Anda di halaman 1dari 15

PAPER FISIOLOGI PASCAPANEN HASIL PERIKANAN

PERUBAHAN KIMIAWI PASCAPANEN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
 Fisiologi Pascapanen Hasil Perikanan

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Pirgiawan Gimnastiar 230310200001
Tia Jauhar Nafisah 230310200005
Nursyahidatul Qurani Ma'ruf 230310200006
Lala Maesantika 230310200010
Dhea Rizky Abdillah 230310200015
Fahira Adisti Adiara 230310200020
Nurul Aini 230310200032 

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN PSDKU PANGANDARAN
2021
Pendahuluan.........................................................................................................................................2
Tujuan Mempelajari Perubahan Kimiawi...............................................................................................2
1.3 Perubahan Komponen Kimiawi.......................................................................................................2
1.3.1 Air.............................................................................................................................................2
1.3.2 Lemak.......................................................................................................................................3
1.3.3 Protein......................................................................................................................................3
1.3.4 pH.............................................................................................................................................4
1.3.5 Karbohidrat (glikogen)..............................................................................................................4
2.1 Kerusakan Secara Enzimatis.............................................................................................................5
2.1.1 Autolisis....................................................................................................................................5
2.1.2 Burst Belly.................................................................................................................................5
2.1.3 Gaping......................................................................................................................................5
2.1.4 Melanosis..................................................................................................................................6
2.1.5 Oksidasi.....................................................................................................................................6
Daftar Pustaka.......................................................................................................................................6
Pendahuluan
Reaksi metabolisme akan terus terjadi di setiap makhluk hidup, termasuk pada produk
hasil Perikanan. Akan tetapi, reaksi me

tabolisme atau reaksi kimia di dalam tubuh makhluk hidup juga akan terus terjadi
meskipun makhluk hidup tersebut telah mati. Hal tersebut perlu diperhatikan karena
dalam produk hasil Perikanan seperti ikan juga dapat mengalami reaksi kimia saat
pascapanen bahkan reaksi tersebut akan terus terjadi hingga ikan mengalami
pembusukan. Menurut (Marpaung, 2015) dibandingkan dengan produk pangan lainnya,
ikan adalah salah satu produk hasil Perikanan yang secara alami sangat cepat dalam
mengalami proses pembusukan, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
mutu hasil Perikanan tersebut.

Terjadinya proses kemunduran mutu dalam produk hasil perikanan salah satunya
disebabkan oleh adanya reaksi perubahan secara kimiawi yang mempengaruhi organ
dalam produk hasil Perikanan serta komposisi kimiawi yang terdapat dalam produk hasil
perikanan tersebut seperti protein, air, lemak dan yang ada di dalam makhluk hidup.
Perubahan secara kimiawi tersebut secara alami terjadi karena adanya aktivitas kinerja
enzim dan juga mikroba seperti bakteri.

Tujuan Mempelajari Perubahan Kimiawi 


Tujuan dari mempelajari perubahan kimiawi pada ikan secara umum diantaranya dapat
mempertahankan kesegaran ikan, kesempurnaan penanganan produk perikanan juga sangat
penting, ikan akan cepat mengalami rusak atau kebusukan hingga tidak dapat dimanfaatkan
lagi jika penanganan yang salah dan buruk. Kesegaran ikan perlu dipertahankan setidak-
tidaknya hingga sampai di tangan konsumen. Selain itu, keberadaan enzim yang bersumber
dari tubuh ikan juga sangat berperan dalam proses kemunduran mutu ikan, enzim itu sendiri
merupakan salah satu komposisi kimiawi yang dapat menyebabkan ikan cepat mengalami
kebusukan, sehingga diperlukan penanganan yang baik sejak proses penangkapan hingga
pengolahan baik di industri maupun di tingkat rumah tangga, hal itu dapat dijadikan dasar
dalam teknik penanganan ikan segar, karena pada saat dilakukan penanganan dan ikan sering
kali mengalami perubahan kondisi yang mana dapat menyebabkan keraguan untuk
menentukan mutu ikan sebagai bahan makanan atau bahan mentah untuk pengolahan lebih
lanjut, oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman akan perubahan kondisi ikan
baik secara fisiologis maupun kimiawi. 

1.3 Perubahan Komponen Kimiawi 


1.3.1 Air
Ikan memiliki komponen utama berupa air. Kandungan air pada ikan berkisar antara
70% sampai dengan 80% dari bobot daging ikan tersebut. Dikarenakan air pada tubuh ikan
memiliki berbagai kandungan senyawa kimia yang tidak larut serta yang dapat larut, hal ini
menyebabkan ikan tidak dapat membeku pada suhu 0 °C tetapi tubuh ikan akan mulai
membeku saat dalam suhu -1.1 °C serta pada saat suhu -8 °C hanya 90% air yang dapat
membeku.
Dalam jaringan otot ikan, air akan diikat oleh senyawa koloidal serta kimiawi lainnya.
Hal ini menyebabkan air tidak akan mudah untuk dibebaskan dengan tekanan yang berat.
Pada ikan yang mulai mengalami pembusukan, kekuatan penahan air yang terdapat pada
daging ikan akan sangat berkurang. Hal ini menyebabkan cairan yang ada pada otot ikan
dapat mudah untuk keluar. Lain halnya pada ikan segar yang memiliki kekuatan penahan air
dalam keadaan yang maksimum.
Untuk ikan yang diberikan perlakuan dimatikan secara langsung dan ikan yang
dibiarkan menggelepar sampai mati memiliki kadar air yang lebih tinggi saat pre rigor,
dibandingkan pada saat fase post rigor. Hal ini disebabkan karena daging ikan pada saat fase
pre rigor memiliki daya ikat terhadap air yang lebih tinggi dibandingkan pada daging ikan
pada saat fase rigor mortis ataupun post rigor dikarenakan kadar air memiliki hubungan yang
erat dengan perubahan daya ikat pada air. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), pada saat
pre rigor daya ikat air masih dalam keadaan yang umumnya tinggi. Namun, secara pertahap
akan menurun beriringan dengan menurunnya kadar pH serta jumlah ATP pada jaringan otot
(saat pre rigor mortis). Selanjutnya akan terjadi peningkatan daya ikat air lagi yang
disebabkan oleh aktivitas enzim katepsin pada daging yang akan aktif pada saat terjadi
penurunan pH atau pada saat pH asam (rendah).
Peningkatan yang terjadi pada kadar air setelah rigor mortis disebabkan oleh kecilnya
penurunan pada kadar air ikan yang langsung dimatikan yaitu sebanyak 2,2% serta pada ikan
yang mati akibat menggelepar sebanyak 2,96%. Poernomo et al., (2007) dalam hasil
penelitiannya memperlihatkan bahwa penurunan kadar air yang terjadi pada ikan patin yang
mati akibat dibiarkan menggelepar adalah sebanyak 4,06%. Sementara itu, pada ikan patin
yang langsung dimatikan memiliki kadar air sebanyak 0,15%.

1.3.2 Lemak
1.3.3 Protein
Protein merupakan komponen utama dan paling penting dalam ikan yang  biasanya
terkandung sebesar 12-25% dari total berat ikan. molekul protein terdiri dari asam amino
(senyawa organik) yang mengandung satu atau lebih gugus amino dan satu atau lebih gugus
karboksil. jenis asam amino yang terkandung pada ikan biasanya berupa asam amino
esensial, yaitu valin, histidin, isoleusin, lisin, leusin, metionin, treonin, triptofan dan
fenilalanin. secara umum kadar protein akan berkurang sesuai dengan perlakuan serta tahapan
penurunan kesegarannya. pada fase rigor, protein miofibril akan berkontraksi serta
membentuk aktomiosin sehingga jarak antar sarkomer memendek dan jarak antar protein
mengecil. Fase Post terjadi kontraksi yang menyebabkan pengerutan, sarkomer mengecil dan
denaturasi protein. Menurunnya kadar protein ini terjadi akibat protein yang terkandung di
dalam daging ikan mengalami denaturasi oleh suhu tinggi (Fitrial, 2000). protein stroma
merupakan protein yang diekstrak dengan garam/alkali serta mudah dilarutkan oleh panas
yang pada proses denaturasi ini ikan akang mengeluarkan air dan jaringan protein yang
nantinya mengendap dan terkoagulasi sehingga tidak dapat terdeteksi oleh alat mikro
Kjeldahl. Kandungan protein dapat berkurang di suatu bahan apabila proses pengolahannya
terlalu lama sehingga protein terdenaturasi dan mengalami koagulasi dengan suhu tinggi
(Ghozali et al.,2004)

1.3.4 pH

Nilai Derajat Keasaman atau disebut pH juga bisa dikatakan salah satu dari indikator
yang dapat bertujuan untuk memilih tingkatan kesegaran dalam produk perikanan pada
kimiawi. Nilai pH daging, dan pendapatan dari perikanan yang masih hidup yaitu netral pH
7,0 dan saat pH rendah pH 2-6,5 yang disimpulkan artinya produk perikanan sudah masuk ke
dalam fase kekakuan. Selain itu, fase kebusukan ini diperlihatkan dengan dilihat pH tingginya
yaitu pH 8-10 menurut (Waluyo dan Kusuma, 2017).

pH ikan pada waktu proses produksi atau pelelangan mendapatkan penurunan mutu
atau kualitas yang disebabkan adanya proses perubahan di glikogen yang menjadi asam laktat
maka dari itu pH daging ikan juga akan mendapatkan penurunan hingga batas 5,5 menurut
(Metusalach dkk., 2012). Fase pH ini akan menjadi asam dengan memasuki fase rigor mortis
dan ketika mengalami kejang maka akan mengalami fase yang disebut full rigor.

Ikan yang mengalami full rigor ini berada pada nilai pH kisaran 6,2 hingga 6,6. Bisa juga
dibuktikan pada ikan yang mati dengan cara dibunuh ketika akan menusuk otaknya dan hasil
nilai pH nantinya lebih kecil dari pada kondisi pre rigor atau rigor. Perbandingan juga dapat
dilihat pada ikan yang dibiarkan saja tergeletak hingga mengalami kematian. Ketika
memasuki fase post rigor nilai pH daging ikan akan mendapatkan peningkatan. Menurut
Partman (1965) dalam Rustamaji (2009).

Peningkatan yang diperoleh karena beberapa peningkatan kegiatan bakteri nantinya yang
akan dapat mengurai senyawa nitrogen dan non protein yang memiliki basa volatil. Perlakuan
bakteri diawali pada waktu yang bisa dikatakan hampir bersamaan yang menjadikannya
autolisis. Menurut Ilyas (1983) dalam Zakaria (2008)

1.3.5 Karbohidrat (glikogen)


Glikogen bisa terjadi di tubuh ikan karena proses glikogenesis, bersumber dari
makanan yang tidak digunakan sebagai energi akan disimpan menjadi cadangan, glukosa
akan diubah menjadi glikogen dengan enzim glycogen synthetase dan mengalami
metabolisme dan menghasilkan glikogen, menurut Handayani (2011) ketika glikogen
meningkat berarti glukosa dalam darah terpenuhi tetapi metabolisme telah terjadi, yang
selanjutnya akan diubah menjadi glikogen dan disimpan sebagai cadangan di dalam otot dan
di dalam hati .
Ketika ikan diberi makanan yang segar didalamnya hanya terdapat 0,56% karbohidrat
dalam bobot basah, pada ikan gabus kandungan glikogen paling banyak adalah dengan pakan
50% pakan alami dan 50% pakan buatan sebesar 14,58% glikogen dan paling sedikit dengan
100% pakan alami yaitu 11,90%, pada ikan nila kadar glikogen dapat dipengaruhi oleh
tingkat konsumsi, kecernaan pakan sehingga glikogen bisa disimpan dengan baik dalam
tubuh ikan dan cairan rumen inkubasi daun kelor tepungnya dalam kadar 40 ml dapat
meningkatkan kadar glikogen dalam tubuh ikan nila, ketika ikan mati phnya 6,17-7,04 .
Dimulai dari mati hingga 14 jam kedepan, dan terdapat pemecahan glikogen yang
menjadikan asam laktat, dampaknya adalah menyebabkan ph ikan menjadi turun
(Eskin,1990; Hadiwiyoto,1993;Lawrie,1995), ketika penurunan ph terjadi artinya ikan telah
masuk masa fase rigor mortis, fase ini singkat hanya 1-7 jam setelah ikan mati, 2 jam setelah
ikan mati memasuki masa pre rigor mortis, dan fase  post rigor mortis pada 12 jam setelah
mati, pada keadaan suhu ruangan terlihat kenaikan ph diakibatkan karena aktivitas enzim dan
bakteri mulai terjadi .
tetapi ketika di dalam suhu dingin kegiatan bakteri dapat dihambat, jadi nilai ph pada
ikan menentukan kelayakan ikan dan tingkat kesegaran ikan, semakin rendah suhu semakin
lambat proses pembusukan oleh bakteri semakin terhambat, proses glikolisis yang berperan
adalah enzim yang menyebabkan adanya asam laktat hal ini menyebabkan jika asam laktat
lebih lambat maka phnya akan stabil dan lambat mengalami pembusukan (Munandar 2009)
nilai ph yang aman yaitu 6,8 . hormon stress berhubungan dengan kortisol, akan
mengakibatkan glukosa pada glukogenesis yang diakibatkan oleh stressor (Iwama ,1999
dalam Martinez,2009) kadar kandungan glikogen pada nila 70-106 mg/dL .

2.1 Kerusakan Secara Enzimatis


2.1.1 Autolisis
Proses pascapanen yang dilakukan terhadap ikan tentu akan mengakibatkan terjadinya
perubahan secara kimiawi yang drastis di dalam tubuh ikan tersebut. Dalam hal ini apabila
ikan tersebut tidak ditangani secara benar maka dari adanya perubahan kimiawi tersebut
mengakibatkan proses kerusakan yang terjadi di dalam jaringan dan juga daging ikan. Salah
satu kerusakan yang terjadi dinamakan autolysis.

Autolisis merupakan peristiwa perombakan atau penguraian jaringan dan organ tubuh ikan
yang melibatkan aktivitas kinerja enzim. Menurut (Nurjanah, 2004) autolisis merupakan
rangkaian proses perombakan jaringan oleh adanya aktivitas enzim yang terjadi di dalam
produk hasil perikanan. Perombakan tersebut dapat terjadi setelah ikan telah melewati fase
rigor mortis atau memasuki fase post rigor mortis (Lestari et al., 2012). Meskipun ikan telah
mati, aktivitas enzim akan berlangsung secara terus-menerus. Akan tetapi, berlangsungnya
kinerja enzim dalam tubuh ikan tidak dapat dikontrol, hal ini disebabkan karena organ yang
berperan sebagai pengontrol kinerja enzim sudah tidak aktif lagi. Dengan demikian, aktivitas
enzim yang tidak terkontrol dalam tubuh ikan tersebut dapat memicu terjadinya kerusakan
pada organ dalam seperti insang, alat pencernaan, daging dan organ luar seperti kulit ikan.
Selain itu, proses perombakan ini juga dapat mengakibatkan ikan akan mengalami
pembusukan.

2.1.2 Burst Belly

Ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan mutu pada produk perikanan diantaranya
kerusakan fisik, mikrobiologi, dan kimiawi. Burst belly dapat dikategorikan sebagai
kerusakan mikrobiologi pada ikan yang dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen dan
pembusuk, baik berupa, jamur, virus, bakteri, maupun protozoa. 
Pada bagian saluran pencernaan, insang, dan permukaan kulit pada tubuh ikan biasanya
mengandung banyak mikroba. Pada saat ikan tertangkap dalam keadaan perut yang kenyang,
maka di saluran pencernaan banyak mengandung enzim pencernaan. Enzim tersebut
merupakan gabungan dari enzim yang berupa dari produk perikanan atau mikroba yang ada
di sekelilingnya. Jika tidak segera disiangi, enzim ini akan mencerna dan merusak jaringan
daging ikan, terutama pada bagian dinding perut. Peristiwa pecahnya dinding perut ikan yang
disebabkan oleh aktivitas enzim dikenal dengan sebutan Burst belly 
2.1.3 Gaping
Gaping adalah rusaknya jaringan penghubung yang terletak diantara otot satu dengan lainnya
pada saat ikan di fillet.
2.1.4 Melanosis

Melanosis didefinisikan sebagai proses penurunan mutu pada udang dalam saat penanganan
dan juga penyimpanan menurut (Perceka, Nurhayati, & Nurilmala, 2014). Melanosis juga
bisa dikatakan bercak hitam yang disebabkan oleh kegiatan enzim PPO atau polifenoloksidae
yang dilakukan kepada proses diskolorasi. Faktor terjadinya Melanosis dikarenakan enzim
polifenoloksidase (PPO) ini yang akan mengoksidasi fenol dan dihasilkannya quinon.

Melanosis ini sangat berkaitan dengan Kemunduran mutu udang yang timbulnya warna hitam
biasanya pada karapas udang. Hasil warna yang diperoleh ialah terbentuknya warna hitam
yang biasa sering dikatakan blackspot menurut (Haard & Simpson, 2000). Terbentuknya
warna ini dikarenakan pengaruh reaksi enzimatis dan non enzimatis.

Pengetesan melanosis mempunyai sekiranya standar 4 nilai, yang artinya masih bisa atau
layak dikonsumsi dan diterima untuk konsumen. Saat nilai melanosis ini yang didapatkan
nantinya memperoleh nilai melebihi 4, berarti udang tersebut sudah tidak dapat diterima lagi
oleh konsumen. Menurut Otwell & Marshall, (1986).

Blackspot yang terjadi pada udang, di pengaruhi dengan beberapa faktor, salah satunya pada
tingginya konsentrasi subtract tyrosine yang terdapat di kulit chitin udang. Selain itu, oksigen
molekuler dan enzim yang lainnya pasti akan berubah warna menjadi hitam dan bisa juga
menutupi permukaan kulit udang tersebut. menurut (Utari, 2014).

2.1.5 Oksidasi
Selain oleh jamur kerusakan pada ikan yang mengalami penggaraman biasanya
karena oksidasi yang terjadi terlebih ikan ikan yang mempunyai lemak yang tinggi,
contohnya ikan patin , dan akan menyebabkan warna ikan agak kecoklat coklatan, biasanya
untuk mencegah oksidasi dengan antioksidan dengan daun sirih (Lim &
Mohammed,1999:Choundhary & Kale,2002:Dasgupta &Bratiti,2004:Arambewa  et al,2006),
oksidasi juga bisa terjadi karena oksigen dan enzim lipoksigenase dan logam berat bisa
mempercepat oksidasi .
Oksidasi juga bisa terjadi karena garam dan penjemuran oleh matahari pada mackerel
(Rao & Bandyopadhyay,1983) faktornya cahaya, suhu dan oksigen berpengaruh terhadap
oksidasi pada lemak daging ikan (Hultin, 1992), dengan ditambahkannya ekstrak sirih bisa
menekan oksidasi dan ketengikan dan menghambat terjadinya oksidasi, menurut Arambewela
et al (2006) tingkat antioksidan ekstrak sirih bisa memperpanjang jangka waktu
penyimpanannya dan bisa sampai waktu 12 bulan .
Kandungan asam lemak tak jenuh bisa menjadi akibat ikan lebih mudah menjadi bau
tengik, pada ikan bagian lipid menjadi sangat sensitif karena terdapat omega 3 dan lemak tak
jenuh akan menjadi sangat mudah terjadinya oksidasi ketika ada katalisator seperti panas,
cahaya, logam dll . semakin lama ikan disimpan akan ada oksidasi semakin banyak, oleh
karena itu ikan dalam proses penyimpanannya harus dalam suhu yang rendah agar
memperlambat terjadinya oksidasi, proses oksidasi dengan adanya hidrogen peroksida dan
terurainya lemak dan berubah menjadi aldehid dan keton .

Daftar Pustaka
Haryati, Fujaya Yushinta, Saade Edison & Trijuno Dody D. (2015). PENGARUH TINGKAT
SUBSTITUSI PAKAN SEGAR DENGAN PAKAN BUATAN TERHADAP KOMPOSISI
KIMIA TUBUH DAN KANDUNGAN GLIKOGEN IKAN GABUS (Channa striata),
Halaman 55-62 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan, Makasar.
Liviawaty Evi & Afrianto Eddy.(2014). Penentuan Waktu Rigor Mortis Ikan Nila Merah
(Oreochromis Niloticus) Berdasarkan Pola Perubahan Derajat Keasaman. Jurnal Akuatika
Vol V No.1/Maret 2014 Halaman 40-44. Sumedang.
Wally Erni, Mentang Feny & Montolalu Roike I.(2015).KAJIAN MUTU KIMIAWI IKAN
CAKALANG (Katsuwonus Pelamis L.) ASAP (FUFU) SELAMA PENYIMPANAN SUHU
RUANG DAN SUHU DINGIN, Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan, Vol 3, No 1,
Februari 2015, Halaman 7-12. Manado.   
Hidayati Fatin, Darmanto Y.S & Romadhon. (2016). PENGARUH PERBEDAAN
KONSENTRASI EKSTRAK Sargassum sp. DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP
OKSIDASI LEMAK PAD FILLET IKAN PATIN (Pegasius sp.) Indonesian Journal of
Fisheries Science and Technology (IJFST). Halaman 116-123. Semarang.
Wibowo, I. R., Darmanto, Y. S., & Anggo, A. D. (2014). Pengaruh cara kematian dan
tahapan penurunan kesegaran ikan terhadap kualitas pasta ikan nila (Oreochromis niloticus).
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(3), 95-103.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpbhp/article/view/5654
Naiu, A. S., Koniyo, Y., Nursinar, S., & Kasim, F. (2018). Penanganan dan Pengolahan Hasil
Perikanan. CV Athra Samudra Gorontalo.
https://repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/4903/Book-Chapter-Penanganan-dan-
Pengolahan-Hasil-Perikanan.pdf

Yuliati H Sipahutar*, M Rifqi Suryanto, Husnul K Ramli, Riza B Pratama, Muhammad


Irsyad. (2020). “Laju Melanosis Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) pada Tambak
Intensif dan Tambak Tradisional di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan” received
march 23 2021, dikutip dari laman :

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132300107/pengabdian/Pengolahan%20Perikanan
%20Laut.pdf

Imam Restu Wibowo, YS Darmanto , Apri Dwi Anggo. (2014). “PENGARUH CARA
KEMATIAN DAN TAHAPAN PENURUNAN KESEGARAN IKAN TERHADAP KUALITAS
PASTA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)” Received march 23 2021

PAPER FISIOLOGI PASCAPANEN HASIL PERIKANAN


PERUBAHAN KIMIAWI PASCAPANEN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
 Fisiologi Pascapanen Hasil Perikanan

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Pirgiawan Gimnastiar 230310200001
Tia Jauhar Nafisah 230310200005
Nursyahidatul Qurani Ma'ruf 230310200006
Lala Maesantika 230310200010
Dhea Rizky Abdillah 230310200015
Fahira Adisti Adiara 230310200020
Nurul Aini 230310200032 

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN PSDKU PANGANDARAN
2021
Pendahuluan

Reaksi metabolisme akan terus terjadi di setiap makhluk hidup, termasuk pada produk
hasil Perikanan. Akan tetapi, reaksi metabolisme atau reaksi kimia di dalam tubuh
makhluk hidup juga akan terus terjadi meskipun makhluk hidup tersebut telah mati. Hal
tersebut perlu diperhatikan karena dalam produk hasil Perikanan seperti ikan juga dapat
mengalami reaksi kimia saat pascapanen bahkan reaksi tersebut akan terus terjadi hingga
ikan mengalami pembusukan. Menurut (Marpaung, 2015) dibandingkan dengan produk
pangan lainnya, ikan adalah salah satu produk hasil Perikanan yang secara alami sangat
cepat dalam mengalami proses pembusukan, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan mutu hasil Perikanan tersebut.

Terjadinya proses kemunduran mutu dalam produk hasil perikanan salah satunya
disebabkan oleh adanya reaksi perubahan secara kimiawi yang mempengaruhi organ
dalam produk hasil Perikanan serta komposisi kimiawi yang terdapat dalam produk hasil
perikanan tersebut seperti protein, air, lemak dan yang ada di dalam makhluk hidup.
Perubahan secara kimiawi tersebut secara alami terjadi karena adanya aktivitas kinerja
enzim dan juga mikroba seperti bakteri.

Tujuan Mempelajari Perubahan Kimiawi 


Tujuan dari mempelajari perubahan kimiawi pada ikan secara umum diantaranya dapat
mempertahankan kesegaran ikan, kesempurnaan penanganan produk perikanan juga sangat
penting, ikan akan cepat mengalami rusak atau kebusukan hingga tidak dapat dimanfaatkan
lagi jika penanganan yang salah dan buruk. Kesegaran ikan perlu dipertahankan setidak-
tidaknya hingga sampai di tangan konsumen. Selain itu, keberadaan enzim yang bersumber
dari tubuh ikan juga sangat berperan dalam proses kemunduran mutu ikan, enzim itu sendiri
merupakan salah satu komposisi kimiawi yang dapat menyebabkan ikan cepat mengalami
kebusukan, sehingga diperlukan penanganan yang baik sejak proses penangkapan hingga
pengolahan baik di industri maupun di tingkat rumah tangga, hal itu dapat dijadikan dasar
dalam teknik penanganan ikan segar, karena pada saat dilakukan penanganan dan ikan sering
kali mengalami perubahan kondisi yang mana dapat menyebabkan keraguan untuk
menentukan mutu ikan sebagai bahan makanan atau bahan mentah untuk pengolahan lebih
lanjut, oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman akan perubahan kondisi ikan
baik secara fisiologis maupun kimiawi. 

1.3 Perubahan Komponen Kimiawi 


1.3.1 Air
Ikan memiliki komponen utama berupa air. Kandungan air pada ikan berkisar antara
70% sampai dengan 80% dari bobot daging ikan tersebut. Dikarenakan air pada tubuh ikan
memiliki berbagai kandungan senyawa kimia yang tidak larut serta yang dapat larut, hal ini
menyebabkan ikan tidak dapat membeku pada suhu 0 °C tetapi tubuh ikan akan mulai
membeku saat dalam suhu -1.1 °C serta pada saat suhu -8 °C hanya 90% air yang dapat
membeku.
Dalam jaringan otot ikan, air akan diikat oleh senyawa koloidal serta kimiawi lainnya.
Hal ini menyebabkan air tidak akan mudah untuk dibebaskan dengan tekanan yang berat.
Pada ikan yang mulai mengalami pembusukan, kekuatan penahan air yang terdapat pada
daging ikan akan sangat berkurang. Hal ini menyebabkan cairan yang ada pada otot ikan
dapat mudah untuk keluar. Lain halnya pada ikan segar yang memiliki kekuatan penahan air
dalam keadaan yang maksimum.
Untuk ikan yang diberikan perlakuan dimatikan secara langsung dan ikan yang
dibiarkan menggelepar sampai mati memiliki kadar air yang lebih tinggi saat pre rigor,
dibandingkan pada saat fase post rigor. Hal ini disebabkan karena daging ikan pada saat fase
pre rigor memiliki daya ikat terhadap air yang lebih tinggi dibandingkan pada daging ikan
pada saat fase rigor mortis ataupun post rigor dikarenakan kadar air memiliki hubungan yang
erat dengan perubahan daya ikat pada air. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), pada saat
pre rigor daya ikat air masih dalam keadaan yang umumnya tinggi. Namun, secara pertahap
akan menurun beriringan dengan menurunnya kadar pH serta jumlah ATP pada jaringan otot
(saat pre rigor mortis). Selanjutnya akan terjadi peningkatan daya ikat air lagi yang
disebabkan oleh aktivitas enzim katepsin pada daging yang akan aktif pada saat terjadi
penurunan pH atau pada saat pH asam (rendah).
Peningkatan yang terjadi pada kadar air setelah rigor mortis disebabkan oleh kecilnya
penurunan pada kadar air ikan yang langsung dimatikan yaitu sebanyak 2,2% serta pada ikan
yang mati akibat menggelepar sebanyak 2,96%. Poernomo et al., (2007) dalam hasil
penelitiannya memperlihatkan bahwa penurunan kadar air yang terjadi pada ikan patin yang
mati akibat dibiarkan menggelepar adalah sebanyak 4,06%. Sementara itu, pada ikan patin
yang langsung dimatikan memiliki kadar air sebanyak 0,15%.

1.3.2 Lemak
1.3.3 Protein
Protein merupakan komponen utama dan paling penting dalam ikan yang  biasanya
terkandung sebesar 12-25% dari total berat ikan. molekul protein terdiri dari asam amino
(senyawa organik) yang mengandung satu atau lebih gugus amino dan satu atau lebih gugus
karboksil. jenis asam amino yang terkandung pada ikan biasanya berupa asam amino
esensial, yaitu valin, histidin, isoleusin, lisin, leusin, metionin, treonin, triptofan dan
fenilalanin. secara umum kadar protein akan berkurang sesuai dengan perlakuan serta tahapan
penurunan kesegarannya. pada fase rigor, protein miofibril akan berkontraksi serta
membentuk aktomiosin sehingga jarak antar sarkomer memendek dan jarak antar protein
mengecil. Fase Post terjadi kontraksi yang menyebabkan pengerutan, sarkomer mengecil dan
denaturasi protein. Menurunnya kadar protein ini terjadi akibat protein yang terkandung di
dalam daging ikan mengalami denaturasi oleh suhu tinggi (Fitrial, 2000). protein stroma
merupakan protein yang diekstrak dengan garam/alkali serta mudah dilarutkan oleh panas
yang pada proses denaturasi ini ikan akang mengeluarkan air dan jaringan protein yang
nantinya mengendap dan terkoagulasi sehingga tidak dapat terdeteksi oleh alat mikro
Kjeldahl. Kandungan protein dapat berkurang di suatu bahan apabila proses pengolahannya
terlalu lama sehingga protein terdenaturasi dan mengalami koagulasi dengan suhu tinggi
(Ghozali et al.,2004)

1.3.4 pH

Nilai Derajat Keasaman atau disebut pH juga bisa dikatakan salah satu dari indikator
yang dapat bertujuan untuk memilih tingkatan kesegaran dalam produk perikanan pada
kimiawi. Nilai pH daging, dan pendapatan dari perikanan yang masih hidup yaitu netral pH
7,0 dan saat pH rendah pH 2-6,5 yang disimpulkan artinya produk perikanan sudah masuk ke
dalam fase kekakuan. Selain itu, fase kebusukan ini diperlihatkan dengan dilihat pH tingginya
yaitu pH 8-10 menurut (Waluyo dan Kusuma, 2017).

pH ikan pada waktu proses produksi atau pelelangan mendapatkan penurunan mutu
atau kualitas yang disebabkan adanya proses perubahan di glikogen yang menjadi asam laktat
maka dari itu pH daging ikan juga akan mendapatkan penurunan hingga batas 5,5 menurut
(Metusalach dkk., 2012). Fase pH ini akan menjadi asam dengan memasuki fase rigor mortis
dan ketika mengalami kejang maka akan mengalami fase yang disebut full rigor.

Ikan yang mengalami full rigor ini berada pada nilai pH kisaran 6,2 hingga 6,6. Bisa juga
dibuktikan pada ikan yang mati dengan cara dibunuh ketika akan menusuk otaknya dan hasil
nilai pH nantinya lebih kecil dari pada kondisi pre rigor atau rigor. Perbandingan juga dapat
dilihat pada ikan yang dibiarkan saja tergeletak hingga mengalami kematian. Ketika
memasuki fase post rigor nilai pH daging ikan akan mendapatkan peningkatan. Menurut
Partman (1965) dalam Rustamaji (2009).

Peningkatan yang diperoleh karena beberapa peningkatan kegiatan bakteri nantinya yang
akan dapat mengurai senyawa nitrogen dan non protein yang memiliki basa volatil. Perlakuan
bakteri diawali pada waktu yang bisa dikatakan hampir bersamaan yang menjadikannya
autolisis. Menurut Ilyas (1983) dalam Zakaria (2008)

1.3.5 Karbohidrat (glikogen)


Glikogen bisa terjadi di tubuh ikan karena proses glikogenesis, bersumber dari
makanan yang tidak digunakan sebagai energi akan disimpan menjadi cadangan, glukosa
akan diubah menjadi glikogen dengan enzim glycogen synthetase dan mengalami
metabolisme dan menghasilkan glikogen, menurut Handayani (2011) ketika glikogen
meningkat berarti glukosa dalam darah terpenuhi tetapi metabolisme telah terjadi, yang
selanjutnya akan diubah menjadi glikogen dan disimpan sebagai cadangan di dalam otot dan
di dalam hati .
Ketika ikan diberi makanan yang segar didalamnya hanya terdapat 0,56% karbohidrat
dalam bobot basah, pada ikan gabus kandungan glikogen paling banyak adalah dengan pakan
50% pakan alami dan 50% pakan buatan sebesar 14,58% glikogen dan paling sedikit dengan
100% pakan alami yaitu 11,90%, pada ikan nila kadar glikogen dapat dipengaruhi oleh
tingkat konsumsi, kecernaan pakan sehingga glikogen bisa disimpan dengan baik dalam
tubuh ikan dan cairan rumen inkubasi daun kelor tepungnya dalam kadar 40 ml dapat
meningkatkan kadar glikogen dalam tubuh ikan nila, ketika ikan mati phnya 6,17-7,04 .
Dimulai dari mati hingga 14 jam kedepan, dan terdapat pemecahan glikogen yang
menjadikan asam laktat, dampaknya adalah menyebabkan ph ikan menjadi turun
(Eskin,1990; Hadiwiyoto,1993;Lawrie,1995), ketika penurunan ph terjadi artinya ikan telah
masuk masa fase rigor mortis, fase ini singkat hanya 1-7 jam setelah ikan mati, 2 jam setelah
ikan mati memasuki masa pre rigor mortis, dan fase  post rigor mortis pada 12 jam setelah
mati, pada keadaan suhu ruangan terlihat kenaikan ph diakibatkan karena aktivitas enzim dan
bakteri mulai terjadi .
tetapi ketika di dalam suhu dingin kegiatan bakteri dapat dihambat, jadi nilai ph pada
ikan menentukan kelayakan ikan dan tingkat kesegaran ikan, semakin rendah suhu semakin
lambat proses pembusukan oleh bakteri semakin terhambat, proses glikolisis yang berperan
adalah enzim yang menyebabkan adanya asam laktat hal ini menyebabkan jika asam laktat
lebih lambat maka phnya akan stabil dan lambat mengalami pembusukan (Munandar 2009)
nilai ph yang aman yaitu 6,8 . hormon stress berhubungan dengan kortisol, akan
mengakibatkan glukosa pada glukogenesis yang diakibatkan oleh stressor (Iwama ,1999
dalam Martinez,2009) kadar kandungan glikogen pada nila 70-106 mg/dL .
2.1 Kerusakan Secara Enzimatis
2.1.1 Autolisis
Proses pascapanen yang dilakukan terhadap ikan tentu akan mengakibatkan terjadinya
perubahan secara kimiawi yang drastis di dalam tubuh ikan tersebut. Dalam hal ini apabila
ikan tersebut tidak ditangani secara benar maka dari adanya perubahan kimiawi tersebut
mengakibatkan proses kerusakan yang terjadi di dalam jaringan dan juga daging ikan. Salah
satu kerusakan yang terjadi dinamakan autolysis.

Autolisis merupakan peristiwa perombakan atau penguraian jaringan dan organ tubuh ikan
yang melibatkan aktivitas kinerja enzim. Menurut (Nurjanah, 2004) autolisis merupakan
rangkaian proses perombakan jaringan oleh adanya aktivitas enzim yang terjadi di dalam
produk hasil perikanan. Perombakan tersebut dapat terjadi setelah ikan telah melewati fase
rigor mortis atau memasuki fase post rigor mortis (Lestari et al., 2012). Meskipun ikan telah
mati, aktivitas enzim akan berlangsung secara terus-menerus. Akan tetapi, berlangsungnya
kinerja enzim dalam tubuh ikan tidak dapat dikontrol, hal ini disebabkan karena organ yang
berperan sebagai pengontrol kinerja enzim sudah tidak aktif lagi. Dengan demikian, aktivitas
enzim yang tidak terkontrol dalam tubuh ikan tersebut dapat memicu terjadinya kerusakan
pada organ dalam seperti insang, alat pencernaan, daging dan organ luar seperti kulit ikan.
Selain itu, proses perombakan ini juga dapat mengakibatkan ikan akan mengalami
pembusukan.

2.1.2 Burst Belly


Ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan mutu pada produk perikanan diantaranya
kerusakan fisik, mikrobiologi, dan kimiawi. Burst belly dapat dikategorikan sebagai
kerusakan mikrobiologi pada ikan yang dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen dan
pembusuk, baik berupa, jamur, virus, bakteri, maupun protozoa. 
Pada bagian saluran pencernaan, insang, dan permukaan kulit pada tubuh ikan biasanya
mengandung banyak mikroba. Pada saat ikan tertangkap dalam keadaan perut yang kenyang,
maka di saluran pencernaan banyak mengandung enzim pencernaan. Enzim tersebut
merupakan gabungan dari enzim yang berupa dari produk perikanan atau mikroba yang ada
di sekelilingnya. Jika tidak segera disiangi, enzim ini akan mencerna dan merusak jaringan
daging ikan, terutama pada bagian dinding perut. Peristiwa pecahnya dinding perut ikan yang
disebabkan oleh aktivitas enzim dikenal dengan sebutan Burst belly 
2.1.3 Gaping
Gaping adalah rusaknya jaringan penghubung yang terletak diantara otot satu dengan lainnya
pada saat ikan di fillet.
2.1.4 Melanosis

Melanosis didefinisikan sebagai proses penurunan mutu pada udang dalam saat penanganan
dan juga penyimpanan menurut (Perceka, Nurhayati, & Nurilmala, 2014). Melanosis juga
bisa dikatakan bercak hitam yang disebabkan oleh kegiatan enzim PPO atau polifenoloksidae
yang dilakukan kepada proses diskolorasi. Faktor terjadinya Melanosis dikarenakan enzim
polifenoloksidase (PPO) ini yang akan mengoksidasi fenol dan dihasilkannya quinon.

Melanosis ini sangat berkaitan dengan Kemunduran mutu udang yang timbulnya warna hitam
biasanya pada karapas udang. Hasil warna yang diperoleh ialah terbentuknya warna hitam
yang biasa sering dikatakan blackspot menurut (Haard & Simpson, 2000). Terbentuknya
warna ini dikarenakan pengaruh reaksi enzimatis dan non enzimatis.

Pengetesan melanosis mempunyai sekiranya standar 4 nilai, yang artinya masih bisa atau
layak dikonsumsi dan diterima untuk konsumen. Saat nilai melanosis ini yang didapatkan
nantinya memperoleh nilai melebihi 4, berarti udang tersebut sudah tidak dapat diterima lagi
oleh konsumen. Menurut Otwell & Marshall, (1986).

Blackspot yang terjadi pada udang, di pengaruhi dengan beberapa faktor, salah satunya pada
tingginya konsentrasi subtract tyrosine yang terdapat di kulit chitin udang. Selain itu, oksigen
molekuler dan enzim yang lainnya pasti akan berubah warna menjadi hitam dan bisa juga
menutupi permukaan kulit udang tersebut. menurut (Utari, 2014).

2.1.5 Oksidasi
Selain oleh jamur kerusakan pada ikan yang mengalami penggaraman biasanya
karena oksidasi yang terjadi terlebih ikan ikan yang mempunyai lemak yang tinggi,
contohnya ikan patin , dan akan menyebabkan warna ikan agak kecoklat coklatan, biasanya
untuk mencegah oksidasi dengan antioksidan dengan daun sirih (Lim &
Mohammed,1999:Choundhary & Kale,2002:Dasgupta &Bratiti,2004:Arambewa  et al,2006),
oksidasi juga bisa terjadi karena oksigen dan enzim lipoksigenase dan logam berat bisa
mempercepat oksidasi .
Oksidasi juga bisa terjadi karena garam dan penjemuran oleh matahari pada mackerel
(Rao & Bandyopadhyay,1983) faktornya cahaya, suhu dan oksigen berpengaruh terhadap
oksidasi pada lemak daging ikan (Hultin, 1992), dengan ditambahkannya ekstrak sirih bisa
menekan oksidasi dan ketengikan dan menghambat terjadinya oksidasi, menurut Arambewela
et al (2006) tingkat antioksidan ekstrak sirih bisa memperpanjang jangka waktu
penyimpanannya dan bisa sampai waktu 12 bulan .
Kandungan asam lemak tak jenuh bisa menjadi akibat ikan lebih mudah menjadi bau
tengik, pada ikan bagian lipid menjadi sangat sensitif karena terdapat omega 3 dan lemak tak
jenuh akan menjadi sangat mudah terjadinya oksidasi ketika ada katalisator seperti panas,
cahaya, logam dll . semakin lama ikan disimpan akan ada oksidasi semakin banyak, oleh
karena itu ikan dalam proses penyimpanannya harus dalam suhu yang rendah agar
memperlambat terjadinya oksidasi, proses oksidasi dengan adanya hidrogen peroksida dan
terurainya lemak dan berubah menjadi aldehid dan keton .

Daftar Pustaka

Haryati, Fujaya Yushinta, Saade Edison & Trijuno Dody D. (2015). PENGARUH TINGKAT
SUBSTITUSI PAKAN SEGAR DENGAN PAKAN BUATAN TERHADAP KOMPOSISI
KIMIA TUBUH DAN KANDUNGAN GLIKOGEN IKAN GABUS (Channa striata),
Halaman 55-62 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan, Makasar.
Liviawaty Evi & Afrianto Eddy.(2014). Penentuan Waktu Rigor Mortis Ikan Nila Merah
(Oreochromis Niloticus) Berdasarkan Pola Perubahan Derajat Keasaman. Jurnal Akuatika
Vol V No.1/Maret 2014 Halaman 40-44. Sumedang.
Wally Erni, Mentang Feny & Montolalu Roike I.(2015).KAJIAN MUTU KIMIAWI IKAN
CAKALANG (Katsuwonus Pelamis L.) ASAP (FUFU) SELAMA PENYIMPANAN SUHU
RUANG DAN SUHU DINGIN, Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan, Vol 3, No 1,
Februari 2015, Halaman 7-12. Manado.   
Hidayati Fatin, Darmanto Y.S & Romadhon. (2016). PENGARUH PERBEDAAN
KONSENTRASI EKSTRAK Sargassum sp. DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP
OKSIDASI LEMAK PAD FILLET IKAN PATIN (Pegasius sp.) Indonesian Journal of
Fisheries Science and Technology (IJFST). Halaman 116-123. Semarang.
Wibowo, I. R., Darmanto, Y. S., & Anggo, A. D. (2014). Pengaruh cara kematian dan
tahapan penurunan kesegaran ikan terhadap kualitas pasta ikan nila (Oreochromis niloticus).
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(3), 95-103.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpbhp/article/view/5654
Naiu, A. S., Koniyo, Y., Nursinar, S., & Kasim, F. (2018). Penanganan dan Pengolahan Hasil
Perikanan. CV Athra Samudra Gorontalo.
https://repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/4903/Book-Chapter-Penanganan-dan-
Pengolahan-Hasil-Perikanan.pdf

Yuliati H Sipahutar*, M Rifqi Suryanto, Husnul K Ramli, Riza B Pratama, Muhammad


Irsyad. (2020). “Laju Melanosis Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) pada Tambak
Intensif dan Tambak Tradisional di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan” received
march 23 2021, dikutip dari laman :

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132300107/pengabdian/Pengolahan%20Perikanan
%20Laut.pdf
Imam Restu Wibowo, YS Darmanto , Apri Dwi Anggo. (2014). “PENGARUH CARA
KEMATIAN DAN TAHAPAN PENURUNAN KESEGARAN IKAN TERHADAP KUALITAS
PASTA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)” Received march 23 2021

Anda mungkin juga menyukai