumlah (orang)
Purse seine 620
Jaring Milinium 426
Payang 413
Jaring Insang 211
Pancing 132
Pelele 113
Jumlah 1.915
Sumber: Profil PPP Lempasing (2019)
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penanganan Cumi
Cumi merupakan salah satu sumberdaya ekonomis penting dengan nilai gizi
yang tinggi dengan cita rasa khas dan dengan bagian yang bisa dimakan (edible
portion) hampir 100%. Alur penanganan cumi dilakukan pada 2 waktu tangkap
yaitu 7x pengamatan pada kapal 1 hari dengan alat tangkap purse sein dan 7x
pengamatan pada kapal 1 minggu dengan alat tangkap cantrang. Adapun data
hasil tangkapan selama praktik dapat dilihat pada Lampiran 1. dengan hasil
tangkapan pada cumi sekitar 8–14% dari total hasil tangkapan. Setelah kapal
bersandar di dermaga tahapan proses berikutnya adalah sebagai berikut.

Kapal 1 hari Kapal 1 minggu

Gambar 3. Alur proses di pelabuhan


Terdapat perbedaan alur proses pada kapal 1 hari dan 1 minggu, yaitu tidak
terdapatnya proses lelang pada kapal 1 minggu dikarenakan kapal 1 minggu
sudah bekerja sama dengan Usaha Dagang (UD) yang berada di Pasar Ikan
sehingga hasil tangkapan dialihkan ke pasar ikan dan tidak dilelang untuk umum.
5.1.1. Tahap Pembongkaran
Kapal yang sandar di PPP Lempasing untuk melakukan pembongkaran dan
nahkoda kapal wajib melapor kepada pihak pelelangan untuk memberitahu hasil
tangkapnya dan mengambil karcis di KUD Mina Jaya. Pembongkaran dilakukan
untuk semua kapal pada pagi hari mulai pukul 04.30 - 08.00 WIB. Lama
pembongkaran selama ±30 menit setiap kapal 1 hari dan ±1 jam untuk kapal 1
Minggu, tergantung dari jumlah hasil tangkapan yang didapat pada hari itu. Jumlah
kapal yang mendarat setiap harinya berbeda-beda tergantung dari cuaca, apabila
curah hujan sedang tinggi tidak banyak kapal yang berlayar 1 hari yang berlayar.
Persiapan sebelum dilakukan pembongkaran, lantai dek kapal disiram terlebih
dahulu dengan air laut dan mempersiapkan peralatan seperti keranjang yang akan
digunakan sebagai tempat ikan. Saat pembongkaran ikan disortir kembali di dek
kapal sesuai jenis ikan yang kemudian ikan yang sudah disortir diletakkan di
36

keranjang. Pada saat penyortiran ABK tidak menggunakan sarung tangan dan ikan
tidak ditambahkan es di geladak kapal saat menyortir ikan untuk menjaga rantai
dingin, kemudian dicuci kembali dengan air laut. Penanganan ikan yang baik saat
pembongkaran seharusnya sesuai teknik pembongkaran ikan diatas kapal (SNI
8088 : 2014), yaitu : Penyiapan geladak kerja, geladak kerja dibersihkan dan
terlindung dari panas sinar matahari. Es ditaburkan di geladak kerja untuk menjaga
rantai dingin. Tahap sortasi, pencucian, dan alat yang digunakan untuk
mengangkut hasil tangkapan ke TPI dapat dilihat pada Gambar 4 .

(a) (b)

Gambar 4. (a) Tahap Sortasi, (b) Tahap pencucian

Pembongkaran pada kapal yang berlayar 1 hari hanya dilakukan oleh 4 – 5


orang ABK sedangkan kapal yang berlayar 1 minggu dilakukan oleh 7 – 8 orang
ABK, dan untuk kapal yang berlayar 1 minggu tidak di bawa ke TPI namun
langsung ditimbang oleh pihak pelabuhan untuk membayar retribusi nya dan
langsung di bawa ke pasar ikan. Kemudian untuk kapal yang berlayar 1 hari ikan
di letakkan di keranjang/besek bambu berdasarkan jenisnya lalu diletakkan di
gerobak untuk di bawa menuju TPI dengan 2 orang ABK, karena lokasi TPI dari
tempat pembongkaran jaraknya tidak jauh ikan tidak diberi es saat menuju ke TPI.
Menurut Ilyas (1983), Muatan hasil tangkapan harus segera dibongkar dengan
cara hati - hati, cermat, beraturan, higienis dan tetap memperhatikan suhu ikan
serendah mungkin. Penanganan ikan saat pembongkaran harus sesuai teknik
pembongkaran ikan diatas kapal (SNI 8088 : 2014), yaitu : Memindahkan ikan dari
geladak kerja ke alat pengangkutan, ikan dipindahkan dengan atau tanpa
keranjang kedalam alat pengangkutan dengan hati - hati dan ditaburi es untuk
37

mempertahankan rantai dingin dan alat pengangkut diberi tutup untuk melindungi
panas matahari.
5.1.2. Tahap pelelangan
Jarak dari TPI ke tempat pembongkaran dan dermaga pelabuhan kapal
bersandar tidak terlalu jauh hanya sekitar 20 m. Pelelangan dimulai pada pukul
05.00 - 08.30 WIB. Sebelum dan sesudah dilakukan pelelangan dilakukan
pembersihan agar lantai pelelangan terjaga kebersihannya, serta tersedia keran
air bersih untuk mencuci tangan. Ikan yang berada di TPI akan disortir ulang oleh
pihak pelelangan sesuai dengan jenis dan ukuran ikan. Pelelangan dilakukan oleh
juru bicara yang berperan sebagai juru penawar harga/petugas lelang.
Cumi yang dari hasil tangkapan kapal 1 hari dilelang menggunakan wadah
berupa besek bambu, dalam 1 beseknya sekitar 5-6 kg, hasil tangkapan dilelang
dengan cara menjual per besek tersebut dengan harga sekitar Rp. 120.000/besek
dan jika belum mendapat pembeli maka petugas lelang akan menurunkan harga
nya hingga mendapat pemenang lelang, kemudian setelah pemenang lelang
didapatkan ikan akan ditimbang untuk dihitung beratnya dan dicatat untuk biaya
retribusi. Cumi yang dilelang menggunakan wadah besek dapat dilihat pada
Gambar 5.

Gambar 5. Hasil Tangkapan Cumi dengan wadah Besek Bambu

Pelelangan ikan merupakan satu - satunya mekanisme pemasaran ikan yang


bertujuan mendapatkan harga yang layak, baik bagi nelayan maupun pedagang
(Lubis, 2012). Tempat pelelangan harus dekat dengan tempat pendaratan. Tempat
pelelangan harus tersedia air tawar yang bersih dalam jumlah cukup untuk
mencuci ikan. Tempat pelelangan harus dijaga kebersihannya, dicegah datangnya
lalat, harus terlindung dari sinar matahari, angin harus bebas berhembus
38

melaluinya dan air kotor harus dapat bebas mengalir ke luar (Murniyati dan
Sunarman, 2000). Proses lelang dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 . Proses lelang TPI

5.1.3. Penanganan saat Penjualan di Pasar Ikan


Pasar Ikan ini masih terletak di area pelabuhan, jarak dari TPI ke pasar ikan
sekitar 100 m. Pada tahap ini ikan sudah di jual secara eceran atau per kg, bukan
lagi dalam partai besar seperti pada saat pelelangan, ikan yang datang juga
datang dari berbagai daerah lain seperti Bengkulu dan Pulau Jawa. Namun fokus
saya tetap pada cumi yang berasal dari Lempasing. Kapal yang berlayar 1 minggu
akan langsung di bawa ke pasar ikan tanpa melewati pelelangan namun tetap
ditimbang per kg nya untuk biaya retribusi sebesar 5% yang dibebankan untuk
nelayan 2,5% dan untuk bakul (pedagang ikan) 2,5%. Pada saat di pasar ikan
harga untuk cumi mencapai Rp. 35.000 – Rp.40.000/kg. Ikan di bawa dari tempat
pendaratan/pelelangan dengan wadah coolbox dan diangkut penggunakan
gerobak angkut atau motor bak tergantung fasilitas yang dimiliki oleh pedagang,
gerobak pengangkut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengangkutan menggunakan gerobak


39

5.2. Penerapan Rantai Dingin Pada Cumi


Es adalah media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan ikan, karena
es dapat menarik panas yang ada pada ikan. Umumnya seluruh nelayan
membawa es sebanyak 2-3 balok es dengan berat 1 es balok 30 kg untuk kapal
yang berlayar selama 1 hari sedangkan untuk kapal yang berlayar 1 minggu jumlah
es yang dibawa sebanyak 70-90 balok es. Hal ini dikarenakan nelayan
mengantisipasi hasil tangkapan banyak, sehingga tidak kekurangan es. Jika
terdapat es yang tersisa tidak digunakan kembali untuk mendinginkan ikan.
Kapal yang berlayar 1 hari menggunakan box kecil (fiber) sebagai pengganti
palka, yang berbahan fiberglass dengan ukuran panjang x lebar x tinggi masing -
masing 78 cm x 43 cm x 55 cm dengan ketebalan 4 cm dengan kapasitas 100 kg
ikan. Sedangkan untuk kapal yang berlayar 1 minggu terdapat palka pada kapal
didalam dek kapal yang menggunakan wadah yang serupa dengan kapal 1 hari
namun lebih banyak.

Menurut Muryati dan Sunarman (2000), jumlah es yang dicampurkan dengan


ikan tergantung pada beberapa keadaan, dalam menentukan jumlah es yang akan
dibawa dalam suatu operasi penangkapan, hal - hal berikut perlu dipertimbangkan
seperti :
1) Perkiraan jumlah ikan yang tertangkap dan didinginkan
2) Cuaca dan goncangan kapal
3) Keadaan isolasi palka
4) Lama perjalanan operasi penangkapan yang direncanakan.

Dari hasil pengukuran suhu mulai dari suhu awal pembongkaran, suhu tahap
pelelangan dan suhu saat di pasar ikan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Suhu Setiap Tahapan Pada Lama Waktu Tangkap Berbeda

Kapal 1 Hari Kapal 1 Minggu


Tahapan
Cumi Air Udara Cumi Air Udara
Pembongkaran 16.8 26.5 24.1 13.8 26.7 25.0
Pelelangan 19.3 25.7 24.6 - - -
Pasar 7.9 6.5 25.0 6.5 6.0 25.6

Dari data diatas di peroleh perbedaan pada tahapan proses, yaitu tidak
adanya proses lelang pada kapal yang berlayar 1 minggu sehingga tidak
didapatkan hasil pengukuran suhu cumi, air, maupun udara pada proses
40

pelelangan pada kapal yang berlayar 1 minggu. Untuk grafik perubahan suhu
dapat dilihat pada Gambar 8.

KAPAL 1 HARI
30
25
20
15
(a)
10
5
0
Pembongkaran Pelelangan Pasar

Cumi Air Udara

KAPAL 1 MINGGU
30
25
20
15 (b)
10
5
0
Pembongkaran Pasar

Cumi Air Udara

Gambar 8. (a) grafik perubahan suhu pada kapal 1 hari, (b) grafik perubahan
suhu pada kapal 1 minggu

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa suhu pada saat pembongkaran juga
sudah terbilang tinggi karena suhu ikan sebaiknya dipertahankan tetap rendah
pada suhu 0 - 5°C. hal tersebut dikarenakan pada kapal yang berlayar 1 hari tidak
memiliki palka sedangkan hanya menggunakan wadah seperti gentong plastik,
atau box kuning / fiber sebagai pengganti palka, dan hanya membawa 1 – 2 balok
es untuk pendinginan, yang mana ketika tiba dipelabuhan es sudah mencair dan
suhu tempat penyimpanan sudah naik, sementara untuk kapal yang berlayar 1
minggu mereka berlayar tidak kurang dari 7 hari bahkan lebih, dan juga kapal tidak
memiliki freezer dan hanya menggunakan es dimana ketika sampai dipelabuhan
es sudah mencair juga yang menyebabkan suhu sudah seperti pada Tabel 10.
saat proses dipembongkaran dan juga kenaikan suhu disebabkan saat
pembongkaran dari fiber ikan disortir di atas dek kapal oleh 6 sampai 7 orang ABK,
41

saat penyortiran di atas dek kapal ikan tidak ditaburi es, setelah ikan disortir ikan
dicuci dengan air laut dengan suhu air laut ± 27°C. Menurut Ilyas (1983), Cara
pembongkaran dan pendaratan yang sangat mempengaruhi suhu ikan meningkat
menjadi panas yang berlangsung lama, serta terjadinya pencemaran ikan adalah
kecerobohan dan kelalaian pekerja. Pada geledak kerja sebaiknya ditaburi es
untuk menjaga rantai dingin (SNI 8088 : 2014).
Tahap pelelangan, terdapat perbedaan pada tahap ini yaitu pada kapal yang
berlayar 1 minggu tidak melakukan pelelangan sehingga tidak didapatkan hasil
pengukuran suhu, sedangkan untuk kapal yang berlayar 1 hari suhu ikan pada
tahap pelelangan terjadi kenaikan suhu yang lebih meningkat dari suhu
pembongkaran dimana suhu mencapai ±16°C. Hal ini terjadi dikarenakan pada
saat pengangkutan ke TPI, ikan tidak dijaga rantai dinginnya. Di pelelangan ikan,
ikan tidak diberi es dan dicuci menggunakan air biasa dengan suhu ±25°C.
Ruangan ditempat pelelangaan masih berupa ruangan terbuka dan hanya
mengandalkan ventilasi alami, tidak memiliki pendingin udara dimana suhu pada
ruangan tersebut ketika pukul 05.00 – 06.30 WIB mencapai ±25°C yang
mempengaruhi suhu pada ikan tersebut pula.
Berikut ini hal - hal prinsip yang perlu diperhatikan selama penanganan ikan
dari pembongkaran sampai pengangkutan di TPI (Junianto, 2003), yaitu kontrol
suhu ikan selama penanganan agar selalu dingin, perkecil sentuhan fisik secara
langsung dengan ikan, hindari sengatan langsung sinar matahari pada tubuh ikan,
dan perkecil terjadinya kontaminasi terhadap ikan.
Pasar Ikan, pada saat ikan berada di pasar ikan terjadi penurunan suhu yang
disebabkan mengunaan es lebih banyak, faktor yang menyebabkan pengunaan
es yang teratur disebabkan pedagang sudah lebih mengetahui pentingnya
menjaga suhu ikan tetap rendah guna menjaga kesegaran ikan dan juga pabrik es
yang berdekatan dengan pasar ikan menyebabkan mudahnya mendapat es. Suhu
pusat ikan turun hingga 6 - 7°C, dan juga pencucian ikan menggunakan air dengan
dengan suhu ±6°C.
5.3. Mutu Cumi
5.3.1. Nilai Organoleptik
Pengujian organoleptik cumi menggunakan score sheet organoleptik cumi
beku setelah di thawing sesuai dengan SNI 2731.1:2010. Pengujian organoleptik
dilakukan pada saat pembongkaran oleh 6 orang panelis standar yang dilakukan
42

sebanyak 7 kali pengamatan pada 2 perlakuan yaitu pada kapal 1 hari dan kapal
1 minggu. Hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Rata – Rata Pengujian Organoleptik
Hasil Organoleptik Pada Waktu Tangkap
Pengamatan
1 hari 1 minggu
1 6,88 ≤µ≤ 7,33 7 6,81 ≤µ≤ 7,97 7
2 7,21 ≤µ≤ 7,57 7 7,00 ≤µ≤ 8,00 7
3 7,18 ≤µ≤ 7,48 7 6,95 ≤µ≤ 7,93 7
4 6,93 ≤µ≤ 7,51 7 7,04 ≤µ≤ 7,74 7
5 7,21 ≤µ≤ 7,54 7 7,11 ≤µ≤ 7,67 7
6 7,52 ≤µ≤ 7,70 7,5 7,24 ≤µ≤ 7,64 7
7 7,21 ≤µ≤ 7,79 7 6,96 ≤µ≤ 7,60 7
Rata-rata 7,07 7
Standar Minimal 7
Nilai rata - rata organoleptik Cumi (Loligo sp) di PPP Lempasing pada Lama
waktu tangkap 1 hari adalah 7,07 dan pada waktu tangkap 1 minggu adalah 7.
Data nilai rata - rata organoleptik pada Tabel 10 menunjukan bahwa cumi pada
waktu tangkap 1 hari dan 1 minggu masih memenuhi standar SNI 2731.1:2010
bahan baku cumi yang ditetapkan yaitu minimal 7.
Berdasarkan hasil analisa Uji T menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan
nyata antara waktu tangkap pada kapal 1 hari dan 1 minggu terhadap nilai
organoleptik cumi (Loligo sp) dengan nilai F hitung < F tabel (1 < 2,44). Hasil Uji T
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kesimpulan dari hasil nilai organoleptik cumi pada perbedaan lama waktu
tangkap (1 hari dan 1 minggu) tidak terdapat perbedaan pada fisik cumi, hal
tersebut dikarenakan perlakuan yang serupa pada cumi oleh nelayan baik dengan
kapal yang 1 hari maupun 1 minggu.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah perlakuan saat pengeluaran
ikan dari jaring harus dilakukan secara hati - hati. Oleh karena itu, ikan yang
ditangkap dengan jaring harus cepat - cepat diangkat ke atas dek kapal agar
mendapatkan perlakuan atau penanganan selanjutnya. Keterlambatan
pengangkatan ke atas dek akan mempercepat proses pembusukan (Junianto,
2003).
5.3.2. Nilai ALT
Pengujian ALT dilakukan sesuai dengan SNI 2332.3-2015, tentang penentuan
ALT pada produk perikanan. Pengambilan sampel cumi dilakukan pada saat
pembongkaran palka tiap akan dilakukan pengujian. Setelah sampel diambil
kemudian dilakukan pengujian di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil Perikanan
(PMHP) berkisar 8 km dengan waktu perkiraan 17 menit. Penanganan sampel
43

yang akan diuji, dari Pelabuhan ke Laboratorium menggunakan coolbox yang di


dalamnya diberi es sebanyak 2 kg es agar rantai dingin tetap terjaga. Pengujian
dilakukan masing-masing 3 kali pengamatan pada kapal 1 hari dan 1 minggu. Hasil
Pengujian ALT dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Pengujian ALT
Standar ALT
Waktu Hasil ALT
Tanggal Pengujian SNI
Tangkap (koloni/gram)
(2332.3.2015)
21 februari 2020 2,60 x 102
1 hari 21 februari 2020 7,77 x 102
5,0 x 105
9 Maret 2020 2,55 x 102
koloni/gram atau
21 februari 2020 <25
5,69 koloni/gram
1 minggu 9 Maret 2020 2,70 x 102
9 Maret 2020 2,60 x 102
Hasil pengujian ALT cumi yang ditangkap dengan lama waktu berlayar 1 hari
adalah 2,55x102 koloni/g sampai 7,77x102 koloni/g dan lama waktu berlayar 1
minggu adalah <25 sampai 2,70x102 koloni/g. Data pada Tabel 12 di atas
menunjukkan nilai ALT keseluruhan cumi masih dengan sesuai standar ambang
batas yang di persyaratkan oleh SNI 2332.3.2015 yakni maksimal 5,0x105 koloni/g.
Hal ini dikarenakan, jumlah es yang digunakan untuk mendinginkan cumi selama
penyimpanan cukup sehingga penerapan rantai dingin masih terjaga dan es yang
digunakan sebagai media pendingin memenuhi standar SNI 01-2332.3.2006 yaitu
1,0 x 102 koloni/g.
Berdasarkan hasil analisa menggunakan Uji T menunjukan bahwa tidak
terdapat perbedaan mutu antara lama waktu tangkap pada kapal 1 hari dan 1
minggu, tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ALT ikan kembung dimana T hit
< T tabel dengan nilai 1,28 < 3,18. Hasil Uji T dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kesimpulan dari jumlah ALT dari hasil cumi yang ditangkap pada lama waktu
tangkap 1 hari dan 1 minggu beragam namun masih dibawah ambang batas dari
standar ALT yaitu 5,0 x 105 serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua
waktu tangkap melalui analisa Uji T.
Menurut Ilyas (1983), Faktor yang mempengaruhi mutu ikan secara pengaruh
faktor biologis adalah Perbedaan dalam wilayah dapat juga berpengaruh terhadap
daya awet, dan terlihat jelas berbagai gejala pengaruh lingkungan yang belum
diketahui faktor penyebabnya dan air yang bersuhu tinggi apabila ikan agak lama
berada di dalam air sebelum diangkat, dapat mempercepat proses penurunan
mutunya. Pembongkaran ikan di palka, saat ikan dikeluarkan dari palka dan
44

diletakkan di atas geledak kerja dengan cara hati - hati untuk menghindari
kerusakan pada ikan (SNI 8088 : 2014).
5.3.3. Nilai E. Coli
Pengujian E. Coli dilakukan sesuai dengan SNI 2332.1-2015, tentang
penentuan E. Coli pada produk perikanan. Pengambilan sampel cumi dilakukan
pada saat pembongkaran palka tiap akan dilakukan pengujian. Setelah sampel
diambil kemudian dilakukan pengujian di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil
Perikanan (PMHP) berkisar 8 km dengan waktu perkiraan 17 menit. Penanganan
sampel yang akan diuji, dari Pelabuhan ke Laboratorium menggunakan coolbox
yang di dalamnya diberi es sebanyak 2 kg es agar rantai dingin tetap terjaga.
Pengujian dilakukan masing-masing 3 kali pengamatan pada kapal 1 hari dan 1
minggu. Hasil Pengujian E. Coli dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Pengujian E. Coli
Waktu Hasil E. Coli Standar E. Coli
Tanggal Pengujian
Tangkap (APM/gram) SNI (2332.3.2015)
21 februari 2020 460
1 hari 21 februari 2020 43
9 Maret 2020 Negatif
< 3 APM/gram
21 februari 2020 38
1 minggu 9 Maret 2020 3,6
9 Maret 2020 Negatif
Hasil pengujian yang didapatkan diatas menunjukan jumlah bakteri E. coli dari
masing - masing waktu tangkap baik untuk waktu 1 hari ataupun 1 minggu
sebagian besar sudah melewati batas ambang dari standar E. coli yaitu <3
APM/gram hal tersebut disebabkan kurang terjaganya kebersihan selama
penangkapan hingga cumi didaratkan. Faktor-faktor yang menyebabkan cumi
tercemar E. coli antara lain dikarenakan nelayan pada PPP Lempasing masihlah
nelayan tradisional yang menggunakan peralatan seadanya hingga saat mencari
ikan tidak menggunakan pakaian kerja seperti sepatu boot dan sarung tangan
untuk menghindari kontak langsung dengan ikan. Hal yang dapat menyebakan
kontaminasi di atas kapal antara lain dikapal nelayan tradisional tidak terdapat
toilet yang dimana ketika nelayan akan buang air besar dan kecil dilakukan dilaut
dan setelah selesai kemungkinan mereka mencuci tangan dengan sabun sangat
kecil dan langsung kontak dengan ikan tangkapan. Serta hal yang mendukung
terkontaminasi adalah hasil yang menunjukkan bahwa es yang berada pada pabrik
es untuk dibawa oleh nelayan maupun untuk dijual dipasar terkontaminasi oleh
bakteri E. coli pula, hasil pengujian es dapat dilihat pada Tabel 16.
45

5.3.4. Hasil Salmonella


Pengujian Salmonella dilakukan sesuai dengan SNI 01-2332.2-2006, tentang
penentuan Salmonella pada produk perikanan. Pengambilan sampel cumi
dilakukan pada saat pembongkaran palka tiap akan dilakukan pengujian. Setelah
sampel diambil kemudian dilakukan pengujian di Laboraturium Penerapan Mutu
Hasil Perikanan (PMHP) berkisar 8 km dengan waktu perkiraan 17 menit.
Penanganan sampel yang akan diuji, dari Pelabuhan ke Laboratorium
menggunakan coolbox yang di dalamnya diberi es sebanyak 2 kg es agar rantai
dingin tetap terjaga. Pengujian dilakukan masing-masing 3 kali pengamatan pada
kapal 1 hari dan 1 minggu. Hasil Pengujian Salmonella dapat dilihat pada Tabel
14.
Tabel 14. Hasil Pengujian Salmonella
Hasil Standar Salmonella
Waktu
Tanggal Pengujian Salmonella SNI (01-2332.2-
Tangkap
(APM/gram) 2006)
21 februari 2020 Negatif
1 hari 21 februari 2020 Negatif
9 Maret 2020 Negatif
Negatif
21 februari 2020 Negatif
1 minggu 9 Maret 2020 Negatif
9 Maret 2020 Negatif

Dari tabel diatas hasil untuk pengujian Salmonella sudah sangat baik
dengan hasil seluruhnya negatif baik untuk kapal dengan lama waktu tangkap 1
hari maupun 1 minggu. Hal tersebut disebabkan cumi ditangkap pada perairan
yang tidak terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp. dan penanganan pasca
panen sudah cukup baik untuk mencegah dari kontaminasi bakteri tersebut.

Menurut (Tapotubun dkk, 2016) Hal ini berarti perairan tempat ikan tersebut
ditangkap merupakan perairan belum terkontaminasi bakteri Salmonella. Selain itu
penanganan ikan setelah penangkapan yang dilakukan oleh nelayan telah
dilakukan dengan cukup baik dan memenuhi syarat penanganan ikan yang tepat
sehingga tidak terjadi kontaminasi Salmonella sp. Demikian pula dengan
penggunaan es tabung yang berstandar pangan pada penyimpanan suhu dingin
saat penelitian berlangsung, tidak terkontaminasi bakteri Salmonella.
46

5.3.5. Hasil Formalin

Pengujian Formalin dilakukan sesuai dengan metode pada Chem Kit No.C-
CF001.50. Pengambilan sampel cumi dilakukan pada saat pembongkaran palka
tiap akan dilakukan pengujian. Setelah sampel diambil kemudian dilakukan
pengujian di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil Perikanan (PMHP) berkisar 8 km
dengan waktu perkiraan 17 menit. Penanganan sampel yang akan diuji, dari
Pelabuhan ke Laboratorium menggunakan coolbox yang di dalamnya diberi es
sebanyak 2 kg es agar rantai dingin tetap terjaga. Pengujian dilakukan masing-
masing 3 kali pengamatan pada kapal 1 hari dan 1 minggu. Hasil Pengujian
Formalin dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil pengujian Formalin

Waktu
Tanggal Pengujian Hasil Standar Formalin
Tangkap
21 februari 2020 Negatif
1 hari 21 februari 2020 Negatif
9 Maret 2020 Negatif
Negatif
21 februari 2020 Negatif
1 minggu 9 Maret 2020 Negatif
9 Maret 2020 Negatif
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil untuk pengujian formalin pada cumi
hasilnya seluruhnya negatif baik untuk kapal dengan lama waktu tangkap 1 hari
maupun 1 minggu. Hal ini berarti nelayan sudah sadar akan bahaya penggunaan
bahan pengawet kimia ini untuk makanan dan hanya menggunakan es sebagai
alat mempertahankan mutu produk perikanan.

Untuk Keamanan pangan dari hasil keseluruhan Uji mutu baik dari segi
organoleptik, ALT, E.Coli, Salmonella, dan Formalin dapat dikatakan bahwa cumi
yang didaratkan di PPP Lempasing aman untuk dikonsumsi masyarakat, adapun
satu parameter yaitu E.coli yang positif pada cumi dapat diatasi dengan cumi di
masak hingga matang terlebih dahulu karena mayoritas penduduk kita memakan
cumi dengan cara dimasak dan tidak dimakan mentah, dikarenakan pada suhu
tinggi bakteri E.coli akan mati.

Menurut (Saimah dkk, 2016) bakteri E. coli dan S. aureus mati setelah
perlakuan pemanasan. Pemanasan pada suhu 70 C selama 3,5 detik efektif untuk
dekontaminasi E. coli dan S. Aureus.
47

5.4. Penerapan Kelayakan Dasar


5.4.1. Penerapan Good Handling Practices (GHdP)
1) Lingkungan Tempat Pembongkaran Ikan
Tempat pembongkaran ikan tidak terdapat genangan air dan debu yang
berlebihan ditempat pembongkaran ikan. Tersedia fasilitas selasar untuk
menghindari terik matahari pada saat pembongkaran. Tidak terdapat kendaraan
yang mengeluarkan asap yang dapat mempengaruhi mutu hasil tangkapan di area
bongkar. Tidak terdapat binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil
tangkapan di area bongkar. Mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air
laut bersih yang cukup. Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai
pembongkaran ikan, wadah atau peralatan yang digunakan harus dibersihkan dan
dibilas dengan air bersih. Kondisi lingkungan dan tempat pembongkaran ikan telah
sesuai pada PER - DJPT No. 84 Tahun 2013.
2) Kontruksi Kapal Perikanan
Palka yang digunakan dalam bentuk fiber. Permukaaan yang kontak lansung
dengan ikan terbuat dari bahan yang kedap air, tidak merusak kondisi fisik ikan,
tidak korosif, dan mudah dibersihkan. Kapal perikanan didesain dan dikontruksi
sehingga tidak menyebabkan kontaminasi produk dari air kotor, limbah, minyak oli,
atau bahan - bahan lainnya. Kontruksi dan tata letak palka kapal sesuai dengan
persyaratan sanitasi dan higiene serta mudah dibersihkan. Kondisi kontruksi kapal
perikanan telah sesuai pada PER - DJPT No. 84 Tahun 2013.
3) Pembongkaran dan Pengangkutan Ikan
Pembongkaran ikan dilakukan dengan hati - hati, cepat dan menghindari sinar
matahari langsung. Ikan diletakkan pada keranjang dan besek yang terbuat dari
bambu yang telah dibersihkan, namun ikan tidak ditambahkan es saat berada
ditempat penampung sebelum ikan dibawa ke tempat pelelangan. Perlengkapan
yang dipakai pada saat pembongkaran ikan dalam kondisi baik dan tidak
mengakibatkan kontaminasi pada produk. Hasil tangkapa tidak diangkut
menggunakan kendaraan yang dapat mempertahankan suhu/dapat meningkatkan
suhu produk.
PER - DJPT No. 84 Tahun 2013, Pembongkaran ikan dilakukan dengan hati -
hati, cepat dan menghindari sinar matahari lansung. Pada saat dan setelah
pembongkaran, ikan diletakkan ditempat atau wadah penampung yang bersih dan
higiene, memenuhi persyaratan rantai dingin, tidak merusak ikan dan melindungi
ikan dari kontaminasi. Perlengkapan yang dipakai pada saat pembongkaran ikan
48

dalam kondisi baik dan tidak mengakibatkan kontaminasi pada produk. Diangkut
dengan menggunakan kendaraan yang dapat mempertahankan suhu sesuai
dengan yang dipersyaratkan serta tidak mengkontaminasi produk ikan. Sebaiknya
pada saat ikan dibongkar dan diletakkan keranjang ataupun dibesek yang terbuat
dari bambu ikan ditambahkan es untuk menjaga rantai dingin. Karena saat proses
pembongkaran memerlukan waktu yang cukup lama sesuai dengan banyaknya
hasil tangkapan yang didapat sehingga rantai dingin harus lebih diperhatikan.
4) Persyaratan Suhu dan Tempat Penyimpanan Ikan
Di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lempasing, tidak menggunakan kapal
penangkap dan pengangkut ikan dengan freezer kerena waktu beroperasi atau
waktu layar hanya 1 hari dan paling lama 14 hari. Untuk mempertahankan rantai
dingin selama penyimpanan ikan dengan menggunakan es balok, tidak
menggunakan pendingin dengan air laut. Peralatan yang dibawa sebelum
berangkat layar seperti fiber, keranjang, es balok telah mencukupi untuk
digunakan saat penyimpanan ikan dan menjaga kesegaran ikan. Tidak terdapat
alat pengontrol suhu pada palka, karena palka yang digunakan adalah fiber bukan
palkah yang berfreezer.
PER - DJPT No. 84 Tahun 2013, Kapal penangkap dan pengangkut ikan
dengan freezer harus memiliki peralatan pembekuan yang cukup kapasitasnya
untuk menurunkan suhu secara cepat sehingga mencapai suhu ikan sama atau
kurang dari -18ºC. Kapal yang dilengkapi dengan pendingin dengan air bersih
dingin, tempat penyimpanan ikan harus dilengkapi dengan peralatan yang
menjamin kondisi suhu yang merata pada seluruh bagian tangki dengan suhu
<5ºC. Jumlah dan sarana penyimpanan ikan mencukupi untuk memuat ikan.
Terdapat dokumen rekaman pengontrolan suhu pada palka ikan atau tempat
penyimpanan ikan.
5.4.2. Penerapan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
1) Air, Es, dan BBM
Air yang digunakan untuk dikonsumsi adalah air galon dan air yang digunakan
untuk mandi adalah air PDAM yang dibeli di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Lempasing, sedangkan air yang digunakan untuk mencuci ikan adalah air laut
bersih. Tempat untuk menyimpan air mandi menggunakan blong yang sebelum
digunakan sebagai tempat penampung dibersihkan terlebih dahulu dan tempat
untuk menampung es menggunakan fiber yang telah dibersihkan. Es yang
digunakan untuk mendinginkan ikan terbuat dari air PDAM. BBM ditempatkan
49

sangat jauh lokasinya dari area pembongkaran dan pelelangan. Persediaan air,
es, dan bbm untuk beroperasi cukup.
PER - DJPT No. 84 Tahun 2013, Pasokan air yang cukup. Pasokan es yang
cukup. Air dan es ditempatkan pada tempat yang layak dan tidak terkontaminasi.
Air yang digunakan harus memenuhi standar air bersih. Es ditangani sesuai
dengan persyaratan sanitasi. Es tidak digunakan kembali untuk ikan lain. BBM
tidak dapat mengkontaminasi palkah ikan, air , dan es. BBM ditempatkan dalam
tempat khusus. Hasil pengujain air dan es dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Pengujian Air dan ES
Hasil ALT Hasil Ecoli
Sampel Tanggal Pengujian
(kol/ml) (kol/ml)

Es Balok 21 Februari 2020 5,09x102 Positif

Air Laut 9 maret 2020 5,22x102 0


1,0x102 0
Strandar SNI ( ISO (ISO
7899.1:2010) 9308.1;2010)

Hasil pengujian air dan es diatas menunjukkan kandungan bakteri ALT pada
air dan es sudah melewati ambang batas yang di persyaratkan SNI dan juga hasil
pengujian Es juga positif E. coli yang memnyebabkan sumber kontaminan pada
produk perikanan berasal dari es tersebut
2) Peralatan dan Perlengkapan yang Kontak Lansung dengan Produk
Peralatan yang kontak lansung dengan produk seperti fiber, keranjang, blong
dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan. PER - DJPT No. 84 Tahun 2013,
Peralatan dan wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik. Peralatan dan
wadah yang kontak langsung dengan produk, dicuci, dan di sanitasi sebelum dan
sesudah digunakan.
3) Kebersihan Ruangan dan Peralatan
Fasilitas peralatan kebersihan seperti sapu dan tempah sampah tidak ada.
Dek kapal dibersihkannya dengan menyiram menggunakan air laut saja. Tempat
penyimpanan ikan seperti fiber dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan. PER
- DJPT No. 84 Tahun 2013, Peralatan kebersihan tersedia, dan jumlahnya
memadai. Ruang yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan
dipelihara kebersihannya dan sanitasinya. Terdapat tempat sampah atau limbah
dengan jumlah yang cukup.
50

4) Bahan Kimia dan Bahan Berbahaya


Pengamatan selama di PPP Lempasing tidak ditemukan bahan berbahaya
seperti boraks dan formalin yang digunakan untuk mengawetkan ikan. Tidak
terdapat ruangan untuk menyimpan bahan pembersih seperti sabun dan deterjen
yang digunakan untuk membersihkan peralatan. PER - DJPT No. 84 Tahun 2013,
Bahan kimia, bahan pembersih ditempatkan dalam wadah khusus dan tidak
mencemari produk.
5) Limbah Padat dan Limbah Lainnya
Limbah yang berbentuk padatan seperti rokok dan bungkusan roti lansung
dibuang di laut dan sisa perbekalan untuk memasak, semua dijadikan satu dan
dimasukkan kedalam kantung plastik dan disimpan di ujung kapal. PER - DJPT
No. 84 Tahun 2013, Penanganan sampah dan limbah dilakukan dengan baik.
6) Kebersihan dan Kesehatan ABK
ABK yang menangani hasil perikanan hanya mendapatkan pelatihan GDhP
dan SSOP secara sosialisasi dalam 2 tahun sekali. Kebersihan dan kesehatan
ABK dalam menangani hasil tangkapan sudah cukup, dan dalam menangani hasil
tangkapan masih ada ABK yang merokok dan makan, tetapi tidak ada yang
meludah di area kapal. PER - DJPT No. 84 Tahun 2013, ABK yang menangani
hasil perikanan mendapatkan pelatihan dalam GHdP dan SSOP. Kondisi
kesehatan ABK yang menangani hasil tangkapan tidak menjadi sumber
kontaminasi produk. ABK tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan
minum selama menangani ikan. Pihak pengelola TPI sebaiknya memberikan
penyuluhan secara rutin kepada nelayan atau ABK guna menjaga kebersihan
pada saat penanganan ikan. Sehingga tidak mudah terjadi kontaminasi.
7) Pest Control
Tindakan pest control di PPP Lempasing karena selama ini tidak ditemukan
binatang pengerat, serangga dan binatang lainnya di sekitar ruangan kapal. PER
- DJPT No. 84 Tahun 2013, Tidak terdapat binatang pengerat, serangga dan
binatang lainnya di sekitar ruangan kapal, terutama pada ruangan yang lansung
berhubungan dengan produk hasil tangkap. Tidak terdapat program penanganan
binatang (pest control) yang efektif pada kapal perikanan (untuk kapal - kapal
berfreezer).
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1) Alur Proses Penanganan Cumi
Alur proses penanganan cumi mulai dari pembongkaran hingga dijual dipasar
masih sangat kurang baik, masih banyak hal-hal yang perlu diberi perhatian
lebih seperti peralatan yang kurang memadai dari setiap kapal dan alat kerja
seperti sepatu boot sarung tangan dan sebagainya. Juga pemberian es harus
tetap dilakukan setiap kali transisi dari pembongkaran ke pelelangan dan juga
dari pelelangan diangkut menuju pasar ikan.
2) Penerapan rantai dingin pada Cumi
Penerapan rantai dingin juga masih terbilang buruk, hal tersebut dapat dilihat
pada hasil pembongkaran suhu cumi sudah mencapai angka 13 -16°C
sedangkan seharusnya suhu ketika ditangkap diturunkan dan dipertahankan
di angka 4°C, hal tersebut berarti masih kurangnya es yang dibawa oleh
nelayan dan kurang rapatnya palka pada kapal yang mengakibatkan tidak
terjaganya suhu palka apalagi untuk kapal yang berlayar 1–2 minggu
seharusnya sudah menggunakan kapal dengan fasilitas freezer untuk
menjaga kualitas hasil tangkapan. Hal yang masih perlu diperhatikan
berikutnya adalah proses lelang yang dilakukan di TPI Lempasing, fasilitas
pelelangan masih dibilang kurang memadai dimana pada proses lelang suhu
cumi malah melonjak naik, hal tersebut karena selama proses lelang cumi
tidak diberi es dan di cuci hanya menggunakan air biasa dengan suhu 25 -
27°C yang seharusnya di cuci menggunakan air yang diberi es guna menjaga
suhu ikan tetap rendah.
3) Mutu cumi-cumi
Jika dilihat dari tiap-tiap parameter antara 2 waktu tangkap, tidak terdapat
perbedaan yang nyata diantara keduanya, dari penilaian organoleptik cumi
masih terbilang baik karena masih mendapat rata-rata nilai 7, untuk penilaian
ALT dan Salmonella juga masih terbilang baik karena tidak melebihi ambang
batas cemaran pada SNI dan hasil pengujian formalin juga menghasilkan
negatif. Namun ada 1 parameter yang yang kurang baik yaitu e-coli yang
menunjukan hasil positif. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa cumi di
PPP lempasing layak untuk dikonsumsi, mengingat bahwa masyarakat juga
mengkonsumsi cumi dengan cara dimasak terlebih dahulu sehingga
memungkinkan e-coli yang terdapat pada cumi hilang setelah dimasak.
52

4) Good Handling Practices dan Standard Sanitation Operating Procedure di


PPP Lempasing telah sesuai dengan PER - DJPT No. 84 Tahun 2013, hanya
pada tahap pembongkaran dan pengangkutan ikan penerapan rantai
dinginnya kurang diperhatikan, dan untuk persyaratan suhu dan tempat
penyimpanan di PPP Lempasing tidak ada alat kapal yang berfreezer karena
waktu oprasi hanya 1 hari paling lama 14 hari dan pendinginannya tidak
menggunakan air laut dan tidak ada alat pengontrol suhu. Untuk kebersihan
dan perlengkapan masih kurang, pembersihan dek kapal dibersihkan hanya
dengan disiram dengan menggunakan air laut saja. Hal yang paling fatal
adalah terdapat hasil positif e-coli pada pengujian es balok yang digunakan
untuk penangkapan sehingga menjadi sumber kontaminan pada produk.
Tidak adanya bahan kimia dan bahan berbahaya yang ditemukan di atas
kapal maupun di darat. Kebersihan dan kesehatan karyawan masih kurang,
masih ada yang menangani produk dalam kondisi sedang merokok dan
makan tetapi tidak ada ABK yang meludah dikapal. Tidak ada program pest
control karena tidak ada binatang diatas kapal.
6.2 Saran
1) Sebaiknya pada setiap tahapan proses hasil tangkapan ditambahkan es untuk
menjaga rantai dingin. Terutama pada pembongkaran ditahap sortasi dan
pelelangan yang memerlukan waktu yang cukup lama sesuai dengan
banyaknya hasil tangkapan yang didapat sehingga rantai dingin harus lebih
diperhatikan dan juga setiap pencucian menggunakan es agar suhu air
menjadi dingin sehingga ketika pencucian tidak menyebabkan suhu ikan
menjadi naik.
2) Perhatian khusus oleh UPTD Lempasing untuk pabrik es yang beroperasi
sehingga es yang dihasilkan berasal dari air bersih dan tidak tercemar karena
es satu-satunya bahan pendingin untuk hasil tangkapan yang setiap hari
digunakan oleh nelayan dan juga pedagang pasar ikan.
3) Untuk air pencucian selain harus dengan suhu rendah lebih baik lagi dilakukan
pencucian menggunakan air klorin untuk menetralisir bakteri-bakteri yang ada
pada produk.
4) Pihak UPTD Lempasing sebaiknya mencari koneksi dengan para pengusaha
agar mendirikan perusahaan pengolahan ikan modern seperti fillet dan
sebagainya dilingkup pelabuhan untuk mendorong para nelayan
menghasilkan hasil tangkapan yang berkualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, Rabiatul. 2014. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara.


Jakarta.

Afrianto, Edi dan Liviawaty, Evi. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Kanisius. Bogor.

Anonim. 2012. Cumi-cumi Berformalin. Harian Lampung Post. 14 Agustus


2012. Halaman 1. Lampung

Anwar F. 2004. Keamanan Pangan. Pengantar Pangan dan Gizi.


Jakarta: Penebar Swadaya. hlm 83-93.
[BBMPHP] Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 2000.
Monitoring Bahan Pengawet Produk Perikanan [laporan]. Jakarta :
Direktorat Jendral Perikanan.

BPPL-KKP. 2014. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di


Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Ref
Graphika. Jakarta.

Damayanthi, E. 2004. Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan. IPB. Bogor.

Dewi, Sinta R. 2019. Identifikasi Formalin pada Makanan Menggunakan Ekstrak


Kulit Buah Naga. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan. Fakultas Ilmu
Kesehatan dan Farmasi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Samarinda.

Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid 1. UGM.


Yogyakarta.

Ichya’uddin, M. 2014. Analisis Kadar Formalin dan Uji Organoleptik Ikan Asin
dibeberapa Pasar Tradisional di Kabupaten Tuban. Skripsi Malang:
Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim.

Ilyas, Sofyan. 1983. Teknologi Hasil Perikanan Jilid II, Teknik Pendinginan Ikan.
CV. Paripurna. Jakarta.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadya. Jakarta.

Karsin, E.S. 2004. Peranan Pangan dan Gizi dalam pembangunan. Penebar
Swadaya. Jakarta

Lubis, Ernani. 2011. Kajian Peran Strategis Pelabuhan Perikanan terhadap


Pengembangan Perikanan Laut. IPB Press. Bogor.

Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan


Ikan. Kanisius. Jakarta.

Nursinar, Sitti., Femy dan Nuryatin. 2015. Analisis Dinamika Populasi Suntung
(Loligo sp) di Perairan Teluk Tomini Olimo’o kecamatan Batudaa Pantai.
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
PPP Lempasing. 2019. Data Statistik Perikanan Tangkap dan Nilai Produksi.
Lempasing. Lampung.

Pralampita, Wiwiet An., Indar dan Sri. 2002. Aspek Reproduksi Cumi-Cumi
Tarusan (Loligo edulis) di Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat.
Balai Penelitian Perikanan Laut. NTB

Putri, Apriria Syah., Lin dan Eko. 2017. Strategi Optimalisasi Fungsi Pelabuhan
Perikanan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan di PPP Lempasing.
[Thesis]. IPB. Bogor.

Rahayu WP. 2007. Membangun Keamanan Pangan Nasional Melalui


Sistem Keamanan Pangan Terpadu. Dalam Hariyadi P, editor. Upaya
Peningkatan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Melalui Ilmu dan
Teknologi. Bogor: Southeast Asian Food Science and Technology
Center, IPB. hlm 25-30.

Saimah., Sudarwanto, Mirnawati dan Latif, Hadri. 2016. Dekontaminasi


Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada Sarang
Burung Walet dengan Perlakuan Pemanasan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Sarwojo. 2005. Serba-serbi Dunia Moluska. Malang. Indonesia.

Sudjarwo, Asri Darmawati, dan Vivi Wahyu Hariyanti. 2013. Penetapan Kadar
Formalin dalam Ayam Potong yang diambil di Pasar Tradisional Surabaya
Timur. Jurnal Fakultas Farmasi. Universitas Airlangga Surabaya.

Tapotubun, Alfosina., Savitri, Imelda dan Matrutty, Theodora. 2016.


Penghambatan Bakteri Patogen yang diaplikasi Caulerpa lentillifera.
Universitas Pattimura. Ambon [Thesis]

[PER-DJPT] Peraturan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2013. Ceklis


Persyaratan Kelayakan Dasar. Departemen Perikanan. Jakarta.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Persyaratan Suhu Bahan Baku
Perikanan. SNI 01-2729.2-2006. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

2006. Tentang Es untuk


Penanganan Ikan Bagian 1 : Spesifikasi. SNI 01-4872.1-2006. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
. 2006. Tentang Penentuan
Salmonella pada Produk Perikanan. SNI 01-2332.1-2006. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
. 2010. Cumi-cumi Beku. SNI 2731 :
2010. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
. 2014. Tentang Penanganan Ikan
Segar – Teknik Pembongkaran Ikan Diatas Kapal. SNI 8088 : 2014.
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
_________________________________. 2015. Tentang Penentuan ALT pada
Produk Perikanan. SNI 2332.3-2015. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
_________________________________. 2015. Tentang Penentuan Coliform
dan Escherichia coli pada produk perikanan. SNI 2332.1:2015. Badan
Standarisasi Nasiinal. Jakarta.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. DATA HASIL TANGKAPAN
Kapal 1 hari
Alat tangkap : Purse seine
Hasil tangkapan (Kg)
Tanggal Selar Selar
Tongkol Kembung Layang Tenggiri Cumi-cumi
Bentong kuning
16/02/2020 0 50 0 20 16 10 24
17/02/2020 16 104 0 0 18 0 21
19/02/2020 12 20 0 28 12 15 26
26/02/2020 100 15 30 52 50 20 22
02/03/2020 0 30 50 57 0 8 20
05/03/2020 0 55 0 32 21 9 32
11/03/2020 23 13 27 0 43 24 19
JUMLAH 151 287 107 189 160 86 164
TOTAL 1144

164
Hasil tangkapan cumi : x 100% = 14,3%
1144
Kapal 1 minggu
Alat tangkap : Cantrang
Hasil tangkapan (Kg)
Tanggal Selar Selar
Tongkol Kembung Layang Tenggiri Cumi-cumi
Bentong kuning
16/02/2020 90 260 435 80 320 243 126
19/02/2020 130 405 205 180 375 155 117
20/02/2020 145 345 299 75 287 80 143
26/02/2020 87 145 320 115 376 77 98
04/03/2020 349 211 178 367 180 65 104
05/03/2020 286 225 243 304 179 119 122
08/03/2020 217 198 376 289 215 100 132
JUMLAH 1304 1789 2056 1410 1932 839 842
TOTAL 10172

842
Hasil tangkapan cumi : x 100% = 8,27%
10172
Lampiran 2. Lembar Pengukuran Rantai Dingin

KAPAL 1 HARI

*Suhu (°C)

1 2 3 X1 1 2 3 X2 1 2 3 X3 1 2 3 X4 1 2 3 X5

Pembongkaran
13,2 12,7 13,4 13,1 20,2 23,4 20,7 21,4 13,1 14,2 12,9 13,4 17,2 18,5 17,7 17,8 16,5 17 17,2 16,9
Suhu Ikan
26,1 25,8 26,3 12,7 26,6 27 26,4 26,7 25,1 25,4 25 25,1 26,1 26 26,5 26,2 27,1 27,3 27 27,1
Suhu Air
24 24 24 24 24 24 24 24 23 23 23 23 24,1 24,2 23,9 24,0 24,5 24,3 24,4 24,4
Suhu Udara

Pelelangan
15,9 16,5 15,4 15,9 21,2 22,7 21,6 21,8 16,7 17,9 16,2 16,9 20,2 21,2 21,5 20,9 19,5 19,6 20 19,7
Suhu Ikan 2
26,1 25,7 15,3 25,7 25,1 26 15,7 22,2 26 26,1 25,8 25,9 27,1 27 27,3 27,1 27 27,6 26,8 27,1
Suhu Air 2
24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24,2 24,4 24,4 24,3 25 25,3 25,7 25,3
Suhu Udara 2

Pasar Ikan
7,1 6 5,6 6,2 9 7,2 8,4 8,2 6 7,2 6,4 6,5 11,2 12,6 11,8 11,8 8,7 7,9 8,2 8,2
Suhu Ikan 3
7 6,6 5,9 6,5 5,8 6,2 6 6 5,8 6,2 5,7 5,9 9,2 8,3 8,9 8,8 6,6 6,1 7 6,5
Suhu Air 3
24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 25,1 24,8 24,3 24,7 26 26 26 26
Suhu Udara 3
LANJUTAN RATA-RATA

1 2 3 X6 1 2 3 X7 Tahapan Cumi Air Udara


Pembongkaran 16.776 26.538 24.119
Pembongkaran
Pelelangan 19.257 25.724 24.629
18,1 17,9 17,6 17,8 17,6 16,4 16,8 16,9
Suhu Ikan Pasar 7.924 6.529 25.048
27,5 27 27,3 27,2 27,4 27,1 27,2 27,2
Suhu Air
24 24 24 24 25,2 25,4 25,5 25,3 GRAFIK PERUBAHAN SUHU
Suhu Udara

Pelelangan KAPAL 1 HARI


20,1 20,6 19,8 20,1 18,8 19,6 19,4 19,2 30
Suhu Ikan 2
27,1 27,1 27,3 24,5 27,3 27,5 27,1 27,3 25
Suhu Air 2
20
24,4 24,5 24,8 24,5 26,1 26,1 26,3 26,1
Suhu Udara 2 15

Pasar Ikan 10

6,8 7,2 6,3 6,7 7,1 7,7 8 7,6 5


Suhu Ikan 3
0
5,2 5,6 6,1 5,6 25,3 25,1 25,4 25,2 Pembongkaran Pelelangan Pasar
Suhu Air 3
6,3 6,6 6 6,3 27,1 27,4 27,5 27,3 Cumi Air Udara
Suhu Udara 3
KAPAL >1 HARI

Suhu (°C)

1 2 3 X1 1 2 3 X2 1 2 3 X3 1 2 3 X4 1 2 3 X5

Pembongkaran
9,4 11,8 11,7 10,9 15,3 16 14,4 15,2 13,1 12,7 13,5 13,1 12,3 12,6 11,9 12,2 13,7 13,9 14,3 13,9
Suhu Ikan
26,2 26 26,5 26,2 27 27 27 27 26 26 26 26 26 26 26 26 27,3 27,6 27 27,3
Suhu Air
24 24 24 24 25 25 25 25 24 24 24 24 24 24 24 24 27 27 27 27
Suhu Udara

Pasar Ikan
6,9 7,2 6,2 6,7 6,6 6,8 6,3 6,5 5,9 6,4 6,8 6,3 7 6,5 6,6 6,7 6,1 6,7 6,9 6,5
Suhu Ikan 3
5,8 6 6,2 6 5,5 6 5,7 5,7 7 6,2 6,3 6,5 6,5 6,7 6 6,4 5,9 6,3 6,5 6,2
Suhu Air 3
24 24 24 24 26 26 26 26 25 25 25 25 25 25 25 25 27 27 27 27
Suhu Udara 3
LANJUTAN

GRAFIK PERUBAHAN SUHU

1 2 3 X6 1 2 3 X7 KAPAL >1 HARI


Pembongkaran 30
14,5 15,3 15,8 15,2 15,7 16 16,6 16,1 25
Suhu Ikan
27,1 27,3 27,3 27,2 27 27,1 27,4 27,1 20
Suhu Air
15
26 26 26 26 25 25 25 25
Suhu Udara
10
Pasar Ikan 5
6 5,4 6,3 5,9 6,9 6,3 7 6,7
Suhu Ikan 3 0
Pembongkaran Pasar
5,2 5,8 4,9 5,3 5,6 5,9 5,1 5,5
Suhu Air 3
Cumi Air Udara
26 26 26 26 26 26 26 26
Suhu Udara 3

RATA-RATA
Tahapan Cumi Air Udara
Pembongkaran 13.833 26.705 25
Pasar 6.514 5.957 25.571
Perbandingan Suhu Pembongkaran Menggunakan Uji T

Saat Pembongkaran

Pengujian Suhu Cumi Suhu Air Suhu Udara


ke- 1 Hari > 1 Hari 1 hari > 1 hari 1 hari > 1hari
1 13.1 10.97 26.07 26.23 24 24
2 21.43 15.23 26.7 27 24 25
3 13.4 13.1 25.17 26 23 24
4 17.8 12.27 26.2 26 24.07 24
5 16.9 13.97 27.13 27.3 24.4 27
6 17.87 15.2 27.27 27.23 24 26
7 16.93 16.1 27.23 27.17 25.37 25
Jumlah 117.43 96.84 185.77 186.93 168.84 175
Rata-rata 16.77571 13.83429 26.53857 26.70429 24.12 25
Varian 8.142429 3.359229 0.599348 0.358762 0.490167 1.333333

H0 : Terdapat Perbedaan suhu nyata antara Kapal 1 hari dan >1 hari

H1 : Tidak Terdapat Perbedaan suhu nyata antara Kapal 1 hari dan >1 hari
Suhu Cumi Suhu Air Suhu Udara

1 hari > 1 hari 1 hari > 1 hari 1 hari > 1 hari

Mean 16.77571429 13.83428571 Mean 26.53857143 26.70428571 Mean 24.12 25

Variance 8.142428571 3.359228571 Variance 0.599347619 0.358761905 Variance 0.490166667 1.333333333


Observations 7 7 Observations 7 7
Observations 7 7
Hypothesized Mean Hypothesized Mean
Hypothesized
Difference 0 Difference 0
Mean Difference 0
df 11 df 10
df 10
-
t Stat 2.294706352 t Stat -0.44792097 t Stat 1.724164935
P(T<=t) one-tail 0.022327367 P(T<=t) one-tail 0.33145183 P(T<=t) one-tail 0.05769773
t Critical one-tail 1.812461123 t Critical one-tail 1.795884819 t Critical one-tail 1.812461123
P(T<=t) two-tail 0.044654735 P(T<=t) two-tail 0.662903661 P(T<=t) two-tail 0.115395461
t Critical two-tail 2.228138852 t Critical two-tail 2.20098516 t Critical two-tail 2.228138852

t hitung > t tabel t hitung < t tabel t hitung < t tabel

Kesimpulan H0 diterima Kesimpulan H0 ditolak Kesimpulan H0 ditolak


Perbandingan Suhu Pasar Menggunakan Uji T

Pasar

Pengujian Suhu Cumi Suhu Air Suhu Udara


ke- 1 Hari > 1 Hari 1 hari > 1 hari 1 hari > 1hari
1 6.23 6.77 6.5 6 24 24
2 8.2 6.57 6 5.73 24 26
3 6.53 6.37 5.9 6.5 24 25
4 11.87 6.7 8.8 6.4 24.73 25
5 8.27 6.57 6.57 6.23 26 27
6 6.77 5.9 5.53 5.3 25.27 26
7 7.6 6.73 6.3 5.53 27.33 26
Jumlah 55.47 45.61 45.6 41.69 175.33 179
Rata-rata 7.924286 6.515714 6.514286 5.955714 25.04714 25.57143
Varian 3.669395 0.091795 1.147395 0.205495 1.59319 0.952381

H0 : Terdapat Perbedaan suhu nyata antara Kapal 1 hari dan >1 hari

H1 : Tidak Terdapat Perbedaan suhu nyata antara Kapal 1 hari dan >1 hari
Suhu Cumi Suhu Air Suhu Udara
1 hari > 1 hari 1 hari > 1 hari 1 hari > 1 hari
Mean 7.924285714 6.515714286 Mean 6.514285714 5.955714286 Mean 25.04714286 25.57142857
Variance 3.669395238 0.091795238 Variance 1.147395238 0.205495238 Variance 1.593190476 0.952380952
Observations 7 7 Observations 7 7 Observations 7 7
Hypothesized Mean Hypothesized Mean
Hypothesized Mean
Difference 0 Difference 0
Difference 0
df 11
df 6 df 8
-
t Stat 1.921609916 t Stat 1.270563625 t Stat 0.869409538
P(T<=t) one-tail 0.051517938 P(T<=t) one-tail 0.119792924 P(T<=t) one-tail 0.201597649
t Critical one-tail 1.943180281 t Critical one-tail 1.859548038 t Critical one-tail 1.795884819
P(T<=t) two-tail 0.103035877 P(T<=t) two-tail 0.239585849 P(T<=t) two-tail 0.403195298
t Critical two-tail 2.446911851 t Critical two-tail 2.306004135 t Critical two-tail 2.20098516

t hitung < t tabel t hitung < t tabel t hitung < t tabel


Kesimpulan H0 ditolak Kesimpulan H0 ditolak Kesimpulan H0 ditolak
Lampiran 3. Pengujian Organoleptik
1) Kapal 1 hari

Pengamatan Panelis Kenampakan Bau Tekstur rata-rata


1 7 8 7 7.33
2 7 8 7 7.33
3 6 7 7 6.67
I
4 7 7 7 7.00
5 7 8 7 7.33
6 6 8 7 7.00
rata-rata 7.11
1 7 8 7 7.33
2 7 7 8 7.33
3 6 8 8 7.33
II
4 7 8 8 7.67
5 7 7 7 7.00
6 8 8 7 7.67
rata-rata 7.39
1 7 8 8 7.67
2 7 8 7 7.33
3 7 7 7 7.00
III
4 7 7 8 7.33
5 7 8 7 7.33
6 7 7 8 7.33
rata-rata 7.33
1 7 7 7 7.00
2 8 5 7 6.67
3 7 8 7 7.33
IV
4 8 7 8 7.67
5 8 8 7 7.67
6 7 7 7 7.00
rata-rata 7.22
1 7 7 7 7.00
2 8 7 7 7.33
3 8 8 7 7.67
V
4 7 8 8 7.67
5 6 8 7 7.00
6 7 7 8 7.33
rata-rata 7.33
1 7 7 8 7.33
2 7 8 8 7.67
VI
3 8 8 7 7.67
4 8 7 8 7.67
5 7 8 8 7.67
6 8 7 8 7.67
rata-rata 7.61
1 8 8 8 8.00
2 8 7 8 7.67
3 8 8 7 7.67
VII
4 7 7 7 7.00
5 7 7 7 7.00
6 7 8 8 7.67
rata-rata 7.50

Uji Kepercayaan 95%


a. Pengamatan I

∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,11
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,11)2 + (7,33 − 7,11)2 + (6.67 − 7,11)2 + (7,0 − 7,11)2 + (7,33 − 7,11)2 + (7,0 − 7,11)2
=
6
2 2 2 2 2
(0,22) + (0,22) + (−0,44) + (−0,11) + (0,22) + (−0,11)2
S2 =
6
(0,0484) + (0,0484) + (0,1936) + (0,0121) + (0,0484) + (0,0121)
S2 =
6
S2 = 0,0786
S = √0,0786 = 0,2803 = 0,28
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,11 − 1,96. (0,28)/√6) ≤ μ ≤ (7,11 + 1,96. (0,28)/√6)
P = (7,11 − 0,548/2,45) ≤ μ ≤ (7,11 + 0,548/2,45)
P = (7,11 − 0,224) ≤ μ ≤ (7,11 + 0,224)
𝐏 = 𝟔, 𝟖𝟖 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟑𝟑

b. Pengamatan II
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,39
n
n
∑ i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (7,67 − 7,39)2 + (7,0 − 7,39)2 + (7,67 − 7,39)2
=
6
2
(−0,06)2 + (−0,06)2 + (−0,06)2 + (0,28)2 + (−0,39)2 + (0,28)2
S =
6
2
(0,0036) + (0,0036) + (0,0036) + (0,0784) + (0,1521) + (0,0784)
S =
6
S2 = 0,053
S = √0,053 = 0,23
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,39 − 1,96. (0,23)/√6) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,96. (0,23)/√6)
P = (7,39 − 0,45/2,45) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,45/2,45)
P = (7,39 − 0,18) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,18)
𝐏 = 𝟕, 𝟐𝟏 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟓𝟕

c. Pengamatan III

∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,33
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,67 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2 + (7,0 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2
=
6
2 2 2 2 2 2
(0,34) + (0) + (−0,33) + (0) + (0) + (0)
S2 =
6
2
(0,1156) + (0) + (0,1089) + (0) + (0) + (0)
S =
6
S2 = 0,0374
S = √0,0374 = 0,1933 = 0,19
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,33 − 1,96. (0,19)/√6) ≤ μ ≤ (7,33 + 1,96. (0,19)/√6)
P = (7,33 − 0,37/2,45) ≤ μ ≤ (7,33 + 0,37/2,45)
P = (7,33 − 0,15) ≤ μ ≤ (7,33 + 0,15)
𝐏 = 𝟕, 𝟏𝟖 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟒𝟖

d. Pengamatan IV
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,22
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,0 − 7,22)2 + (6,67 − 7,22)2 + (7,33 − 7,22)2 + (7,67 − 7,22)2 + (7,67 − 7,22)2 + (7,0 − 7,22)2
=
6
2 2 2 2 2
(−0,22) + (−0,55) + (0,11) + (0,45) + (0,45) + (−0,22)2
S2 =
6
(0,0484) + (0,3025) + (0,0121) + (0,2025) + (0,2025) + (0,0484)
S2 =
6
S2 = 0,1360
S = √0,1360 = 0,3687 = 0,37
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,22 − 1,96. (0,37)/√6) ≤ μ ≤ (7,22 + 1,96. (0,37)/√6)
P = (7,22 − 0,72/2,45) ≤ μ ≤ (7,22 + 0,72/2,45)
P = (7,22 − 0,29) ≤ μ ≤ (7,22 + 0,29)
𝐏 = 𝟔, 𝟗𝟑 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟓𝟏

e. Pengamatan V

∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,33
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,00 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2 + (7,67 − 7,33)2 + (7,67 − 7,33)2 + (7,0 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2
=
6
(−0,33)2 + (0)2 + (0,34)2 + (0,34)2 + (−0,33)2 + (0)2
S2 =
6
2
(0,1089) + (0) + (0,1156) + (0,1156) + (0,1089) + (0)
S =
6
S2 = 0,0748
S = √0,0748 = 0,273 = 0,27
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,33 − 1,96. (0,27)/√6) ≤ μ ≤ (7,33 + 1,96. (0,27)/√6)
P = (7,33 − 0,53/2,45) ≤ μ ≤ (7,33 + 0,53/2,45)
P = (7,33 − 0,21) ≤ μ ≤ (7,33 + 0,21)
𝐏 = 𝟕, 𝟏𝟐 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟓𝟒

f. Pengamatan VI

∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,61
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2
=
6
2 2 2 2 2
(−0,28) + (0,06) + (0,06) + (0,06) + (0,06) + (0,06)2
S2 =
6
2
(0,0784) + (0,0036) + (0,0036) + (0,0036) + (0,0036) + (0,0036)
S =
6
S2 = 0,016
S = √0,016 = 0,12
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,61 − 1,96. (0,12)/√6) ≤ μ ≤ (7,61 + 1,96. (0,12)/√6)
P = (7,61 − 0,23/2,45) ≤ μ ≤ (7,61 + 0,23/2,45)
P = (7,61 − 0,09) ≤ μ ≤ (7,61 + 0,09)
𝐏 = 𝟕, 𝟓𝟐 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟕𝟎

g. Pengamatan VII

∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,50
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(8,00 − 7,50)2 + (7,67 − 7,50)2 + (7,67 − 7,50)2 + (7,00 − 7,50)2 + (7,00 − 7,50)2 + (7,67 − 7,50)2
=
6
2 2 2 2 2
(0,5) + (0,17) + (0,17) + (−0,5) + (−0,5) + (0,17)2
S2 =
6
(0,25) + (0,0289) + (0,0289) + (0,25) + (0,25) + (0,0289)
S2 =
6
S2 = 0,1394
S = √0,1394 = 0,37
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,50 − 1,96. (0,37)/√6) ≤ μ ≤ (7,50 + 1,96. (0,37)/√6)
P = (7,50 − 0,72/2,45) ≤ μ ≤ (7,50 + 0,72/2,45)
P = (7,50 − 0,29) ≤ μ ≤ (7,50 + 0,29)
𝐏 = 𝟕, 𝟐𝟏 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟕𝟗
2) >1 Hari

Pengamatan Panelis Kenampakan Bau Tekstur rata-rata


1 6 8 8 7.33
2 7 7 7 7.00
3 8 7 7 7.33
I
4 8 8 8 8.00
5 8 7 7 7.33
6 7 7 8 7.33
rata-rata 7.39
1 7 9 7 7.67
2 7 8 7 7.33
3 7 8 8 7.67
II
4 8 8 7 7.67
5 7 7 7 7.00
6 7 8 8 7.67
rata-rata 7.50
1 8 7 7 7.33
2 7 8 8 7.67
3 8 7 7 7.33
III
4 6 8 7 7.00
5 7 8 8 7.67
6 8 8 7 7.67
rata-rata 7.44
1 7 7 7 7.00
2 8 7 7 7.33
3 7 8 8 7.67
IV
4 8 8 8 8.00
5 6 7 7 6.67
6 7 8 8 7.67
rata-rata 7.39
1 8 8 7 7.67
2 8 7 7 7.33
3 8 8 8 8.00
V
4 7 7 7 7.00
5 7 8 7 7.33
6 6 8 7 7.00
rata-rata 7.39
1 8 8 7 7.67
2 7 8 8 7.67
VI 3 7 7 8 7.33
4 7 8 7 7.33
5 6 7 8 7.00
6 7 8 8 7.67
rata-rata 7.44
1 7 7 8 7.33
2 8 8 8 8.00
3 8 7 7 7.33
VII
4 7 7 8 7.33
5 6 7 7 6.67
6 7 7 7 7.00
rata-rata 7.28

a) Pengamatan I
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,39
n
n
∑ x
i=1 i − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,39)2 + (7,0 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (8,0 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2
=
6
2
(−0,06)2 + (−0,39)2 + (−0,06)2 + (0,61)2 + (−0,06)2 + (−0,06)2
S =
6
2
(0,0036) + (0,1521) + (0,0036) + (0,3721) + (0,0036) + (0,0036)
S =
6
S2 = 0,5386
S = √0,5386 = 0,73
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,39 − 1,96. (0,73)/√6) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,96. (0,73)/√6)
P = (7,39 − 1,43/2,45) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,43/2,45)
P = (7,39 − 0,58) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,58)
𝐏 = 𝟔, 𝟖𝟏 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟗𝟕

b) Pengamatan II
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,5
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,67 − 7,5)2 + (7,33 − 7,5)2 + (7,67 − 7,5)2 + (7,67 − 7,5)2 + (7,0 − 7,5)2 + (7,67 − 7,5)2
=
6
2
(0,17)2 + (−0,17)2 + (0,17)2 + (0,17)2 + (−0,5)2 + (0,17)2
S =
6
2
(0,0289) + (0,0289) + (0,0289) + (0,0289) + (0,25) + (0,0289)
S =
6
S2 = 0,3945
S = √0,3945 = 0,6280 = 0,63
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,5 − 1,96. (0,63)/√6) ≤ μ ≤ (7,5 + 1,96. (0,63)/√6)
P = (7,5 − 1,23/2,45) ≤ μ ≤ (7,5 + 1,23/2,45)
P = (7,5 − 0,5) ≤ μ ≤ (7,5 + 0,5)
𝐏 = 𝟕, 𝟎 ≤ 𝛍 ≤ 𝟖, 𝟎
c) Pengamatan III
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,44
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2 + (7,33 − 7,44)2 + (7,0 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2
=
6
2 2 2 2
(−0,11) + (0,23) + (−0,11) + (−0,44) + (0,23)2 + (0,23)2
S2 =
6
(0,0121) + (0,0529) + (0,0121) + (0,1936) + (0,0529) + (0,0529)
S2 =
6
S2 = 0,3765
S = √0,3765 = 0,61
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,44 − 1,96. (0,61)/√6) ≤ μ ≤ (7,44 + 1,96. (0,61)/√6)
P = (7,44 − 1,2/2,45) ≤ μ ≤ (7,44 + 1,2/2,45)
P = (7,44 − 0,49) ≤ μ ≤ (7,44 + 0,49)
𝐏 = 𝟔, 𝟗𝟓 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟗𝟑

d) Pengamatan IV
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,39
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,00 − 7,39)2 + 7,33 − 7,39)2 + (7,67 − 7,39)2 + (8,00 − 7,39)2 + (6,67 − 7,39)2 + (7,67 − 7,39)2
=
6
2
(−0,39)2 + (−0,06)2 + (0,28)2 + (0,61)2 + (−0,72)2 + (0,28)2
S =
6
2
(0,1521) + (0,0036) + (0,0784) + (0,3721) + (0,5186) + (0,0784)
S =
6
S2 = 0,2005
S = √0,2005 = 0,44
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,39 − 1,96. (0,44)/√6) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,96. (0,44)/√6)
P = (7,39 − 0,87/2,45) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,87/2,45)
P = (7,39 − 0,35) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,35)
𝐏 = 𝟕, 𝟎𝟒 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟕𝟒

e) Pengamatan V
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,39
n
n
∑ x
i=1 i − z
S2 =
n
S2
(7,67 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (8,0 − 7,39)2 + (7,0 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + 7,0 − 7,39)2
=
6
2
(0,28)2 + (−0,06)2 + (0,61)2 + (−0,39)2 + (−0,06)2 + (−0,39)2
S =
6
2
(0,0784) + (0,0036) + (0,3721) + (0,1521) + (0,0036) + (0,1521)
S =
6
S2 = 0,1269
S = √0,1269 = 0,35
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,39 − 1,96. (0,35)/√6) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,96. (0,35)/√6)
P = (7,39 − 0,69/2,45) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,69/2,45)
P = (7,39 − 0,28) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,28)
𝐏 = 𝟕, 𝟏𝟏 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟔𝟕

f) Pengamatan VI
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,44
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,67 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2 + (7,33 − 7,44)2 + (7,33 − 7,44)2 + (7,0 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2
=
6
2
(0,23)2 + (0,23)2 + (−0,11)2 + (−0,11)2 + (−0,44)2 + (0,23)2
S =
6
2
(0,0529) + (0,0529) + (0,0121) + (0,0121) + (0,1936) + (0,0529)
S =
6
S2 = 0,0625
S = √0,0625 = 0,25
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,44 − 1,96. (0,25)/√6) ≤ μ ≤ (7,44 + 1,96. (0,25)/√6)
P = (7,44 − 0,49/2,45) ≤ μ ≤ (7,44 + 0,49/2,45)
P = (7,44 − 0,2) ≤ μ ≤ (7,44 + 0,2)
𝐏 = 𝟕, 𝟐𝟒 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟔𝟒

g) Pengamatan VII
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,28
n
n
∑ i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,28)2 + (8,0 − 7,28)2 + (7,33 − 7,28)2 + (7,33 − 7,28)2 + (6,67 − 7,28)2 + (7,0 − 7,28)2
=
6
2
(0,05)2 + (0,72)2 + (0,05)2 + (0,05)2 + (−0,61)2 + (−0,28)2
S =
6
2
(0,0025) + (0,5184) + (0,0025) + (0,0025) + (0,3721) + (0,0784)
S =
6
S2 = 0,1627
S = √0,1627 = 0,4
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,28 − 1,96. (0,4)/√6) ≤ μ ≤ (7,28 + 1,96. (0,4)/√6)
P = (7,28 − 0,78/2,45) ≤ μ ≤ (7,28 + 0,78/2,45)
P = (7,28 − 0,32) ≤ μ ≤ (7,28 + 0,32)
𝐏 = 𝟔, 𝟗𝟔 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟔
H0 : terdapat perbedaan mutu antara kapal 1 hari dan >1 hari

H1 : tidak terdapat perbedaan mutu antara kapal 1 hari dan >1 hari

Pengamatan 1 Hari > 1 Hari


1 7 7
2 7 7
3 7 7
4 7 7
5 7 7
6 7.5 7
7 7 7
Rata-rata 7.07 7

t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances

1 hari >1 hari


Mean 7.071429 7
Variance 0.035714 0
Observations 7 7
Hypothesized Mean Difference 0
df 6
t Stat 1
P(T<=t) one-tail 0.177959
t Critical one-tail 1.94318
P(T<=t) two-tail 0.355918
t Critical two-tail 2.446912

T hit < T tabel berarti H0 ditolak


Lampiran 3. Lembar Pengujian Mutu
*Mutu Cumi
Jenis uji Satuan Persyaratan Kapal 1 hari Kapal >1 hari
a Sensori Angka (1-9) Minimal 7 1x 2x 3x 1x 2x 3x
b Cemaran mikroba
- ALT koloni/g Maksimal 5,0 x 10 5 2,60x102 7,77x102 2,55x102 <25 2,70x102 3,60x102
- Escherichia coli APM/g Maksimal <3 460 43 Negatif 38 36 Negatif

- Salmonella per 25 g Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif


- Vibrio cholerae* per 25 g Negatif
- Vibrio parahaemolyticus* APM/25 g Maksimal <3
c Cemaran kimia*
- Kadmium (Cd) mg/kg Maksimal 1,0
- Merkuri (Hg) mg/kg Maksimal 1,0
- Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 1,5
d Fisika
- Suhu pusat ºC Maksimal -18
CATATAN * bila diperlukan sesuai permintaan pasar
SNI 2731.1:2010

Untuk parameter yang tidak dikaji dalam SNI 2731.1:2010

Kapal 1 hari Kapal >1 hari Referensi

Negatif Negatif
Formalin Negatif Negatif Negatif

Negatif Negatif
Uji T ALT

t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances

1 hari >1 hari


Mean 430.6667 185 H0 : terdapat perbedaan mutu antara kapal 1 hari dan >1 hari
Variance 89966.33 19225 H1 : tidak terdapat perbedaan mutu antara kapal 1 hari dan >1 hari
Observations 3 3
Hypothesized Mean
Difference 0 T hit < T tabel jadi H0 ditolak
df 3
t Stat 1.287694
P(T<=t) one-tail 0.144097
t Critical one-tail 2.353363
P(T<=t) two-tail 0.288194
t Critical two-tail 3.182446
*Mutu Es

Jenis uji Satuan Persyaratan Hasil


Es Air Laut
a Organoleptik Angka (1-9) 7
b Cemaran mikroba
- ALT koloni/ml maksimal 1,0 x 10² 5,09x102 5,22x102
Suhu 22°C koloni/ml maksimal 2,0 x 10
Suhu 37°C koloni/ml 0
- E. Coli /coliform koloni/ml 0
Positif 0 kol/ml
- Enterococcus* koloni/ml 0

c Cemaran kimia
- pH Angka (1-14) 6,5 – 8,5
- Nitrat* mg/ml mg/l maksimal 0,5
- Besi mg/l mg/l maksimal 200
- Klorida maksimal 250
- Free Khorine maksimal 0,5

d Fisika *
suhu pusat °C Maksimal -3
CATATAN :* untuk es balok
** jika diperlukan
PER-DJPT No. 84 tahun 2013

LAMPIRAN 4. Checklist Persyaratan Kelayakan Dasar


ASPEK YANG DINILAI Kesesuaian Catatan/ Saran
NO (program persyaratan dasar/
Perbaikan
Pre requisite programs) Ya Tidak

A. GOOD HANDLING PRACTICES (GHdP)

1 Lingkungan Tempat Pembongkaran Ikan

a. Tidak terdapat genangan air dan debu √


yang berlebihan di tempat
pembongkaran ikan
b. Tersedia fasilitas selasar untuk √
menghindari terik matahari pada saat
pembongkaran
c. Tidak terdapat kendaraan yang √
mengeluarkan asap yang dapat
mempengaruhi mutu hasil tangkapan di
area bongkar
d. Tidak terdapat binatang yang dapat √
mempengaruhi mutu hasil tangkapan di
area bongkar
e. Mempunyai fasilitas pasokan air bersih √
dan atau air laut bersih yang cukup
f. Dibersihkan secara teratur minimal √
setiap selesai pembongkaran ikan,
wadah/peralatan yang digunakan harus .
dibersihkan dan dibilas dengan air bersih
atau air laut bersih
2 Konstruksi Kapal Perikanan

a. Permukaan yang kontak langsung √


dengan ikan terbuat dari bahan yang
kedap air, tidak merusak kondisi fisik
ikan, tidak korosif dan mudah
dibersihkan.
b. Kapal perikanan didesain dan √
dikonstruksi sehingga tidak
menyebabkan kontaminasi produk dari
air kotor, limbah, minyak, oli, atau
bahan-bahan lain.
c. Konstruksi dan tata letak palka kapal √
sesuai dengan persyaratan sanitasi dan
hygiene serta mudah dibersihkan.
3 Pembongkaran Dan Pengangkutan Ikan

a. Pembongkaran ikan dilakukan dengan √


hati-hati, cepat dan menghindari sinar
matahari langsung
b. Pada saat dan setelah pembongkaran, √ Wadah penampungan
ikan diletakkan ditempat/wadah ikan tidak higienis dan
penampung yang bersih dan higienis, tidak dapat
memenuhi persyaratan rantai dingin, mempertahankan suhu
tidak merusak ikan dan melindungi ikan ikan
dari kontaminasi
c. Perlengkapan yang dipakai pada saat √
pembongkaran ikan dalam kondisi baik
dan tidak mengakibatkan kontaminasi
pada produk
d. Diangkut dengan menggunakan √
Pengangkutan tidak
kendaraan yang dapat mempertahankan
menggunakan es /
suhu sesuai dengan yang
menyebabkan kenaikan
dipersyaratkan serta tidak
suhu
mengkontaminasi produk ikan
Persyaratan suhu dan Tempat
4
Penyimpanan Ikan
a. Kapal penangkap dan pengangkut ikan √ Di Pelabuhan Perikanan
dengan freezer harus memiliki peralatan Pantai (PPP) Lempasing,
pembekuan yang cukup kapasitasnya tidak menggunakan kapal
untuk menurunkan suhu secara cepat penangkap dan
sehingga mencapai suhu ikan sama atau pengangkut ikan dengan
kurang dari -18 °C freezer kerena waktu
beroperasi atau waktu
layar hanya 1 hari dan
paling lama 14 hari

b. Kapal yang dilengkapi dengan pendingin √ Untuk mempertahankan


dengan air laut bersih dingin, tempat rantai dingin selama
penyimpanan ikan harus dilengkapi penyimpanan ikan dengan
dengan peralatan yang menjamin menggunakan es balok,
kondisi suhu yang merata pada seluruh tidak menggunakan
bagian tangki dengan suhu < 4 oC pendingin dengan air laut.

c. Kapal yang didesain dan dilengkapi √


peralatan untuk menjaga kesegaran ikan
hingga 24 jam, harus dilengkapi
peralatan palka, tanki atau wadah untuk
menyimpan ikan dan menjaga suhu
pendinginannya pada suhu < 4oC.
d. Jumlah dan sarana penyimpanan ikan √
mencukupi untuk memuat ikan
e. Terdapat dokumen rekaman √ Tidak terdapat alat
pengontrolan suhu pada palkah pengontrol suhu pada
ikan/tempat penyimpanan ikan palka, karena palka yang
digunakan adalah fiber
bukan palka yang
berfreezer.

B. STANDARD SANITATION
OPERATION PROCEDURE (SSOP)
1 Air, Es dan BBM

a. Pasokan air cukup √

b. Pasokan es cukup √

c. Air dan es ditempatkan pada tempat √


yang layak dan tidak terkontaminasi
d. Air yang digunakan harus memenuhi

standar air bersih

e. Es ditangani sesuai dengan persyaratan √ Tempat penanganan es


sanitasi kurang saniter

f. Es tidak digunakan kembali untuk ikan



lain
g. BBM tidak dapat mengkontaminasi

palkah ikan, air dan es

h. BBM ditempatkan dalam tempat khusus √

Peralatan Dan Perlengkapan Yang


2
Kontak Dengan Produk
a. Peralatan dan wadah yang masih

digunakan dirawat dengan baik
b. Peralatan dan wadah yang kontak
langsung dengan produk, dicuci dan di √
sanitasi sebelum dan sesudah
digunakan.
3 Kebersihan Ruangan Dan Peralatan

a. Peralatan kebersihan tersedia, dan √


jumlahnya memadai.
b. Ruang yang digunakan untuk √
pembongkaran dan pemuatan ikan
dipelihara kebersihan dan sanitasinya.

c. Terdapat tempat sampah/limbah dengan √


jumlah yang cukup

4 Bahan Kimia Dan Bahan Berbahaya

Bahan kimia, bahan pembersih ditempatkan √


dalam wadah khusus dan tidak mencemari
produk
5 Limbah Padat Dan Limbah Lainnya

Penanganan sampah dan limbah dilakukan √


dengan baik
6 Kebersihan Dan Kesehatan ABK

a. ABK yang menangani hasil perikanan √


mendapatkan pelatihan dalam hal GHdP
dan SSOP.
b. Kondisi kesehatan ABK yang menangani √
hasil tangkapan tidak menjadi sumber
kontaminasi produk
c. ABK tidak diperbolehkan merokok, Masih banyak ABK yang
meludah, makan dan minum selama √ melakukan hal tersebut
menangani ikan
7 Pest Control

a. Tidak terdapat binatang pengerat, √


serangga dan binatang lainnya di sekitar
ruangan kapal, terutama pada ruangan
yang langsung berhubungan dengan
produk hasil tangkapan
b. Terdapat program penanganan binatang √ Tidak terdapat kapal-kapal
(pest control) yang efektif pada kapal ber freezer
perikanan (untuk kapal-kapal ber
freezer)
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 April tahun 1998 di Bandar


Lampung - Lampung dari pasangan Bapak M. Irwan dan Ibu
Nurlindayani, yang merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis adalah
pada tahun 2004 menyelesaikan pendidikan TK (Taman
Kanak - Kanak) di TK Dinniyah Putri Lampung. Tahun 2010
penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di MI
Dinniyah Putri Lampung. Tahun 2013 penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 14
Bandar Lampung. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2016. Pada tahun 2016,
penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Kedinasan Sekolah Tinggi
Perikanan (STP) Jakarta dan mengambil Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan (TPH) Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil perikanan (TPH). Pada
bulan Agustus tahun 2020, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Tinggi Perikanan Jakarta dan memperoleh gelar Sarjana Terapan Perikanan (S.Tr.Pi)
dengan judul praktik “Keamanan Pangan dan Perbandingan antara Lama Waktu
Tangkap pada Cumi (Loligo sp) yang Didaratkan di PPP (Pelabuhan Perikanan
Pantai) Lempasing - Lampung”.

Anda mungkin juga menyukai