Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FISIOLOGI PASCAPANEN HASIL PERIKANAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fisiologi Hasil Perikanan

Oleh
Kelompok 3
Fitram Novian 230110180184
Ihpi Siti Napsiah 230110180185
Alda Awayan Banjarsari 230110180189
Reinaldy Firdaus 230110180195
Rina 230110180204
Ihda Abdul Hadi 230110180206
Idham Rinaldi 230110180208
Rinaldo Nurfaizi 230110180211

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penyusun sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan
akhir tepat pada waktunya. Tak lupa salawat teriring salam semoga tetap terlimpah
curah kepada baginda besar Muhammad Saw, kepada para keluarganya,
sahabatnya, sampai kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman.
Penghargaan dan ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada Dosen
Pembimbing yang telah memberikan waktu serta masukan yang membangun untuk
kegiatan penulisan makalah ini agar lebih baik lagi. Tidak lupa terimakasih kepada
dukungan dari Orang Tua Penulis yang telah berkontribusi dalam mendukung
moral Penulis.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Maka dari itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini Penulis mohon maaf. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Pangandaran, 30 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
DAFTAR TABEL

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
DAFTAR LAMPIRAN

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kabupaten Pangandaran memiliki potensi yang luar biasa di bidang
Perikanan. Hal ini dikarenakanan Pangandaran memiliki luas laut sebesar 67.340
Ha. Pada tahun 2018 sektor perikanan di Pangandaran dapat menghasilkan sekitar
dua ribu ton lebih ikan dan dapat menyumbang Pendapatan Asli Daerah sebesar 2,5
miliar.
Perikanan Pangandaran dengan pendapatan yang melebihi dari target bisa
dibilang terus berkembang tetapi hal ini kurang diimbangi dengan penanganan hasil
perikanan. Kurangnya kesadaran terhadap penanganan perikanan masih terlihat
pada hal kecil seperti kurangnya higienitas. Penanganan yang buruk akan
menciptakan penurunan kualitas yang lebih cepat.
Setelah dipanen produk hasil perikanan tetap mengonsumsi energi untuk
memperthankan selnya. Adanya aktifitas energi dan kandungan protein serta asam
lemak tak jenuh yang tinggi menyebabkan produk perikanan mudah mengalami
penurunan kualitas.
Penurunan kualitas pada prinsipnya dihindari dengan cara memanipulasi
faktor biologis, fisis, maupun kimiawi. Dengan mengetahui perubahan perubahan
fisiologis yang terjadi pada ikan tentu akan mempermudah memanipulasi faktor
penurunan mutu ikan sehingga penurunan mutu ikan dapat diperlambat.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum fisiologi pascapanen hasil perikanan yaitu untuk
mengetahui teknis dalam pengujian tingkat kesegaran ikan, susut bobot dan luas,
memahami proses terjadinya perubahn tekstur ikan dan filet, memahami proses dan
faktor yang mempengaruhi perubahan warna filet ikan, dan memahami proses
pembusukan filet ikan.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tingkat Kesegaran Hasil Perikanan


Semua bahan pangan, termasuk nila merah, akan mengalami perubahan mutu
setelah kematian ikan, Perubahan ini dapat terjadi secara fisik, kimiawi maupun
biologis. Secara garis besarnya, perubahan yang dialami ikan berlangsung dalam
tiga fase, yaitu fase pre-rigor mortis, rigor mortis, dan post- rigor mortis. Perubahan
fase ini dapat digunakan sebagai indikator perubahan kualitas ikan.
Pada fase pre-rigor dan rigor mortis ikan masih dapat dikatagorikan sebagai
produk segar. Perubahan yang dialami ikan disebabkan oleh aktivitas enzimatis,
oksidasi dan mikrobiologis (Aitken, et al., 1982). Sebelum fase post- rigor mortis,
perubahan pada ikan disebabkan oleh aktivitas enzimatis (Wheaton and Lawson,
1985). Perubahan yang disebabkan oleh oksidasi dan mikrobiologi berlangsung
setelah memasuki fase post-rigor mortis.
Kekuatan gel terus mengalami penurunan hingga tahap post rigor yang
memiliki hasil terendah, hal ini diduga saat post rigor mortis daging sudah
mengalami kemunduran mutu dan daging ikan kembali melunak. Menurut
Berhimpon (1993), perubahan tekstur dimana daging menjadi lebih lunak terjadi
apabila ikan sudah mengalami kemunduran mutu. Hal ini disebabkan mulai
terjadinya perombakan pada jaringan otot daging oleh proses enzimatis.
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati secara garis besar adalah
terjadinya rigormortis kemudian autolisis dan terakhir pembusukan yang
meyebabkan selaput sel rusak. Rigormortis berlangsung akibat tidak terjadinya
aliran oksigen dalam jaringan peredaran darah oleh karena aktifitas jantung dan
kontrol otaknya terhenti.
2.2 Susut Bobot dan Luas
Perombakan protein oleh enzim yang berasal dari filet menjadi komponen
lebih sederhana akan menyebabkan fungsi protein sebagai pengikat cairan tubuh
menjadi menurun (Buckle dkk.,1987) dan cairan akan keluar dari jaringan

2
(Hadiwiyoto, 1993) sehingga terjadi susut bobot. Dengan demikian peningkatan
populasi bakteri pembusuk akan menyebabkan peningkatan susut bobot.
Autolysis adalah penguraian protein dan lemak enzim (protease dan lipase)
yang terdapat di dalam daging ikan atau semua aktivitas enzim setelah kematian.
Enzim mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif, namun kerja enzim
menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol tidak berfungsi lagi, akibatnya
enzim dapat merusak organ tubuh ikan, peristiwa ini disebtu autolisis.
2.3 Perubahan Tekstur Ikan dan Filet
Proses pembusukan yang terjadi pada ikan menyebabkan tekstur ikan tidak
kompak dan menjadi lunak. Hal tersebut dikarenakan adanya proses autolisis yang
menyebabkan timbulnya perubahan pada daging ikan, misalnya tekstur daging akan
menjadi lunak dan mudah lepas dari tulangnya (Zaitsev et al. 1969).
Peningkatan nilai pH pada penelitian ini dapat disebabkan oleh proses
autolisis pada daging ikan yaitu terjadi penguraian enzim menjadi senyawa-
senyawa sedarhana. Nurjanah et al. (2007) menyatakan bahwa penguraian enzim
menjadi senyawa sederhana tersebut dimulai pada pH rendah
2.4 Perubahan Warna Fillet Ikan
Menurut Muchtadi (2010) pigmen yang terdapat pada ikan berupa senyawa-
senyawa yang larut pada lemak diantaranya adalah karotenoid, xantofil,
astaxanthin, dan taraxanthin, yang warnanya bervariasi antara kuning dan merah
2.5 Proses Pembusukan Fillet Ikan
Tahapan penurunan kesegaran yang berlangsung pada komoditas hasil
perikanan dapat dikelompokan menjadi tiga tahap, yaitu tahap pre rigor mortis,
rigor mortis dan post rigor mortis
Menurut Berhimpon (1993), perubahan tekstur dimana daging menjadi lebih
lunak terjadi apabila ikan sudah mulai mengalami kemunduran mutu. Hal ini
disebabkan mulai terjadinya perombakan pada jaringan otot daging oleh proses
enzimatis
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan.Selain
akibat reaksi enzimatis dan kimia, pem- busukkan juga diakibatkan faktor akti-
vitas mikroba.

3
Proses pembusukan pada ikan disebabkan oleh aktivitas enzim, mikro-
organisme, dan oksidasi dalam tubuh ikan itu sendiri dengan perubahan se- perti
timbul bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada
insang maupun tubuh bagian luar.
Jika tingkat kesegaran ikan sudah mulai menurun atau jika ikan tidak cepat
diolah, maka akan mempengaruhi mutu produk olahan yang dihasilkan dan produk
akan lebih cepat mengalami proses pembusukan (Rahayu et al., 1992).
Pada ikan setelah mati segera terjadi perubahan-perubahan mutu yang
mengarah pada kebusukan yang disebabkan oleh aktivitas enzim, biokimia, fisik
dan mikrobiologi. Hal-hal lain yang menyebabkan kebusukan pada ikan adalah
proses yang merupakan penguraian lemak dan proses oksidasi, serta kerusakan fisik
ikan pada saat ditangkap. Komposisi kimia dari ikan sangat penting dalam
menunjang kesehatan manusia (Chalamaiah et al., 2012).

4
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Tempat : Laboratorium Perikanan PSDKU Pangandaran
Waktu : 26-27 November 2019

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Praktikum
Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum adalah sebagai berikut :
1) Hardness tester untuk mengukur tingkat kekerasan daging ikan
2) Waskom untuk wadah ikan yang akan diamati
3) Timbangan untuk mengukur bobot ikan
4) Pisau filet untuk memfilet ikan
5) pH meter untuk mengukur pH
6) Talenan untuk alas dalam memotong ikan
7) Kertas label untuk memberi tanda pada ikan yang sudah diberi perlakuan
supaya tidak tertukar
8) Trash bag ukuran besar untuk alas dalam memberi perlakuan selama
praktikum
9) Piring plastk untuk mengemas ikan
10) Tisu towels untuk mengemas ikan
11) Plastik kecil untuk mengemas ikan
12) Plastik wrap untuk mengemsas ikan
13) Alat tulis untuk mencatat hasil
3.2.2 Bahan Praktikum Kultur
Berikut ini merupakan bahan yang digunakan dalam praktikum:
1) Ikan nila 3 ekor
2) Akuades
3) Cairan buffer

3.3 Prosedur dan Tahapan Praktikum


a. Adapun perlakuan dari masing-masing kelompok untuk mematikan ikan.
1) Cara mematikan ikan masing-masing kelompok adalah sebagai berikut :
2) Kelompok 1 mematikan ikan dengan cara dibiarkan menggelepar selama 15 menit
3) Kelompok 2 mematikan ikan dengan cara memotong bagian kepala dan ekor

5
4) Kelompok 3 mematikan ikan dengan cara dibuat stress yaitu diaduk dalam baskom
selama 15 menit
5) Kelompok 4 mematikan ikan dengan cara dibanting

b. Setiap kelompok mendapatkan 3 ekor ikan untuk diberi perlakuan yang berbeda
Prosedur praktikum yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1) Piring plastik sebagai wadah untuk meletakkan ikan yang akan disimpan
2) Tisu towels untuk alas mengemas ikan
3) Plastik berlubang untuk alas mengemas ikan
4) Cling wrap untuk mempacking ikan
5) Timbangan untuk mengukur bobot ikan
6) Pisau filet untuk memfilet ikan
7) Baskom untuk wadah ikan yang akan diamati
8) Trashbag sebagai alas praktikum dan wadah pembuangan sampah
9) Ph meter untuk mengukur ph ikan
10) Hardness tester untuk mengukur tingkat kekerasan daging ikan
11) Benang kasur untuk mengukur susut luas ikan
12) Penggaris untuk mengukur usut luas ikan
13) Alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan

c. Prosedur pengukuran pH :
1) Ambil ikan sebanyak 20 gram dan haluskan
2) Tambahkan akuades sebanyak 80 ml
3) Aduk sampai tercampur sempurna
4) Ukur pH menggunakan pH-meter (Ph-meter sudah dikalibrasi dengan larutan
buffer pH 4 dan 7)
5) Catat hasil pengukuran

3.4 Parameter yang Diamati


3.4.1 Tingkat Kesegaran Hasil Perikanan
Segera setelah mati ikan mengalami penurunan kesegaran. Rangkaian
perubahan tetap terjadi setelah ikan mati, baik perubahan secara fisik, kimiawi dan
biologis. Perubahan tersebut akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesegaran
dan proses pembusukan. Penurunan tingkat kesegaran ikan berlangsung sejak ikan

6
dipanen hingga memasuki tahap rigor mortis. Pada saat memasuki tahap rigor
mortis, daging ikan mengeras namun masih memiliki karakteristik seperti ikan
hidup atau baru mati.
Memasuki tahap post rigormortis, tekstur daging ikan melunak. Proses
pelunakan daging ikan berlangsung karena ikan mengalami otolisis. Selama proses
otolisis, enzim yang dimiliki ikan akan merombak jaringan daging ikan. Semua
protein diubah secara bertahap menjadi amonia; lemak menjadi keton; serta
karbohidrat menjadi alkohol. Semua perombakan yang terjadi dapat diketahui
secara fisik, kimiawi, biologis dan organoleptik. Secara fisik, mutu ikan dapat
diidentifikasi menggunakan peralatan. Secara kimiawi, mutu hasil perikanan dapat
diidentifikasi berdasarkan senyawa yang terbentuk. Secara biologis, mutu hasil
perikanan dapat diidentifiksi berdasarkan keberadaan populasi mikroba pembusuk.
Kenampakan, tekstur, aroma, dan citarasa merupakan indikator mutu ikan
berdasarkan karakteristik organoleptik.
3.4.2 Susut Bobot dan Luas
Daging ikan terdiri dari komponen padatan dan cairan. Komponen cairan
berkisar 60-80 persen bobot ikan. Cairan dalam daging ikan terikat kuat dalam
jaringan sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk untuk tumbuh
dan berkembangbiak.
Proses autolisis menyebabkan rusaknya jaringan ikan, sehingga cairan akan
terlepas. Sebagian besar cairan akan terlepas sebagai drip dan sebagian lagi tetap
berada di dalam jaringan daging sebagai water activity (aw).
3.4.3 Perubahan Tekstur Ikan dan Filet
Setelah mati, ikan mengalami serangkaian perubahan yang menyebabkan
terjadinya penurunan kesegaran dan proses kebusukan. Perubahan ini diawali
dengan proses otolisis dan diikuti dengan meningkatnya aktivitas kebusukan.
Proses otolisis yng berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang terkandung
dalam daging ikan. Selama proses otolisis, akan berlangsung perombakan senyawa
kompleks menjadi senyawa lebih sederhana oleh enzim. Enzim dimaksud berasal
dari tubuh ikan sendiri. Proses otolisis akan menyebabkan kerusakan pada jaringan

7
sehingga ikan kehilangan sifat alaminya. Perombakan yang terjadi akan
menyebabkan tekstur ikan dan filet nila menjadi lunak.
3.4.4 Perubahan Warna Fillet Ikan
Warna merupakan salah satu karakteristik ikan yang khas. Ikan memiliki warna
tubuh bervariasi. Warna juga dapat menjadi indikator jenis ikan. Selain permukaan
tubuhnya, daging ikan juga memiliki warna beragam. Warna ikan ditentukan oleh pigmen
warna yang dimilikinya. Pigmen tubuh ikan terdiri dari mioglobin, yaitu protein yang
memiliki kemampuan menyimpan banyak oksigen untuk kebutuhan daging. Hal yag sama
dimiliki oleh haemoglobin. Mioglobin juga dapat berperan sebagai pigmen merah muda
kemerahan, seperti pada tuna. Saat berikatan dengan oksigen, mioglobin akan membentuk
oksimioglobin yang berwarna coklat kemerahan. Semakin giat tuna melakukan aktivitas
berenang, myoglobin harus mengikat banyak oksigen sehingga dagingnya menjadi merah
tua. Ikan halibut memiliki daging berwarna biru.
Daging ikan salmon berwarna merah orange cemerlang. Kombinasi warna salmon
ditentukan secara genetis dan pakan yang dikonsumsinya. Bila salmon mengkonsumsi krill
pigmen karotenoid akan menjadikan warna daging salmon menjadi dominan orange.
Adapula king salmon yang memiliki warna daging putih keabuan (grayish-white). Pigmen
warna merah pada darah dihasilkan oleh pigmen haemoglobin. Pigmen ini akan mengalami
perubahan warna apabila mengalami oksidasi. Selama masih hidup, ikan mampu
mempertahankan warna yang dimilikinya. Saat mati, ikan kehilangan kemampuan
mempertahankan warna. Warna tubuh yang semula cerah secara perlahan akan menjadi
pucat atau beberapa bagian menjadi berwarna lebih gelap.

3.4.5 Proses Pembusukan Fillet Ikan


Setelah mati ikan mengalami dua tahapan, yaitu tahap penurunan kesegaran dan
pembusukan. Tahapan penurunan kesegaran terbagi menjadi tahapan pre rigor mortis dan
rigor mortis. Pada tahap ini ikan masih dikategorikan segar. Pada tahap pembusukan,
berlangsung proses perombakan yang dilakukan secara enzimatis (otolisis), kimiawi
(oksidasi) dan mikrobiologis (perombakan protein, lemak dan karbohidrat menjadi
senyawa sederhana yang tidak diharapkan). Mikroba ada di sekitar kita, baik di tanah,
udara, air dan tubuh kita. Ini berarti mikroba dapat segera memasuki tubuh kita dan bila
kondisinya memungkinkan akan segera berkembangbiak. Bila mikroba tumbuh pada
makanan, ia dapat menyebabkan bau dan rasa tidak enak, munculnya lapisan berlendir di
permukaan kulit, perubahan tekstur daging, peruahan warna daging, mata dan insang, atau

8
tumbuhnya hipa. Meskipun mungkin tidak berbahaya, makanan yang ditumbuhi mikroba
sebaiknya dibuang karena sudah membusuk.
Pembusukan adalah rangkaian proses yang menyebabkan ikan dan produk ikan
menjadi tidak dapat dikonsumsi lagi. Proses pembusukan ikan tidak hanya disebabkan oleh
mikroba. Aktivitas enzim dan reaksi kimiawi juga merupakan penyebab kebusukan ikan.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan Tingkat Kesegaran Ikan

Praktikum yang sudah dilaksanakan mendapatkan hasil sebagai berikut :


pH ikan segar = 7,09
Ikan 1
Bobot 143 gram
Organoleptik Kenampakan : Segar, Cemerlang, lendir tipis.
Aroma : Amis segar, spesifik ikan
Mata : Cerah, cembung, pupil hitam menonjol dengan
kornea jernih
Insang : Mulai terjadi perubahan warna merah muda
dan terdapat sedikit lendir
Tekstur : elastis, padat lentur
Bobot wadah 217 gram
Nilai kekerasan Bagian depan = 0,87
Bagian tengah = 0,91
Bagian ekor = 0,72
Rata-rata = 0,87
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 3 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛
Nilai kekerasan = 1,33
0,87
= 1,33 = 0,62 𝑘𝑔/𝑐𝑚2

Ikan 2
Bobot 143 gram
Organoleptik Kenampakan : Segar, Cemerlang, lendir tipis.
Aroma : Amis segar, spesifik ikan
Mata : Cerah, cembung, pupil hitam menonjol dengan
kornea jernih
Insang : Mulai terjadi perubahan warna merah muda
dan terdapat sedikit lendir
Tekstur : elastis, padat lentur
Bobot Wadah 217 gram
Nilai kekerasan Bagian depan = 0,87
Bagian tengah = 0,91
Bagian ekor = 0,72
Rata-rata = 0,87

10
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 3 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛
Nilai kekerasan = 1,33
0,87
= 1,33 = 0,62 𝑘𝑔/𝑐𝑚2

Ikan 3
Bobot 150 gram
Organoleptik Kenampakan : Segar, Cemerlang, lendir tipis.
Aroma : Amis segar, spesifik ikan
Mata : Cerah, cembung, pupil hitam menonjol dengan
kornea jernih
Insang : Mulai terjadi perubahan warna merah muda
dan terdapat sedikit lendir
Tekstur : elastis, padat lentur
Bobot filet Bagian ke 1 = 38gram (dikemas dan disimpan)
Bagian ke 2 = 36 gram
Bobot wadah 217 gram
Luas filet Bagian 1 = 33,2 cm
Nilai kekerasan Filet 2 Bagian depan = 0,9
Bagian tengah = 0,87
Bagian ekor = 0,8
Rata-rata = 2,57
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 3 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛
Nilai kekerasan = 1,33
2,57
= 1,33 = 1,93 𝑘𝑔/𝑐𝑚2

Ikan memasuki fase pre rigormortis pada pukul 09.15 kemudian diamati
secara berkelanjutan untuk diketahui fase rigormortis dan post rigormortisnya.
Kegiatan praktikum akan dilanjutkan pada Hari Rabu, 27 November 2019 untuk
mengetahui susut bobot dan luas, perubahan tekstur filet, perubahan warna filet dan
proses pembusukan filet yang telah dibawa pulang.

Hasil analisa daging ikan yang dibawa pulang


Ikan  Pre rigormortis pada pukul 09.15 WIB.
utuh
 Rigormortis pada pukul 15.00 WIB, daging ikan
kaku dan keras, tubuh ikan kaku, aroma mulai
memudar, tidak berlendir.

Filet ikan Pre rigormortis pada pukul 09.15 WIB.

11
Rigormortis pada pukul 16.00 WIB, kondisi filet masih
berwarna putih, kadar air mulai berkurang, mulai muncul
warna kemerahan pada daging, tekstur masih elastis,
aroma khas daging ikan

Post rigormortis pada esok harinya pukul sekitar 4.00


WIB, warna daging pucat, tidak elastis,bila ditekan tidak
balik lagi, aroma memudar, keluar lendir.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ikan akan tetap mengalami penurunan mutu walaupun disimpan.Penenaganan
penyimpanan hanya akan memperlambat penurunan mutu ikan. Penurunan mutu ikan yang
terjadi terlihat pada seluruh aspek organoleptik

5.2 Saran
Penanganan penyimpanan pada ikan sebaiknya dilakukan dengan cara yang lebih
baik lagi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar penyimpanan bisa lebih tahan lama
dan lebih mengurangi penurunan mutu ikan.

13
PENDALAMAN

1. Tingkat Kesegaran Hasil Perikanan


1) Jelaskan oleh Anda, mengapa hasil perikanan dianggap masih segar
sebelum melewati tahap rigormortis?
Jawab: Karena ikan yang belum melewati tahap rigormortis masih memiliki energy
untuk mempertahankan fungsi selnya. Sehingga ikan tetap utuh dan masih dapat
menghambat pertumbuhan bakteri.
2) Jelaskan ciri utama ikan yang berada dalam tahapan proses pembusukan?
Jawab: Ikan berwarna hijau bahkan menghitam, lendir berwarna pucat dan cair,
insang sudah tidak berbentuk rapi, daging berair, bau busuk sangat menyengat, serta
tekstur apabila ditekan tidak dapat kembali lagi.
2. Susut Bobot dan Luas
1) Susut bobot terjadi karena kehilangan cairan tubuh. Jelaskan oleh Anda apa
yang menyebabkan terjadinya susut luas pada filet?
Jawab: Susut luas terjadi akibat pemuaian daging ikan akibat penyimpanan. Hal ini
terjadi akibat adanya cairan yang menghilang sehingga ruang yang kosong
terhimpit sehingga sel-sel lebih merapat untuk mempertahankan bentuk.
2) Apakah ikan nila juga mengalami susut bobot dan luas? Jelaskan mengapa
demikian?
Jawab: Ya, karena ikan nila adalah makhluk hidup yang memiliki sel dan
kandungan air.
3) Drip adalah cairan yang keluar dari daging ikan tidak segar. Jelaskan oleh
Anda apa yang dimaksud dengan air aktivitas dan bagaimana proses
terbentuknya?
Jawab: Drip terjadi akibat water activity yaitu air yang sudah tidak melekat pada
protein akibat tidak adanya energy untuk mempertahankan ikatan antara air dan
protein.
3. Perubahan Tekstur Ikan dan Filet
1) Daging ikan setelah mati mengalami kontraksi (keras) dan relaksasi (lunak).
Saat cadangan energy habis, ikan memasuki tahap rigor mortis. Jelaskan apa

14
yang terjadi saat ikan memasuki tahap post rigor mortis? Mengapa
teksturnya menjadi lunak?
Jawab: daging mengalami denaturasi dan autolysis dan air pada daging mulai
banyak terjadi lepas ikatan dengan protein sehingga tekstur daging menjadi
lunak.
2) Sebelum dan sesudah memasuki fase rigormortis, daging ikan dalam
kondisi lunak. Apa perbedaan lunak daging ikan pada saat pre rigor mortis
dengan lunaknya daging pada saat post rigor mortis?
Jawab: Daging saat pre rigormortis lunak apabila ditekan daging masih kembali
ke betuk awalnya sedangkan pada tahap post rigor daging yang ditekan sulit
bahkan sampai tidak kembali ke bentuk awalnya
4. Perubahan Warna Fillet Ikan
1) Jelaskan oleh Anda komponen apa yang menyebabkan pembentukan warna daging
menjadi merah dan putih?
Jawab: Daging ikan dapat berwarna merah atau putih terjadi akibat adanya myoglobin
yang berupa protein yang dapat menyimpan banyak oksigen. Semakin banyak
myoglobin maka daging akan semakin berwarana merah.
2) Komponen utama apa yang membedakan pembentukan warna merah pada daging
merah yang berwarna merah dengan darah yang berwarna merah?
Jawab: Daging berwarna merah karena terdapat myoglobin yang berupa protein
penyimpan oksigen sedangkan darah berwarna merah karena terdapat hemoglobin sel
pengikat oksigen.

5. Proses Pembusukan Fillet Ikan


1) Proses pembusukan hasil perikanan ditandai dengan timbulnya aroma tidak
disukai. Jelaskan mekanisme apa yang terjadi sehingga timbulnya aroma busuk
yang tidak disukai.
Jawab: Pada fase pre rigor daging mulai terserang bakteri pembusuk hal ini
dikarenakan ikatan antara air dan protein sudah mulai lepas. Air yang tidak terikat ini
merupakan tempat hidup dan sumber makanan yang baik bagi bakteri pembusuk.
Bakteri pembusuk melakukan proses metabolisme dan mengeluarkan senyawa dan
usneur unsur seperti sulfur yang akhirnya berbau menyengat. timbulnya bau busuk oleh

15
berbagai bakteri karena terbentuknya amonia, H2S, Indol dan senyawa senyawa amin
seperti diamin kadaverin dan putresin.
2) Proses pembusukan hasil perikanan sering ditandai dengan terbentuknya warna
kuning atau kehijauan pada daging ikan. Jelaskan mekanisme terbentuknya kedua
waran tersebut.
Jawab: Pada fase pre rigor daging mulai terserang bakteri pembusuk hal ini
dikarenakan ikatan antara air dan protein sudah mulai lepas. Air yang tidak terikat ini
merupakan tempat hidup dan sumber makanan yang baik bagi bakteri pembusuk.
Bakteri pembusuk melakukan proses metabolisme dan mengeluarkan senyawa dan
unsur. Pembentukan warna hijau pada daging, terutama disebabkan oleh: pembentukan
hydrogen peroksida (H2O2) oleh Lactobacillus Viridescens. Pembentukan warna
kuning pada daging, disebabkan oleh Enterococcus cassliflavus dan Enterococcus
mundtii.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Y. (2003). Menghasilkan Pakan ALami untuk Ikan Hias. Agro Media.

Ebert, D. (2005). "Introduction to Daphnia biology". Ecology, Epidemiology, and


Evolution of Parasitism in Daphnia. Bethesda, MD: National Center for
Biotechnology Information.

FAO. (2012). Practical Work and Exercise. Retrieved 12 1, 2019, from


http://www.fao.org/3/AC062E/AC062E10.htm

Huda, S. (2010). Meraup Uang dari Cupang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

17
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Alat dan Bahan

Pastik Tissu Alas plastik

Ember Pisau Trashbag

Air Spatula Ikan

Timbangan Penggaris

Hardness Tester Tali Baskom

pH Meter Aquades larutan buffer

Ulekan dan alas

18
Lampiran 2. Dokumentasi Prosedur Kerja

Proses mematikan ikan Proses mematikan ikan dengan cara ditusuk


dengan diaduk ke dalam otaknya.
baskom selama 15 menit
menggunakan spatula

Penimbangan bobot wadah Penimbangan bobot ikan


bersih

Pemeriksaan organoleptik Pemeriksaan organoleptik pada insang


pada mata

19
Proses pengerjaan filet ikan Fillet Ikan

Pengukuran nilai kekerasan Proses pengemasan ikan

Proses pengemasan fillet


Fase postrigormortis

Kalibrasi pH meter
Fase rigormortis

20
Fillet ikan hari ke2 Ikan utuh hari ke 2 mata ikan

Lendir Fase pre Rigor Fase Post Rigor

Kondisi Insang Drip pada alas Penimbangan fillet

Penghancuran fillet pengukuran pH daging lembek

Pengukuran keras Kondisi kulit ikan

21

Anda mungkin juga menyukai