OLEH
M. RIZKY RIDHO YUSUF
NRP. 52163111463
OLEH:
M. RIZKY RIDHO YUSUF
NRP. 52163111463
NRP : 52163111463
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Arpan Nasri Siregar, A.Pi, M.ST.Pi Siti Zachro Nurbani, A.Pi., M.ST.Pi
Mengetahui,
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. pengutipan hanya untuk pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Sekolah Tinggi
Perikanan.
Squid (Loligo sp.) Is a resource with an important economic value that ranks
third, after fish and shrimp in Indonesia. The potential of squid fisheries in the Java
Sea (WPP 712 RI) is 5,000 tons / year. The high potential of this squid must be
accompanied by the preservation of the quality of the squid from the capture to the
hands of consumers and the safety of the squid from hazardous chemicals
circulating in the community. As for the results obtained from the Field Practice at
the Port of Coastal Fisheries (PPP) - Lempasing the application of cold chains
carried out on the ship is still lacking due to the central temperature of the product
obtained when the demolition stage reaches 13-16ºC and E-coli test results that
show flat squid - the average gets positive results, but for the overall quality of this
squid product can be said to be good and suitable for consumption in a mature
condition, because other quality results such as organoleptic, ALT and Salmonella
are in accordance with the minimum SNI applicable limits and the results of
Formalin testing which show results negative. And the results of the T test showed
no significant difference in quality between the length of time captured in squid.
Keywords: Squid, Quality, Port, Lempasing.
RINGKASAN
M. RIZKY RIDHO YUSUF. NRP 52163111463. Jurusan Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan. Keamanan Pangan dan Perbandingan Mutu antara Lama
Waktu Tangkap pada Cumi (Loligo sp) yang Didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) - Lempasing. Di bawah bimbingan Arpan Nasri
Siregar dan Siti Zachro Nurbani
Masalah keamanan pangan yang masih saja terjadi di Indonesia saat ini
antara lain kasus keracunan, ditemukannya pangan tercemar oleh kontaminan
mikrobiologi dan kontaminan kimia, penggunaan bahan tambahan illegal, dan
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) melebihi batas yang diijinkan.
Tingginya potensi cumi-cumi ini harus di iringi dengan terjaganya mutu cumi-cumi
mulai penangkapan hingga ke tangan konsumen serta keamanan cumi-cumi dari
bahan-bahan kimia berbahaya yang beredar di masyarakat.
Terdapat perbedaan alur proses pada kapal 1 hari dan kapal 7 hari,
dimana alur proses yang seharusnya Pembongkaran, Pelelangan kemudian
penjualan di Pasar Ikan, namun pada kapal 7 hari tidak melalui proses lelang dan
langsung di bawa ke pasar ikan untuk di jual. Dan terdapat biaya retribusi sebesar
5% untuk pelabuhan yang dibebankan 2,5% untuk nelayan dan 2,5% untuk
pengepul.
Penerapan rantai dingin juga masih terbilang buruk, hal tersebut dapat
dilihat pada hasil pembongkaran suhu cumi sudah mencapai angka 13 -16°C
sedangkan seharusnya suhu ketika ditangkap diturunkan dan dipertahankan di
angka 4°C, hal tersebut berarti masih kurangnya es yang dibawa oleh nelayan dan
kurang rapatnya palka pada kapal yang mengakibatkan tidak terjaganya suhu
palka apalagi untuk kapal yang berlayar 1–2 minggu seharusnya sudah
menggunakan kapal dengan fasilitas freezer untuk menjaga kualitas hasil
tangkapan. Hal yang masih perlu diperhatikan berikutnya adalah proses lelang
yang dilakukan di TPI Lempasing, fasilitas pelelangan masih dibilang kurang
memadai dimana pada proses lelang suhu cumi malah melonjak naik, hal tersebut
karena selama proses lelang cumi tidak diberi es dan di cuci hanya menggunakan
air biasa dengan suhu 25 - 27°C yang seharusnya di cuci menggunakan air yang
diberi es guna menjaga suhu ikan tetap rendah.
Jika dilihat dari tiap-tiap parameter antara 2 waktu tangkap, tidak terdapat
perbedaan yang nyata diantara keduanya, dari penilaian organoleptik cumi masih
terbilang baik karena masih mendapat rata-rata nilai 7, untuk penilaian ALT dan
Salmonella juga masih terbilang baik karena tidak melebihi ambang batas
cemaran pada SNI dan hasil pengujian formalin juga menghasilkan negatif. Namun
ada 1 parameter yang yang kurang baik yaitu e-coli yang menunjukan hasil positif.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa cumi di PPP lempasing layak untuk
dikonsumsi, mengingat bahwa masyarakat juga mengkonsumsi cumi dengan cara
dimasak terlebih dahulu sehingga memungkinkan e-coli yang terdapat pada cumi
hilang setelah dimasak.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat Rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktik Akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada Laporan praktik akhir ini dengan judul "Keamanan Pangan dan
Perbandingan Mutu antara Lama Waktu Tangkap pada Cumi (Loligo sp) yang
di Daratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) - Lempasing”.
Penulis
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan praktik akhir dengan judul
"Keamanan Pangan dan Perbandingan Mutu antara Lama Waktu Tangkap
pada Cumi (Loligo sp) yang di Daratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
- Lempasing”.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .........................................................................................i
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................viii
1. PENDAHULUAN ........................................................................................1
iii
2.5. Keamanan Pangan .............................................................................15
iv
3.4. Analisis Data .......................................................................................28
v
5.4.1. Penerapan Good Handling Practices (GHdP)............................48
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
vii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
3. a) Tahap Sortasi.....................................................................................37
viii
1
1. PENDAHULUAN
Memperhatikan hal tersebut, maka penulis dalam penulisan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini mengambil judul “KEAMANAN PANGAN DAN PERBANDINGAN MUTU
ANTARA LAMA WAKTU TANGKAP PADA CUMI (Loligo sp) YANG DIDARATKAN
DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LEMPASING – LAMPUNG”.
2
1.2. Tujuan
2. TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Cephalopoda
Subkelas : Coleoidea
Ordo : Teuthoidea
Family : Loligonidae
Genus : Loligo
yang disebut leher (Pelu, 1989 dalam Nursinar dkk, 2015). Struktur anatomi
cumi dapat dilihat pada Gambar 1.
bertujuan mendapatkan harga yang layak, baik bagi nelayan maupun pedagang
(Lubis, 2011).
Pelelangan yang efektif memerlukan pengeloalaan yang baik, transparan,
dan memiliki keinginan untuk menjaga mutu produk yang dilelang. Semakin efektif
dan efisien pelelangan ikan, semakin besar kemungkinan diperoleh harga yang
optimal (Syafruddin dkk, 2014) .
Berikut ini hal - hal prinsip yang perlu diperhatikan selama penanganan ikan
dari pembongkaran sampai pengangkutan di TPI (Junianto, 2003), yaitu kontrol
suhu ikan selama penanganan agar selalu dingin, perkecil sentuhan fisik secara
langsung dengan ikan, hindari sengatan langsung sinar matahari pada tubuh ikan,
dan perkecil terjadinya kontaminasi terhadap ikan.
2.3. Pendinginan
4) Es keping tipis (flake ice), yaitu berupa lempengan - lempengan tipis dan tebal
5 mm, diameter 3 cm, merupakan hasil pengerukkan dari lapisan es yang
terbentuk diatas permukaan pembeku yang berbentuk silinder.
5) Es halus (slurry ice), berupa butiran - butiran yang sangat halus (diameter ± 2
mm) dan lembek, dan umumnya sedikit berair. Mesin yang digunakan
umumnya berukuran kecil dan dipakai oleh pabrik pengolahan ikan untuk
memproduksi es dalam jumlah kecil untuk mengawetkan ikan di lingkungan
pabrik.
2.4. Mutu Ikan
Menurut Ilyas (1983), mutu mengandung arti nilai - nilai tertentu yang
diinginkan pada suatu material, produk atau jasa. Seperti pada hasil pertanian
umumnya, hasil perikanan pun mengandung paling kurang beberapa aspek mutu,
antara lain :
1) Aspek bio-tekno-ekonomis (pertanian/perikanan). Hasil perikanan secara
biologis mengandung nilai gizi yang secara teknologi dimanfaatkan dengan
memperhatikan nilai teknologis dan ekonomis dengan menerapkan kaidah
ekonomi.
2) Aspek sanitasi dan higienis (kesehatan). Mutu gizi dan higienis yang memenuhi
persyaratan kesehatan, yang tidak membahayakan kesehatan.
3) Aspek komersial. Nilai komersial produk perikanan yang dapat dipindah-
pindahkan kepada pihak lain melalui penggolongan mutu (grade grading).
4) Aspek industrial. Nilai mutu pada produk yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan
industrial. Misalnya pemanfaatan sesuatu jenis minyak ikan untuk tujuan
industri kosmetik.
5) Aspek hukum (legal). Nilai mutu yang terkandung pada sesuatu produk
perikanan ditinjau dari segi peraturan perundang - undangan.
2.4.1. Mutu Kesegaran Ikan
Kualitas ikan yang baik adalah ikan masih segar. Ikan segar adalah ikan yang
masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun
teksturnya (Adawyah, 2014). Paramater untuk menentukan kesegaran ikan terdiri
atas faktor - faktor fisika, organoleptik, dan mikrobiologi. Sementara kesegaran
cumi-cumi dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah
dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu sebagai
berikut :
9
1) Kenampakan Luar
Cumi masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak kusam.
Keadaaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi.
Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak
ditemukan tanda - tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin
kusam, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi
lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.
2) Bau
Cumi segar dapat dibedakan berdasarkan baunya, cumi memiliki bau yang
khas cumi, dan segar seperti air laut.
3) Tekstur
Kualitas cumi ditentukan oleh teksturnya. Cumi yang masih segar, bertektur
kompak, padat dan juga elastis.. Setelah cumi mati, beberapa jam kemudian cumi
menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan dagingnya, maka makin lama
kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes - tetes air yang mengalir
keluar, dan cumi kehilangan kekenyalannya.
Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan segar dengan parameter
organoleptik, cemaran mikroba, cemaran logam, kimia dan histamin, residu kimia,
parasit sesuai dengan standar SNI 2731.1: 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Cumi
Jenis uji Satuan Persyaratan
a Sensori Angka (1-9) Minimal 7
b Cemaran mikroba
- ALT koloni/g Maksimal 5,0 x 10 5
- Escherichia coli APM/g Maksimal <3
- Salmonella per 25 g Negatif
- Vibrio cholerae* per 25 g Negatif
- Vibrio parahaemolyticus* APM/25 g Maksimal <3
c Cemaran kimia*
- Kadmium (Cd) mg/kg Maksimal 1,0
- Merkuri (Hg) mg/kg Maksimal 1,0
- Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 1,5
d Fisika
º
- Suhu pusat C Maksimal -18
CATATAN * bila diperlukan sesuai permintaan pasar
Sumber : BSN 2731.1:2010
2.4.2. Faktor Kemunduran Mutu Ikan
Penanganan di kapal, untuk memperoleh ikan yang bermutu dan daya awet
panjang dan pada suhu rendah (mendinginkan ikan). Ikan yang ditangkap segera
dicuci bersih dari kotoran dan lumpur, dipisahkan menurut jenis ikan dan ukuran
ikan lalu segera disimpan dalam es.
Cara pembongkaran dan pendaratan, yang sangat mempengaruhi mutu
adalah kalau suhu ikan meningkat menjadi panas yang berlansung lama, serta
terjadinya pencemaran ikan oleh kecerobohan dan kelalaian.
Cara penanganan di darat, transportasi, dan distribusi. Hal ini yang
berpengaruh buruk pada ikan adalah ikan mengalami kenaikan suhu, penanganan
yang ceroboh, mengulur waktu, serta terkena oleh pencemaran. Hasil penelitian
menunjukan bahwa faktor - faktor utama yang mempengaruhi mutu ikan, baik
didaratkan dari laut maupun yang tangani didarat adalah penerapan suhu rendah
(pendinginan), kecermatan, kebersihan, dan kecepatan bekerja (faktor waktu).
2.4.3. Kemunduran Mutu Ikan
Ada beberapa faktor yang diketahui sehubungan dengan kegiatan
penanganan ikan baik di atas kapal maupun di tempat pendaratan ikan, di
pelelangan ikan dan di pasar ikan yaitu terutama yang berkaitan dengan terjadinya
proses penurunan mutu ikan setelah mati. Setelah ikan mati maka mulailah
terjadinya serangkaian perubahan yang mengarahkan kepada penurunan suhu,
penurunan mutu ini disebabkan beberapa faktor utama yaitu aktifitas enzim,
mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran
ikan menurun, sehingga proses perubahan ini mengarah pembusukan. Urutan
proses perubahan yang terjadi pada ikan setelah mati meliputi perubahan pre-
rigor, rigor mortis, dan post-rigor (Junianto, 2003).
1) Tahap pre-rigor
Perubahan pre-rigor merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di
bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagaian besar terdiri dari
glukoprotein yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri. Pada tahap
ini perubahan biokimia terjadi sebelum ikan kaku. Saat ini yang mengalami
perubahan adalah perombakan ATP yang akan menghasilkan energi. Glikogen
dan glukosa bebas di dalam daging juga akan mengalami penguraian menjadi
asam laktat dan menghasilkan ATP. Hal ini mengakibatkan keadaan daging
menjadi asam sehingga aktivitas enzim ATPase keratin fosfokinase meningkat.
2) Tahap rigor mortis
12
sebagai hasil akhir. Penguraian protein dan lemak dalam autolisis menyebabkan
perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan. Autolisis tidak dapat dihentikan
walaupun dalam suhu yang sangat rendah. Biasanya proses autolisis akan selalu
diikuti dengan meningkatkan jumlah bakteri. Pasalnya, semua hasil penguraian
enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk
pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya (Junianto, 2003).
2.4.3.2. Akibat Aktivitas Mikroba
Selama ikan hidup, bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, insang,
saluran darah, dan permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerang bagian -
bagian tubuh ikan. Hal ini disebabkan bagian - bagian tubuh ikan tersebut
mempunyai batas pencegah (barrier) terhadap penyerangan bakteri. Setelah ikan,
kemampuan barrier tadi hilang bakteri segera masuk kedalam daging ikan melalui
keempat bagian tadi. Jumlah bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan ada
hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup.
Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas,
Alcagines, Micrococcus, Sarcina, Vibrio, Favobacterium, Crynebacterium,
Serratia, dan Bacillus. Bakteri - bakteri ini mencapai 80% dari total flora pada ikan.
Perbedaan jenis ikan jumlah bakteri yang dijumpai pada ikan disebabkan oleh
perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak geografis, cara
penangkapan, dan cara penanganan ikan.
Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai perubahan yaitu lendir
menjadi lebih pekat, bergetah, amis, mata terbenam, dan pudar sinarnya, serta
insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan bau busuk (Junianto,
2003).
Menurut Junianto (2003), Bakteri merupakan anggota mikroorganisme
terbanyak pada tubuh ikan, dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan
temperatur hidupnya, yaitu:
1) Bakteri Termofil
Termofil adalah mikroba yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan 45-
60ºC dengan suhu minimum pertumbuhan 25-45ºC dan suhu maksimal 60-80ºC.
2) Bakteri Mesofil
Mikroba yang tergolong mesofil adalah mikroba yang mempunyai suhu
optimum 20-40ºC dengan suhu minimum pertumbuhan 10-20ºC, dan suhu
maksimum 40-45ºC.
3) Bakteri Psikrofil
14
mie basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis, bahkan dalam pembuatan
kecap masih menggunakan bahan formalin sebagai bahan tambahan untuk
mengawetkan makanan. Penggunaan bahan ini dimaksudkan agar bahan
makanan yang dijual bisa disimpan dalam jangka lama dan tidak mudah rusak
(Dewi, 2019).
kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya. Dengan adanya fungsi
ini maka dapat diberikan contoh bahwa pada tipe pelabuhan perikanan besar atau
samudera, dicirikan kemaritimannya melalui penyedian fasilitas - fasilitas antara
lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapat
bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang agar kapal - kapal dapat bersandar
tanpa antrian sehingga kapal dapat membongkar ikannya secara cepat, serta
adanya rambu - rambu navigasi agar kapal - kapal aman untuk masuk dan keluar
pelabuhan.
2.6.1.2. Fungsi Pemasaran
Pelabuhan perikanan menjadi tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran
produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan. Proses
pemasaran ini berawal dari ikan - ikan yang telah didaratkan dibawa ke gudang
pelelangan ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Ikan disortir dan diletakkan
pada keranjang atau basket plastik, selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan
dicatat hasil transaksinya. Banyak pelabuhan di Indonesia penyortiran dilakukan di
atas kapal sehingga setelah ikan sampai di tempat pelelangan ikan tidak perlu
disortir lagi. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan - ikan yang telah dilelang
atau dibeli secara cepat dan kemudian diberi es untuk mempertahankan mutunya.
Ikan yang sudah dilelang atau dibeli kemudian dipasarkan dalam bentuk segar dan
diangkut dengan truk atau mobil bak terbuka dan atau mobil yang telah dilapisi
dengan sterofoam yang dilengkapi dengan sarana pendingin.
2.6.1.3. Fungsi Jasa
Meliputi seluruh jasa - jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai akan
didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi 5 bagian:
1) Jasa - jasa dapat melayani pendaratan ikan antara lain penyedian alat - alat
pengangkut ikan, keranjang - keranjang dan buruh pembongkar.
2) Jasa - jasa yang melayani kapal - kapal penangkap ikan antara lain
penyediaan bahan bakar, air bersih dan es.
3) Jasa - jasa yang menangani mutu ikan antara lain fasilitas cold storage, cool
room, pabrik es dan penyediaan air bersih.
4) Jasa - jasa yang melayani keamanan pelabuhan antara lain jasa pemanduan
bagi kapal - kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, syahbandar dan
beacukai yang masing - masing berfungsi memeriksa surat - surat kapal,
jumlah serta jenis barang yang dibawa.
18
5) Jasa - jasa pemeliharaan kapal antara lain fasilitas docking, slipways dan
bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin serta peralatannya
agar tetap dalam kondisi baik sehingga siap kembali melaut. Slipways adalah
alat untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal.
Selain fungsi pelabuhan berdasarkan kepentingannya terdapat juga fungsi
pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya yaitu sebagai pusat kegiatan
perikanan baik ditinjau dari segi aspek pendaratan atau pembongkaran,
pengolahan dan pemasaran ikan maupun pembinaan terhadap masyarakat
nelayan.
1) Fungsi pendaratan dan pembongkaran
Pelabuhan perikanan merupakan tempat pemusatan armada penangkap ikan
untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat berlabuh yang aman, menjamin
kelancaran pembongkaran ikan dan penyediaan bahan perbekalan.
2) Fungsi pengolahan
Fungsi pengolahan ini merupakan salah satu fungsi yang penting terutama
pada saat musim ikan yaitu untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis
terjual dalam bentuk segar atau untuk memenuhi industri pengolahan ikan.
Pengolahan ikan yang umumnya terdapat pada sebagian besar pelabuhan
perikanan Indonesia masih bersifat tradisional yang belum memperhatikan kualitas
ikan, sanitasi dan cara pengepakan yang baik.
3) Fungsi pemasaran ikan
Berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang
menguntungkan baik bagi nelayan. Sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan
ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah
kegiatan awal dari sistem pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk
mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan.
4) Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan
Pelabuhan perikanan dapat dijadikan sebagai lapangan kerja bagi penduduk
di sekitarnya dan sebagai tempat pembinaan masyarakat perikanan seperti
nelayan, pedagang, pengolah dan buruh angkut agar mampu menjalankan
aktivitasnya dengan baik.
2.6.2. Peran Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan berperan penting dalam penanganan hasil tangkapan
yang didaratkan. Hasil tangkapan ikan yang didaratkan haruslah ditangani dengan
19
Terdapat program penanganan binatang (pest control) yang efektif pada kapal
perikanan (untuk kapal - kapal berfreezer).
24
3. METODE PRAKTIK
3.2.1. Alat
Kapal yang akan diamati adalah kapal yang mendapatkan hasil cumi-cumi.
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu ketika pembongkaran hingga penjualan
berupa thermometer digital, scoresheet organoleptik cumi beku (SNI
2731.1:2010), coolbox untuk menyimpan sampel yang akan di uji mutunya di
laboratorium BKIPM, kamera untuk mengambil gambar yang dibutuhkan sebagai
laporan dan ceklis kelayakan dasar (Good Handling Practices dan Standard
Sanitation Operating Procedure) untuk di pelabuhan.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah cumi-cumi (Loligo sp) segar untuk pengujian
organoleptik cumi, pengujian ALT, E-Coli, dan TVB-N pada saat pembongkaran
ikan serta pengujian formalin pada saat penjualan eceran. Bahan - bahan yang
sesuai dengan pengujian ALT (SNI 2332.3:2015), E-coli (SNI 2332.1:2015), dan
Salmonella (SNI 01-2332.2-2006) serta pengujian formalin menggunakan Test-kit.
3.3. Metode Kerja
3.3.1. Teknik Penanganan Cumi-cumi
Mengamati teknik penanganan cumi pada saat pendaratan hingga ke
pasar ikan, pengamatan dilakukan dengan terlibat langsung pada saat praktik di
lapangan. Serta melakukan wawancara dan pengisian kuisioner pada nelayan
untuk mengetahui penanganan ikan diatas kapal.
3.3.2. Penerapan Rantai Dingin
Pengukuran suhu ikan mulai dari pembongkaran hingga ke pasar ikan
menggunakan thermometer digital sebanyak 7 kali pengukuran dan 3 kali
pengulangan.
25
∑𝑛
𝑖=0(𝑥𝑖 −𝑥)
2
S2 =
𝑛
S =
P (x – (1,96.s/ )) ≤ µ ≤ (x + (1,96.s/ ))
Keterangan :
n : banyaknya panelis
S2 : keragaman nilai mutu
1,96 : koefisien standar deviasi pada taraf 5%
𝑥 : nilai mutu rata-rata
xi : nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3,....n
s : simpangan baku nilai mutu
P : nilai organoleptik
ALT di catat dan dihitung jumlah total koloni. Perhitungan ALT dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
∑C
𝑁=
[(1 x 𝑛1) + (0,1 x 𝑛2)] (𝑑)
Dimana :
N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per gram
∑C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d : Pengenceran pertama yang dihitung
3.3.3.3. Pengujian E-coli
Analisis data dilakukan sebagai upaya untuk mengubah data hasil praktik
menjadi informasi yang karakteristiknya dapat dipahami dan bermanfaat dalam
pengambilan kesimpulan sesuai dengan tujuan dan batasan masalah secara jelas,
cermat dan sistematis.
28
Uji T
Uji t hanya digunakan untuk menguji parameter organoleptik dan ALT yang
bertujuan untuk mengetahui perbedaan dua mean dari dua distribusi data. Ada
dua macam teknik analisa uji-t, yaitu uji-t cuplikan kembar dan uji-t amatan
ulangan. Penerapan teknik analisa uji-t yang akan digunakan sesuai dengan
metode dan rancangan penelitian yang digunakan. Rancangan penelitian yang
bertujuan untuk membedakan dua variable sebab terhadap satu variable akibat.
Hasil analisis yang diharapkan adalah perbedaan mean distribusi data variable
bebas lainnya. Maka teknik analisis uji-t yang tepat digunakan adalah uji-t cuplikan
kembar.
𝑀𝑋1 − 𝑀𝑋2
t=
𝑆
Keterangan :
t : Nilai hitung
Rumus salah baku perbedaan antar dua mean adalah sebagai berikut.
∑ 𝑥 12 + ∑ 𝑥 22 1 1
S = √{ }𝑥 { + }
𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑛1 𝑛2
Keterangan :
S = salah baku perbedaan antar dua mean
x1 = jumlah skor simpangan x1
x2 = jumlah skor simpangan x2
n1 = jumlah subyek dalam kelompok satu
n2 = jumlah subyek dalam kelompok dua
keranjang. Pada saat penyortiran ABK tidak menggunakan sarung tangan dan ikan
tidak ditambahkan es di geladak kapal saat menyortir ikan untuk menjaga rantai
dingin, kemudian dicuci kembali dengan air laut. Penanganan ikan yang baik saat
pembongkaran seharusnya sesuai teknik pembongkaran ikan diatas kapal (SNI
8088 : 2014), yaitu : Penyiapan geladak kerja, geladak kerja dibersihkan dan
terlindung dari panas sinar matahari. Es ditaburkan di geladak kerja untuk menjaga
rantai dingin. Tahap sortasi, pencucian, dan alat yang digunakan untuk
mengangkut hasil tangkapan ke TPI dapat dilihat pada Gambar 4 .
(a) (b)
mempertahankan rantai dingin dan alat pengangkut diberi tutup untuk melindungi
panas matahari.
5.1.2. Tahap pelelangan
Jarak dari TPI ke tempat pembongkaran dan dermaga pelabuhan kapal
bersandar tidak terlalu jauh hanya sekitar 20 m. Pelelangan dimulai pada pukul
05.00 - 08.30 WIB. Sebelum dan sesudah dilakukan pelelangan dilakukan
pembersihan agar lantai pelelangan terjaga kebersihannya, serta tersedia keran
air bersih untuk mencuci tangan. Ikan yang berada di TPI akan disortir ulang oleh
pihak pelelangan sesuai dengan jenis dan ukuran ikan. Pelelangan dilakukan oleh
juru bicara yang berperan sebagai juru penawar harga/petugas lelang.
Cumi yang dari hasil tangkapan kapal 1 hari dilelang menggunakan wadah
berupa besek bambu, dalam 1 beseknya sekitar 5-6 kg, hasil tangkapan dilelang
dengan cara menjual per besek tersebut dengan harga sekitar Rp. 120.000/besek
dan jika belum mendapat pembeli maka petugas lelang akan menurunkan harga
nya hingga mendapat pemenang lelang, kemudian setelah pemenang lelang
didapatkan ikan akan ditimbang untuk dihitung beratnya dan dicatat untuk biaya
retribusi. Cumi yang dilelang menggunakan wadah besek dapat dilihat pada
Gambar 5.
melaluinya dan air kotor harus dapat bebas mengalir ke luar (Murniyati dan
Sunarman, 2000). Proses lelang dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari hasil pengukuran suhu mulai dari suhu awal pembongkaran, suhu tahap
pelelangan dan suhu saat di pasar ikan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Suhu Setiap Tahapan Pada Lama Waktu Tangkap Berbeda
Dari data diatas di peroleh perbedaan pada tahapan proses, yaitu tidak
adanya proses lelang pada kapal yang berlayar 1 minggu sehingga tidak
didapatkan hasil pengukuran suhu cumi, air, maupun udara pada proses
40
pelelangan pada kapal yang berlayar 1 minggu. Untuk grafik perubahan suhu
dapat dilihat pada Gambar 8.
KAPAL 1 HARI
30
25
20
15
(a)
10
5
0
Pembongkaran Pelelangan Pasar
KAPAL 1 MINGGU
30
25
20
15 (b)
10
5
0
Pembongkaran Pasar
Gambar 8. (a) grafik perubahan suhu pada kapal 1 hari, (b) grafik perubahan
suhu pada kapal 1 minggu
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa suhu pada saat pembongkaran juga
sudah terbilang tinggi karena suhu ikan sebaiknya dipertahankan tetap rendah
pada suhu 0 - 5°C. hal tersebut dikarenakan pada kapal yang berlayar 1 hari tidak
memiliki palka sedangkan hanya menggunakan wadah seperti gentong plastik,
atau box kuning / fiber sebagai pengganti palka, dan hanya membawa 1 – 2 balok
es untuk pendinginan, yang mana ketika tiba dipelabuhan es sudah mencair dan
suhu tempat penyimpanan sudah naik, sementara untuk kapal yang berlayar 1
minggu mereka berlayar tidak kurang dari 7 hari bahkan lebih, dan juga kapal tidak
memiliki freezer dan hanya menggunakan es dimana ketika sampai dipelabuhan
es sudah mencair juga yang menyebabkan suhu sudah seperti pada Tabel 10.
saat proses dipembongkaran dan juga kenaikan suhu disebabkan saat
pembongkaran dari fiber ikan disortir di atas dek kapal oleh 6 sampai 7 orang ABK,
41
saat penyortiran di atas dek kapal ikan tidak ditaburi es, setelah ikan disortir ikan
dicuci dengan air laut dengan suhu air laut ± 27°C. Menurut Ilyas (1983), Cara
pembongkaran dan pendaratan yang sangat mempengaruhi suhu ikan meningkat
menjadi panas yang berlangsung lama, serta terjadinya pencemaran ikan adalah
kecerobohan dan kelalaian pekerja. Pada geledak kerja sebaiknya ditaburi es
untuk menjaga rantai dingin (SNI 8088 : 2014).
Tahap pelelangan, terdapat perbedaan pada tahap ini yaitu pada kapal yang
berlayar 1 minggu tidak melakukan pelelangan sehingga tidak didapatkan hasil
pengukuran suhu, sedangkan untuk kapal yang berlayar 1 hari suhu ikan pada
tahap pelelangan terjadi kenaikan suhu yang lebih meningkat dari suhu
pembongkaran dimana suhu mencapai ±16°C. Hal ini terjadi dikarenakan pada
saat pengangkutan ke TPI, ikan tidak dijaga rantai dinginnya. Di pelelangan ikan,
ikan tidak diberi es dan dicuci menggunakan air biasa dengan suhu ±25°C.
Ruangan ditempat pelelangaan masih berupa ruangan terbuka dan hanya
mengandalkan ventilasi alami, tidak memiliki pendingin udara dimana suhu pada
ruangan tersebut ketika pukul 05.00 – 06.30 WIB mencapai ±25°C yang
mempengaruhi suhu pada ikan tersebut pula.
Berikut ini hal - hal prinsip yang perlu diperhatikan selama penanganan ikan
dari pembongkaran sampai pengangkutan di TPI (Junianto, 2003), yaitu kontrol
suhu ikan selama penanganan agar selalu dingin, perkecil sentuhan fisik secara
langsung dengan ikan, hindari sengatan langsung sinar matahari pada tubuh ikan,
dan perkecil terjadinya kontaminasi terhadap ikan.
Pasar Ikan, pada saat ikan berada di pasar ikan terjadi penurunan suhu yang
disebabkan mengunaan es lebih banyak, faktor yang menyebabkan pengunaan
es yang teratur disebabkan pedagang sudah lebih mengetahui pentingnya
menjaga suhu ikan tetap rendah guna menjaga kesegaran ikan dan juga pabrik es
yang berdekatan dengan pasar ikan menyebabkan mudahnya mendapat es. Suhu
pusat ikan turun hingga 6 - 7°C, dan juga pencucian ikan menggunakan air dengan
dengan suhu ±6°C.
5.3. Mutu Cumi
5.3.1. Nilai Organoleptik
Pengujian organoleptik cumi menggunakan score sheet organoleptik cumi
beku setelah di thawing sesuai dengan SNI 2731.1:2010. Pengujian organoleptik
dilakukan pada saat pembongkaran oleh 6 orang panelis standar yang dilakukan
42
sebanyak 7 kali pengamatan pada 2 perlakuan yaitu pada kapal 1 hari dan kapal
1 minggu. Hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Rata – Rata Pengujian Organoleptik
Hasil Organoleptik Pada Waktu Tangkap
Pengamatan
1 hari 1 minggu
1 6,88 ≤µ≤ 7,33 7 6,81 ≤µ≤ 7,97 7
2 7,21 ≤µ≤ 7,57 7 7,00 ≤µ≤ 8,00 7
3 7,18 ≤µ≤ 7,48 7 6,95 ≤µ≤ 7,93 7
4 6,93 ≤µ≤ 7,51 7 7,04 ≤µ≤ 7,74 7
5 7,21 ≤µ≤ 7,54 7 7,11 ≤µ≤ 7,67 7
6 7,52 ≤µ≤ 7,70 7,5 7,24 ≤µ≤ 7,64 7
7 7,21 ≤µ≤ 7,79 7 6,96 ≤µ≤ 7,60 7
Rata-rata 7,07 7
Standar Minimal 7
Nilai rata - rata organoleptik Cumi (Loligo sp) di PPP Lempasing pada Lama
waktu tangkap 1 hari adalah 7,07 dan pada waktu tangkap 1 minggu adalah 7.
Data nilai rata - rata organoleptik pada Tabel 10 menunjukan bahwa cumi pada
waktu tangkap 1 hari dan 1 minggu masih memenuhi standar SNI 2731.1:2010
bahan baku cumi yang ditetapkan yaitu minimal 7.
Berdasarkan hasil analisa Uji T menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan
nyata antara waktu tangkap pada kapal 1 hari dan 1 minggu terhadap nilai
organoleptik cumi (Loligo sp) dengan nilai F hitung < F tabel (1 < 2,44). Hasil Uji T
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kesimpulan dari hasil nilai organoleptik cumi pada perbedaan lama waktu
tangkap (1 hari dan 1 minggu) tidak terdapat perbedaan pada fisik cumi, hal
tersebut dikarenakan perlakuan yang serupa pada cumi oleh nelayan baik dengan
kapal yang 1 hari maupun 1 minggu.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah perlakuan saat pengeluaran
ikan dari jaring harus dilakukan secara hati - hati. Oleh karena itu, ikan yang
ditangkap dengan jaring harus cepat - cepat diangkat ke atas dek kapal agar
mendapatkan perlakuan atau penanganan selanjutnya. Keterlambatan
pengangkatan ke atas dek akan mempercepat proses pembusukan (Junianto,
2003).
5.3.2. Nilai ALT
Pengujian ALT dilakukan sesuai dengan SNI 2332.3-2015, tentang penentuan
ALT pada produk perikanan. Pengambilan sampel cumi dilakukan pada saat
pembongkaran palka tiap akan dilakukan pengujian. Setelah sampel diambil
kemudian dilakukan pengujian di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil Perikanan
(PMHP) berkisar 8 km dengan waktu perkiraan 17 menit. Penanganan sampel
43
diletakkan di atas geledak kerja dengan cara hati - hati untuk menghindari
kerusakan pada ikan (SNI 8088 : 2014).
5.3.3. Nilai E. Coli
Pengujian E. Coli dilakukan sesuai dengan SNI 2332.1-2015, tentang
penentuan E. Coli pada produk perikanan. Pengambilan sampel cumi dilakukan
pada saat pembongkaran palka tiap akan dilakukan pengujian. Setelah sampel
diambil kemudian dilakukan pengujian di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil
Perikanan (PMHP) berkisar 8 km dengan waktu perkiraan 17 menit. Penanganan
sampel yang akan diuji, dari Pelabuhan ke Laboratorium menggunakan coolbox
yang di dalamnya diberi es sebanyak 2 kg es agar rantai dingin tetap terjaga.
Pengujian dilakukan masing-masing 3 kali pengamatan pada kapal 1 hari dan 1
minggu. Hasil Pengujian E. Coli dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Pengujian E. Coli
Waktu Hasil E. Coli Standar E. Coli
Tanggal Pengujian
Tangkap (APM/gram) SNI (2332.3.2015)
21 februari 2020 460
1 hari 21 februari 2020 43
9 Maret 2020 Negatif
< 3 APM/gram
21 februari 2020 38
1 minggu 9 Maret 2020 3,6
9 Maret 2020 Negatif
Hasil pengujian yang didapatkan diatas menunjukan jumlah bakteri E. coli dari
masing - masing waktu tangkap baik untuk waktu 1 hari ataupun 1 minggu
sebagian besar sudah melewati batas ambang dari standar E. coli yaitu <3
APM/gram hal tersebut disebabkan kurang terjaganya kebersihan selama
penangkapan hingga cumi didaratkan. Faktor-faktor yang menyebabkan cumi
tercemar E. coli antara lain dikarenakan nelayan pada PPP Lempasing masihlah
nelayan tradisional yang menggunakan peralatan seadanya hingga saat mencari
ikan tidak menggunakan pakaian kerja seperti sepatu boot dan sarung tangan
untuk menghindari kontak langsung dengan ikan. Hal yang dapat menyebakan
kontaminasi di atas kapal antara lain dikapal nelayan tradisional tidak terdapat
toilet yang dimana ketika nelayan akan buang air besar dan kecil dilakukan dilaut
dan setelah selesai kemungkinan mereka mencuci tangan dengan sabun sangat
kecil dan langsung kontak dengan ikan tangkapan. Serta hal yang mendukung
terkontaminasi adalah hasil yang menunjukkan bahwa es yang berada pada pabrik
es untuk dibawa oleh nelayan maupun untuk dijual dipasar terkontaminasi oleh
bakteri E. coli pula, hasil pengujian es dapat dilihat pada Tabel 16.
45
Dari tabel diatas hasil untuk pengujian Salmonella sudah sangat baik
dengan hasil seluruhnya negatif baik untuk kapal dengan lama waktu tangkap 1
hari maupun 1 minggu. Hal tersebut disebabkan cumi ditangkap pada perairan
yang tidak terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp. dan penanganan pasca
panen sudah cukup baik untuk mencegah dari kontaminasi bakteri tersebut.
Menurut (Tapotubun dkk, 2016) Hal ini berarti perairan tempat ikan tersebut
ditangkap merupakan perairan belum terkontaminasi bakteri Salmonella. Selain itu
penanganan ikan setelah penangkapan yang dilakukan oleh nelayan telah
dilakukan dengan cukup baik dan memenuhi syarat penanganan ikan yang tepat
sehingga tidak terjadi kontaminasi Salmonella sp. Demikian pula dengan
penggunaan es tabung yang berstandar pangan pada penyimpanan suhu dingin
saat penelitian berlangsung, tidak terkontaminasi bakteri Salmonella.
46
Pengujian Formalin dilakukan sesuai dengan metode pada Chem Kit No.C-
CF001.50. Pengambilan sampel cumi dilakukan pada saat pembongkaran palka
tiap akan dilakukan pengujian. Setelah sampel diambil kemudian dilakukan
pengujian di Laboraturium Penerapan Mutu Hasil Perikanan (PMHP) berkisar 8 km
dengan waktu perkiraan 17 menit. Penanganan sampel yang akan diuji, dari
Pelabuhan ke Laboratorium menggunakan coolbox yang di dalamnya diberi es
sebanyak 2 kg es agar rantai dingin tetap terjaga. Pengujian dilakukan masing-
masing 3 kali pengamatan pada kapal 1 hari dan 1 minggu. Hasil Pengujian
Formalin dapat dilihat pada Tabel 15.
Waktu
Tanggal Pengujian Hasil Standar Formalin
Tangkap
21 februari 2020 Negatif
1 hari 21 februari 2020 Negatif
9 Maret 2020 Negatif
Negatif
21 februari 2020 Negatif
1 minggu 9 Maret 2020 Negatif
9 Maret 2020 Negatif
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil untuk pengujian formalin pada cumi
hasilnya seluruhnya negatif baik untuk kapal dengan lama waktu tangkap 1 hari
maupun 1 minggu. Hal ini berarti nelayan sudah sadar akan bahaya penggunaan
bahan pengawet kimia ini untuk makanan dan hanya menggunakan es sebagai
alat mempertahankan mutu produk perikanan.
Untuk Keamanan pangan dari hasil keseluruhan Uji mutu baik dari segi
organoleptik, ALT, E.Coli, Salmonella, dan Formalin dapat dikatakan bahwa cumi
yang didaratkan di PPP Lempasing aman untuk dikonsumsi masyarakat, adapun
satu parameter yaitu E.coli yang positif pada cumi dapat diatasi dengan cumi di
masak hingga matang terlebih dahulu karena mayoritas penduduk kita memakan
cumi dengan cara dimasak dan tidak dimakan mentah, dikarenakan pada suhu
tinggi bakteri E.coli akan mati.
Menurut (Saimah dkk, 2016) bakteri E. coli dan S. aureus mati setelah
perlakuan pemanasan. Pemanasan pada suhu 70 C selama 3,5 detik efektif untuk
dekontaminasi E. coli dan S. Aureus.
47
dalam kondisi baik dan tidak mengakibatkan kontaminasi pada produk. Diangkut
dengan menggunakan kendaraan yang dapat mempertahankan suhu sesuai
dengan yang dipersyaratkan serta tidak mengkontaminasi produk ikan. Sebaiknya
pada saat ikan dibongkar dan diletakkan keranjang ataupun dibesek yang terbuat
dari bambu ikan ditambahkan es untuk menjaga rantai dingin. Karena saat proses
pembongkaran memerlukan waktu yang cukup lama sesuai dengan banyaknya
hasil tangkapan yang didapat sehingga rantai dingin harus lebih diperhatikan.
4) Persyaratan Suhu dan Tempat Penyimpanan Ikan
Di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lempasing, tidak menggunakan kapal
penangkap dan pengangkut ikan dengan freezer kerena waktu beroperasi atau
waktu layar hanya 1 hari dan paling lama 14 hari. Untuk mempertahankan rantai
dingin selama penyimpanan ikan dengan menggunakan es balok, tidak
menggunakan pendingin dengan air laut. Peralatan yang dibawa sebelum
berangkat layar seperti fiber, keranjang, es balok telah mencukupi untuk
digunakan saat penyimpanan ikan dan menjaga kesegaran ikan. Tidak terdapat
alat pengontrol suhu pada palka, karena palka yang digunakan adalah fiber bukan
palkah yang berfreezer.
PER - DJPT No. 84 Tahun 2013, Kapal penangkap dan pengangkut ikan
dengan freezer harus memiliki peralatan pembekuan yang cukup kapasitasnya
untuk menurunkan suhu secara cepat sehingga mencapai suhu ikan sama atau
kurang dari -18ºC. Kapal yang dilengkapi dengan pendingin dengan air bersih
dingin, tempat penyimpanan ikan harus dilengkapi dengan peralatan yang
menjamin kondisi suhu yang merata pada seluruh bagian tangki dengan suhu
<5ºC. Jumlah dan sarana penyimpanan ikan mencukupi untuk memuat ikan.
Terdapat dokumen rekaman pengontrolan suhu pada palka ikan atau tempat
penyimpanan ikan.
5.4.2. Penerapan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
1) Air, Es, dan BBM
Air yang digunakan untuk dikonsumsi adalah air galon dan air yang digunakan
untuk mandi adalah air PDAM yang dibeli di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Lempasing, sedangkan air yang digunakan untuk mencuci ikan adalah air laut
bersih. Tempat untuk menyimpan air mandi menggunakan blong yang sebelum
digunakan sebagai tempat penampung dibersihkan terlebih dahulu dan tempat
untuk menampung es menggunakan fiber yang telah dibersihkan. Es yang
digunakan untuk mendinginkan ikan terbuat dari air PDAM. BBM ditempatkan
49
sangat jauh lokasinya dari area pembongkaran dan pelelangan. Persediaan air,
es, dan bbm untuk beroperasi cukup.
PER - DJPT No. 84 Tahun 2013, Pasokan air yang cukup. Pasokan es yang
cukup. Air dan es ditempatkan pada tempat yang layak dan tidak terkontaminasi.
Air yang digunakan harus memenuhi standar air bersih. Es ditangani sesuai
dengan persyaratan sanitasi. Es tidak digunakan kembali untuk ikan lain. BBM
tidak dapat mengkontaminasi palkah ikan, air , dan es. BBM ditempatkan dalam
tempat khusus. Hasil pengujain air dan es dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Pengujian Air dan ES
Hasil ALT Hasil Ecoli
Sampel Tanggal Pengujian
(kol/ml) (kol/ml)
Hasil pengujian air dan es diatas menunjukkan kandungan bakteri ALT pada
air dan es sudah melewati ambang batas yang di persyaratkan SNI dan juga hasil
pengujian Es juga positif E. coli yang memnyebabkan sumber kontaminan pada
produk perikanan berasal dari es tersebut
2) Peralatan dan Perlengkapan yang Kontak Lansung dengan Produk
Peralatan yang kontak lansung dengan produk seperti fiber, keranjang, blong
dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan. PER - DJPT No. 84 Tahun 2013,
Peralatan dan wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik. Peralatan dan
wadah yang kontak langsung dengan produk, dicuci, dan di sanitasi sebelum dan
sesudah digunakan.
3) Kebersihan Ruangan dan Peralatan
Fasilitas peralatan kebersihan seperti sapu dan tempah sampah tidak ada.
Dek kapal dibersihkannya dengan menyiram menggunakan air laut saja. Tempat
penyimpanan ikan seperti fiber dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan. PER
- DJPT No. 84 Tahun 2013, Peralatan kebersihan tersedia, dan jumlahnya
memadai. Ruang yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan
dipelihara kebersihannya dan sanitasinya. Terdapat tempat sampah atau limbah
dengan jumlah yang cukup.
50
Afrianto, Edi dan Liviawaty, Evi. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Kanisius. Bogor.
Ichya’uddin, M. 2014. Analisis Kadar Formalin dan Uji Organoleptik Ikan Asin
dibeberapa Pasar Tradisional di Kabupaten Tuban. Skripsi Malang:
Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim.
Ilyas, Sofyan. 1983. Teknologi Hasil Perikanan Jilid II, Teknik Pendinginan Ikan.
CV. Paripurna. Jakarta.
Karsin, E.S. 2004. Peranan Pangan dan Gizi dalam pembangunan. Penebar
Swadaya. Jakarta
Nursinar, Sitti., Femy dan Nuryatin. 2015. Analisis Dinamika Populasi Suntung
(Loligo sp) di Perairan Teluk Tomini Olimo’o kecamatan Batudaa Pantai.
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
PPP Lempasing. 2019. Data Statistik Perikanan Tangkap dan Nilai Produksi.
Lempasing. Lampung.
Pralampita, Wiwiet An., Indar dan Sri. 2002. Aspek Reproduksi Cumi-Cumi
Tarusan (Loligo edulis) di Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat.
Balai Penelitian Perikanan Laut. NTB
Putri, Apriria Syah., Lin dan Eko. 2017. Strategi Optimalisasi Fungsi Pelabuhan
Perikanan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan di PPP Lempasing.
[Thesis]. IPB. Bogor.
Sudjarwo, Asri Darmawati, dan Vivi Wahyu Hariyanti. 2013. Penetapan Kadar
Formalin dalam Ayam Potong yang diambil di Pasar Tradisional Surabaya
Timur. Jurnal Fakultas Farmasi. Universitas Airlangga Surabaya.
164
Hasil tangkapan cumi : x 100% = 14,3%
1144
Kapal 1 minggu
Alat tangkap : Cantrang
Hasil tangkapan (Kg)
Tanggal Selar Selar
Tongkol Kembung Layang Tenggiri Cumi-cumi
Bentong kuning
16/02/2020 90 260 435 80 320 243 126
19/02/2020 130 405 205 180 375 155 117
20/02/2020 145 345 299 75 287 80 143
26/02/2020 87 145 320 115 376 77 98
04/03/2020 349 211 178 367 180 65 104
05/03/2020 286 225 243 304 179 119 122
08/03/2020 217 198 376 289 215 100 132
JUMLAH 1304 1789 2056 1410 1932 839 842
TOTAL 10172
842
Hasil tangkapan cumi : x 100% = 8,27%
10172
Lampiran 2. Lembar Pengukuran Rantai Dingin
KAPAL 1 HARI
*Suhu (°C)
1 2 3 X1 1 2 3 X2 1 2 3 X3 1 2 3 X4 1 2 3 X5
Pembongkaran
13,2 12,7 13,4 13,1 20,2 23,4 20,7 21,4 13,1 14,2 12,9 13,4 17,2 18,5 17,7 17,8 16,5 17 17,2 16,9
Suhu Ikan
26,1 25,8 26,3 12,7 26,6 27 26,4 26,7 25,1 25,4 25 25,1 26,1 26 26,5 26,2 27,1 27,3 27 27,1
Suhu Air
24 24 24 24 24 24 24 24 23 23 23 23 24,1 24,2 23,9 24,0 24,5 24,3 24,4 24,4
Suhu Udara
Pelelangan
15,9 16,5 15,4 15,9 21,2 22,7 21,6 21,8 16,7 17,9 16,2 16,9 20,2 21,2 21,5 20,9 19,5 19,6 20 19,7
Suhu Ikan 2
26,1 25,7 15,3 25,7 25,1 26 15,7 22,2 26 26,1 25,8 25,9 27,1 27 27,3 27,1 27 27,6 26,8 27,1
Suhu Air 2
24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24,2 24,4 24,4 24,3 25 25,3 25,7 25,3
Suhu Udara 2
Pasar Ikan
7,1 6 5,6 6,2 9 7,2 8,4 8,2 6 7,2 6,4 6,5 11,2 12,6 11,8 11,8 8,7 7,9 8,2 8,2
Suhu Ikan 3
7 6,6 5,9 6,5 5,8 6,2 6 6 5,8 6,2 5,7 5,9 9,2 8,3 8,9 8,8 6,6 6,1 7 6,5
Suhu Air 3
24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 25,1 24,8 24,3 24,7 26 26 26 26
Suhu Udara 3
LANJUTAN RATA-RATA
Pasar Ikan 10
Suhu (°C)
1 2 3 X1 1 2 3 X2 1 2 3 X3 1 2 3 X4 1 2 3 X5
Pembongkaran
9,4 11,8 11,7 10,9 15,3 16 14,4 15,2 13,1 12,7 13,5 13,1 12,3 12,6 11,9 12,2 13,7 13,9 14,3 13,9
Suhu Ikan
26,2 26 26,5 26,2 27 27 27 27 26 26 26 26 26 26 26 26 27,3 27,6 27 27,3
Suhu Air
24 24 24 24 25 25 25 25 24 24 24 24 24 24 24 24 27 27 27 27
Suhu Udara
Pasar Ikan
6,9 7,2 6,2 6,7 6,6 6,8 6,3 6,5 5,9 6,4 6,8 6,3 7 6,5 6,6 6,7 6,1 6,7 6,9 6,5
Suhu Ikan 3
5,8 6 6,2 6 5,5 6 5,7 5,7 7 6,2 6,3 6,5 6,5 6,7 6 6,4 5,9 6,3 6,5 6,2
Suhu Air 3
24 24 24 24 26 26 26 26 25 25 25 25 25 25 25 25 27 27 27 27
Suhu Udara 3
LANJUTAN
RATA-RATA
Tahapan Cumi Air Udara
Pembongkaran 13.833 26.705 25
Pasar 6.514 5.957 25.571
Perbandingan Suhu Pembongkaran Menggunakan Uji T
Saat Pembongkaran
H0 : Terdapat Perbedaan suhu nyata antara Kapal 1 hari dan >1 hari
H1 : Tidak Terdapat Perbedaan suhu nyata antara Kapal 1 hari dan >1 hari
Suhu Cumi Suhu Air Suhu Udara
Pasar
H0 : Terdapat Perbedaan suhu nyata antara Kapal 1 hari dan >1 hari
H1 : Tidak Terdapat Perbedaan suhu nyata antara Kapal 1 hari dan >1 hari
Suhu Cumi Suhu Air Suhu Udara
1 hari > 1 hari 1 hari > 1 hari 1 hari > 1 hari
Mean 7.924285714 6.515714286 Mean 6.514285714 5.955714286 Mean 25.04714286 25.57142857
Variance 3.669395238 0.091795238 Variance 1.147395238 0.205495238 Variance 1.593190476 0.952380952
Observations 7 7 Observations 7 7 Observations 7 7
Hypothesized Mean Hypothesized Mean
Hypothesized Mean
Difference 0 Difference 0
Difference 0
df 11
df 6 df 8
-
t Stat 1.921609916 t Stat 1.270563625 t Stat 0.869409538
P(T<=t) one-tail 0.051517938 P(T<=t) one-tail 0.119792924 P(T<=t) one-tail 0.201597649
t Critical one-tail 1.943180281 t Critical one-tail 1.859548038 t Critical one-tail 1.795884819
P(T<=t) two-tail 0.103035877 P(T<=t) two-tail 0.239585849 P(T<=t) two-tail 0.403195298
t Critical two-tail 2.446911851 t Critical two-tail 2.306004135 t Critical two-tail 2.20098516
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,11
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,11)2 + (7,33 − 7,11)2 + (6.67 − 7,11)2 + (7,0 − 7,11)2 + (7,33 − 7,11)2 + (7,0 − 7,11)2
=
6
2 2 2 2 2
(0,22) + (0,22) + (−0,44) + (−0,11) + (0,22) + (−0,11)2
S2 =
6
(0,0484) + (0,0484) + (0,1936) + (0,0121) + (0,0484) + (0,0121)
S2 =
6
S2 = 0,0786
S = √0,0786 = 0,2803 = 0,28
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,11 − 1,96. (0,28)/√6) ≤ μ ≤ (7,11 + 1,96. (0,28)/√6)
P = (7,11 − 0,548/2,45) ≤ μ ≤ (7,11 + 0,548/2,45)
P = (7,11 − 0,224) ≤ μ ≤ (7,11 + 0,224)
𝐏 = 𝟔, 𝟖𝟖 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟑𝟑
b. Pengamatan II
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,39
n
n
∑ i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (7,67 − 7,39)2 + (7,0 − 7,39)2 + (7,67 − 7,39)2
=
6
2
(−0,06)2 + (−0,06)2 + (−0,06)2 + (0,28)2 + (−0,39)2 + (0,28)2
S =
6
2
(0,0036) + (0,0036) + (0,0036) + (0,0784) + (0,1521) + (0,0784)
S =
6
S2 = 0,053
S = √0,053 = 0,23
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,39 − 1,96. (0,23)/√6) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,96. (0,23)/√6)
P = (7,39 − 0,45/2,45) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,45/2,45)
P = (7,39 − 0,18) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,18)
𝐏 = 𝟕, 𝟐𝟏 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟓𝟕
c. Pengamatan III
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,33
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,67 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2 + (7,0 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2
=
6
2 2 2 2 2 2
(0,34) + (0) + (−0,33) + (0) + (0) + (0)
S2 =
6
2
(0,1156) + (0) + (0,1089) + (0) + (0) + (0)
S =
6
S2 = 0,0374
S = √0,0374 = 0,1933 = 0,19
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,33 − 1,96. (0,19)/√6) ≤ μ ≤ (7,33 + 1,96. (0,19)/√6)
P = (7,33 − 0,37/2,45) ≤ μ ≤ (7,33 + 0,37/2,45)
P = (7,33 − 0,15) ≤ μ ≤ (7,33 + 0,15)
𝐏 = 𝟕, 𝟏𝟖 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟒𝟖
d. Pengamatan IV
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,22
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,0 − 7,22)2 + (6,67 − 7,22)2 + (7,33 − 7,22)2 + (7,67 − 7,22)2 + (7,67 − 7,22)2 + (7,0 − 7,22)2
=
6
2 2 2 2 2
(−0,22) + (−0,55) + (0,11) + (0,45) + (0,45) + (−0,22)2
S2 =
6
(0,0484) + (0,3025) + (0,0121) + (0,2025) + (0,2025) + (0,0484)
S2 =
6
S2 = 0,1360
S = √0,1360 = 0,3687 = 0,37
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,22 − 1,96. (0,37)/√6) ≤ μ ≤ (7,22 + 1,96. (0,37)/√6)
P = (7,22 − 0,72/2,45) ≤ μ ≤ (7,22 + 0,72/2,45)
P = (7,22 − 0,29) ≤ μ ≤ (7,22 + 0,29)
𝐏 = 𝟔, 𝟗𝟑 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟓𝟏
e. Pengamatan V
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,33
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,00 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2 + (7,67 − 7,33)2 + (7,67 − 7,33)2 + (7,0 − 7,33)2 + (7,33 − 7,33)2
=
6
(−0,33)2 + (0)2 + (0,34)2 + (0,34)2 + (−0,33)2 + (0)2
S2 =
6
2
(0,1089) + (0) + (0,1156) + (0,1156) + (0,1089) + (0)
S =
6
S2 = 0,0748
S = √0,0748 = 0,273 = 0,27
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,33 − 1,96. (0,27)/√6) ≤ μ ≤ (7,33 + 1,96. (0,27)/√6)
P = (7,33 − 0,53/2,45) ≤ μ ≤ (7,33 + 0,53/2,45)
P = (7,33 − 0,21) ≤ μ ≤ (7,33 + 0,21)
𝐏 = 𝟕, 𝟏𝟐 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟓𝟒
f. Pengamatan VI
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,61
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2 + (7,67 − 7,61)2
=
6
2 2 2 2 2
(−0,28) + (0,06) + (0,06) + (0,06) + (0,06) + (0,06)2
S2 =
6
2
(0,0784) + (0,0036) + (0,0036) + (0,0036) + (0,0036) + (0,0036)
S =
6
S2 = 0,016
S = √0,016 = 0,12
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,61 − 1,96. (0,12)/√6) ≤ μ ≤ (7,61 + 1,96. (0,12)/√6)
P = (7,61 − 0,23/2,45) ≤ μ ≤ (7,61 + 0,23/2,45)
P = (7,61 − 0,09) ≤ μ ≤ (7,61 + 0,09)
𝐏 = 𝟕, 𝟓𝟐 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟕𝟎
g. Pengamatan VII
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,50
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(8,00 − 7,50)2 + (7,67 − 7,50)2 + (7,67 − 7,50)2 + (7,00 − 7,50)2 + (7,00 − 7,50)2 + (7,67 − 7,50)2
=
6
2 2 2 2 2
(0,5) + (0,17) + (0,17) + (−0,5) + (−0,5) + (0,17)2
S2 =
6
(0,25) + (0,0289) + (0,0289) + (0,25) + (0,25) + (0,0289)
S2 =
6
S2 = 0,1394
S = √0,1394 = 0,37
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,50 − 1,96. (0,37)/√6) ≤ μ ≤ (7,50 + 1,96. (0,37)/√6)
P = (7,50 − 0,72/2,45) ≤ μ ≤ (7,50 + 0,72/2,45)
P = (7,50 − 0,29) ≤ μ ≤ (7,50 + 0,29)
𝐏 = 𝟕, 𝟐𝟏 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟕𝟗
2) >1 Hari
a) Pengamatan I
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,39
n
n
∑ x
i=1 i − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,39)2 + (7,0 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (8,0 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2
=
6
2
(−0,06)2 + (−0,39)2 + (−0,06)2 + (0,61)2 + (−0,06)2 + (−0,06)2
S =
6
2
(0,0036) + (0,1521) + (0,0036) + (0,3721) + (0,0036) + (0,0036)
S =
6
S2 = 0,5386
S = √0,5386 = 0,73
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,39 − 1,96. (0,73)/√6) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,96. (0,73)/√6)
P = (7,39 − 1,43/2,45) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,43/2,45)
P = (7,39 − 0,58) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,58)
𝐏 = 𝟔, 𝟖𝟏 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟗𝟕
b) Pengamatan II
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,5
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,67 − 7,5)2 + (7,33 − 7,5)2 + (7,67 − 7,5)2 + (7,67 − 7,5)2 + (7,0 − 7,5)2 + (7,67 − 7,5)2
=
6
2
(0,17)2 + (−0,17)2 + (0,17)2 + (0,17)2 + (−0,5)2 + (0,17)2
S =
6
2
(0,0289) + (0,0289) + (0,0289) + (0,0289) + (0,25) + (0,0289)
S =
6
S2 = 0,3945
S = √0,3945 = 0,6280 = 0,63
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,5 − 1,96. (0,63)/√6) ≤ μ ≤ (7,5 + 1,96. (0,63)/√6)
P = (7,5 − 1,23/2,45) ≤ μ ≤ (7,5 + 1,23/2,45)
P = (7,5 − 0,5) ≤ μ ≤ (7,5 + 0,5)
𝐏 = 𝟕, 𝟎 ≤ 𝛍 ≤ 𝟖, 𝟎
c) Pengamatan III
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,44
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2 + (7,33 − 7,44)2 + (7,0 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2
=
6
2 2 2 2
(−0,11) + (0,23) + (−0,11) + (−0,44) + (0,23)2 + (0,23)2
S2 =
6
(0,0121) + (0,0529) + (0,0121) + (0,1936) + (0,0529) + (0,0529)
S2 =
6
S2 = 0,3765
S = √0,3765 = 0,61
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,44 − 1,96. (0,61)/√6) ≤ μ ≤ (7,44 + 1,96. (0,61)/√6)
P = (7,44 − 1,2/2,45) ≤ μ ≤ (7,44 + 1,2/2,45)
P = (7,44 − 0,49) ≤ μ ≤ (7,44 + 0,49)
𝐏 = 𝟔, 𝟗𝟓 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟗𝟑
d) Pengamatan IV
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,39
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,00 − 7,39)2 + 7,33 − 7,39)2 + (7,67 − 7,39)2 + (8,00 − 7,39)2 + (6,67 − 7,39)2 + (7,67 − 7,39)2
=
6
2
(−0,39)2 + (−0,06)2 + (0,28)2 + (0,61)2 + (−0,72)2 + (0,28)2
S =
6
2
(0,1521) + (0,0036) + (0,0784) + (0,3721) + (0,5186) + (0,0784)
S =
6
S2 = 0,2005
S = √0,2005 = 0,44
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,39 − 1,96. (0,44)/√6) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,96. (0,44)/√6)
P = (7,39 − 0,87/2,45) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,87/2,45)
P = (7,39 − 0,35) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,35)
𝐏 = 𝟕, 𝟎𝟒 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟕𝟒
e) Pengamatan V
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,39
n
n
∑ x
i=1 i − z
S2 =
n
S2
(7,67 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + (8,0 − 7,39)2 + (7,0 − 7,39)2 + (7,33 − 7,39)2 + 7,0 − 7,39)2
=
6
2
(0,28)2 + (−0,06)2 + (0,61)2 + (−0,39)2 + (−0,06)2 + (−0,39)2
S =
6
2
(0,0784) + (0,0036) + (0,3721) + (0,1521) + (0,0036) + (0,1521)
S =
6
S2 = 0,1269
S = √0,1269 = 0,35
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,39 − 1,96. (0,35)/√6) ≤ μ ≤ (7,39 + 1,96. (0,35)/√6)
P = (7,39 − 0,69/2,45) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,69/2,45)
P = (7,39 − 0,28) ≤ μ ≤ (7,39 + 0,28)
𝐏 = 𝟕, 𝟏𝟏 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟔𝟕
f) Pengamatan VI
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,44
n
n
∑i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,67 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2 + (7,33 − 7,44)2 + (7,33 − 7,44)2 + (7,0 − 7,44)2 + (7,67 − 7,44)2
=
6
2
(0,23)2 + (0,23)2 + (−0,11)2 + (−0,11)2 + (−0,44)2 + (0,23)2
S =
6
2
(0,0529) + (0,0529) + (0,0121) + (0,0121) + (0,1936) + (0,0529)
S =
6
S2 = 0,0625
S = √0,0625 = 0,25
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,44 − 1,96. (0,25)/√6) ≤ μ ≤ (7,44 + 1,96. (0,25)/√6)
P = (7,44 − 0,49/2,45) ≤ μ ≤ (7,44 + 0,49/2,45)
P = (7,44 − 0,2) ≤ μ ≤ (7,44 + 0,2)
𝐏 = 𝟕, 𝟐𝟒 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟔𝟒
g) Pengamatan VII
∑ni−1 xi
Rata − rata = = 7,28
n
n
∑ i=1 xi − z
S2 =
n
S2
(7,33 − 7,28)2 + (8,0 − 7,28)2 + (7,33 − 7,28)2 + (7,33 − 7,28)2 + (6,67 − 7,28)2 + (7,0 − 7,28)2
=
6
2
(0,05)2 + (0,72)2 + (0,05)2 + (0,05)2 + (−0,61)2 + (−0,28)2
S =
6
2
(0,0025) + (0,5184) + (0,0025) + (0,0025) + (0,3721) + (0,0784)
S =
6
S2 = 0,1627
S = √0,1627 = 0,4
P = (x − 1,96. S/√n) ≤ μ ≤ (x + 1,96. S/√n)
P = (7,28 − 1,96. (0,4)/√6) ≤ μ ≤ (7,28 + 1,96. (0,4)/√6)
P = (7,28 − 0,78/2,45) ≤ μ ≤ (7,28 + 0,78/2,45)
P = (7,28 − 0,32) ≤ μ ≤ (7,28 + 0,32)
𝐏 = 𝟔, 𝟗𝟔 ≤ 𝛍 ≤ 𝟕, 𝟔
H0 : terdapat perbedaan mutu antara kapal 1 hari dan >1 hari
H1 : tidak terdapat perbedaan mutu antara kapal 1 hari dan >1 hari
Negatif Negatif
Formalin Negatif Negatif Negatif
Negatif Negatif
Uji T ALT
c Cemaran kimia
- pH Angka (1-14) 6,5 – 8,5
- Nitrat* mg/ml mg/l maksimal 0,5
- Besi mg/l mg/l maksimal 200
- Klorida maksimal 250
- Free Khorine maksimal 0,5
d Fisika *
suhu pusat °C Maksimal -3
CATATAN :* untuk es balok
** jika diperlukan
PER-DJPT No. 84 tahun 2013
B. STANDARD SANITATION
OPERATION PROCEDURE (SSOP)
1 Air, Es dan BBM
b. Pasokan es cukup √